MAKALAH ASKEP GBS Final
MAKALAH ASKEP GBS Final
GUILLAIN BARRE
SYNDROM
Oleh:
RESTIANA RUBA’
C.10.14201.039
IIIA
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, atas bimbingan dan rahmat-Nya
sehingga saya dapat menyusun makalah ini yang berjudul ’’ASKEP PADA PASIEN GUILLAIN
BARRE SYNDROME’’ dengan baik dan dapat selesai tepat pada waktunya.
Tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih buat dosen pembimbing saya Ibu Mathilda Paseno
skep, Ns. dan juga berkat kerja sama semua pihak khusunya teman- teman kelompok dan teman-
teman lain yang ada dilingkungan STIK STELLA MARIS.
Saya menyadari bahwa makalah sayaini masih memiliki banyak kekurangan.Oleh karena itu
saya sangat mengharapkan partisipasi dan dukungan dari teman-teman dalam upaya
penyempurnaan makalah saya ini.
Sebelumnya kami ucapkan terima kasih dan minta maaf jika ada kata atau sesuatu hal yang
kurang berkenan di hati dosen dan teman-teman sekalian.
Penulis
Restiana Ruba’
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
GBS adalah penyakit langka atau yang jarang terjadi, menyebabkan kelemahan dan
kehilangan sensasi yang biasanya sembuh total dalam waktu mingguan atau bulanan. Nama
GBS berdasarkan nama 2 orang dokter dari perancis yaitu Guillain (Ghee-lan) dan Barre (Bar-
ry) yang menemukan pada tahun 1916 pada tentara yang terkena paralisis, tetapi kemudian
sembuh. Penyakit ini mengenai sekitar 1 dari 40.000 tiap tahunnya yaitu sekitar 1500 orang
tiap tahunnya di Inggris. Penyakit ini bisa timbul pada semua usia akan tetapi lebih sering
pada usia tua. Lebih sering pada pria dibandingkan wanita. Bukan penyakit keturunan, bukan
penyakit menular. Akan tetapi penyakit ini sering berkembang seminggu atau dua minggu
bahkan sampai setelah infeksi pada usus atau tenggorokan.
B. TUJUAN PENULISA
1. Tujuan Umum
Mahasiswa memiliki wawasan tentang konsep asuhan keperawatan GBS. Dengan konsep
dan teori tersebut mahasiswa mampu melakukan pengkajian, merumuskan dan menetapkan
diagnosa, membuat perencanaan, mengimplementasikan serta melakukan evaluasi dari
implementasi yang telah dilakukan kemudian mendokumentasikan seluruh proses dan hasil
asuhan keperawatan.
2. Tujuan khusus :
Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan dapat :
a. Memahami konseptual GBS
1) Menjelaskan pengertian GBS
2) Menjelaskan anatomi fisiologi GBS
3) Menyebutkan etiologi GBS
4) Menjelaskan patofisiologi GBS
5) Menyebutkan manifestasi klinik GBS
6) Menyebutkan pemeriksaan diagnostik GBS
7) Menyebutkan komplikasiGBS
8) Menyebutkan penatalaksanaan medik GBS
b. Memahami Asuhan Keperawatan GBS
1) Membuat pengkajian keperawatan
2) Merumuskan diagnosa keperawatan
3) Merencanakan asuhan keperawatan
4) Mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan
5) Mengevaluasi asuhan keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
Paling banyak pasien-pasien dengan sindrom ini ditimbulkan oleh adanya infeksi, 1
sampai 3 minggu sebelum terjadi serangan penurunan neurologik. Pada beberapa
keadaan. Dapat terjadi setelah vaksinasi atau pembedaha. Ini juga dapat terjadi dapat
diakibatkan oleh infeksi virus primer, reaksi imun, cedera medula spinalis dan beberapa
proses lain atau sebuah kombinasi proses.
Penyakit ini timbul dari pembengkakan syaraf peripheral, sehingga mengakibatkan
tidak adanya pesan dari otak untuk melakukan gerakan yang dapat diterima oleh otot yang
terserang.
