Anda di halaman 1dari 25

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Padi merupakan kebutuhan pokok sebahagian besar masyarakat Indonesia

pada umumnya dan masyarakat Sulawesi Tenggara pada khususnya. Permintaan

komoditas padi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan sering dengan

bertambahnya jumlah penduduk. Upaya pemenuhan kebutuhan padi di Sulawesi

Tenggara dihadapkan pada berbagai kendala diantaranya produktivitas padi yang

masih rendah, penurunan luas panen yang disebabkan oleh alih fungsi lahan,

kesuburan tanah rendah, perubahan kondisi iklim, serangan hama dan penyakit.

Padi gogo (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman padi yang

banyak dibudidayakan pada lahan kering. Padi gogo telah menjadi alternatif

dalam peningkatan produksi padi dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini

dikarenakan padi gogo memiliki nurtisi yang mampu mencukupi 63% total

kecukupan energi dan 37% protein (Norsalis, 2011). Kebutuhan padi gogo terus

mengalami peningkatan seiring bertambahnya jumlah penduduk, namun tidak

dibarengi dengan peningkatan produksi padi gogo itu sendiri. Produksi padi gogo

Sulawesi Tenggara pada tahun 2014 sebesar 3,148 t.ha-1(BPS Sultra, 2015), dan

mengalami penurunan pada tahun 2015 sebesar 2,699 t.ha-1(BPS Sultra, 2016).

Rendahnya produksi padi gogo disebabkan oleh kondisi iklim dan tanah

bervariasi, tingkat serangan hama dan penyakit tinggi, penurunan luas panen yang

disebabkan oleh alih fungsi lahan dan belum optimalnya penerapan teknologi

budidaya terutama dalam penggunaan varietas unggul (Sadimantara et al., 2013).

Soerjandono dan Robi’in (2012), menambahkan bahwa masalah yang dihadapi


2

petani dalam membudidayakan padi gogo yaitu kurang tersedianya varietas dan

benih unggul. Pada umumnya petani membudidayakan varietas lokal (Sunjaya,

2011) yang mempunyai rasa enak, toleran terhadap lahan marginal, tahan terhadap

beberapa jenis hama dan penyakit, memerlukan masukan pupuk yang rendah serta

pemeliharan mudah dan sederhana.

Perbaikan varietas padi gogo terus dilakukan oleh para peneliti untuk

memperoleh padi gogo unggul melalui pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman

merupakan suatu metode yang secara sistematik merakit keragaman genetik

menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Hasil kegiatan

pemuliaan tanaman berupa varietas unggul, baik varietas unggul baru maupun

varieras unggul lokal menjadi salah satu teknologi kunci dalam peningkatan hasil

tanaman padi. Menurut Las (2002), peningkatan produksi padi didominasi

peranan peningkatan produktivitas (teknologi) sebesar 56,1%, perluasan areal

26,3%, dan 17,6% interaksi antara keduanya. Sementara itu dalam teknologi,

peran varietas bersama pupuk dan air terhadap peningkatan produktivitas padi

adalah 75%.

Perakitan varietas secara konvensional memerlukan waktu yang panjang

(lebih dari 5 tahun) (Sadimantara et al., 2013), apalagi dengan menggunakan

berbagai varietas atau tetua yang mempunyai sifat-sifat yang diinginkan. Salah

satu alternatif yang banyak diterapkan dalam memperbaiki varietas secara lebih

singkat yaitu melalui mutasi. Metode mutasi merupakan salah satu metode untuk

mempercepat perakitan varietas unggul baru. Mutasi adalah perubahan yang

terjadi secara tiba-tiba dan acak pada materi genetik (genom, kromosom, gen).
3

Induksi mutasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan keragaman

tanaman (Asadi et al., 2013). Tujuan pemberian induksi mutasi pada tanaman

yaitu untuk menciptakan populasi dasar yang memiliki tingkat keragaman genetik

tinggi. Pemuliaan mutasi dapat digunakan untuk mendapatkan varietas unggul

dengan perbaikan beberapa sifat tanpa merubah sebagian besar sifat baiknya

(Soeranto, 2003). Induksi mutasi diarahkan untuk mengubah satu atau beberapa

karakter penting yang menguntungkan tanaman dengan tetap mempertahankan

sebagian besar karakter aslinya (Yulianti et al., 2010).

Pemberian induksi mutasi pada tanaman padi gogo bertujuan untuk

mendapatkan varieras padi gogo hasil mutasi yang memiliki produksi tinggi, umur

panen yang singkat, tahan kekeringan dan tahan terhadap hama dan penyakit.

