Anda di halaman 1dari 6

BAHASA INDONESIA AKADEMIK

KULIAH ON LINE
DOSEN: Elih Sutisna Yanto, S.Pd, MM
TUGAS MAHASISWA QUIZ 1 :7 Juni 2010 dikumpulkan 12 Juni 2010
1. Coba identifitikasi komponen-komponen teks eksposisi Wacana
Membangun Kota Berbudaya Literat oleh A. Chaedar Alwasilah.
2. Tulislah sebuah eksposisi ihwal topik-topik berikut ini (Pilih salah
satu).
 Kecendrungan obesitas pada remaja (eksposisi sebab-akibat)
 Klasifikasi jenis-jenis permainan yang cocok untuk usia SD
(eksposisi klasifikasi)
 Mata kuliah yang paling Anda sukai (eksposisi definisi)
 Rendahnya kemampuan menulis dikalangan ilmuwan Indonesia
(eksposisi analisis)
 Proses terjadinya penyakit diabetes pada usia muda( eksposisi
proses)

JENIS-JENIS TULISAN
Di tulis Prof. DR. A.Chaedar Alwasilah & Senny Suzanna Alwasilah M.Pd

Tujuan menulis adalah menyampaikan pesan kepada pembaca.


Kegiatan menulis akan menjadi sia-sia jika tidak dibaca. Menulis itu
bergantung pada pembaca (reader-dependent) dan kualitas respons
pembaca menentukan keberhasilan komunikasi tulis. Belajar menulis seperti
belajar keterampilan lain, semestinya berangkat dari mudah ke sulit, dari sini
ke sana, dari sekarang ke nanti. Karena itu apa yang seyogyanya pertama
dibiasakan ditulis adalah diri sendiri, rumah sendiri, keluarga sendiri, teman
sendiri, dan seterusnya. Menulis catatan harian – bernarasi diri – adalah cara
terbaik untuk membangun ketrampilan menulis. Tulisan berikut ini akan
memperkenalkan kepada Anda empat jenis tulisan, yaitu Eksposisi, Deskripsi,
Argumentasi, dan Narasi. Semuanya disingkat EDAN.

Eksposisi
Eksposisi adalah tulisan yang tujuan utamanya mengklarifikasi,
menjelaskan, mendidik, atau mengevaluasi sebuah persoalan. Penulis berniat
untuk memberi informasi atau memberi petunjuk kepada pembaca. Eksposisi
mengandalkan strategi pengembangan alinea seperti lewat pemberian
contoh, proses, sebab-akibat, klarifikasi, definisi, analisisi, komparasi dan
kontras.

Menganalisis Sebuah Tulisan Eksposisi


Coba identifitikasi komponen-komponen teks eksposisi Wacana
Membangun Kota Berbudaya Literat oleh A. Chaedar Alwasilah.
Komponen-komponen ini bersifat umum dan urutan kemunculannya
tidak mesti seperti diurut dalam tabel ini.

1
Strategi Pengembangan Alinea Alinea ke Kutipan (Bunyi Teks)
* Contoh
* Proses
* Sebab-akibat
* Klasifikasi
* Definisi
* Analisis
* Komparasi-kontras
* Konklusi

Strategi di atas juga merupakan nama dari jenis-jenis teks eksposisi,


sehingga ada teks klasifikasi, sebab-akibat dan sebagainya. Berikut adalah
penjelasan singkat strategi-strategi dalam tabel di atas. Apapun jenisnya,
sebuah esai lazim diakhiri dengan sebuah konklusi.

 Contoh

Merupahan cara yang paling sederhana tapi efektif bagi penulis untuk
menyampaikan gagasannya kepada pembaca. Contoh bisa sebuah
kata, kalimat, atau alinea. Penulis dapat memulainya dengan
ungkapan: misalnya, sebagai contoh, sebut saja, dan sebagainya.
Sebuah esai keseluruhan dapat merupakan sebuah esai contoh.

 Proses

Ada dua jenis esai proses, yaitu penjelasan yang memberitahukan


pembaca bagaimana mengerjakan sesuatu dan yang hanya
menjelaskan bagaimana sesuatu bekerja. Dalam keduanya, penulis
mendeskripsikan urutan langkah-langkah, biasanya secara kronologis,
sebuah langkah diikuti langkah lainnya. Jelaslah dalam sebuah proses
terkandung narasi dan sebab-akibat. Sebuah esai keseluruhan dapat
merupakan sebuah esai proses, misalnya proses terciptanya sebuah
puisi.

 Sebab-akibat

Sebab selalu mengarah pada adanya satu akibat atau lebih; akibat
memiliki satu sebab atau lebih. Sebuah esai dapat merupakan sebuah
esai sebab-akibat, di mana penulis mengeksplorasi kaitan sebab-
akibat. Esai sebab-akibat seringkali diniati penulisnya sebagai persuasi
atau informasi. Esai informatif menyajikan hubungan kausal sebagai
fakta secara objektif, dan pembaca beroleh manfaat atau minat. Esai
persuasif mengeksplorasi hubungan kausal agar pembaca beralih
pandangan sehingga melakukan sesuatu.

2
 Klasifikasi

Teks jenis ini pada intinya mengenai karakteristik yang sama dari
sejumlah butir yang ada. Dalam menentukan klasifikasi, penulis
tentunya melakukan strategi komparasi-kontras.

 Definisi

Kalau Anda mengatakan maksud saya, saya artikan sebagai, dan


sejenisnya , maka Anda membuat definisi. Definisi bisa definisi pendek
dari kamus atau keseluruhan esai menjelaskan sesuatu. Definisi formal
terdiri atas tiga hal, yaitu konsep yang diberi definisi, kelas atau
kelompoknya, dan hal-hal atau karakterisitik yang membedakannya.

 Analisis

Kadang disebut divisi, yakni sebagai cara berpikir dan saat menulis
dengan memecah atau membagi sesuatu menjadi bagian-bagian
dengan tujuan agar lebih dimengerti, dan seringkali sebagai persiapan
untuk menggabungkannya dengan cara sendiri (sintersis)
Esai analisis lazim dilakukan mahasiswa untuk mempelajari sesuatu.
Anda menganalisis sebuah puisi, misalnya, untuk memahami segala
aspek sehingga beroleh pemahaman lengkap.

 Komparasi- kontras

Komparasi berfokus pada persamaan, sedangkan kontras berfokus


pada perbedaan. Dalam melakukan komparasi, otomatis Anda juga
mengontraskannya. Dalam esai komparasi-kontras, penulis harus
menjaga keseimbangan antara keduanya.

Tulislah sebuah eksposisi ihwal topik-topik berikut ini (Pilih salah


satu).

 Kecendrungan obesitas pada remaja (eksposisi sebab-akibat)


 Klasifikasi jenis-jenis permainan yang cocok untuk usia SD
(eksposisi klasifikasi)
 Mata kuliah yang paling Anda sukai (eksposisi definisi)
 Rendahnya kemampuan menulis dikalangan ilmuwan Indonesia
(eksposisi analisis)
 Proses terjadinya penyakit diabetes pada usia muda( eksposisi
proses)

3
Wacana

Membangun Kota Berbudaya Literat


Oleh A. Chaedar Alwasilah

Pada tahun 1987 di Amerika Serikat terbit Cultural Literacy: What


Every American Needs to Know karya ED Hirsch Jr dan The Closing of
The American Mind karya Allan Bloom. Kedua buku best sellers ini
secara kritis menunjukkan menurunnya tingkat literasi generasi muda
Amerika dan perlunya tindakan korektif melalui pembenahan kurikulum
language art dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.

Webster’s New Collegiate Dictionary menurunkan batasan literate


sebagai orang yang berpendidikan, berbudaya mampu membaca dan
menulis (1981:666). Ini satu kesaksian bahwa dalam tradisi Eropa, ciri
orang yang berbudaya itu adalah keseimbangan antara kemampuan
membaca dan menulis.

Dalam tradisi Indonesia, yang lebih berbudaya ucap-dengar


ketimbang berbudaya baca-tulis, batasan literasi cenderung mengabai-
kan komponen menulis. Tidaklah aneh bahwasanya mayoritas ulama
dan dosen di Indonesia tidak mampu menulis buku ajar.

Literacy, diindonesiakan sebagai melek huruf, kemampuan ber-


baca tulis, kemelekwacaan, atau literasi. Literasi mencakup kemam-
puan membaca petunjuk meminum obat, mengisi formulir lamaran
kerja, sampai menganalisis sebuah artikel atau berita koran. Literasi
sebagai sebuah pendidikan adalah kunci untuk mendapatkan akses politik
dan fasilitas-fasilitas sosial.

Kecilnya anggaran pendidikan memberi kesan adanya kesengajaan


untuk membodohkan sebagian rakyat demi kepentingan politik sang
penguasa. Alasannya, orang pandai cenderung kritis, dan kritikan adalah
kerikil tajam bagi penguasas otoriter. Sementara itu, rakyat bodoh adalah
kerbau setia untuk dipasak hidung.

Indikator Budaya Literat

Demokratisasi politik hanya dapat direalisasikan jika semua warga


masyarakat memiliki budaya literat dengan tiga indikator berikut.
Pertama, seseorang disebut literat apabila ia memiliki pengetahuah
dan keterampilan pokok untuk melibati segala kegiatan di lingkungan
literatnya. Ia mesti tahu alamat dan nomor telepon kantor RT, RW,
kantor polisi terdekat, tempat-tempat pengaduan masyarakat seperti
layanan air minum, dan sebagainya. Iapun mesti mengetahui perkem-
bangan mutakhir ihwal nama jalan, arah lalu lintas, dan agenda kegiatan
kota.

4
Kedua, pengetahuan dan keterampilan literat itu diperlukan untuk
berperan secara efektif dalam kelompok dan masyarakatnya. Seorang
literat memiliki dua jenis ilmu pengetahuan dan keterampilan yaitu
pengetahuan dan keterampilan literat umum (generic) seperti disebut
di atas. Sedang pengetahuan dan keterampilan literat khusus untuk
berfungsi efektif demi karier dan profesi, seperti pengacara, pebisnis,
pengajar, teknokrat, dokter dan sebagainya.

Keterampilan profesional ini adalah bendera spesialisasi, dan


spesialisasi adalah tulang punggung modernisasi. Dalam membangun
bangsa , segala jenis pekerjaan seyogyanya ditangani mereka yang
ahli dan disiapkan untuk pekerjaan itu. Tanpa dua keterampilan ini,
tidaklah mungkin bagi seseorang untuk berpartisipasi secara penuh
dalam pembangunan.

Ketiga, seorang literat memiliki kemampuan membaca, menulis


dan aritmetika untu memfasilitasi pembangunan diri dan masyarakat-
nya. Frase kunci di sini adalah memfasilitasi pembangunan, yakni apa
yang ditulis dan dibaca (teks) itu mendukung pembangunan. Sebuah
teks sebagai simbol literasi akan memfasilitasi pembangunan jika me-
menuhi empat syarat, fungsional, mudah terbaca, dipahami, dan tidak
menyesatkan.

Agar berfungsi, secara fisik teks harus tetap dipertahankan. Misalnya,


rambu-rambu lalu lintas, nama gedung, dan sebagainya adalah rambu-
rambu budaya literat, karen itu harus diposisikan dalam konteks
manajemen pembangunan kota. Agar mudah terbaca, teks ditampilkan
dengan jenis dan ukuran huruf dan desain yang menarik dan komu-
nikatif untuk memudahkan pejalan kaki maupun pengendara kendaraan
bermotor.
Kemenarikan juga dapat dicapai dengan menampilkan sesuatu
yang unik atau kekhasan lokal, misalnya – di Yogyakarta dan Solo-
dengan menyertakan tulisan Jawa pada nama-nama jalan. Teks itu
seyogyanya dimengerti anggota masyarakat sebagai pelibat pemba-
ngunan. Iklan, pemberitahuan, atau pengumuman yang ditulis dalam
bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, kurang mendukung pemba-
ngunan. Mereka tampil gaya tetapi tidak berdaya, dekoratif tetapi tidak
komunikatif. Teks-teks demikian tampil pongah diskriminatif terhadap
mayoritas anggota masyarakat literat sendiri.

Sementara ini kaum mayoritas (orang asing) yang dimanja sebagai


tamu kota justru kurang suka dengan basa-basi ini. Kepongahan ini
memperlihatkan lemahnya kepercayaan dan kebanggaan akan bahasa
nasional. Sesungguhnya para turis asing harus ditantang untuk
menguasai keterampilan literat fungsional sewaktu berinteraksi di
Indonesia, dan tantangan literat ini justru merupakan satu pencerahan
Intelektual dan bagian yang inheren dari wisata itu sendiri.

5
Informasi yang salah atau kadaluarsa sesungguhnya menghambat
pembangunan. Peta kota, leaflet, brosur, buletin, dan barang cetakan
sejenisnya yang kadaluarsa, misalnya, bukan hanya membodohi dan
menyesatkan tapi juga memutuskan silaturahmi kebudayaan, dan me-
nohok transaksi pembangunan kota. Teks-teks kadaluarsa seperti halnya
makanan dan minuman kadaluarsa, seyogyanya segera dimusnahkan.

Manajemen Simbol-Simbol Budaya Literat

Tampaklah bahwa modernisasi, khususnya pembangunan kota,


memerlukan dukungan teks-teks yang ditata secara cerdas sebagai sim-
bol literat pembangunan kota, memerlukan dukungan teks-teks yang
ditata secara cerdas sebagai simbol literat pembangunan kota. Dengan
demikian, perlu diciptakan manajemen profesional pembangunan kota
yang memahami psikologis dan sosiologi teks-teks itu.

Moto-moto warisan Orde Baru seperti “Berhiber’ (Bersih,


Hijau, Berbunga) ‘Berseka’ (Bersih, Sehat, Kayungyung), dan sebagainya
mungkin diniati sebagai visi atau simbol literat pembangunan kota,
walau teks-teks baru berfungsi sebagai janji gombal, bukannya amalan
literat keseharian warga kota.

Moto-moto yang tertulis pada taksi tidak ada apa-apanya, manakala


sopir taksi itu parkir sembarangan, melanggar aturan lalu-lintas, atau
memperdaya penumpang. Bila ini terjadi, dan memang sering terjadi,
inilah bukti kesenjangan pemahaman akan visi antara birokrat pemerin-
tah daerah dan stakeholder lain. Ini bukti kegagalan komunikasi antara
manajer pembangunan dan unsur-unsur marjinal: sopir taksi, pedagang
kaki lima, petugas parkir, penyapu jalan dan lain sebagainya.

Visi memang harus alami, lentur, adaptif, komunikatif, dan diyakini


Bersama, serta internalisasinya memerlukan waktu lama. Ini semua ha-
nya mungkin terjadi bila semua stakeholder memiliki tingkat pendidikan
yang memadai, yakni berbudaya literat untuk mengikuti alunan dan
irama pembangunan kota.

Pembangunan literasi, dengan demikian harus mendahului pem-


bangunan sektor-sektor lain. Keberadaan lembaga-lembaga budaya
literat seperti universitas, sekolah, museum, gelanggang remaja dan
pusat-pusat kebudayaan adalah mutlak bagi pembangunan budaya li-
terat demi pembangunan. Singkatnya, pembangunan budaya literat
adalah peneratas jalan pembangunan manusia mulia yang berpendi-
dikan, berperadaban, dan bernurani modernisasi. ***
Media Indonesia, 6 Januari 2001

Anda mungkin juga menyukai