Karena banyak syaraf yang terserang termasuk syaraf immune sistem maka sistem
kekebalan tubuh kita pun akan kacau. Dengan tidak diperintahakan dia akan
menngeluarkan cairan sistem kekebalan tubuh ditempat-tempat yang tidak diinginkan.
Dengan pengobatan maka sistem kekebalan tubuh akan berhenti menyerang syaraf dan
bekerja sebagaimana mestinya.
GBS sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus GBS
yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu
sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi
gastrointestinal.Dahulu sindrom ini di duga di sebabkan oleh infeksi virus, tetapi akhir-
akhir ini terungkap bahwa ternyata virus bukan sebagian penyebab.Teori yang dianut
sekarang ialah suatu kelainan imunobiologik, baik secara primary immune response
maupun immune mediated process.
Pada umumnya sindrom ini sering didahului oleh influenza atau infeksi saluran nafas
bagian atas atau saluran pencernaan.Penyebab infeksi pada umumnya virus dari kelompok
herpes.Sindrom ini dapat pula didahului oleh vaksinasi, infeksi bakteri, gangguan
endokrin, tindakan operasi, anestesi dan sebagainya.
4. Patofisiologi
Sindrom Guillain Barre akibat serangan autoimun pada myelin yang membungkus
saraf perifer.Dengan rusaknya myelin, akson dapat rusak.Gejala GBS menghilang pada
saat serangan autoimun berhenti dan akson mengalami regenerasi.Apabila kerusakan
badan sel terjadi selama serangan, beberapa derajat distabilitas dapat tetap terjadi.
Otot ekstremitas bawah biasanya terkena pertama kali, dengan paralisis yang berkembang
ke atas tubuh.Otot pernafasan dapat terkena dan menyebabkan kolaps pernafasan.Fungsi
kardiovaskular dapat terganggu karena gangguan fungsi saraf autonom (Corwin, 2009).
Gullain Barre Syndrome diduga disebabkan oleh kelainan sistem imun lewat
mekanisme limfosit medialed delayed hypersensivity atau lewat antibody mediated
demyelinisation. Masih diduga, mekanismenya adalah limfosit yang berubah responnya
terhadap antigen.
Limfosit yang berubah responnya menarik makrofag ke saraf perifer, maka semua
saraf perifer dan myelin diserang sehingga selubung myelin terlepas dan menyebabkan
sistem penghantaran implus terganggu.
Karena proses ditujukan langsung pada myelin saraf perifer, maka semua saraf
perifer dan myelin saraf perifer, dan cabangnya merupakan target potensial, dan biasannya
terjadi difus. Kelemahan atau hilangnya system sensoris terjadi karena blok konduksi atau
karena axon telah mengalami degenerasi oleh karena denervasi. Proses remyelinisasi
biasannya dimulai beberapa minggu setelah proses peradangan/infeksi terjadi. Dimielinasi
merupakan keadaan dimana lapisan myelin hancur serta hilang pada beberapa segmen.hal
tersebut menyebabkan hilangnya konduksi saltatori yang mengakibatkan penurunan
kecepatan konduksi serta terjadinya hambatan konduksi. Kelainan ini terjadi cepat namun
reversibel karena sel Schwann dapat berdegenerasi dan membentuk myelin baru.Namun
pada banyak kasus, demielinasi menyebabkan hilangnya akson dan deficit permanen
(Djamil, 2010).
5. Manifestasi Klinis
Pasien dengan GBS umumnya hanya akan mengalami satu kali serangan yang
berlangsung selama beberapa minggu, kemudian berhenti spontan untuk kemudian pulih
kembali.
c. Pemeriksaan darah
Pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear sedang dengan
pergeseran ke bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah selama fase awal dan
fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat terjadi limfositosis; eosinofilia jarang
ditemui. Laju endap darah dapat meningkat sedikit atau normal, sementara anemia
bukanlah salah satu gejala
.
d. Elektrokardiografi (EKG)
menunjukkan adanya perubahan gelombang Tserta sinus
takikardia.Gelombang T akan mendatar atau inverted pada lead lateral. Peningkatan
voltase QRS kadang dijumpai, namun tidak sering.
