Kerajaan Sriwijaya (atau juga disebut Srivijaya) adalah salah satu kemaharajaan
maritim yang kuat di pulau Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara
dengan daerah kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya,
Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Dalam bahasa Sansekerta, sri berarti
“bercahaya” dan wijaya berarti “kemenangan”.
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7 yaitu seorang
pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan
tinggal selama 6 bulan. Prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada
abad ke-7, yaitu Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682. Kemunduran
pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa
peperangan diantaranya serangan dari raja Dharmawangsa Teguh dari Jawa di tahun
990, dan tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun
1183 kekuasaan Sriwijaya dibawah kendali kerajaan Dharmasraya.
C.Kehidupan Ekonomi
Letak Sriwijaya sangat strategis, yakni di tengah jalur perdagangan India - Cina,
dekat Selat Malaka yang merupakan urat nadi perhubungan daerah-daerah di Asia
Tenggara. Menurut Coedes, setelah Kerajaan Funan runtuh, Sriwijaya berusaha
menguasai wilayahnya agar dapat memperluas kawasan perdagangannya.
Untuk mengawasi kelancaran perdagangan dan pelayarannya, Sriwijaya menguasai
daerah Semenanjung Malaya, tepatnya di daerah Ligor. Adanya hubungan perdagangan
dengan Benggala dan Colamandala di India, lalu lintas perdagangan Sriwijaya makin
ramai. Ekspor Sriwijaya terdiri atas gading, kulit, dan beberapa jenis binatang. Adapun
impornya adalah sutra, permadani, dan porselin.
D.Masa Kejayaan
Kemaharajaan Sriwijaya bercirikan kerajaan maritim, mengandalkan hegemoni
pada kekuatan armada lautnya dalam menguasai alur pelayaran, jalur perdagangan,
menguasai dan membangun beberapa kawasan strategis sebagai pangkalan armadanya
dalam mengawasi, melindungi kapal-kapal dagang, memungut cukai serta untuk
menjaga wilayah kedaulatan dan kekuasaanya.
Dari catatan sejarah dan bukti arkeologi, pada abad ke-9 Sriwijaya telah melakukan
kolonisasi di hampir seluruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara, antara lain: Sumatera,
Jawa, Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Filipina. Dominasi atas
Selat Malaka dan Selat Sunda, menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali rute
perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang mengenakan biaya atas setiap kapal
yang lewat. Sriwijaya mengakumulasi kekayaannya sebagai pelabuhan dan gudang
perdagangan yang melayani pasar Tiongkok, dan India.
Sriwijaya juga disebut berperan dalam menghancurkan kerajaan Medang di Jawa,
dalam prasasti Pucangan disebutkan sebuah peristiwa Mahapralaya yaitu peristiwa
hancurnya istana Medang di Jawa Timur, di mana Haji Wurawari dari Lwaram yang
kemungkinan merupakan raja bawahan Sriwijaya, pada tahun 1006 atau 1016
menyerang dan menyebabkan terbunuhnya raja Medang terakhir Dharmawangsa Teguh.
E.Masa Keruntuhan
Pada akhir abad ke-13, Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran yang
disebabkan oleh faktor-faktor berikut.
1) Faktor geologis, yaitu adanya pelumpuran Sungai Musi sehingga para
pedagang tidak singgah lagi di Sriwijaya.
2) Faktor politis, yaitu jatuhnya Tanah Genting Kra ke tangan Siam membuat
pertahanan Sriwijaya di sisi utara melemah dan perdagangan mengalami kemunduran.
Di sisi timur, kerajaan ini terdesak oleh Kerajaan Singasari yang dipimpin
Kertanegara.
Akibat dari serangan ini, Melayu, Kalimantan, dan Pahang lepas dari tangan
Sriwijaya. Desakan lain datang dari Kerajaan Colamandala dan Sriwijaya akhirnya
benar-benar hancur karena diserang Majapahit.
3) Faktor ekonomi, yaitu menurunnya pendapatan Sriwijaya akibat lepasnya
daerah-daerah strategis untuk perdagangan ke tangan kerajaan-kerajaan lain.
F.Sumber-sumber sejarah
1) Berita dari Cina
Dalam perjalanannya untuk menimba ilmu agama Buddha di India, I-Tsing pendeta
dari Cina, singgah di Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama enam bulan dan mempelajari
paramasastra atau tata bahasa Sanskerta. Kemudian, bersama guru Buddhis, Sakyakirti,
ia menyalin kitab Hastadandasastra ke dalam bahasa Cina. Kesimpulan I-Tsing
mengenai Sriwijaya adalah negara ini telah maju dalam bidang agama Buddha.
Pelayarannya maju karena kapal-kapal India singgah di sana dan ditutupnya Jalan
Sutra oleh bangsa Han. Buddhisme di Sriwijaya dipengaruhi Tantraisme, namun
disiarkan pula aliran Buddha Mahayana. I-Tsing juga menyebutkan bahwa Sriwijaya
telah menaklukkan daerah Kedah di pantai barat Melayu pada tahun 682 – 685.
Berita Cina dari dinasti Tang menyebutkan bahwa Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) adalah
kerajaan Buddhis yang terletak di Laut Selatan. Adapun berita sumber dari dinasti Sung
menyebutkan bahwa utusan Cina sering datang ke San-fo-tsi. Diyakini bahwa yang
disebut San-fo-tsi itu adalah Sriwijaya.