Anda di halaman 1dari 19

TUGAS STATISTIKA

OLEH

MONIKA S. C. DALANDIZ

1606090034

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

ARSITEKTUR

2017/2018
1. Jelaskan Apa Yang Dimaksud Dengan Stastic Dan Statistika?Berikan Dan Sertakan
Jawaban Anda Sesuai Literatur Yang Ada Kutip

JAWABAN:

(statistics =Statistika) adalah ilmu yang mempelajari bagaimana merencanakan, mengumpulkan,


menganalisis, menginterpretasi, dan mempresen tasikan data.

Statistik (statistic) adalah data, informasi, atau hasil penerapan algoritma statistika pada suatu data.
Dari kumpulan data, statistik dapat digunakan untuk menyimpulkan atau mendeskripsikan data,
ini dinamakan statistika deskriptif.

Statistik adalah ilmu dan seni pengembangan dan penerapan metode yang paling efektif untuk
kemungkinan salah dalam kesimpulan dan estimasi dapat diperkirakan dengan menggunakan
penalaran induktif berdasarkan matematika probabilitas.

Statistika secara luas berarti suatu ilmu yang mempelajari cara pengumpulan,
pengolahan/pengelompokan, penyajian dan analisa data serta cara pengambilan kesimpulan secara
umum berdasarkan hasil penelitian yang tidak menyeluruh. Definisi ini lebih ditekankan kepada
urutan kegiatan dalam memperoleh data sampai data itu berguna untuk dasar pembuatan
keputusan.

Statistika dalam disiplin ilmu terbagi atas:

a. Ilmu-ilmualam (misalnyaastronomidanbiologi)

b. lmu-ilmusosial (termasuksosiologidanpsikologi)

c. Bidangbisnis, ekonomi, danindustri

d. Pemerintahanuntukberbagaimacamtujuan; sensuspenduduk

e. Jajakpendapatataupolling (misalnyadilakukansebelumpemilihanumum)

f. Jajak cepat (perhitungancepathasilpemilu) atau quick count

g. Di bidangkomputasi, statistikadapat pula diterapkan dalam pengenalan pola maupun


kecerdasan buatan.

Peranan statistik dalam lembaga lembaga bisnis


a. Perumusan perencanaan

b. Alat kontrol, dan

c. Dasar evaluasi hasil kerja

Data statistik dapat digunakan untuk mengetahui besarnya produksi yang dihasilkan oleh
perusahaan, jumlah penjualan, persentase barang yang laku dan barang yang tidak laku, lama
waktu yang diperlukan untuk mengerahkan produk, frekuensi pembelimembeli produk, serta
tingkat kepuasaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan

Menurut J. Suprantoada,lima syarat yang harus dipenuhi oleh suatu data agar bisa dikatakan
sebagai data yang baik, yaitu obyektif, representatif (mewakili), kesalahan baku (standarbaku)
kecil, tepat waktu (up to date), dan relevan

Tabel penggunaan statistik dalam berbagai bidang

Pengguna Masalah yang Dihadapi


Statistika
Manajemen 1.Penentuan struktur gaji, pesangon, dan tunjangan karyawan.
2.Penentuan jumlah persediaan barang, barang dalam proses, dan barang
jadi.
3.Evaluasi produktivitas karyawan.
4.Evaluasi kinerja perusahaan.
Akuntansi 1.Penentuan standar audit barang dan jasa.
2.Penentuan depresiasi dan apresiasi barang dan jasa.
3.Analisis rasio keuangan perusahaan
Pemasaran 1.Penelitian dan pengembangan produk.
2.Analisis potensi pasar, segmentasi pasar dan diskriminasi pasar.
3.Ramalan penjualan.
4.Efektivitas kegiatan promosi penjualan.
Keuangan 1.Potensi peluang kenaikan &penurunan harga saham, suku bunga &
reksadana.
2.Tingkat pengembalian investasi beberapa sektor ekonomi.
3.Analisis pertumbuhan laba dan cadangan usaha.
4.Analisis resiko setiap usaha.
Ekonomi 1. Analisis pertumbuhan ekonomi, inflasi dan suku bunga.
Pembangunan 2. Pertumbuhan penduduk dan tingkat pengangguran serta kemiskinan.
3. Indeks harga konsumen dan perdagangan besar.
Agribisnis 1. Analisis produksi tanaman, ternak, ikan dan kehutanan.
2. Kelayakan usaha dan skala ekonomi.
3. Manajemen produksi agribisnis.
4. Analisis ekspor dan impor produk pertan ian.

