Anda di halaman 1dari 8

DASAR TEORI

Zoobentos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di
dasar perairan, baik yang sesil, merayp maupun menggali lubang (Rosenberg dan Resh,
1993). Hewan ini memegang beberapa peranan penting dalam perairan seperti dalam proses
dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan, serta menduduki
beberapa tingkatan trofik dalam rantai makanan (Lind, 1985).
Struktur komunitas zoobentos dipengaruhi berbagai faktor lingkungan abiotik dan
biotik. Secara abiotik, faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan makrozoobentos
adalah faktor fisika-kimia lingkungan perairan. Sifat fisik perairan seperti : pasang surrut,
kedalaman, kecepatan arus, kekeruhan atau kecerahan, substrat dasar dan suhu air. Sifat
kimia antara lain kandungan oksigen dan karbondioksidaterlarut, pH, bahan organik, dan
kandungan hara berpengaruh terhadap hewan bentos. Faktor biologi perairan juga termasuk
faktor penting bagi kelangsungan hidup hewan bentos (Tudorancea et all. 1979).
Berdasarkan tempat hidupnya, Zoobentos dapat dibedakan menjadi epifauna yaitu
bentos yang hidupnya di atas substrat dasar perairan dan infauna,yaitu zoobentos yang
hidupnya tertanam di dalam substrat dasar perairan. Berdasarkan siklus hidupnya zoobentos
dapat dibagi menjadi holobentos, yaitu kelompok bentos yang seluruh hidupnya bersifat
bentos dan merobentos, yaitu kelompok bentos yang hanya bersifat bentos pada fase-fase
tertentu dari siklus hidupnya (Barus, 2004).
Berdasarkan ukurannya, zoobentos dapat digolongkan ke dalam kelompok zoobentos
mikroskopik atau mikrozoobentos dan zoobentos makroskopik yang disebut juga dengan
makrozoobentos. Makrozoobentos dapat mencapai ukuran tubuh sekurang-kurangnya 3 – 5
mm pada saat pertumbuhan maksimum. Makrozoobentos merupakan organisme yang
tertahan pada saringan yang berukuran besar dan sama dengan 200 sampai 500 mikrometer
(Rosenberg dan Resh, 1993).
Menurut Lalli dan Pearsons (1993), hewan bentos dapat dikelompokkan berdasarkan
ukuran tubuh yang bisa melewati lubang saring yang dipakai untuk memisahkan hewan dari
sedimennya.Berdasarkan kategori tersebut bentos dibagi atas :
 Makrozoobentos, kelompok hewan yang lebih besar dari 1,0 mm. Kelompok ini
adalah hewan bentos yang terbesar, jenis hewan yang termasuk kelompok ini adalah
molusca, annelida, crustaceae, beberapa insekta air dan larva dari diptera, odonata dan
lain sebagainya.
 Mesobentos, kelompok bentos yang berukuran antara 0,1 mm -1,0 mm. Kelompok ini
adalah hewan kecil yang dapat ditemukan di pasir atau lumpur. Hewan yang termasuk
kelompok ini adalah molusca kecil, cacing kecil, dan crustaceae kecil.
 Mikrobentos, kelompok bentos yang berukuran lebih kecil dari 0,1 mm. Kelompok ini
merupakan hewan yang terkecil. Hewan yang termasuk ke dalamnya adalah
protozooa khususnya cilliata.
Berdasarkan cara maknnya, makrozoobentos dibedakan menjadi 2, yaitu : 1) filter
feader, yaitu zoobentos yang mengambil makanan dengan menyaring air, dan 2) deposit
feader, yaitu zoobentos yang mengambil makanan dalam substrat dasar
Gaufin dalam Wilhm (1975) mengelompokkan spesies makrozobentos berdasarkan
kepekaannya terhadap pencemaran karena bahan organik ke dalam kelompok :
1. Intoleran, yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi
lingkungan yang sempit dan jarang dijumpai di perairan yang kaya organik.
Organisme ini tidak dapat beradaptasi bila kondisi perairan mengalami penurunan
kualitas.
2. Fakultatif, yaitu organisme yang dapat bertahan hidup pada kisaran kondisi
lingkungan yang lebih besar bila dibandingkan dengan organisme intoleran.
Walaupun organisme ini dapat bertahan hidup diperairan yang banyak bahan organik
namun tidak dapat mentolerir tekanan lingkungan.
3. Toleran, yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi
lingkungan yang luas, yaitu organisme yang sering dijumpai diperairan yang
berkualitas jelek. Pada umumnya organisme tersebut tidak peka terhadap berbagai
tekanan lingkungan dan kelimpahannya dapat bertambah diperairan yang tercemar
oleh bahan organik.
Pengkajian kualitas perairan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan
analisis fisika dan kimia air serta analisis biologi. Untuk perairan yang dinamis, analisis fisika
dan kimia air kurang memberikan gambaran sesungguhnya akan kualitas perairan, sedangkan
analisis biologi khususnya analisis struktur komunitas hewan bentos, dapat memberikan
gambaran yang jelas tentang kualitas perairan. Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga
baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah
yang masuk ke habitatnya. Di antara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka
terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk makrozoobentos
(Pradinda, 2008).
Penggunaan bentos sebagai indikator kualitas perairan dinyatakan dalam bentuk indeks
biologi. Cara ini telah dikenal sejak abad ke 19 dengan pemikiran bahwa terdapat kelompok
organisme tertentu yang hidup di perairan tercemar. Jenis-jenis organisme ini berbeda
dengan jenis-jenis organisme yang hidup di perairan tidak tercemar. Kemudian oleh para ahli
biologi perairan, pengetahuan ini dikembangkan, sehingga perubahan struktur dan komposisi
organisme perairan karena berubahnya kondisi habitat dapat dijadikan indikator kualitas
perairan (Rosenberg, 1993).
Indeks diversitas mungkin hasil dari kombinasi kekayaan dan kesamaan spesies .Ada
nilai indeks diversitas yang sama didapat dari komunitas dengan kekayaan yang rendah dan
tinggi kesamaan kalau suatu komunitas yang sama didapat dari komunitas dengan
kekayaan tinggi dan kesamaan rendah . Jika hanya memberikan nilai indeks diversitas,
tidak mungkin untuk mengatakan apa pentingnya relatif kekayaan dan kesamaan spesies .
Diversitas dipresentasikan oleh Hill (1973 b) dengan lebih mudah secara ekologi.
Dimana Pi = ukuran individu (atau biomas, dll) yang dimiliki oleh satu spesies.Hill
menunjukkan bahwa urutan 0, 1, dan 2 dari jumlah diversitas. Jumlah Diversitas Hill adalah:
Jumlah 0 : N0 = S dimana S adalah jumlah total spesies
Jumlah 1 : N1 = e H’dimana H adalah indeks Shanon
Jumlah 2 : N2 = 1/λ dimana λ adalah indeks Simpson.
Kriteria komunitas lingkungan berdasarkan ndeks Keanekaragaman Jenis menurut
Lee et al. (1978) dalam Soegianto (1994) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria Komunitas Lingkungan Berdasarkan Indeks Keanekaragaman
Indeks Kriteria Indeks
Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman Jenis

