Faridhian Anshari
Staff Pengajar STT PLN Jakarta
Abstract
The development of communication technology has penetrated the lives of human
beings. One form of communication is the development of new media technologies who
gave birth to social media. Political world is also not free from the influence of new media
and social media. Social media are like two sides of a coin for political actors. On the one
hand, the success by using social media is getting positive support. But on the other hand
failure by using social media is the risk by damaging the image.
This paper discusses the challenges and opportunities of social media on political
actors. Exposure to the use of social media in political communication becomes the first
part of this paper. The second section discusses the challenges faced by political actors in
the 2.0 era. The third section gives an offer opportunities for political actors in the
utilization of social media. There is also the fourth and final section is a conclusion that
contains what should be done by political actors to minimize the risks and maximize the
opportunities offered by social media.
Keywords: internet, new media, social media, political communication
Abstrak
91
Jurnal komunikasi, ISSN 1907-898X
Volume 8, Nomor 1, Oktober 2013
adalah media baru (new media) yang mampu untuk menjaring pemilih muda
kemudian melahirkan media sosial (social dan biayanya murah (“Aktor Politik Wajib
mendulang suara. Ini merupakan kali Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo
website untuk menyebarkan pesan yang verified account, yang artinya sudah
itu Lembaga Swadaya Masyarakat Twitter. Politisi lain yang memiliki akun
melalui SMS dan MMS. Hasilnya calon pendapat mengenai isu terkini, atau
Pemilu diulang dan dia menang (Riaz, masyarakat, adalah hal-hal yang
membuat informasi politik tidak hanya peluang bagi para aktor politik untuk bisa
93
Jurnal komunikasi, Volume 8, Nomor 1, Oktober 2013
semakin meningkat pada partai politik, belum dimanfaatkan dengan baik oleh
individu calon legislator, calon presiden para aktor politik di Indonesia. Tantangan
dan calon wakil presiden (Putra, 2011). pertama adalah hilangnya batas-batas
sosial dipandang sebagai salah satu faktor Menurut Coutts & Gruman (2005: 254)
Obama disampaikan melalui media baru kesetaraan partisipasi yang lebih luas
(Riaz, 2010). Beberapa tahun sebelum daripada tatap muka. Pendapat tersebut
untuk meraih atensi publik AS. Namun relevan apabila dibawa ke dalam konteks
saat itu Dean kandas di konvensi nasional komunikasi politik di era media sosial.
Partai Demokrat (Chavez, 2012). Di Dengan adanya media sosial, maka para
Inggris, makin banyak anggota parlemen aktor politik pun harus menyadari
menggunakan blog dan Yahoo Groups meskipun dia secara riil adalah pejabat
untuk mengkomunikasikan ide mereka tinggi atau partai politik yang berkuasa,
dan mendengarkan ide orang lain tetapi posisinya di media sosial akan
(Gurevitch, et.al. 2009). setara dengan user lain. Maka dari itu
para aktor politik harus siap-siap saja
Bagaimana dengan di Indonesia?
menghadapi kritik (bahkan beberapa di
Media sosial memang mulai dilirik dalam
antaranya cenderung pedas) user lain.
kurun waktu sekitar dua tahun terakhir.
Para pendukung Joko Widodo dan Basuki Media sosial merupakan rimba
Tjahja Purnama dalam kampanye raya, dan praktis tidak ada peraturan di
memposting video kampanye kreatif maka hasilnya aktor politik tersebut justru
mereka. Bahkan sempat ada game online malah menjadi bahan cibiran di dunia
yang memiliki alur cerita seperti game maya. Cukup marak diberitakan
Angry Birds, dengan tokoh utama Jokowi. bagaimana Ibu Negara, Ibu Ani
Yudhoyono, beberapa kali terlibat
perdebatan –dan itu mengenai hal-hal
Tantangan Media Sosial bagi Aktor yang tidak substantif—dengan user lain di
Politik Instagram. Selain itu para aktor politik
Di bagian sebelumnya sudah tidak bisa lagi menggunakan media sosial
dipaparkan bahwa media sosial masih sebagai sarana untuk “curhat”.
94
Faridhian Anshari, Komunikasi Politik di Era Media Sosial
Kemampuan di sini tentu tidak hanya yang disampaikan oleh simpatisan parpol
kemampuan teknis, tetapi mentalitas. atau politisi. Politisi dan partai politik
Kehadiran media sosial menuntut para sekadar latah menggunakan jejaring sosial
pelaku politik untuk beradaptasi. Namun untuk berinteraksi. Media sosial masih
kesulitan dalam fase adaptasi ini (Chavez, belum interaktif, belum aspiratif. Padahal
2012). Ada beberapa hal yang berkaitan media sosial memiliki potensi sebagai
atas – dan hal ini umumnya dialami oleh Di era interaktif digital, produksi
organisasi yang menggunakan media pesan dan citra politik malah justru
sosial. menjadi hal yang rawan untuk "diganggu".
sifat interaktif yang ada di media sosial. kemungkinan bahwa pesan-pesan mereka
Dalam era politik kontemporer, politisi akan dimodifikasi oleh pihak lain ketika
memodifikasi pesan yang mereka terima. ketika informasi itu sudah dipublikasikan
Penelitian Asih (2011) mengungkapkan secara online, maka siapa pun bebas
95
Jurnal komunikasi, Volume 8, Nomor 1, Oktober 2013
2009). Para pengguna internet tak tertarik lewat branding dengan cara lama.
untuk mencari rekam jejak atau program Penelitian ini juga dilengkapi oleh
yang ditawarkan oleh politisi. Sebaliknya, kemampuan media sosial yang dalam
ada kecenderungan di masa kampanye kesehariannya dapat menggunakan
Pemilu, internet justru digunakan untuk bahasa masyarakat sehingga kualitas
mengolok-olok politisi dan menyerang pesan dapat menyebar luas kepada publik
politisi yang tidak disukai (Momoc, 2011). (Aino Majja Toppi, 2012)
Kesuksesan branding melalui media
sosial ditentukan oleh pengelolaan media
Media Sosial Sebagai Sarana
sosial secara up to date dan senantiasa
Branding: Sebuah Tawaran
menjaga komunikasi secara konsisten
Kelemahan partai politik dan politisi dengan menggunakan struktur
di Indonesia adalah hanya “menyapa” percakapan yang sedang berkembang
konstituen biasa/pendukung biasa setiap dalam lingkungan masyarakat (Lipiainen
lima tahun saja, yakni menjelang & Karjaluoto, 2012). Menjaga pengelolaan
pemilihan umum. Jika tidak mendekati media sosial yang selalu up to date serta
pemilihan umum, partai atau politisi melayani publik dalam memberikan
hanya menyapa pendukung-pendukung informasi tidaklah mudah. Konsistensi
yang kaya (Wasesa, 2011). Padahal menjadi kata kunci yang perlu dipahami
masyarakat biasa pun perlu disapa. Dalam seluruh pihak. Selain itu politisi juga
proses branding kepada masyarakat, menghadapi tantangan lain terkait
dibutuhkan berbagai cara agar penggunaan media sosial sebagai upaya
penyampaian pesan dapat efektif pembentukan branding yakni
tertanam ke benak publik. Salah satu cara menampilkan pribadi sesuai dengan
yang dianggap efektif dan efisien saat ini harapan masyarakat (Guervitch, et.al.,
adalah melalui penggunan new media. 2009).
Dengan mengandalkan kemampuan Berdasarkan penelitian yang
internet dalam menyebarkan pesan secara berkembang, penggunaan media sosial
many to many, tokoh personal tersebut mempunyai beberapa keuntungan
secara cepat dapat merasakan efek positif strategis. Secara garis besar keuntungan
yang diberikan oleh new media. Branding yang dihasilkan dari branding
menggunakan new media yang diwakili menggunakan media berbasis internet
oleh media sosial dapat berefek positif adalah mudah, murah, praktis, dan efektif
untuk perusahaan maupun dalam kasus (Anshari, 2013).
ini adalah personal. Hal ini didukung oleh Konsep mudah yang diusung dari
kemampuan internet dalam menjangkau penggunaan media sosial adalah
masyarakat yang sebelumnya terabaikan kemudahan yang ditonjolkan dari sistem
96
Faridhian Anshari, Komunikasi Politik di Era Media Sosial
97
Jurnal komunikasi, Volume 8, Nomor 1, Oktober 2013
98
Faridhian Anshari, Komunikasi Politik di Era Media Sosial
99
Jurnal komunikasi, Volume 8, Nomor 1, Oktober 2013
Stieglitz, Stefan & Dang-Xuan, Linh. 2012. Sosial”. www.ugm.ac.id, 7 Juni 2013.
http://www.researchgate.net/public
ation/235632721_Social_Media_an
d_Political_Communication_-
_A_Social_Media_Analytics_Frame
work/file/79e41512111a26d3f3.pdf ,
diakses 21 Juli 2013
101
Jurnal komunikasi, Volume 8, Nomor 1, Oktober 2013
102