7. Penatalaksanaan medik
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum
bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu
dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup
tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah
mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas
Sindrom, Guillain Barre dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis dan pasien diatasi di
unit perawatan intensif.
a. Pengaturan jalan napas
Respirasi diawasi secara ketat terhadap perubahan kapasitas vital dan gas darah
yang menunjukkan permulaan kegagalan pernafasan.Setiap ada tanda kegagalan
pernafasan maka penderita harus segera dibantu dengan oksigenasi dan pernafasan
buatan. Trakheotomi harus dikerjakan atau intubasi penggunaan ventilator jika
pernafasan buatan diperlukan untuk waktu yang lama atau resiko terjadinya aspirasi.
Walaupun pasien masih bernafas spontan, monitoring fungsi respirasi dengan
mengukur kapasitas vital secara regular sangat penting untuk mengetahui progresivitas
penyakit.
b. Pemantauan EKG dan tekanan darah
Monitoring yang ketat terhadap tekanan darah dan EKG sangat penting karena
gangguan fungsi otonom dapat mengakibatkan timbulnya hipotensi atau hipertensi
yang mendadak serta gangguan irama jantung. Untuk mencegah takikardia dan
hipertensi, sebaiknya diobati dengan obat-obatan yang waktu kerjanya pendek (short-
acting), seperti : penghambat beta atau nitroprusid, propanolol. Hipotensi yang
disebabkan disotonomi biasanya membaik dengan pemberian cairan iv dan posisi
terlentang (supine). Atropin dapat diberikan untuk menghindari episode brakikardia
selama pengisapan endotrakeal dan terapi fisik. Kadang diperlukan pacemaker
sementara pada pasien dengan blok jantung derajat 2 atau 3.
c. Plasmaparesis
Pertukaran plasma (plasma exchange) yang menyebabkan reduksi antibiotik ke
dalam sirkulasi sementara, dapat digunakan pada serangan berat dan dapat membatasi
keadaan yang memburuk pada pasien demielinasi.Bermanfaat bila dikerjakan dalam
waktu 3 minggu pertama dari onset penyakit. Jumlah plasma yang dikeluarkan per
exchange adalah 40-50 ml/kg. Dalam waktu 7-14 hari dilakukan tiga sampai lima kali
exchange. Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor
autoantibodi yang beredar. Albumin : dipakai pada plasmaferesis, karena Plasma
pasien harus diganti dengan suatu substitusi plasma.
d. Pengobatan imunosupresan:
Pengobatan imunosupresan berfungsi untuk menekan pembentukan antibody.
Imunoglobulin IV
Beberapa peneliti pada tahun 1988 melaporkan pemberian immunoglobulin atau
gamaglobulin pada penderita GBS yang parah ternyata dapat mempercepat
penyembuhannya seperti halnya plasmapharesis.Gamaglobulin (Veinoglobulin)
diberikan perintravena dosis tinggi.Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih
menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih
ringan tetapi harganya mahal. Dosis aintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari
dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.
imunoglobulin intravena (IVIG 7s) : dipakai untuk memperbaiki aspek klinis dan
imunologis dari GBS dan Dosis dewasa adalah 0,4 g/kg/hari selama 5 hari (total 2 g
selama 5 hari) dan bila perlu diulang setelah 4 minggu. Kontraindikasi IVIg : adalah
hipersensitivitas terhadap regimen ini dan defisiensi IgA, antibodi anti IgE/ IgG. Tidak
ada interaksi dng obat ini dan sebaiknya tidak diberikan pd kehamilan.
e. Perawatan umum :
Perawatan immobilisasi : Mencegah timbulnya luka baring/bed sores dengan
perubahan posisi tidur.
f. Fisioterapi yang teratur dan baik juga penting.
` Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps paru.