> 2,0 Tinggi


≤ 2,0 Sedang

< 1,6 Rendah

< 1,0 Sangat rendah

Indeks Kemerataan (E)


Nilai indeks kemerataan jenis dapat menggambarkan kestabilan suatu
komunitas. Nilai indeks kemerataan (E) berkisar antara 0-1. Semakin kecil nilai E atau
mendekati nol, maka semakin tidak merata penyebaran organismee dalam komunitas
tersebut yang didominansi oleh jenis tertentu dan sebaliknya semakin besar nilai E
atau mendekati satu, maka organismee dalam komunitas akan menyebar secara merata
(Krebs, 1989). Rumus dari indeks keseragaman Pielou (E) menurut Pielou (1966) dalam
Odum (1983) yaitu sebagai berikut :
E= H’ / lnS
Keterangan :
E =Indeks Keseragaman
H’ = Indeks Keanekaragaman
S = Jumlah spesies
Sebaran fauna seimbang atau merata apabila mempunyai nilai indeks kemerataan
jenis yang berkisar antara 0,6 - 0,8 (Odum, 1963). Berikut disajikan tabel kondisi suatu
komunitas perairan berdasarkan nilai indeks kemerataan menurut Krebs (1989) pada Tabel
2.
Tabel 2. Kriteria Komunitas Lingkungan Berdasarkan Indeks Kemerataan
Nilai Indeks Kondisi Komunitas
Kemerataan (E)
0,00 < E 0,50 Komunitas berada pada kondisi
tertekan
0,50 < E 0,75 Komunitas berada pada kondisi labil
0,75 < E 1,00 Komunitas berada pada kondisi stabil

2.5.2 Indeks Simpson


Indeks Simpson memberikan probabilitas dari setiap dua individu diambil secara acak
dari sebuah komunitas besar tak berhingga milik spesies yang berbeda. Itu Simpson indeks
karena itu dinyatakan sebagai 1-D atau 1 / D. Indeks Simpson adalah ditimbang berat
terhadap spesies yang paling melimpah dalam sampel sementara menjadi kurang sensitif
terhadap kekayaan spesies.
λ = Σ Pi2
Dimana: Pi adalah kelimpahan proporsial tiap spesies dengan Pi = ni, i = 1, 2, 3, .
. . . 5. Rumus di atas hanya digunakan untuk komunitas yang terbatas dimana semua
anggota dapat dihitung. Untuk komunitas yang tidak terbatas dibuat pembiasannya:
λ=Σ ni(ni-1)
i=1 n(n-1)
2.5.3 Indeks Shannon
Ada 2 hal yang dimiliki oleh indeks Shanon yaitu ;
1. H’=0 jika dan hanya jika ada satu spesies dalam sampel.
2. H’ adalah maksimum hanya ketika semua spesies S diwakili oleh jumlah
individu yang sama, ini adalah distribusi kelimpahan yang merata secara sempurna.
H’ = -Σ (Pi LnPi) dimana H’ adalah rata-rata.
i=1
Tidak pasti spesies dalam komunitas yang tidak terbatas membuat S* spesies
yang kelimpahan proporsional P1, P2, P3, . . . PS*. S* adan Pi’S adalah parameter
populasi dan dalam praktek H’ diduga dari suatu sampel sebagai :
H’ = Σ [ ( ni/N) Ln ( ni /N) ]
i=1
Dimana ni adalah jumlah individu tiap S spesies dalam sampel dan n
adalah jumlah total individu dalam dalam sampel. Jika n lebih besar, biasanya akan menjadi
lebih kecil.

2.5.4 Indeks Brillovin


Indeks keanekaragaman Brillouin (HB), digunakan untuk mendapatkan gambaran
tentang keadaan populasi organismee secara matematis agar lebih mudah dalam menganalisis
informasi-informasi jumlah individu masing-masing jenis dalam suatu komunitas. Karena
pengambilan sampel tidak secara acak, maka indeks keanekaragaman dihitung dengan
menggunakan Indeks Brillouin (Brower et al., 1989). Indeks Brillouin digunakan sebagai
pengganti indeks Shannon ketika keragaman non-acak contoh atau koleksi sedang
diperkirakan.
2.5.5 Indeks Kekayaan
Indeks kekayaan spesies (S), yaitu jumlah total spesies dalam satu komunitas. S
tergantung dari ukuran sampel (dan waktu yang diperlukan untuk mencapainya), ini
dibatasi sebagai indeks komperatif . Karena itu, sejumlah indeks diusulkan untuk
menghitung kekayaan spesies yang tergantung pada ukuran sampel. Ini disebabkan karena
hubungan antara S dan jumlah total individu yang diobservasi , n, yang meningkat dengan
meningkatnya ukuran sampel.
1. Indeks Margalef (1958) R1 = S - 1
In (n)
2. Indeks Menhirick (1964) R2 = S
√n
Peet (1974) mengatakan jika asumsi bahwa ada hubungan fungsional S dan n dalam
komunitas S = k√n, dimana K = konstan harus dapat dipertahankan. Jika tidak indeks
kekayaan akan berubah dengan ukuran sampel. Salah satu alternatif untuk indeks
kekayaan dengan menghitung secara langsung . Jumlah spesies dalam sampel dalam ukuran
yang sama. Sedangkan untuk sampel dengan ukuran yang berbeda dipakai metode
Statistika rafefraction.
Jenis bentos yang digunakan sebagai indikator pencemaran sungai dari yang dapat
hidup di air yang sangat bersih hingga yang tahan di air yang paling kotor.
1) nimfa plecoptera (serangga-serangga) bangsa Plecoptera hidupnya memerlukan
lingkungan air yang sangat baik (sangat bersih).

2) nimfa lalat sehari atau serangga-serangga bangsa Ephemeroptera. Serangga-serangga ini


dapat hidup di lingkungan yang sangat baik sampai lingkungan yang buruk.

3) larva ulat kantung air / serangga-serangga bangsa Trichoptera. Serangga –serangga yang
membutuhkan lingkungan yang baik dan sangat baik.

4) udang-udangan (Crustacea dari bangsa Decapoda). Biota yang membutuhkan lingkungan


yang sangat baik.

nimfa capung / serangga-serangga bangsa Odonata . serangga –serangga yang membutuhkan


lingkungan hidup yang baik.

6) binatang lunak atau Mollusca. Hidup di lingkungan yang kondisinya sedang sampai buruk.

7) kepik air (serangga-serangga bangsa Hemiptera) hidup di lingkungan yang sangat baik
sampai lingkungan yang sangat sedang.

8) kumbang(seranggas-serangga bangsa Coleoptera) umumnya hidup di kondisi lingkungan


sedang.

9) larva nyamuk atau larva lalat. Hidup di lingkungan yang sedang sampai lingkungan yang
buruk.

10) cacing biasanya hidup lingkungan yang sangat buruk.

DAFTAR PUSTAKA

Amini, S. 2008. Pertumbuhan Mikroalgae (nitzchia closterium) dengan Perlakuan pupuk. Balai
Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan Perikanan Jakarta
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan.USU Press. Medan.
Boyd, C E. 1988.Water Quality in Warmwater Fish Pound FourthPrinting. Auburn University
Agricultural Experiment Station. Alabama.
Effendie, H. 2003.Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Dayadan Lingkungan Perairan.
Kanisius. Yogyakarta.
Fardiaz, S. 1992.Polusi Air dan Udara. Kanisus. Yogyakarta.
Fitriana, Y. R. 2006. Keanekaragaman dan Kemelimpahan Makrozoobentos di Hutan
Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali.
Biodiversitas, (7): 67-72.
Gosling, E. 2003. Bivalve Molluscs. Biology, Ecology and Culture. Fishing News
Books, Blackwell Publishing. Great Britain. 455p
Hutabarat, S dan Evans, M., 1985.Pengantar Oseanografi. VC Press. Jakarta.
Lingga, Pinus. 1999.Ikan Mas Kolam Air Deras. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mahanal, S. 2008.Pengembangan Perangkat Pembelajaran Deteksi Kualitas Sungai dengan
Indikator Biologi Berbasis Konstruktivistik untuk Memberdayakan Berpikir Kritis dan Sikap
Siswa SMA terhadap Ekosistem Sungai di Malang. Disertasi tidak diterbitkan.
Malang:Program Pasca sarjana Universitas Negeri Malang.
Nybakken, JW. 1992. Biologi Laut satu Pendekatan Ekologis. Jakarta. PT Gramedia.

Nybakken, JW. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta. PT. Gramedia.
Nybakken, JW. 1998. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta. PT. Gramedia.
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Saunder Com. Philadelphia 125 pp.
Pescod. 1973.Investigation of Rational Effluent and StreamStandar for Tropical Countries. Asean
institute of Technologi. Bangkok.
Prihantini, N. B. 2005. Pertumbuhan Chlorella spp. dalam medium ekstrak tauge(MET) dalam
variasi pH awal. Vol 9: 1-6 diakses pada Sabtu, 14 April2012 pkl 20:06
Setiadi, Dede. 1989. Dasar-dasar Ekologi.IPB Press. Bogor.
Soeseno, S. 1970.Limnologi untuk Sekolah Perikanan Menengah Atas. IPB. Bogor.
Sumich, J. L., 1999. An Introduction to The Biology of Marine Life. 7 th. ed. McGraw-Hill. New
York. pp: 73 – 90; 239 – 248; 321 - 329
Suripin.2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air.Yogyakarta. Andi Yogyakarta.
Suin NM. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas.Padang.
Wardoyo, S. T. H. 1981.Kriteria Kualitas Air untuk KeperluanPertanian dan Perikanan. Training
Analisa dampak lingkunganPPLH, UNDP- PUS DPSL. IPB. Bogor.
Welch, P. S. 1952.Limnology . McGraw-Hill Book Company. New York.
Wetzel, RG. And GE. Likens. 1995.Limnology Analysis. SpringerVerlag. New York.
Wibisono, M.S. 2004. Pengantar Ilmu Kelautan Edisi 2. UI Press. Jakarta.
Wirakusumah, Sambas. 2003. Dasar-dasar Ekologi. UI Press. Jakarta.
Brotowidjoyo, M.D. 1990. Zoologi dasar. Jakarta : Erlangga
Cooper, J.M. and J.L. Wilhm. 1975. Spatial and temporal variability in productivity, species
diversity, and pigment diversity of periphyton in a stream receiving domestic and oil refinery
effluents. Southwestern Naturalist
Fathurrahman. 1992. Komunitas makrozoobenthos di sepanjang sungai Cimahi Kabupaten Bandung.
Thesis. Bandung : PPS Biologi ITB
Kendeigh, S.C., 1980. Ecology with Special Reference to Animal & Man, Prentice Hall : New
Jersey.
Lind, O. T. 1985. Handbook of common methods in limnology.Sec. Ed. Kendall/Hunt Publ.
Comp. Dubuque.
Odum EP. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Yogayakarta : Gajah Mada University press.
Rosenberg, D.M. and V.H. Resh ( eds.) 1993. Freshwater biomonitoring and benthic
macroinvertebrates. Chapman and Hall : New York.
Tuarita, Hawa, dkk. Tanpa tahun. Biologi untuk Kimia. Malang : UM press
Tudorancea, C.; R. H. Green and J. Huebner. 1978. Structure Dynamics and Pro-duction of the
Benthic Fauna in Lake Manitoba. Hydrobiologia
Welch, C. 1980. Limnology. New York : McGraw-Hill Book Company Inc.

Anda mungkin juga menyukai