Hepatitis Tutor 2
Hepatitis Tutor 2
HISTOLOGI
Sinusoid hati adalah saluran berkelok yang melebar dan dilapisi dengan lapisan sel endotel
berpoti tidak kontinu yang juga memperlihatkan dikontinuitas lamina basal. Sinusoid hati ini
dipisahkan dengan hepatosit dibawahnya oleh ruang perisinusoid disse subendotel, ruang
ini terdapat mikrovilus yang meningatkan luas permukaaan untuk pertukaran metabolit yang
terdapat di darah dan hepatosit. Oleh karna itu bahan makanan yang ditelan dan dibawa di
dalam sinusoid memiliki akses langsung ke hepatosit melalui dinding endotel yang tidak
kontinu tersebut. Selain itu juga mengandung makrofag yang dinamai sel kupffer yang
membentuk bagian dari endotel pelapis. Sel lain yang ditemukan di ruang perisinusoid sub
endotel adalah sel stelata hatiyang juga disebut sel Ito yang merupakan tempat pentyimpanan
hati
HEPATITIS B
Merupakan infeksi virus hepatitis B (VHB) pada hati yang dapat bersifat akut maupun kronis.
Bersifat double-stranded DNA enveloped. Memiliki ukuran 40-42nm. Port entry parentral
dan menembus membrane mukosa, seksual, perinatal. Masa inkubasi rata2 sekitar 60-90hari.
Memiliki lapisan permukaan dan bagian inti.
Patofisiologi
Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus Hepatitis B. Virus Hepatitis B
mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian mengalami
penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Virus melepaskan mantelnya di sitoplasma, sehingga
melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus sel dinding hati.
Asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA
hospes dan berintegrasi pada DNA tersebut. Proses selanjutnya adalah DNA VHB
memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus baru. Virus Hepatitis B
dilepaskan ke peredaran darah, terjadi mekanisme kerusakan hati yang kronis disebabkan
karena respon imunologik penderita terhadap infeksi (Mustofa & Kurniawaty, 2013).
Proses replikasi virus tidak secara langsung bersifat toksik terhadap sel, terbukti
banyak carrier VHB asimtomatik dan hanya menyebabkan kerusakan hati ringan. Respon
imun host terhadap antigen virus merupakan faktor penting terhadap kerusakan hepatoseluler
dan proses klirens virus, makin lengkap respon imun, makin besar klirens virus dan semakin
berat kerusakan sel hati. Respon imun host dimediasi oleh respon seluler terhadap epitop
protein VHB, terutama HBsAg yang ditransfer ke permukaan sel hati. Human Leukocyte
Antigen (HLA) class I-restricted CD8+ cell mengenali fragmen peptida VHB setelah
mengalami proses intrasel dan dipresentasikan ke permukaan sel hati oleh molekul Major
Histocompability Complex (MHC) kelas I. Proses berakhir dengan penghancuran sel secara
langsung oleh Limfosit T sitotoksik CD8+ (Hardjoeno, 2007).
Uji serologis:
- Penanda serologis yang pertama untuk identifikasi HBV adalah antigen
surface(permukaan) yg disebut HBsAg yang positif kira kira 2 minggu sebelum
timbulnya gejala klinis. Adanya HBV menunjukkan bahwa penderita dapat
menularkan HBV ke oranglain dan menginfeksi mereka. Kemudian HBsAg menjadi
tidak terdekteksi 1-2 bulan setelah gejala klinis muncul(ikterik krn aktivitas
aminotransferase meningkat) dan jarang menetap sampai 6 bulan.
- Penanda berikutnya biasanya adalah antigen core(inti). Antigen inti itu sendiri
biasanya tidak terdeteksi secara rutin dalam serum penderita krn terletak didalam kulit
luar HBsAg. Sebaliknya, antibody HBc dapat terdeteksi segera setelah timbul
gambaran klinis hepatitis dan menetap untuk seterusnya. Antibody ini dimulai dalam
1-2minggu pertama setelah kemunculan HBsAg dan mendahulaui terdeteksinya anti-
HBs selama bbrp minggu sampai bulan.
Karena waktu kemunculan anti HBs setelah infeksi HBV bervariasi, kadang2 terdapat
jeda beberapa minggu atau lebih lama antara lenyapnya HBsAg dan munculnya anti-
HBs. Periode tersebut disebut “windows periode”.
Antibody anti HBc slanjutnya dibagi menjadi fragmen IgM dan IgG. IgM antibody
merupakan penanda untuk infeksi baru atau yang telah lewat(akut). Sedangkan
adanya dominansi IgG menunjukkan kesembuhan dari HBv di masa lampau atau
infeksi kronis.
- Antibodi yang mencul selanjutnya adalah antibody terhadap antigen permukaan(anti-
HBs) yang timbul setelah infeksi membaik dan berguna untuk memberikan kekebalan
jangka panjang.
- Kemudian ada antigen envelope (HBeAg) merupakan bagian HBV yang larut dan
timbul bersamaan atau segera setelah HBsAg dan menghilang beberapa minggu
sebelum HBsAg menghilang. HBeAg menunjukkan ada atau tidaknya replikasi virus
dan penderita dalam keadaan sangat menular. HBeAg menunjukkan infeksi replikatif
yang kronis sedangkan antibody terhadap HBeAg menunjukkan hilangnya replikasi
virus dan menurunnya daya tular.
Manifestasi Klinis
Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu:
- Hepatitis B akut
Fase preikterik(1-2 minggu sebelum fase ikterik)
Anoreksia, mual, muntah, malaise, keletihan, atralgia, myalgia, sakit kepala,
dan disertai demam yang tidak terlalu tinggi
Fase ikterik
Gejala prodromal berkurang namun ditemukan sklera ikterik dan penurunan
BB. Pemeriksaan fisik ditemukan hepatomegaly yang disertai nyeri tekan di
area kuadran kanan atas abdomen.
Fase perbaikan(konvalesens)
Gejala konstitusional menghilang namun masih ditemukan hepatomegaly dan
abnormalitas pemeriksaan kimia hati
- Hepatitis B kronis
Memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi mulai dari asimtomatik,
gejala hepatitis akut, hingga tanda-gejala sirosis dan gagal hati.
Hepatitis B kronis didefinisikan sebagai peradangan hati yang berlanjut lebih dari enam
bulan sejak timbul keluhan dan gejala penyakit. Perjalanan hepatitis B kronik dibagi menjadi
tiga fase penting yaitu :
1. Fase Imunotoleransi
Sistem imun tubuh toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus tinggi dalam darah,
tetapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Virus Hepatitis B berada dalam fase
replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi.
2. Fase Imunoaktif (Clearance)
Sekitar 30% individu persisten dengan VHB akibat terjadinya replikasi virus yang
berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari kenaikan konsentrasi ALT.
Fase clearance menandakan pasien sudah mulai kehilangan toleransi imun terhadap VHB.
3. Fase Residual
Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi
VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya dapat menghilangkan sebagian besar
partikel virus tanpa ada kerusakan sel hati yang berarti. Fase residual ditandai dengan titer
HBsAg rendah, HBeAg yang menjadi negatif dan anti-HBe yang menjadi positif, serta
konsentrasi ALT normal (Sudoyo et al, 2009).
Patologi anatomi
Hepatosit (ground glass) pada hepatitis B kronik yang disebabkan oleh akumulasi HBsAg
dalam sitoplasma, memiliki inkulusi sitoplasma berwarna pink yang besar, pucat, dan
bergranular halus. Pewarnaan imun menegaskan bahwa reticulum endoplasma dipenuhi
dengan antigen permukaan (HBsAg) yang menunjukkan dari aktivitas virus.
SIROSIS HATI
Perubahan arsitektur jaringan hati yang ditandai dengan regenerasi nodular yang bersifat
difus dan dikelilingi oleh septa septa fibrosis. Perubahan struktur tersebut dapat
mengakibatkan peningkatan aliran darah portal, disfungsi sintesis hepatosit, serta
meningkatkan resiko karsinoma hepatoseluler.
Etiologi
Seluruh penyakit hati yang bersifat kronis dapat mengakibatkan sirosis hati. Yang tersering di
negara barat adalah konsumsi alcohol, sementara di Indonesia utamanya disebabkan oleh
hepatitis B dan atau C kronis.
Pathogenesis
Dikenal sebagai proses yang dinamis dan pada kondisi tertentu bersifat reversible. Transisi
penyakit kronis menjadi sirosis melibatkan proses yang kompleks antara reaksi inflamasi,
aktivitas sel stelata(penghasil kolagen), angiogenesis, dan oklusi PD yang berdampak pada
perluasan lesi parenkim hati.
Pathogenesis utama dari proses fibrosis dan sirosis hati ialah aktivasi sel stelata (sel ito) yang
normalnya bersifat “diam” dan berperan dalam penyimpanan retinoid(vitamin A). Namun,
adanya stimulus jejas dan reaksi inflamasi akan megaktivasi sel stelata sehingga sel tersebut
berproliferasi, memproduksi matriks ekstraseluler serta menjadi sel miofibroblas yang
mampu berkontraksi.
Manifestasi klinis
Yang pertama adanya kegagalan fungsi hati karna sudah menjadi jaringan parut.
- Ikterikkarna hati tidak bisa mengkonjugasi bilirubin
- Spider navyspt jaringan laba2
- Eritema palmaristelapak tangan teraba panas
- Ginekomastipembesaran payudara pada laki2
- White nailspt kena jamur di kuku
- Asiteskarna gagal mensintesis albumin
Hipertensi porta didefinisikan sebagai peningkatan gradien tekanan vena hepatic
>5mmHg. Hipertensi porta terjadi akibat peningkatan resistensi terhadap aliran darah
porta dan peningkatan aliran masuk ke vena porta. Peningkatan resistensi tsb disebabkan
oleh perubahan struktur parenkim hati serta vasokonstriksi PD sinusoid hati (utamanya
karna defisiensi nitrit oksida).
Vena porta adalah vena yg menampung dari system pencernaan sebelum ke jantung. Jika
hati mengalami sirosis, darahnya akan stasis tersumbat di vena porta menjadi tersumbat
dan terjadi peningkatan tekanan di vena porta. Vena porta menghubungan ke esofagus
juga Hipertensi porta berdampak komplikasi pada:
- Aktivitasi RAA system/gangguan hepato renal(hipertensi karena gangguan
hepar)karna hepar mengalami kerusakan, darah dari vena porta tersumbat. Darah
dari hati vena hepatikadarah di vena cava inferior menurun jd sedikityang
masuk ke sistemik sedikit. Salah satu pengatur tekanan darah terdapat di ginjal
akhirnya menyebabkan ginjal mengaktifkan RAA system sedangkan akan menambah
penyulit karna terjadi gangguan di hepar
Enzim Transaminase atau disebut juga enzim aminotransferase adalah enzim yang
mengkatalisis reaksi transaminasi. Terdapat dua jenis enzim serum transaminase yaitu serum
glutamat oksaloasetat transaminase dan serum glutamat piruvat transaminase (SGPT).
Pemeriksaan SGOT adalah indikator yang lebih sensitif terhadap kerusakan hati dibanding
SGPT. Hal ini dikarenakan enzim GOT sumber utamanya di hati, sedangkan enzim GPT
banyak terdapat pada jaringan terutama jantung, otot rangka, ginjal dan otak (Cahyono,
2009).
Enzim aspartat aminotransferase (AST) disebut juga serum glutamat oksaloasetat
transaminase (SGOT) merupakan enzim mitokondria yang berfungsi mengkatalisis
pemindahan bolak-balik gugus amino dari asam aspartat ke asam α- oksaloasetat membentuk
asam glutamat dan oksaloasetat (Price dan Wilson,1995).
Dalam kondisi normal enzim yang dihasilkan oleh sel hepar konsentrasinya rendah. Fungsi
dari enzim-enzim hepar tersebut hanya sedikit yang diketahui. Nilai normal kadar SGOT <
35 U/L dan SGPT < 41 U/L. (Daniel S. Pratt, 2010)
Enzim SGOT dan SGPT mencerminkan keutuhan atau intergrasi sel-sel hati. Adanya
peningkatan enzim hati tersebut dapat mencerminkan tingkat kerusakan sel-sel hati. Makin
tinggi peningkatan kadar enzim SGOT dan SGPT, semakin tinggi tingkat kerusakan sel-sel
hati (Cahyono 2009).
Kerusakan membran sel menyebabkan enzim Glutamat Oksaloasetat Transaminase
(GOT) keluar dari sitoplasma sel yang rusak, dan jumlahnya meningkat di dalam darah.
Sehingga dapat dijadikan indikator kerusakan hati (Ronald, et al., 2004; Ismail,et al.,2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Lee, et al pada tahun 2010 di Turki menyatakan peningkatan
kadar enzim SGOT/SGPT secara bermakna pada trauma hepar. Nilai peningkatan enzim
SGOT yang bermakna adalah lebih dari 100 U/L dengan nilai p<0,001 dan kadar enzim
SGPT yang bermakna lebih dari 80 U/L dengan p<0,001.
Nilai normal SGPT dalam serum :
1. Laki-laki : 0 - 40 U/L (suhu inkubasi 37oC) dan 0-22 U/L (suhu inkubasi 25oC)
2. Perempuan : 0 - 31 U/L (suhu inkubasi 37oC) dan 0-17 U/L (suhu inkubasi 25oC).
Sedangkan nilai normal SGOT adalah 3-45 U/L.