Segera setelah penyembuhan mulai fase rekonvalesen) maka fisioterapi aktif dimulai
untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot.
g. Spint mungkin diperlukan untuk mempertahakan posisi anggota gerak yang lumpuh.
h. Kekakuan sendi dicegah dengan gerakan pasif. Gerakan pasti pada kaki yang lumpuh
mencegah deep voin thrombosis.
i. Perawatan kulit, kandung kemih, saluran pencernaan, mulut, faring dan trakhea.
j. Infeksi paru dan saluran kencing harus segera diobati.
k. Bila ada nyeri otot dapat dapat diberikan analgetik.
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada prognosis yang lanjut adalah
a. Kolaps pernafasan dan kardiovaskular yang dapat menyebabkan kematian. kegagalan
pernapasan merupakan komplikasi utama yang dapat berakibat fatal bila tidak di
tangani dengan baik. Kegagalan pernapasan ini di sebabkan paralisis pernapasan dan
kelumpuhan otot-otot pernapasan, yang di jumpai pada 10-33% penderita.
b. Kelemahan beberapa otot dapat menetap (Corwin, 2009).
c. Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau cairan ke
dalam paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya infeksi, trombosis vena dalam,
paralisis permanen pada bagian tubuh tertentu, dan kontraktur pada sendi (Israr, dkk,
2009).
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Keluhan utama : biasanya pasien masuk dengan keluhan yang berhubungan dengan
proses demielinisasi yang di tandai dengan parestesia, kelemahan ekstermitas kaki dan
dapat berkembang ke ekstermitas atas batang tubuh dan otot wajah. Keluhan yang
paling sering timbul akibat komplikasu GBS adalah gagal napas.
b. Riwayat penyakit terdahulu
Tanyakan apakah pasien penah mengalami riwayat ISPA, infeksi ganstrointestinal,
atau tindakan bedah saraf.
2. Diagnosa keperawatan
a. Keridakefektifan pola napas
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
c. Hambatan mobilitas fisik
d. Nyeri akut
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan
f. Konstipasi
g. ansietas
3. Perencanaan
a. Kertidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan
sekresi mucus.
Tujuan/ kriteria hasil :
Bersiha jalan nafas kembali efektif setelah diberikan tindakan.
Intervensi:
1) Kaji fungsi paru, adanya bunyi nafas tambahan, perubahan irama dan kedalaman,
dan kekentalan sputum.
R/ : Memantau dan mengatasi komplikasi potensial. Pengkajian fungsi
pernapasan dengan interval yang teratur adalah penting karena pernafasan yang
tidak efektif dan adanya kegagalan, karena adanya kelemahan atau paralisis pada
otot-otot interkostal dan diafragma yang berkembang dengan cepat.
2) Auskultasi bunyi napas, catat tidak adanya bunyi atau suara tambahan seperti
ronchi
R/ : peningkatan resistensi jalan napas dan atau akumulasi sekret akan
megganggu.
3) Berikan posisi fowler dan semifowler.
R/ :peninggian kepala tempat tidur memudahkanuntuk bernafas, meningkatkan
ekspansi dada, dan agar batuk secara lebih efektif.
4) Ajarkan cara teknik batuk efektif
R/ : Klien berada pada resiko tinggi bila tidak dapat batuk dengan efektif untuk
membersihkan jalan nafas dan mengalami kesulitan dalam menelan yang dapat
menyebabkan aspirasi saliva dan mencetuskan gagal nafas akut.
5) Anjurkan pasien untuk meminum air hangat
R/ : air hangat dapat membantu pengencerah dahak..
6) Lakukan pengisapan lender di jalan nafas.
R/ : pengisapan mungkin diperlukan untuk mempertahankan kepatenan jalan
nafas menjadi bersih.
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kelemahan atau paralisis otot
pernapasan
Tujuan/kriteria hasil :
Menunjukan pola napas yang efektif, yang dibuktikan oleh status pernapasan: status
ventilasi dapn pernapasan yang tidak terganggu: kepatenan jalan napas; dan tidak ada
penyimpangan tanda vital dari rentan normal.
Intervensi
1) Pantau frekuensi, kedalaman dan kesimetrisan pernapasan. Catat peningkatan
kerja napas dan observasi warna kulit dan membran mukosa.