2. Apa Yang Dimaksud Dengan :

A Data Statistika

B Data Diskrit

C Data Continue

D Data Kuantitatif

E Data Kualitatif

JAWABAN :

A DATA STATISTIKA

Data statistik merupakan keterangan atau ilustrasi mengenai suatu hal yang bisa berbentuk
kategori ( misal: rusak, baik, cerah, berhasil, ataupun bilangan)
B DATA DISKRIT
Angka-angka yang tidak memiliki desimal atau pecahan di antara dua bilangan bulatnya,
diperoleh dari menghitung. Tiap objek memiliki satu satuan yang utuh, yang tidak memungkinkan
untuk terjadinya secara sebagian.
C DATA CONTINUE
kumpulan angka- angka yang masih dimungkinkan memiliki bilangan desimal atau
pecahan di antara dua bilangan bulatnya yang banyaknya tak terhingga, biasanya didapatkan dari
proses pengukuran.
D DATA KUANTITATIF
adalah data yang dinyatakan dalam bentuk angka
E.DATA KUALITATIF
Adalah kenyataan yang menunjukkan sifat-sifat objek yang tidak memungkinkan secara
langsung dapat diubah menjadi angka, sehingga menggunakan pendekatan dalam bentuk kategori

3. JELASKAN PERBEDAAN ANTARA SENSUS DAN SAMPLING ,POPULASI DAN


SAMPEL.SERTAKAN JUGA DENGAN CONTOH
 POPULASI
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya.
misalnya akan melakukan penelitian jurusan arsitektur, maka jurusan arsitektur ini
memiliki populasi yang bisa berupa jumlah mahasiswa jurusan arsitektur dan karakteristik
mahasiswa jurusan arsitektur
 SAMPEL
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakterisitk yang dimiliki oleh populasi,dimana
diambil dari rangkuman populasi sebagai sampel atau rangkuman.
misalnya dari 1000 mahasiswa undana yang suka makan salome,diambil sepuluh orang
untuk dijadikan sampel, agar dapat mengetahui berapa orang yang suka salome goreng dan
berapa orang yang suka salome rebus.
 SAMPLING
adalah cara pengumpulan data apabila yang diselidiki berupa sampel dari suatu populasi.
Data yang didapat dari hasil sampling merupakan data perkiraan (estimated value).
Misalnya perkiraan jumlah karyawan, perkiraan jumlah modal, perkiraan jumlah
produksi, perkiraan rata-rata modal dan lain-lain.
 SENSUS
adalah cara pengumpulan data apabila seluruh elemen populasi diselidiki satu per satu.
Data yang diperoleh tersebut merupakan hasil pengolahan sensus disebut sebagai data yang
sebenarnya (true value), atau sering juga disebut parameter.
Misalnya hasil sensus penduduk tahun 1981 memberikan data sebenarnya mengenai
penduduk Indonesia (jumlahnya menurut jenis kelamin, menurut umur, menurut
pendidikan, menurut lapangan kerja dan agama), dan sensus pegawai negeri tahun 1974
memberikan data sebenarnya mengenai jumlah menurut pendidikan, menurut daerah, pusat
dan lain sebagainya.

4.Buat Rangkuman Dari Sebuah Jurnal Teknik Arsitektur Atau Teknik Sipil Yang
Berhubungan Dengan Penelitian.

