Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

EDEMA PARU

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. PENGERTIAN
Pulmonary edema adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-
paru. Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru
ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini
adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon
dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar.
Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan
pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-
dindig ini kehilangan integritasnya.
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat
peningkatan tekanan intravaskular. Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran
cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli
paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik.
Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di
paru-paru. cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru
banyak, sehingga sulit untuk bernapas. Dalam kebanyakan kasus, masalah jantung
menyebabkan edema paru. Tapi cairan dapat menumpuk karena alasan lain,
termasuk pneumonia, paparan terhadap racun tertentu dan obat-obatan, dan
olahraga atau hidup pada ketinggian tinggi.

B. ETIOLOGI
1. Ketidak-seimbangan Starling Forces :
1) Peningkatan tekanan kapiler paru :
a. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi
ventrikel kiri (stenosis mitral).
b. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi
ventrikel kiri.
c. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan
tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
2) Penurunan tekanan onkotik plasma.
a. Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-
losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
3) Peningkatan tekanan negatif intersisial :
a. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
b. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran
napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume
(asma).
4) Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
a. Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
2. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory
Distress Syndrome)
1) Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
2) Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon®, NO2,
dsb).
3) Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-
naphthyl thiourea).
4) Aspirasi asam lambung.
5) Pneumonitis radiasi akut.
6) Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
7) Disseminated Intravascular Coagulation.
8) Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat
nitrofurantoin, leukoagglutinin.
9) Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
10) Pankreatitis Perdarahan Akut.
3. Insufisiensi Limfatik :
1) Post Lung Transplant.
2) Lymphangitic Carcinomatosis.
3) Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
4. Tak diketahui/tak jelas
1) High Altitude Pulmonary Edema.
2) Neurogenic Pulmonary Edema.
3) Narcotic overdose.
4) Pulmonary embolism.
5) Eclampsia
6) Post Anesthesia.
7) Post Cardiopulmonary Bypass.

C. PATHWAY
D. PATOFISIOLOGI
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang
merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya
udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas
(oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan
pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air
dalam paru-paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien.
Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia
dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema,
atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic
pulmonary edema.

E. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik
dan non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat
berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri
apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya
Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi
pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik
1. Cardiogenic pulmonary edema
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya
kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya
seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi
dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi
jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi
pompa jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti
arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung),
serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat
menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya,
menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke
alveoli ketika tekanan membesar.
2. Non-cardiogenic pulmonary edema
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya
disebabkan oleh hal berikut:
1) Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai
akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada
alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-
pembuluh darah.
2) Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang
parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru,
merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
3) Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh
dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah,
berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal
yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan
cairan tubuh.
4) High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh
kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
5) Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-
seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada
akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary
edema.
6) Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-
expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika
paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan
sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi
yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya
pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
7) Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada
pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi
yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum
tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.
8) Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic
pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan
darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan
dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury (TRALI),
beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.

F. MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini
mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang
secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus
dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah
lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas
yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau
kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-
pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan
stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti
rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang
berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).
Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki
pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan
pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja.
Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya
ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat
inspirasi.
Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis
menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-
sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh
karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering
terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel
kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga
penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya
terdapat sedikit perubahan saja.
Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi
hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih
kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi
right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia,
tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory
acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati (Ingram
and Braunwald, 1988).
Edema Pam yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi
kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi
arteriakoronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang
dapat dicegah de-ngan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa
dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic nucleotide phosphodiesterase
akan mengurangi edema’ paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas
alveolar-kapiler; pada ma-nusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Kadang kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan
kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya
pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah
turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan
permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup
yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.