R/ : peningkatan distres pernapasan menandakan adanya kelelahan pada otot
pernapasan dan/atau paralisis yang mungkin memerlukan sokongan dari ventilasi
mekanik
2) Kaji adanya perubahan sensasi terutama adanya penurunan respon
R/ : penurunan sensasi sering kali (walau tidak selalu ) mengarah pada kelemahan
motorik
3) Catat adanya kelelahan pernapasan selama berbicara kalau pasien masih dapat
berbicara.
R/ : merupakan inikator yang baik terhadap gangguan fungsi
pernapasan/menurunnya kapasitas paru
4) Lakukan pemantaan terhadap analisa gas darah, oksimetri nadi secara teratur
R/ : menentukan keefektifan dari ventilasi sekarang dan kebutuhan
untuk/keefektifan dari intervensi
5) Berikan obat ata bantu dengan tindakan pembersihan pernapasan, seperti latihan
pernapasan, perkusi dada, fibrasi, dan drainase postural
R/ : memperbaiki ventilasi dan menurunkan atelektasis dengan memobilisai
sekret dan meningkatkan ekspansi alveoli paru.
4. Evaluasi
a. Bersiha jalan nafas kembali efektif
b. Ventilasi adekuat dengan tidak ada tanda distress pernapasan, dan pola napas efektif.
c. mempertahankan perfusi dengan tanda vital stabil, distritmia jantung terkontrol atau
tidak ada
d. Mempertahankan fungsi tubuh dengan tidak ada komplikasi ( kontraktur, dekubitus)
e. Berat badan stabil, normalisasi nilai- nilai laboratorium dan tidak tanda malnutrisi
f. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai tingkat dapat di atasi
g. Pasien dapat melakukan eliminasi defekasi secara optimal
5. Discharge planning
a. Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi
b. Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan
c. Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
d. Penderita memerlukan istirahat
e. Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat. (Samsuridjal D dan Heru S,
2003)
f. Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kondisi fisik anak
g. Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping
h. Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk
mengatasi gejala tersebut
i. Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan. (Suriadi & Rita Y,
2001)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bahwa GBS adalah penyakit yang langka dan dapat disembuhkan akan tetapi nyeri ringan
masih timbul dan derajat penyembuhan tergantung dari derjat kerusakan saraf yang terjadi
pada fase infeksi.Guillain - Barre Syndrome (GBS) merupakan suatu sindroma klinis yang
ditandai adanya paralisis yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun
dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. Manifestasi klinis berupa
kelumpuhan, gangguan fungsi otonom, gangguan sensibilitas, dan risiko komplikasi
pencernaan.
B. SARAN
1. Perawat
Perawat hendaknya senantiasa mengembangkan diri dan menambah pengetahuan dalam
memberikan asuhan keperawatan khususnya pada klien dengan GBS terutama tentang
perjalanan penyakit dan penatalaksanaannya.Penderita GBS memerlukan perawatan yang
baik untuk meningkatkan kesembuhan dan mencegah komplikasi.Kelumpuhan pada GBS
memerlukan latihan gerak pasif yang sebaiknya dilakukan sesuai batas toleransi klien
untuk mencegah kontraktur dan paralisis lebih lanjut.Keterlibatan keluarga dalam
intervensi hendaknya ditingkatkan sehingga tujuan yang ingin dicapai klien juga ikut
benar-benar berperan dan berusaha mencapai tujuan yang direncanakan.
2. Klien dan keluarga
Klien dan keluarga hendaknya berpartisipasi aktif dalam pemberian intervensi yang
direncanakan sebagai upaya penyembuhan serta bekerjasama mematuhi terapi yang
diberikan.Semangat klien untuk sembuh akan membantu keberhasilan intervensi.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth.Vol.3 Edisi
8.EGC :Jakarta
Mutakhi Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Persarafan. Salemba
Medika : Jakarta
http://siyulopecri.blogspot.com/2011/09/askep-gbs.html
http://www.scribd.com/doc/46961824/Askep-Klien-Dengan-Gbs
http://www.scribd.com/doc/94097082/Asuhan-Keperawatan-Pada-Klien-Dengan-Gbs-Guillain