Proses Menempati dan Kecenderungan Penggunaan Ruang Pada Area Perdagangan


Informal - Sebuah Kajian dengan Kasus pada Area di Tepian Selokan Mataram, Dukuh
Karangasem, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

I. Latar belakang

1.1 Pengantar

Keberadaan pedagang informal yang menggunakan area yang tidak diperkenankan secara
hukum untuk bangunan merupakan kenyataan yang hampir selalu ada di wilayah perkotaan
di Indonesia. Contoh area-area yang dilarang untuk bangunan adalah daerah tepian rel
kereta api, di bawah jembatan layang atau area-area tepian sungai. Masalah menjadi
muncul ketika dilakukan penataan atau penertiban bangunan. Penggusuran pada saat ini
dipandang sebagai suatu kebijakan yang tidak populer. Oleh karenanya upaya penataan
atau kebijakan pada area-area tersebut memerlukan kajian yang mendalam, holistik agar
kebijakan yang diambil dapat lebih diterima oleh segenap pihak yang terlibat. Penelitian
ini dimaksudkan untuk memberi sumbangan pengetahuan tentang fenomena para pedagang
informal yang dalam hal penggunaan ruang serta proses menempati area yang dilarang
untuk didirikan bangunan.

1.2 Tujuan Penelitian

- Bagaimanakah penghuni melalukan proses menempati area perdagangan informal di Area


Tepian Selokan Mataram?
- Seperti apakah kecenderungan penggunaan ruang di Area Tepian Selokan Mataram ?

1.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian-penelitian tentang pemukiman-pemukiman yang dibangun pada area yang


secara legal normatif dilarang untuk pembangunan telah cukup banyak dilakukan.
Kawasan-kawasan di pinggiran sungai termasuk dalam kategori area yang dilarang untuk
pembangunan. Untuk Yogyakarta, penelitian tentang kawasan sepanjang Sungai Code
telah banyak dilakukan seperti Bakti Setiawan (1998) yang meneliti tentang bagaimana
penduduk kampung mendapatkan sumberdaya meskipun dalam status kampung mereka
yang ilegal. Alvianson (1998) juga melakukan studi di permukiman di tepian Sungai Code
dengan tema partispasi masyarakat dalam mengelola prasarana lingkungan permukiman.
Darwis Kudori (2002) menulis tentang pembangunan permukiman di tepian Sungai Code
oleh Romo Mangun, dengan usulan pembangunan permukiman dan penataan kota yang
lebih aspiratif terhadap kaum miskin kota. Aniaty Yulisma (1999), telah melakukan
penelitian di permukiman tepian Sungai Musi Palembang dengan kajian tentang sistem
aktifitas dan sistem `setting’ dari penghuni di permukiman tersebut. Sarwadi (2002) juga
meneliti tentang permukiman di tepian Sungai Musi dengan pokok kajian tentang proses
menempati dan tatanan ruang lingkungan hunian. Berbeda dengan penelitian-penelitian di
atas, penelitian ini mengkaji proses menempati dan penggunaan ruang pada tepian sebuah
saluran/selokan yang penggunaan ruangnya tumbuh relatif pesat dan digunakan untuk
kegiatan komersial. Pada riset ini area tersebut disebut sebagai area perdagangan informal.
Berkaitan dengan materi penelitian ini Iskak Hadir (2010) meneliti kawasan sekitar Pasar
Lawata di Kota Kendari dengan hasil bahwa keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di
kawasan Eks Pasar Lawata tersebut sangat diperlukan oleh masyarakat umum. PKL dapat
memberikan kenyamanan yang tidak hanya murah dan berkualitas namun juga dapat
dicapai dengan dengan tingkat aksesibilitas yang sangat tinggi. Kondisi tersebut
berdampak kepada masih eksisnya PKL di kawasan tersebut, meskipun telah ditegaskan
oleh Pemda Kota Kendari bahwa kawasan tersebut tidak lagi difungsikan sebagai kawasan
komersial. Ambarwaty (2003) juga meneliti tentang Aktifitas Pedagang Kaki Lima dalam
Pemanfaatan Ruang di Kota Salatiga. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa lokasi
pedagang kaki lima cenderung dekat dengan aktifitas masyarakat seperti area perdagangan,
pendidikan, perkantoran atau juga permukiman. Di samping itu lokasi pedagang kaki lima
pada umumnya terletak pada lokasi yang mempunyai kemudahan pencapaian oleh sarana
transportasi umum kota. Wijayaningsih (2007) dalam penelitiannya tentang Keterkaitan
Pedagang Kaki Lima terhadap Kualitas dan Citra Ruang Publik di Koridor Jalan Kartini
Semarang pada masa pra-pembongkaran menemukan bahwa semakin banyak dan
bertambah jumlah PKL yang tergolong ilegal menyebabkan turunnya kualitas fisik
kawasan Jalan Kartini dalam kebersihan, keindahan, dsb, sehingga hal tersebut
mempengaruhi kenyamanan dan keamanan. Pencapaian yang mudah menyebabkan
sebagian besar pengunjung merasa nyaman untuk berbelanja di tempat tersebut. Dari tiga
riset di atas didapatkan kenyataan bahwa lokasi pedagang kaki lima atau sektor informal
cenderung menempati lokasi yang dekat dengan aktifitas masyarakat dan mempunyai
kemudahan pencapaian bagi pengunjung. Pedagang cenderung memakai tempat tersebut
walaupun tempat tersebut ditegaskan bukan untuk kawasan perdagangan. Pertumbuhan
pedagang pada kawasan yang ilegal cenderung tidak terkontrol.