G. DIAGNOSA PENUNJANG
1. Pemeriksaan Fisik
1) Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
2) Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh
lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang
memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale.
3) Takikardia dengan S3 gallop.
4) Murmur bila ada kelainan katup.
2. Elektrokardiografi. Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau
fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark,
hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.
3. Laboratorium
1) Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian
hiperkapnia.
2) Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
3) Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG,
enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
4) Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.
Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang
menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus
tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang
menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang
dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.
5) X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan
lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada
biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat
menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru
dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal.
Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari
pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang
minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.
4. Gambaran Radiologi yang ditemukan :
1) Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
2) Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3) Kranialisasi vaskuler
4) Hilus suram (batas tidak jelas)
5) Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau
nodul milier)
Gambar hasil radiologi
Gambar 1 : Edema Intesrtitial
Gambaran underlying disease (kardiomegali, efusi pleura, diafragma kanan
letak tinggi).
Gambar 2 : Kardiomegali dan edema paru
Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)
Edema “ butterfly” atau Bat’s Wing (edema sentral)
Gambar 3 : Bat’s Wing
Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang
mempunyai kelainan sebelumnya, contoh : emfisema).
5. Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi
ventrikel (hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung
Koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.
6. Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP)
Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang
mendasari dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type
natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda
protein (hormon) yang akan timbul dalam darah yang disebabkan oleh
peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari BNP nanogram
(sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih)
adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain,
nilai-nilai yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung
sebagai penyebabnya.
7. Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)
Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis
(kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan
dimajukan melalui ruang – ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan
kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang
kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai
kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam pembuluh-pembuluh
paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari 18
mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary
edema, sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya
menyokong non-cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter
Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit
(ICU).

H. PENATALAKSANAAN
1. Posisi ½ duduk.
2. Oksigen (90 – 100%) sampai 12 liter/menit bila perlu dengan masker NRBM.
3. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak
bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi,
retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara
adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
4. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap
5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan
Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
6. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV
dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat,
dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah
sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah
normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ
vital.
7. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg
(sebaiknya dihindari).
8. Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis
ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi
urine 1 ml/kgBB/jam.
9. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5
ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan
hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
10. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
11. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan
oksigen.
12. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan
ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas :
2. Umur : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan
remaja/dewasa muda
3. Riwayat Masuk
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau
batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah
menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi
yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis,
pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta
penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
5. Pemeriksaan fisik
1) Sistem Integumen
Subyektif : –
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
2) Sistem Pulmonal
Subyektif :sesak nafas, dada tertekan
Obyektif :Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan
meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
3) Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit dada
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung
tambahan
4) Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
5) Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif :tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan
6) Sistem genitourinaria
Subyektif : –
Obyektif : produksi urine menurun,
7) Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
6. Pemeriksaan Penunjang :
1) Hb : menurun/normal
2) Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen
darah, kadar karbon darah meningkat/normal
3) Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

B. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan
alat bantu nafas
2. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme
sekunder terhadap pemasangan selang endotrakeal
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot
jantung
5. Disfungsi respon penyapihan ventilator berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan terhadapprosedur medis
6. Resiko terjadi trauma berhubungan dengan kegelisahan sekunder
terhadap pemasangan alat bantu nafas
7. Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis aktual sekunder
terhadap pemasangan alat bantu nafas
8. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang
endotrakeal
C. RENCANA TINDAKAN

No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional

1 Ketidakefektifan Pola nafas kembali 1. Berikan 1.Informasi yang


pola efektif setelah HE pada adekuat dapat
nafas berhubungan dilakukan tindakan pasien membawa pasien
dengan keadaan keperawatan selama tentang lebih kooperatif
tubuh yang lemah 3 × 24 jam, dengan penyakitn dalam memberikan
kriteria hasil: ya terapi
1.Tidak terjadi 2.Jalan nafas yang
hipoksia atau 1. Atur longgar dan tidak
hipoksemia posisi ada sumbatan
2.Tidak sesak semi proses respirasi
3.RR normal (16-20 fowler dapat berjalan
× / menit) dengan lancar.
4.Tidak terdapat 3.Sianosis
kontraksi otot bantu merupakan salah
nafas 3.Observasi satu tanda
5.Tidak terdapat tanda dan manifestasi
sianosis gejala ketidakadekuatan
sianosis suply O2 pada
jaringan tubuh
perifer .
4.Pemberian
4.Berikan oksigen secara
terapi adequat dapat
oksigenasi mensuplai dan
memberikan
cadangan oksigen,
sehingga mencegah
terjadinya
5.Observasi hipoksia.
tanda-tanda 5.Dyspneu,
vital sianosis merupakan
tanda terjadinya
gangguan nafas
disertai dengan
kerja jantung yang
menurun timbul
6.Observasi takikardia dan
timbulnya capilary refill time
gagal nafas. yang
memanjang/lama.
6.Ketidakmampuan
tubuh dalam proses
respirasi
diperlukan
7.Kolaborasi intervensi yang
dengan tim kritis dengan
medis dalam menggunakan alat
memberikan bantu pernafasan
pengobatan (mekanical
ventilation).
7.Pengobatan yang
diberikan berdasar
indikasi sangat
membantu dalam
proses terapi
keperawatan