Asadi (2013), melaporkan bahwa dengan pemberian induksi mutasi dapat

memperbaiki umur panen dan produktivitas tanaman kedelai. Sedangkan Lestari

et al. (2015) melaporkan bahwa pemberian induksi mutasi pada tanaman kedelai

dapat menghasilkan tanaman yang lebih tinggi dari pada tanaman induknya.

Seleksi adalah kegiatan memilih sejumlah individu, famili, atau galur

dalam populasi yang beragam (Kasno et al., 2013) untuk memperoleh individu

unggul yang diharapkan. Seleksi dalam pemuliaan tanaman menjadi acuan dalam

menghasilkan varietas baru. Metode seleksi merupakan proses yang efektif untuk

memperoleh sifat-sifat yang dianggap sangat penting dan tingkat keberhasilannya

tinggi. Helyanto et al. (2000), menyatakan bahwa apabila suatu karakter memiliki

keragaman genetik cukup tinggi, maka keragaman karakter tersebut antar individu

dalam populasinya akan tinggi pula sehingga seleksi akan lebih mudah untuk
4

mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan. Oleh sebab itu, informasi keragaman

genetik sangat diperlukan untuk memperoleh varietas baru yang diharapkan (Zen,

2002).

Berdasarkan uraian latar belakang maka dianggap perlu dilakukan

penelitian ini guna untuk mengetahui seleksi galur padi gogo (Oryza sativa L.)

hasil mutasi yang memiliki karakter produksi tinggi.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ada pengaruh mutasi terhadap karakter terhadap produksi tanaman

padi gogo ?

2. Apakah ada galur padi gogo hasil mutasi yang memiliki produksi tinggi

dibandingkan dengan tetuanya ?

3. Jika ada, perlakuan mana yang memiliki produksi tinggi ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui pengaruh mutasi terhadap karakter produksi tanaman padi gogo.

2. Mengetahui galur padi gogo hasil mutasi yang memiliki produksi tinggi

dibandingkan dengan tetuanya.

3. Terdapat minimal satu galur padi gogo hasil mutasi yang memiliki produksi

tinggi.
5

Kegunaan dari penelitian ini yaitu sebagai sumber informasi bagi petani

dan peneliti selanjutnya, khususnya mengenai seleksi galur padi gogo (Oryza

sativa L.) hasil mutasi terhadap karakter produksi tinggi.


6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Karateristik Tanaman padi gogo

Hantoro, (2007) mengemukakan tanaman padi gogo dalam taksonomi

tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Devisi : Spermatophyta

Sub devisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Famili : Graminae

Genus : Oryza

Spesies : Oryza sativa L.

Akar tanaman padi berfungsi untuk menyerap hara dan air, berperan dalam

proses respirasi dan menopang tegaknya batang. Akat tanaman padi gogo dapat

digolongkan menjadi dua macam, yakni yakni akar primer dan akar seminal. Akar

primer yaitu akar yang tumbuh dari kecambah biji, sedangkan akar seminal

merupakan akar yang tumbuh dekat buku-buku. Kedua akar ini tidak banyak

mengalami perubahan setelah tumbuh karena akar padi gogo tidak mengalami

pertumbuhan sekunder (Perdana, 2009).

Batang padi berbentuk bulat, berongga dan beruas-ruas. Antar ruas

dipisahkan oleh buku. Pada awal pertumbuhan, ruas-ruas memanjang dan

berongga. Oleh karena itu, stadium reproduksi disebut juga stadium perpanjangan
7

ruas. Ruas antar batang semakin kebawah semakin pendek. Pada buku paling

bawah akan tumbuh tunas yang akan menjadi batang sekunder, selanjutnya batang

sekunder akan menghasilkan batang tersier dan seterusnya (Teguh, 2000).

Padi memiliki daun berbentuk lanset dengan urat tulang daun sejajar

tertutupi oleh rambut yang halus dan pendek. Pada bagian teratas dari batang,

terdapat daun bendera yang ukurannya lebih lebar dibandingkan dengan daun

bagian bawah (Makarim et al., 2007).

Bunga tanaman padi secara keseluruhan disebut malai. Tiap unit bunga

pada malai dinamakan spikelet. Bunga tanaman padi terdiri atas tangkai, bakal

buah, lemma, palea, putik, dan benang sari serta beberapa organ lainnya yang

bersifat inferior. Tiap unit bunga pada malai terletak pada cabang-cabang bulir

yang terdiri atas cabang primer dan cabang sekunder. Tiap unit bunga padi adalah

floret yang terdiri atas satu bunga. Satu bunga terdiri atas satu organ betina dan 6

organ jantan (Makarim et al., 2007).

2. Syarat Tumbuh

Hasil penelitian Basyer et al. (1995), mencatat bahwa struktur tanah yang

sesuai untuk pertumbuhan padi gogo adalah struktur tanah yang remah dimana

dimana perbandingan udara yang menempati ruang mikro tanah berimbang

dengan air sehingga tanah menjadi gembur, gerakan air lancar, kegiatan

mikroorganisme tanah otimal dan akar mudah menerap unsur hara dan air.

Suemartono et al. (1994), melaporkan bahwa tanaman padi gogo dapat tumbuh

sampai ketinggian 1.300 mdpl dengan curah hujan 600-1200 mm/tahun selama

fase pertumbuhannya dan suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman padi gogo
8

adalah 150C – 300C. Tandisau (2004), menyatakan bahwa suatu daerah dengan

curah hujan 100 mm/tahun tetapi menyebar merata selama satu bulan lebih baik

bagi pertumbuhan padi gogo dibandingkan dengan curah hujan 200 mm/tahun

tetapi hanya terjadi hujan dua minggu hingga tiga minggu. Melihat kondisi iklim

yang ada di Sulawesi Tenggara maka tanaman padi gogo dapat dikembangkan di

Sulawesi Tenggara.

Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki ketebalan atas

antara 18-22 cm dengan pH tanah berkisar antara 4-7, warna tanah coklat sampai

kehitam-hitaman, kandungan air dan udara di dalam pori tanah masing masing

25% (AAK, 1990).

Padi gogo memerlukan air sepanjang pertumbuhannya dan kebutuhan air

tersebut hanya mengandalkan curah hujan. Tumbuh di daerah tropis/subtropis

pada 450 LU sampai 450 LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan

musim hujan 4 bulan. Tanaman padi memerlukan penyinaran matahari penuh.

Indonesia memiliki panjang radiasi matahari kurang lebihnya 12 jam sehari

dengan intensitas radiasi 350 kal.cm-2.hari-1 pada musim penghujan (Hantoro,

2007).

Angin mempunyai pengaruh positif dan pengaruh negatif terhadap

pertumbuhan tanaman padi. Pengaruh positif terutama pada proses penyerbukan

dan pembuahan. Tetapi angin juga mempunyai pengaruh negatif, karena penyakit

yang disebabkan oleh bakteri atau jamur dapat ditularkan oleh angin dan apabila

terjadi angin kencang pada saat tanaman berbunga dapat menyebabkan tanaman

menjadi roboh (Pustaka Departemen Pertanian, 2009).


9

3. Mutasi

Mutasi adalah perubahan dalam struktur gen yang terjadi secara spontan

maupun buatan dengan menggunakan mutagen fisik atau kimia. Mutasi gen dapat

memunculkan fenotipe mutan yang berbeda dengan fenotipe tetuanya dan bersifat

mewaris (heritable) (Nasir,2002). Menurut Crowder (1986), mutasi merupakan

sumber pembentukan susunan gen baru (alel), mutasi dapat menimbulkan

keragaman genetik yang sangat diperlukan untuk seleksi alami dalam perakitan

varietas baru melalui pemuliaan tanaman dan alternatif untuk meningkatkan

keragaman tanaman agar dapat menghasilkan varietas baru (Handayani, 2013).

Dalam arti luas, mutasi dihasilkan dari segala macam tipe perubahan bahan

keturunan yang mengakibatkan perubahan fenotipe yang diwariskan. Mutasi dapat

terjadi karena adanya perubahan tingkat gen ataupun kromosom. Setiap bagian

tanaman dapat mengalami mutasi, namun mutasi lebih sering terjadi pada bagian

tanaman yang sedang aktif mengalami pembelahan sel. Maluszynski (1990),

menambahkan bahwa keberhasilan mutasi dipengaruhi oleh deskripsi genetik

spesies, tersedianya sumber gen dari koleksi plasma nutfah yang sudah ada,

kemungkinan aplikasi dari teknik pemuliaan lain, karakter-karakter dari tanaman

yang akan diperbaiki, tersedianya prosedur seleksi massa tanaman, frekuensi

harapan dari mutasi untuk karakter yang diinginkan, dan waktu yang dibutuhkan

serta input ekonomi lain yang berhubungan dengan penggunaan metode

pemuliaan tanaman lain.

Mutasi secara umum dibedakan menjadi dua yaitu mutasi alami dan

mutasi buatan. Mutasi alami terjadi secara spontan di alam (spontaneous


10

mutation) dan berkaitan dengan faktor lingkungan. Mutasi secara alami ini terjadi

secara lambat dan terus-menerus sehingga memerlukan waktu yang lama untuk

mengakumulasikan mutan dalam populasi alami (BATAN, 2007).

Mutasi buatan merupakan mutasi yang secara sengaja dilakukan sebagai

salah satu cara untuk menimbulkan keragaman genetik. Mutasi secara buatan

dapat dilakukan melalui induksi (induced mutation) baik secara fisik, kimiawi,

maupun biologi. Mutasi secara fisik yaitu dengan pemakaian bahan radioaktif,

penggunaan radiasi nuklir dan reaktor yang menggunakan bahan bakar yang

bersifat radioaktif. Mutasi secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan

senyawa kimia yang bersifat mutagen, diantaranya: Colchicin, Dietil Sulfat

(DES), Etilenamin (EI), Nitroso Etil Urea (ENH), Nitroso Metil Urea (MNH), dan

Etil Metansulfonat (EMS) (Broertjes dan Van Harten, 1988). Handro (1981)

mengemukakan bahwa radiasi merupakan sumber induksi mutasi fisik yang

potensial. Terdapat dua tipe radiasi yaitu radiasi elektromagnetik (sinar UV, sinar

x, dan sinar gamma) dan radiasi partikel (elektron, neutron, proton, partikel α, dan

partikel β). Radiasi dapat menimbulkan pengaruh langsung jika mengenai inti sel.

Pengaruh tidak langsung jika radiasi mengenai molekul-molekul sel sehingga

terjadi ionisasi dan terbentuk radikal bebas dalam sel. Iradiasi adalah besarnya

energi yang diserap oleh setiap gram materi yang diradiasi. Mutagen fisik yang

sering digunakan dalam pemuliaan tanaman adalah sinar gamma dan sinar X.

Human (2009), menambahkan dalam program pemuliaan tanaman, teknik

nuklir atau lebih lazim disebut “teknik mutasi” umumnya digunakan untuk

meningkatkan keragaman genetik tanaman. Pada tanaman yang sulit untuk


11

dilakukan persilangan (hibridisasi), atau pada kondisi di mana sumber gen

pengontrol sifat tertentu tidak tersedia, maka teknik mutasi merupakan metode

yang paling tepat untuk dipilih. Lebih dari itu, teknik mutasi mungkin juga dapat

merekayasa gen-gen baru yang sebelumnya mungkin belum pernah ada dijumpai

di alam. Keragaman genetik yang ditimbulkan oleh teknik mutasi sering dapat

dimanfaatkan dalam kegiatan seleksi, hibridisasi atau penelitian bioteknologi

lainnya.

4. Peranan Mutasi Terhadap Peningkatan Produksi

Peningkatan produktivitas tanaman umumnya merupakan tujuan yang

paling sering dilakukan pemulia dalam merakit suatu varietas. Hal ini karena

peningkatan produktivitas (daya hasil per satuan luas) berpotensi menguntungkan

secara ekonomi. Bagi petani, peningkatan produktivitas diharapkan dapat

mengkompensasi biaya produksi yang telah dikeluarkan. Peningkatan

produktivitas diharapkan akan dapat meningkatkan produksi secara nasional.

Menurut Harten (1982), beberapa alasan kuat mengapa mutasi memiliki

peran penting dalam peningkatan keragaman tanaman yang diperbanyak secara

vegetatif, antara lain : 1) mutasi memungkinkan untuk meningkatkan hanya satu

karakter saja pada suatu kultivar, tanpa mengubah karakter maupun genetik yang

lainnya, 2) sebagian besar tanaman yang diperbanyak secara vegetatif memiliki

sifat heterozygot, sehingga dapat menghasilkan karagaman yang tinggi setelah

dimutasi, 3) teknik pertumbuhan tunas adventif dapat dilakukan secara in

vivomaupun in vitro, sehingga mempermudah dalam proses screening di lapang,


12

dan 4) mutasi merupakan satu-satunya cara untuk meningkatkan keragaman pada

tanaman steril dan apomiktik.

Asadi (2013), melaporkan pemuliaan mutasi pada tanaman kedelai untuk

menghasilkan umur genjah dan produktivitas tinggi telah dilakukan sejak tahun

2009, dan pada tahun 2011 telah dihasilkan galur mutan kedelai berumur genjah

dan berdaya hasil tinggi, yaitu 50 galur mutan M6 (asal mutasi kalus

embriogenik). Tahun 2012 menghasilkan 15 galur harapan M9 (asal iradiasi

benih). Selanjutnya Farisa (2015), melaporkan bahwa terdapat tiga tanaman padi

yang diduga mutan telah terdeteksi dengan ciri-ciri jumlah anakan produktif yang

lebih banyak (berapa persen dibanding kontrol), gabah bernas yang lebih banyak

(berapa persen dibanding kontrol), dengan umur panen (berapa hari) lebih pendek

dibanding dengan kontrol.

Sobrizal (2008), menyatakan bahwa seleksi pada 6480 tanaman M2 (galur

KI 237) hasil persilangan antara sub-spesies, yaitu sub-spesies japonika var.

Koshihikari dengan sub-spesies Indika var. IR36. Hasil penelitian diperoleh 3

tanaman mutan pendek dan 15 tanaman mutan semi-pendek dengan frekuensi

mutan kearah pendek dan semi-pendek mencapai 0,26%. Pengurangan tinggi

tanaman yang signifikan pada mutan pendek dan semi-pendek disebabkan oleh

berkurangnya ukuran panjang masing-masing ruas batang tanaman mutan,

sementara jumlah ruas batang mutan tetap sama dengan jumlah ruas batang

tanaman asalnya KI 237.Sifat lain mutan-mutan tersebut tidak jauh berbeda

dengan sifat tanaman KI 237, oleh karena itu mutan-mutan ini sangat berpotensi

untukdikembangkan secara langsung menjadi varietas unggul baru setelah melalui


13

berbagai pengujian, atau dapat juga digunakan sebagai sumber genetik pada

perbaikan galur KI 237 melalui pemuliaan silang balik.

El-degwi (2013), menyatakan bahwa teknik mutasi telah terbukti sangat

bermanfaat dalam perbaikan padi, Terutama untuk karakter yang dikendalikan

oleh gen yang terkait erat dan sulit dipecahkan oleh rekombinasi gen. Iradiasi

dengan menggunakan sinar gamma menunjukkan keragaman genetik yang

berbeda seperti tanaman menjadi pendek dan Tanaman berproduksi tinggi.

Variabilitas genetik yang diinduksi lebih penting karena dapat digunakan secara

langsung dalam pembiakan padi Program melalui seleksi atau hibridisasi dengan

kultivar komersial.

5. Seleksi Untuk Peningkatan Produksi Tanaman

Program pemuliaan padi gogo diarahkan untuk merakit varietas unggul

yang memiliki produksi tinggi, toleran terhadap berbagai cekaman abiotik seperti

kemasaman tanah, defisiensi hara, keracunan aluminium, kekeringan, intensitas

cahaya rendah dan suhu rendah. Selain itu, pemuliaan padi gogo juga diarahkan

pada perbaikan ketahanan varietas terhadap penyakit blas. Peningkatan keragaman

genetik varietas unggul dalam hal ketahanan terhadap blas menjadi kunci

pengendalian penyakit penting tersebut. Sejumlah varietas unggul baru padi gogo

yang adaptif terhadap berbagai cekaman lingkungan dan memiliki ketahanan

terhadap blas yang beragam telah dihasilkan melalui program pemuliaan

(Hairmansis, 2016).
14

Seleksi merupakan pemilihan karakter suatu tanaman yang diinginkan oleh

pemulia. Pada umumnya pemulia melakukan seleksi pada tanaman untuk

mendapatkan tanaman yang memiliki produksi tinggi, rasa yang enak, dan umur

panen yang singkat. Arifiana dan Sjamsijah (2017), melaporkan bahwa hasil

penelitian 4 tetua tanaman kedelai yaitu (1) Dering, (2) Rajabasa, (3) Polije 2, dan

(4) Polije 4 yang terdiri atas 12 kombinasi genotipe yaitu 1.2; 1.3; 1.4; 2.1; 2.3;

2.4; 3.1; 3.2; 3.4; 4.1; 4.2 dan 4.3. menunjukkan bahwa peningkatan hasil genetik

tanaman yang lebih tinggi termasuk kategori tinggi dari hasil seleksi respon

parameter tinggi tanaman, cabang tanaman, dan jumlah bibit menunjukan daya

hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan tetua. Dari hasil seleksi

menggunakan metode silsilah menunjukkan genotipe 2.4 dan 4.2 memiliki

karakter panen cepat dan produksi yang tinggi. Selanjutnya Mulyaningih et al.

(2016), melaporkan bahwa seleksi fenotipe populasi padi gogo dari 380 galur

padi gogo yang diuji terbentuk lima klaster genetik berdasarkan karakter

kuantitatifnya. Klaster 2 menunjukkan hasil terbaik dibanding klaster lain

berdasarkan parameter yang diuji, yaitu vigor pertumbuhan tanaman seragam,

umur berbunga 50% dan umur panen genjah, postur tanaman sedang, jumlah

anakan produktif terbanyak, panjang malai sedang, jumlah gabah isi terbanyak,

jumlah gabah hampa sedikit, dan potensi hasil tertinggi. Ketahanan terhadap blas

dan cekaman Al dimiliki hampir semua klaster, dan tertinggi pada klaster 2

sebesar 98% terhadap blas dan 94% terhadap Al.


15

Lestari et al. (2015), melaparkan bahwa seleksi galur mutan padi

fatmawati yang tahan penyakit blas dari 104 galur mutan menghasilkan 40 galur

mutan yang tahan terhadap penyakit blas dan memiliki hasil yang tinggi.

B. Kerangka pikir

Pertumbuhan jumlah penduduk dari tahun ketahun yang terus mengalami

peningkatan menyebabkan permintaan padi sebagai kebutuhan pangan utama juga

mengalami peningkatan, namun upaya peningkatan kebutuhan padi terus

mengalami kendala karena masih rendahnya produksi padi. Rendahnya produksi

padi umumnya disebabkan tingkat kesuburan tanah yang rendah, penurunan luas

panen yang disebabkan oleh alih fungsi lahan dan kurangnya penerapan teknologi

budidaya khususnya dalam penggunaan benih unggul. Selain itu kurang

tersediannya benih unggul yang beredar dimasyarakat juga diakibatkan kurangnya

minat pemulia dalam menghasilkan benih unggul dan kecenderungan

masyarakat/petani menanam varieras lokal yang mempunyai rasa enak, toleran

terhadap lahan marginal, tahan terhadap beberapa jenis hama dan penyakit,

memerlukan masukan pupuk yang rendah serta pemeliharan mudah dan

sederhana. Akan tetapi, memiliki produksi yang rendah. Kedua persoalan diatas

berimplikasi pada sedikit/kurangnya benih unggul yang beredar dimasyarakat.

Kendala kebutuhan benih yang masih sangat kurang dihadapkan dengan

kebutuhan pangan yang semakin hari semakin meningkat, akan berdampak pada

semakin rendahnya produksi padi gogo, sehingga diperlukan suatu inovasi dalam

menghasilkan benih unggul. Inovasi tersebut dapat melalui pemuliaan


16

konvensional seperti persilangan, namun membutuhkan waktu yang cukup lama

untuk menghasilkan benih unggul. Oleh karena itu, inovasi yang ditawarkan

dalam menghasilkan benih unggul yang memiliki produksi tinggi yaitu melalui

induksi mutasi. Mutasi merupakan perubahan susunan genetik suatu tanaman

secara mendadak dengan tujuan menciptakan populasi dasar yang memiliki

tingkat keragamanan genetik yang tinggi. seleksi produksi tinggi hasil mutasi,

sehingga akan menghasilkan benih padi gogo yang produksi tinggi dan akan

berimplikasi pada terjadinya peningkatan produksi padi gogo. Lebih singkat

bagan alur kerangka pikir dalam penelitian ini disajikan pada (gambar 1.)
17

Rendahnya produksi padi gogo

Kesuburan tanah Kurangnya penerapan teknologi Alih fungsi


rendah budidaya dalam hal lahan
benih varietas unggul

Kurangnya minat Kecenderungan


penangkar benih petani menanam
varietas lokal

Kurangnya benih unggul


berproduksi tinggi

Upaya peningkatan benih


unggul berproduksi tinggi

Induksi mutasi

Seleksi karakter produksi tinggi

Padi gogo berpotensi produksi tinggi

Gambar 1. Bagan alur kerangka pikir penelitian


18

C. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat pengaruh mutasi terhadap karakter produksi tinggi tanaman padi

gogo.

2. Terdapat galur padi gogo hasil mutasi yang memiliki produksi tinggi

dibandingkan dengan tetuanya.

3. Terdapat minimal satu galur padi gogo hasil mutasi yang memiliki produksi

tinggi.
19

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Kebun

Percobaan II dan Laboratorium Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Halu Oleo pada bulan April sampai bulan Oktober 2017

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih padi gogo hasil mutasi (koleksi Dr. Ni

Wayan Sri Suliartini, S.P., M.P.), benih padi gogo varietas lokal, alkohol 70%,

aquades, cruiser, pupuk kandang sapi, pupuk urea, SP36, KCl, kapur pertanian,

kayu, label perlakuan, tugal, herbisida, fungisida, insektisida dan furadan. Alat-

alat yang dibutuhkan adalah cangkul, parang, skopang, tembilang, meteran,

timbangan, gelas ukur, botol Scoot, oven, mistar, gembor, selang, seng plat,

waring net, kamera dan alat tulis.

C. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak

kelompok (RAK). Penelitian ini terdiri 1 faktor yaitu galur (G), terdapat 7 galur

yang akan di uji yaitu: G1 = K3D3 203 34 (Mutan), G2 = K3D1 6 21 (Mutan),

G3 = K3D0 59 45 (Tetua), G4 = K3 D1 104 36 (Mutan), G5 = K3D1 104 35

(Mutan), G6 = Wakanta (pembanding 1) dan G7 = Wangkariri (Pembanding 2)

sehingga terdapat 7 perlakuan. Setiap perlakuan di ulang sebanyak 3 kali sehingga

terdapat 21 unit percobaan.


20

D. Prosedur Penelitian

1. Pembersihan Lahan dan Pengolahan Tanah

Lahan dibersihkan dari gulma dan pepohonan yang akan menghambat

dalam pengolahan tanah. Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan

traktor sebanyak dua kali yaitu dengan bajak singkal. Lahan disingkal

menghasilkan bongkahan tanah besar dan kemudian dilanjutkan dengan bajak

rotari untuk menjadikan bongkahan besar menjadi bongkahan kecil

(menggemburkan tanah).

2. Pembuatan Plot Percobaan dan Saluran Drainase

Setelah tanah diolah, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan plot

percobaan dengan ukuran 1,5 m x 2 m dan diikuti dengan pembuatan saluran

drainase antara perlakuan 30 cm, jarak antara kelompok 50 cm.

3. Pengapuran dan pemupukan dasar

Brata (2015), melaporkan bahwa secara umum Kebun Percobaan II

Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo memiliki nilai pH tanah antara pH 4,6

hingga pH 5,4 sehingga seluruhnya memiliki kriteria masam. Oleh karena itu

diperlukan pengapuran dengan tujuan menaikan pH tanah dari masam ke netral.

Dosis kapur yang diberikan yaitu 0,6 kg petak-1 setara dengan 2 ton ha-1.

Pemupukan merupakan pemberian bahan bahan organik kedalam tanah untuk

meningkatkan ketersediaan bahan organik dalam tanah. Dosis pupuk kandang

yang diberikan yaitu 3 kg petak-1setara dengan 10 ton ha-1.


21

4. Persiapan benih

Persiapan benih dilakukan dengan cara merendam benih benih

menggunakan alkohol 70% selama 5 menit dengan tujuan membersihkan benih

dari pategon yang terbawa benih, kemudian dibilas dengan aquades sebanyak 3

kali. Selanjutnya benih direndam lagi dengan larutan cruiser selama 5 menit yang

bertujuan untuk membersihkan benih dari cenndawan atau jamur yang terbawa

benih, kemudian dibilas dengan aquades sebanyak 3 kali. Selanjutnya benih

direndam dengan aqudes selama 24 jam dengan tujuan agar terjadi imbibisi.

Setelah 24 jam perendaman benih siap disemai.

5. Persemaian dan penanaman

Persemaian dilakukan dengan menyemai benih pada media tanah dan

arang sekam dengan perbandingan 1:1. Bibit yang telah berumur 2 minggu

kemudian ditanam di lahan percobaan dengan cara membuat lubang tanam

menggunakan tugal. setiap lubang tanam diberi sebanyak 1 bibit tanaman padi.

Jarak tanam yang digunakan adalah 25 cm x 40 cm sehingga dalam satu petak

perlakuan terdapat 25 tanaman.

6. Penyulaman

Penyulaman dilakukan apabila terdapat tanaman yang tidak tumbuh atau

tanaman yang mati dengan tujuan agar semua lubang tugal terisi oleh tanaman dan

memenuhi jumlah tanaman per hektar sesuai jarak tanamnya, dengan cara

menanam kembali pada lubang tanam yang tidak tumbuh/mati.


22

7. Pemupukan NPK

Pemupukan dilakukan pada semua perlakuan. Pupuk yang digunakan

yaitu Urea 45 g petak-1 setara dengan 150 kg ha-1, SP-36 30 g petak-1 setara

dengan 100 kg ha-1, dan KCl 30 g petak-1 setara dengan 100 kg ha-1. Pemupukan

N,P,K dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada 28 hari setelah tanam (hst) dan

56 hst.

8. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman dan penyiangan. Penyiraman

dilakukan dua kali yaitu pagi dan sore hari dengan tujuan untuk mempertahankan

kadar air tanah kapasitas lapang. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut

gulma atau tanaman pengganggu yang tumbuh pada petak percobaan sehingga

tidak menimbulkan kompetisi dengan tanaman padi gogo dalam pemanfaatan

unsur hara.

9. Pengendalian hama dan penyakit

Hama merupakan semua hewan pengganggu yan dapat merusak dan

menurunkan hasil produksi pertanian. Pengandalian hama pada tanaman padi

dilakukan secara manual dan kimiawi. Pengendalian secara manual dengan cara

menangkap secara langsung serangga yang terdapat pada tanaman. Pengendalian

secara kimiawi dengan menggunakan insektisida. Pengendalian penyakit

dilakukan secara kimiawi fungisida.


23

10. Panen

Pemanenan padi gogo dilakukan pada fase masak fisiologis yang dicirikan

dengan kenamapakan > 90% gabah sudah menguning (33-36 hari setelah

berbunga) dan bagian bawah malai masih terdapat sedikit gabah hijau.

E. Variabel Pengamatan

Jumlah tanaman yang akan diamati pada penelitian ini yaitu 5 sampel

tanaman setiap petak. Variabel pengamatan pada penelitian ini yaitu:

1. Tinggi tanaman (cm) pada umur 28, 42, 56, 70 dan 84 hari setelah tanam

(hst), diukur mulai dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi.

2. Jumlah daun per rumpun (helai) pada umur 28, 42, 56, 70 dan 84 hari setelah

tanam (hst), dihitung berdasarkan jumlah daun yang terbentuk.

3. Jumlah anakan per rumpun pada umur 28, 42, 56, 70 dan 84 hari setelah

tanam (hst), dihitung sejak tanaman mengeluarkan anakan.

4. Luas daun (cm2) dihitung dengan mengukur panjang daun (cm) x lebar daun

(cm) x kostanta (0,77) diukur dengan mengambil tiga sampel daun (daun atas,

tengah dan bawah) yang masing-masing diukur mulai dari pangkal sampai

ujung daun.

5. Jumlah anakan produktif per rumpun, dihitung semua anakan yang

menghasilkan malai.

6. Luas daun bendera, dihitung dengan mengukur panjang daun bendera dan

lebar daun bendera yang dikalikan dengan kostanta (0,77), diukur dari

pangkal daun sampai ujung daun bendera.


24

7. Panjang malai (cm), diukur mulai dari pangkal malai sampai ujung malai.

Pengukuran panjang malai dilakukan setelah panen.

8. Panjang leher malai (cm), diukur mulai dari leher malai sampai pangkal

malai. Pengukuran panjang leher malai dilakukan setelah panen.

9. Jumlah gabah per malai, dihitung semua gabah dalam satu malai. Perhitungan

jumlah gabah per malai dilakukan setelah panen.

10. Jumlah gabah isi, dihitung semua gabah isi dalam satu malai. Perhitungan

jumlah gabah isi dilakukan setelah panen.

11. Jumlah gabah hampa, dihitung semua gabah hampa dalam satu malai.

Perhitungan jumlah gabah hampa dilakukan setelah panen.

12. Presentase gabah hampa (%) dihitung semua gabah hampa dalam satu malai.

Perhitungan persentase gabah hampa dilakukan pada saat panen.

13. Berat 1000 butir (g), ditimbang bobot 1000 butir gabah setelah pemanenan

yang diambil dari keseluruhan pada setiap unit percobaan.

14. Berat gabah kering (g), dihitung dengan menimbang semua gabah kering

sesudah dikeringkan selama dua hari. Perhitungan gabah kering dilakukan

setelah panen.

15. Produksi, dihitung dengan mengonversi gabah kering per rumpun menjadi

hasil gabah kering ton per hektar dengan rumus :

Gabah kering per hektar = 10.000 m2 x berat gabah kering per rumpun (g)
(ton ha-1) jarak tanam 0,25 m x 0,4 m x 1.000.000
25

F. Analisis data

Data hasil pengamatan terhadap masing-masing variebal yang diamati

dianalisis berdasarkan sidik ragam. Apabila dalam analisis sidik ragam terdapat

pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Dunnett pada taraf nyata α = 0,05.

Anda mungkin juga menyukai