1.4 Landasan Teori


Sarwadi (2002) dalam penelitiannya di area tepian Sungai Musi Palembang
mengidentifikasi proses menghuni pada permukiman yang tumbuh spontan, “illegal” yang
dimulai dari asal usul penghuni, proses mendapatkan lahan atau rumah, aktifitas
membangun rumahnya, karakteristik aktifitas dan kecenderungan perpindahan ke tempat
lain. Dalam penelitian tersebut diungkapkan pula tentang proses pertumbuhan pemukiman
yang dilakukan melalui penyelusuran sejarah penggunaan ruang melalui proses interview.
Hasil riset tersebut menunjukkan bahwa permukiman di tepian Sungai Palembang
merupakan “first step housing” (rumah tahap pertama) untuk para migran dari sekitar Kota
Palembang sebelum mereka dapat menempati rumah yang lebih layak. Seperti halnya
permukiman di tepian Sungai Musi Palembang, pedagang informal yang menghuni area di
tepian Selokan Mataram, Sleman, Yogyakarta tumbuh secara spontan dan ilegal.
Berdasarkan fenomena yang mirip tentang cara pertumbuhannya, penelitian ini
menggunakan pendekatan dan cara penyelidikan yang digunakan Sarwadi di atas yaitu
mengidentifikasi asal usul penghuni, proses mendapatkan lahan atau bangunan, aktifitas
membangun, pertumbuhan jumlah dan ragam bangunan, karakteritsik menempatinya dan
kecenderungan penghuni untuk pindah ke tempat lain.

1.5 Metoda Penelitian

Proses penelitian yang dilakukan meliputi pengumpulan data, analisis dan mengkonstruksi
hasil analisis untuk mendapatkan skema proses menempati. Hasil pengolahan data
disajikan dalam bentuk deskripsi kuantitatif. Untuk analisis menuju pembuatan skema
proses menempati dilakukan secara kualitatif. Untuk pengumpulan data terlebih dahulu
dimulai dengan survei umum untuk menentukan batas-batas fisik area penelitian. Dalam
hal ini batas area yang diteliti adalah di sebelah barat berbatasan dengan Jembatan di Jalan
Kaliurang dan di sebelah Timur penelitian dilakukan hingga jalan lingkungan yang berada
di sisi sebelah Utara Selokan Mataram berbelok ke arah Utara (lihat Gambar 1). Kegiatan
pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan penyebaran kuesioner, interview serta
observasi lapangan. Hasil survei disajikan dengan menggunakan statistik deskriptif dan
dianalisis secara kualitatif untuk mengidentifikasi seperti apa penggunaan ruang lahan
yang terjadi dan merekonstruksi proses penghuni menempati area tersebut

II. Hasil Peneltian

2.1 Cara Mendapatkan Lahan dan Bangunan

Seluruh pengguna area di tepian Selokan Mataram ditemukan tidak memiliki izin formal untuk
menggunakan area tersebut. Namun demikian hampir separuh dari mereka mendapatkan izin dari
pihak-pihak tertentu yang secara informal mempunyai `kekuasaan` atas area tersebut. Untuk
mendapatkan lahan tersebut 28% dari mereka harus membayar baik dalam bentuk sewa atau uang
jasa namun sebagian besar (62%) dari mereka dapat menempati area tanpa biaya. Dari lima kasus
transaksi penyewaan bangunan, survey ini menemukan bahwa harga sewa tertinggi telah mencapai
tiga juta rupiah per tahun, sedang untuk harga sewa terendah adalah Rp. 180.000,- /tahun (lihat
Tabel 2).
Sebagian besar dari penghuni sebelum menempati area tepian Selokan Mataram telah melakukan
kegiatan usaha di tempat lain. Hanya 22% dari penghuni yang belum pernah membuka usaha di
tempat lain (lihat Tabel 3). 56% diantaranya pernah berusaha dengan lokasi di luar Propinsi DIY
atau Kabupaten Sleman atau juga Kecamatan Depok. 60% dari penghuni menempati area tepian
Selokan Mataran dalam rangka untuk mendekati pembeli/konsumen dan 14 % lainnya dikarenakan
melihat kondisi lahan yang masih kosong (lihat Tabel 4). 74% dari penghuni merupakan penghuni
pertama dari bangunan yang ditempatinya sedangkan 26% lainnya mendapatkan bangunan dari
pihak-pihak lain melalui proses membeli, menerima dari teman atau saudara atau menyewa (lihat
Tabel 5,6).
Kebanyakan dari penghuni untuk mendirikan bangunan dilakukan dengan mengupah tukang
(30%), dibangun sendiri dengan keluarga (20%), gotong royong dengan teman (20%) (lihat Tabel
7). 50% dari penghuni memperoleh informasi tentang area di tepian Selokan Mataran beserta
informasi tentang kemungkinan untuk dapat tinggal lokasi dari teman-teman dan saudaranya (lihat
Tabel 10).
2.2 Penggunaan Ruang

74 % dari penghuni menggunakan ruang di area tepian Selokan Mataram sebagai tempat usaha
dan hanya 26% dari penghuni menggunankannya sebagai tempat usaha dan tinggal (lihat Tabel 9).
53% dari penghuni yang tinggal di area tepian Selokan Mataram adalah sendiri, sedang 47%
lainnya tinggal di area tersebut dengan keluarga atau teman atau saudaranya dengan rerata jumlah
mereka yang tinggal dalam satu bangunan adalah 2 orang (lihat Tabel 10, 11).

Selanjutnya hasil survey menunjukkan bahwa jumlah penghuni bangunan yang berkerja dari pagi
hingga malam adalah lebih besar pada mereka yang tinggal di tempat usahanya (77%)
dibandingkan dengan penghuni yang tinggal di luar tempat usahanya (41%) (lihat Tabel 12).
2.3 Pertumbuhan Bangunan dan Aktifitasnya
Berdasarkan hasil survai lapangan diketahui bahwa area di tepian Selokan Mataram mulai
digunakan sebagai area perdagangan informal di tahun 1970-an. Pada akhir tahun 1980 area
tersebut telah dihuni oleh 7 buah bangunan. Akhir tahun 1990 jumlah bangunan telah menjadi 14
buah. Di tahun 2000-an bangunan telah mencapai jumlah 50 buah. Berdasar data tersebut, kita
dapat mengenali bahwa pertumbuhan jumlah bangunan perdagangan meningkat dengan cukup
pesat pada kurun waktu 1995-2003 (lihat Tabel 13, Gambar2). Adalah sebuah dugaan peneliti
bahwa peningkatan jumlah yang pesat tersebut terkait dengan adanya krisis ekonomi di negara ini
di sekitar tahun 1998. Berdasarkan Tabel 13 kita juga dapat mengenali bahwa telah terjadi
peningkatan ragam dari fungsi bangunannya. Terdapat kecenderungan bangunan-bangunan untuk
menjadi lebih permanen dan digunakan tidak hanya sebagai tempat usaha tetapi sekaligus sebagai
tempat tinggal (lihat Tabel 14, 15).
2.4 Kecenderungan Terhadap Perpindahan

Penghuni area di tepian Selokan Mataram sebagian besar (70%) menyatakan tidak ingin pindah ke
tempat lain. 28% dari penghuni lainnya menyatakan ingin pindah dengan alasan untuk
mengembangkan usaha, tempat yang ditempati adalah bukan miliknya dan takut adanya
penggusuran (lihat Table 16,17). 86% dari penghuni menyatakan bahwa penggunaan area di tepian
Selokan Mataram sebaiknya diperbolehkan dengan alasan merupakan tempat mencari makan
(40%) dan 30% dari penghuni mengusulkan perlunya syarat untuk penggunaannya. Syarat-syarat
yang diusulkan antara lain meliputi: tertib, bersih, menjaga keamanan, tidak mengganggu jalan
dan selokan, harus izin, penggunaan hanya untuk kios bukan bangunan, dsb (lihat Tabel 18, 19).
Berdasarkan fakta di atas dapat dikonstruksikan proses menempati area perdagangan informal
pada area tepian Selokan Mataram adalah sebagai berikut, yakni:

- pertama, pada pedagang datang dari tempat lain di mana pedagang tersebut melakukan kegiatan
dagangnya

- kedua, pedagang membangun kedai untuk kegiatannya dengan alasan untuk mendekati
konsumen

- ketiga, perkembangan jumlah dan fungsi bangunan meningkat

- keempat, jenis konstruksi bangunan yang digunakan berkembang menggunakan bahan


permanen
- kelima, penghuni bangunan cenderung untuk tidak mau pindah, tetapi bersedia mengikuti
persyaratan tertentu.

Secara diagramatis proses menempati area perdagangan informal tersebut digambarkan dalam
gambar berikut ini
III. Pembahasan

Temuan dari hasil pengolahan data menunjukkan bahwa penggunaan ruang/lahan di area tepian
Selokan Mataram makin intensif seiring dengan berjalannya waktu. Mendekati tahun 2003 jumlah
penghuni makin banyak. Fungsi bangunan menunjukkan makin bervariasi. Jenis bangunan yang
digunakan juga menunjukkan makin permanen. Penghuni juga menggunakan tempatnya tidak
hanya untuk kegiatan komersial tetapi juga meningkat jumlahnya untuk tempat tinggal. Alasan
pedagang menempati area tepian Selokan Mataram adalah untuk mendekati konsumen yaitu
mendekati pusat-pusat kegiatan masyarakat yaitu Kampus UGM dan permukiman yang banyak
dihuni oleh para mahasiswa. Situasi diatas nampaknya mirip dengan hasil temuan Iskak Hadir
(2010), Ambarwaty (2007) dan Wijayaningsih (2003) yang menunjukkan bahwa pedagang kaki
lima cenderung untuk memilih lokasi yang dekat dengan pusat aktifitas dan lokasi yang
mempunyai kemudahan pencapaian untuk pengunjungnya. Riset Wijayaningsih di atas juga
menunjukkan bahwa perkembangan PKL yang pesat cenderung menjadikan area tersebut tidak
nyaman karena tidak bersih dan tidak indah. Dalam konteks Area Perdagangan Informal di Tepian
Selokan Mataram ini pertumbuhan ragam dan intensitas penggunaan ruang bila tidak terkontrol
akan menjadikan kondisi dan situasi yang tidak baik dalam arti tidak teratur, bersih dan nyaman.
Penelitian ini menemukan bahwa penghuni berkecenderungan untuk tidak pindah bahkan mereka
tidak tahu harus pindah kemana ketika mereka harus pindah. Keberadaan UGM dengan jumlah
mahasiwa yang sangat banyak menjadi daya tarik utama bagi mereka untuk melakukan kegiatan
komersial terkait dengan kebutuhan mahasiswa. Temuan tersebut berbeda dengan temuan di area
permukiman informal di tepian Sungai Musi Palembang. Temuan penelitian Sarwadi (2002) di
Palembang menunjukkan bahwa penghuni Permukiman di Tepian Sungai Musi berkeinginan
untuk tidak tetap tinggal di tempat tersebut. Mereka mencari tempat yang lebih layak di tempat
lain ketika kemampuan ekonomi mereka meningkat. Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa
bangunan yang digunakan adalah sebagian besar sebagai tempat usaha, sebagian lainnya menjadi
tempat tinggalnya sekaligus tempat usaha dan Tepian Selokan Mataram bukanlah tempat pertama
mereka dalam membuka usaha. Area Tepian Selokan Mataram merupakan tempat yang dituju
karena dianggap mempunyai prospek yang baik untuk kegiatan komersial yaitu dekat dengan calon
pembeli. Kondisi tersebut berbeda dengan kasus di Tepian Sungai Palembang dimana bangunan
yang ada adalah sebagian besar berfungsi sebagai rumah tinggal, penghuni rumah bekerja di area
dekat dengan rumah tinggal tersebut. Terdapat perbedaan situasi dan kondisi yang berbeda antara
Tepian Selokan Mataram dengan Tepian Sungai Musi yang nampaknya menjadikan
kecenderungan penggunaan ruang dan proses menempati ruangnya juga berbeda. Tepian Selokan
Mataram adalah lebih sebagai tempat usaha, sedangkan Tepian Sungai Musi adalah lebih sebagai
tempat tinggal. Hal ini sesuai dengan teorinya Amos Rapoport (1990) bahwa sistem aktifitas
terjadi pada sistem setting. Artinya berbagai aktifitas yang terjadi seperti penggunaan ruang dan
proses menempati ruang di area perdagangan informal di tepian Selokan Mataram terkait dengan
sistem setting yang ada baik seting fisik maupun setting non fisiknya, dalam hal ini sesuai juga
hasil riset Iskak Hadir, Ambarwaty dan Wijayaningsih bahwa aktifitas pedangang kali lima atau
sektor informal cenderung mencari tempat dengan setting fisik yang dekat dengan pusat aktifitas
masyarakat dan mempunyai kemudahan pencapaian bagi pengunjungnya, walaupun pada lokasi
yang jelas-jelas terlarang untuk didirikan bangunan.
IV. Kesimpulan

Berdasarkan temuan-temuan di atas, penelitian ini mengungkap bahwa adanya lahan yang terletak
pada lokasi yang dekat pusat kegiatan masyarakat yaitu Kampus UGM dan permukiman yang
merupakan tempat kos (tempat tinggal) mahasiswa, dan lokasi yang mudah dicapai memunculkan
tumbuhnya kegiatan komersial informal pada area yang sesungguhnya tidak diperkenankan untuk
didirikan bangunan. Penggunaan ruang/lahan di area tersebut menunjukkan pertumbuhan yang
tidak hanya menyangkut jumlah dan fungsi bangunan, tetapi juga tumbuhnya bangunan untuk
menjadi lebih permanen. Fungsi bangunan tidak hanya sebagai tempat berdagang namun juga
sebagai tempat tinggal. Persoalan akan muncul manakala penataan lingkungan terhadap kawasan
tersebut dilakukan mengingat sebagian dari pengguna area tersebut berkecenderungan untuk tidak
ingin pindah. Hal tersebut terkait dengan penghuni yang berpendapat bahwa area perdagangan
informal di Tepian Selokan Mataram adalah lokasi yang memungkinkan pedagang untuk dekat
dengan calon pembelinya. Pertumbuhan bangunan yang makin intens tersebut menunjukkan tidak
adanya kontrol yang cukup pada area tersebut. Persoalan menjadi nyata ketika Pemerintah Daerah
Kabupaten Sleman melakukan penataan area tepian Selokan Mataram untuk dijadikan area hijau
pada tahun 2004, di mana para pedagang tidak bersedia untuk pindah, walaupun pada akhirnya
semua bangunan dapat dibersihkan. Pelajaran yang dapat ditarik adalah kontrol terhadap
penggunaan lahan terutama pada lahan kosong di dekat pusat aktifitas masyarakat dan juga lahan
yang mempunyai kemudahan pencapaian yang baik harus dilakukan secara intensif, sebagai
bentuk kegiatan preventif dari penggunaan ruang/lahan secara ilegal.

Anda mungkin juga menyukai