2 Gangguan Fungsi pertukaran 1. Berikan 1.Informasi yang


pertukaran Gas gas dapat maksimal HE pada adekuat dapat
berhubungan setelah dilakukan pasien membawa pasien
dengan distensi tindakan tentang lebih kooperatif
kapiler pulmonar keperawatan selama penyakitn dalam memberikan
3 × 24 jam dengan ya terapi
kriteria hasil: 2.Jalan nafas yang
8.Tidak terjadi 1. Atur longgar dan tidak
sianosis posisi ada sumbatan
9.Tidak sesak pasien proses respirasi
1. RR normal (16- semi dapat berjalan
20 × / menit) fowler dengan lancer
2. BGA normal: 3.Posisi yang
1. partial berbeda
pressure of 1. Bantu menurunkan resiko
oxygen pasien perlukaan akibat
(PaO2): 75- untuk imobilisasi
100 mm Hg melakuka 4.Pemberian
2. partial n reposisi oksigen secara
pressure of secara adequat dapat
carbon sering mensuplai dan
dioxide 2. Berikan memberikan
(PaCO2): 35- terapi cadangan oksigen,
45 mm Hg oksigenas sehingga mencegah
3. oxygen i terjadinya hipoksia
content 5.Dyspneu,
(O2CT): 15- sianosis merupakan
23% tanda terjadinya
4. oxygen gangguan nafas
saturation 1. Observasi disertai dengan
(SaO2): 94- tanda – kerja jantung yang
100% tanda menurun timbul
5. bicarbonate vital takikardia dan
(HCO3): 22- capilary refill time
26 mEq/liter yang
6. pH: 7.35-7.45 memanjang/lama.
6.Pengobatan yang
diberikan berdasar
1. Kolaboras indikasi sangat
i dengan membantu dalam
tim medis proses terapi
dalam keperawatan
memberik
an
pengobata
n

3 Resiko tinggi Infeksi tidak terjadi 1.Berikan 1.Informasi yang


infeksi setelah dilakukan HE pada adekuat dapat
berhubungan tindakan pasien membawa pasien
dengan area invasi keperawatan selama tentang lebih kooperatif
mikroorganisme 3 × 24 jam, dengan kondisi yang dalam memberikan
sekunder terhadap kriteria hasil: dialaminya terapi
pemasangan selang 7.Pasien mampu 2.Observasi 2.Meningkatnya
endotrakeal mengurangi kontak tanda-tanda suhu tubuh dpat
dengan area vital. dijadikan sebagai
pemasangan selang indicator terjadinya
endotrakeal infeksi
8.Suhu normal 3.Observasi 3.Kebersihan area
(36,5oC) daerah pemasangan selang
pemasangan menjadi factor
selang resiko masuknya
endotrakheal mikroorganisme
4.Meminimalkan
4.Lakukan organisme yang
tehnik kontak dengan
perawatan pasien dapat
secara menurunkan resiko
aseptik terjadinya infeksi
5.Pengobatan yang
5.Kolaborasi diberikan berdasar
dengan tim indikasi sangat
medis dalam membantu dalam
memberikan proses terapi
pengobatan keperawatan

D. IMPLEMENTASI
Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau potensial.
Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan NCP.

E. EVALUASI
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil,
sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau
diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC


Simon, G. 1981. Diagnostik Rontgen untuk Mahasiswa Klinik dan Dokter Umum.
Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga
Harrison. 1995. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai