Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pernyataan Masalah


Perkembangan peradaban masyarakat yang mengeksploitasi sumber daya
alam secara berlebihan dan disertai dengan perusakan lingkungan yang serius
bukanlah sebuah fenomena baru. Untuk mengatasi risiko tersebut, masyarakat
harus mulai mempersiapkan transisi dari pembangunan yang didasarkan pada
sumber daya alam non-terbarukan, menuju sumber daya alam yang terbarukan
agar tidak lagi bergantung pada sumber fosil. Biomassa merupakan solusi yang
paling tepat untuk produksi energi yang berkelanjutan.
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses
fotosintesis, baik berupa produk maupun buangan. Diantara sumber-sumber
biomassa terbarukan seperti kayu, non-kayu, rumput, pelepah sawit, pepohonan,
umbi-umbian, limbah pertanian, jerami gandum, ampas tebu, batang dan tongkol
jagung adalah contoh biomassa yang dapat diolah menjadi energi dan dapat
menjadi objek dari penelitian yang penting agar dapat memenuhi kebutuhan
manusia.
Biomassa dapat digunakan secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam penggunaan tidak langsung, biomassa diolah menjadi bahan bakar.
Umumnya yang digunakan sebagai bahan bakar adalah biomassa yang nilai
ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil produk primernya.
Contohnya, kelapa sawit yang diolah terlebih dahulu menjadi biodiesel untuk
kemudian digunakan sebagai bahan bakar.

1.2 Tujuan
1. Menjelaskan pengaruh variabel terhadap produk fraksionasi biomassa.
2. Menghitung neraca massa pada sistem fraksionasi biomassa.
3. Menghitung yield sistem fraksionasi biomassa.
4. Menghitung persentase recovery komponen – komponen utama biomassa.
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biomassa
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintesis,
baik berupa produk maupun buangan. Biomassa juga digunakan sebagai sumber
energi (bahan bakar). Secara umum yang digunakan sebagai bahan bakar adalah
biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil
produk primernya. Sumber energi yang dapat diperbarui sehingga dapat
menyediakan sumber energi secara berkesinambungan. Di Indonesia, biomassa
merupakan sumber energi alam yang sangat penting dengan berbagai produk
primer berupa bahan pangan, serat kayu dan lain lain yang selain digunakan untuk
memenuhi kebutuhan domestik juga di ekspor dan menjadi tulang punggung
penghasil devisa negara (Sutaryo, 2009).
Jumlah biomassa di Indonesia yang biasa digunakan sebagai sumber energi
sangat melimpah. Limbah yang berasal dari hewan maupun tumbuhan semuanya
potensial untuk dikembangkan. Tanaman pangan dan perkebunan menghasilkan
limbah yang cukup besar, yang dapat dipergunakan untuk keperluan lain seperti
bahan bakar nabati. Pemanfaatan limbah sebagai bahan bakar nabati memberikan
tiga keuntungan langsung. Pertama, peningkatan efesiensi energi, secara
keseluruhan karena kandungan energi yang terdapat pada limbah cukup besar dan
akan terbuang percuma jika tidak dimanfaatkan. Kedua, penghematan biaya,
karena seringkali membuang limbah biasa lebih mahal dari pada
memanfaatkannya. Ketiga, mengurangi keperluan akan tempat penimbunan
sampah karena penyediaan tempat penimbunan akan menjadi lebih sulit dan
mahal, khususnya di daerah perkotaan. Selain pemanfaatan limbah, biomassa
sebagai produk utama untuk sumber energi juga akhir-akhir ini dikembangkan
secara pesat. Kelapa sawit, jarak, kedelai merupakan beberapa jenis tanaman yang
produk utamanya sebagai bahan baku pembuatan biodiesel (Sutaryo, 2009).
3

2.2 Selulosa
Selulosa merupakan komponen kimia biomassa yang terbesar, yang
jumlahnya mencapai hampir setengah bagian biomassa. Selulosa adalah
komponen dasar pada dinding sel dan serat. Selulosa terdapat pada semua
tanaman tingkat tinggi hingga organisme tumbuhan yang primitif. Selulosa juga
terdapat pada binatang yakni jenis tunicin, zat kutikula tunicat dalam jumlah yang
sedikit (Fengel dan Wegener, 1985).

Gambar 2.1 Struktur Selulosa (Sixta, 2006)


Selulosa dapat larut dalam asam pekat (seperti asam sulfat 72%) yang
mengakibatkan terjadinya pemecahan rantai selulosa secara hidrolisis. Hidrolisis
selulosa ini dapat terhalang oleh lignin dan hemiselulosa yang ada di sekitar
selulosa. Namun laju hidrolisis selulosa akan meningkat seiring kenaikan
temperatur dan tekanan (Fengel dan Wegener, 1985).

2.3 Hemiselulosa
4

Hemiselulosa merupakan polisakarida yang mempunyai berat molekul lebih

kecil daripada selulosa. Berbeda dengan selulosa yang hanya tersusun atas
glukosa, hemiselulosa tersusun dari bermacam-macam jenis gula. Lima gula
netral, yaitu glukosa, mannosa, dan galaktosa (heksosan) serta xilosa dan
arabinosa (pentosan) merupakan konstituen utama hemiselulosa (Fengel dan
Wegener, 1995). Berbeda dari selulosa yang merupakan homopolisakarida dengan
monomer glukosa dan derajat polimerisasi yang tinggi (10.000–14.000 unit),
rantai utama hemiselulosa dapat terdiri atas hanya satu jenis monomer
(homopolimer), seperti xilan, atau terdiri atas dua jenis atau lebih monomer
(heteropolimer), seperti glukomannan. Rantai molekul hemiselulosa pun lebih
pendek dari pada selulosa.
Gambar 2.2 (a) Struktur xilan dan (b) glukomannan yang merupakan
hemiselulosa dominan pada graminiceae dan tumbuhan (Sixta, 2006)
Molekul hemiselulosa lebih mudah menyerap air, bersifat plastis, dan
mempunyai permukaan kontak antar molekul yang lebih luas dari selulosa.
Hemiselulosa merupakan istilah umum bagi polisakarida yang larut dalam alkali.
Hemiselulosa sangat dekat asosiasinya dengan selulosa dalam dinding sel
tanaman (Fengel dan Wegener, 1995).

2.4 Lignin
Lignin merupakan zat organik yang memiliki polimer banyak dan
merupakan hal yang penting dalam dunia tumbuhan. Lignin tersusun atas jaringan
5

polimer fenolik yang berfungsi merekatkan serat selulosa dan hemiselulosa


sehingga menjadi sangat kuat. Berbeda dengan selulosa yang terbentuk dari gugus
karbohidrat, struktur kimia lignin sangat kompleks dan tidak berpola sama. Gugus
aromatik ditemukan pada lignin, yang saling dihubungkan dengan rantai alifatik,
yang terdiri dari 2-3 karbon. Proses pirolisis lignin menghasilkan senyawa kimia
aromatis berupa fenol, terutama kresol.

Gambar 2.3 Satuan penyusun lignin (Sixta, 2006).


Dalam kayu, kandungan lignin berkisar antara 20 % hingga 40 %. Kayu
lunak normal mengandung 26-32 % lignin sedangkan kandungan lignin kayu
keras adalah 35-40 %. Lignin yang terdapat dalam kayu keras sebagian larut
selama hidrolisis asam. Pada batang lignin berfungsi sebagai bahan pengikat
komponen penyusun lainnya, sehingga suatu pohon bisa berdiri tegak (seperti
semen pada sebuah batang beton).
Kandungan lignin dalam kayu daun jarum lebih tinggi daripada dalam kayu
daun lebar. Di samping itu, terdapat beberapa perbedaan struktur lignin dalam
kayu daun jarum dan dalam kayu daun lebar (Fengel dan Wegener, 1995). Selain
itu lignin merupakan tandon karbon utama di dalam biofer, kalau dihitung kira-
kira 30% dari 14 x 1012 kg karbon disimpan di dalam lignin tanaman setiap
tahunnya. Lignin merupakan salah satu komponen utama sel tanaman, karena itu
lignin juga memiliki dampak langsung terhadap karakteristik tanaman. Misalnya
saja, lignin sangat berpengaruh pada proses pembuatan pulp dan kertas. Struktur
kimia lignin mengalami perubahan di bawah kondisi suhu yang tinggi dan asam.
Pada reaksi dengan temperatur tinggi mengakibatkan lignin terpecah menjadi
partikel yang lebih kecil dan terlepas dari selulosa (Taherzadeh dan Karimi,
2008).
6

2.5 Jerami Padi


Jerami padi merupakan biomassa yang secara kimia merupakan senyawa
berlignoselulosa. Menurut Saha (2004) komponen terbesar penyusun jerami padi
adalah selulosa (35-50 %), hemiselulosa (20-35 %) dan lignin (10-25 %) dan zat
lain penyusun jerami padi. Selulosa dan hemiselulosa merupakan senyawa yang
bernilai ekonomis jika dikonversi menjadi gula-gula sederhana. Gula-gula hasil
konversi tersebut selanjutnya dapat difermentasi untuk menghasilkan produk-
produk bioteknologi seperti bioetanol, asam glutamat, asam sitrat dan lainnya.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Beberapa Biomassa
Biomassa Selulosa Hemiselulosa Lignin Abu
Lignoselulosa (%berat) (%berat) (%berat) (%berat)
Sekam Padi 58,852 18,03 20,9 0,16-1
Jerami Padi 28-36 23-28 12-16 15-20
Tandan
Kosong 36-42 25-27 15-17 0,7-6
Kelapa Sawit
Ampas Tebu 32-44 27-32 19-24 1,5-5
Bambu 26-43 15-26 21-31 1, 7-5
Kayu Keras 40-45 7-14 26-34 1
Kayu Lunak 38-49 19-20 23-30 1
(Sumber: Ahmad dkk, 2016)

2.6 Fraksionasi Biomassa


Fraksionasi biomassa merupakan proses pemilahan biomassa menjadi
komponen utama penyusun biomassa yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin,
dengan tanpa banyak merusak ataupun mengubah ketiga komponen tersebut
menjadi senyawa lain. Selanjutnya hasil pemilahan tersebut dapat diolah dengan
berbagai proses menjadi senyawa ataupun produk yang bernilai jual (Myerly dkk,
1981). Fraksionasi biomassa menggunakan pelarut organik banyak
dikembangkan, karena lebih murah dan relatif ramah lingkungan. Pelarutnya bisa
direcorvery serta cocok untuk proses skala menengah. Fraksionasi biomassa
7

dengan pelarut organik juga dikenal dengan organosolv, yaitu proses yang
menggunakan pelarut seperti alkohol, asam organik, ester, fenol dan keton.

2.7 Proses Organosolv


Proses organosolv adalah proses pemisahan serat dengan menggunakan
bahan kimia organik seperti metanol, etanol, aseton, asam asetat, dan lain-lain.
Proses ini telah terbukti memberikan dampak yang baik bagi lingkungan dan
sangat efisien dalam pemanfaatan sumber daya hutan. Dengan menggunakan
proses organosolv diharapkan permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh
industri pulp dan kertas akan dapat diatasi. Hal ini karena proses organosolv
memberikan beberapa keuntungan, antara lain yaitu rendemen pulp yang
dihasilkan tinggi, daur ulang lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah, tidak
menggunakan unsur sulfur sehingga lebih aman terhadap lingkungan, dapat
menghasilkan by-products (hasil sampingan) berupa lignin dan hemiselulosa
dengan tingkat kemurnian tinggi. Ini secara ekonomis dapat mengurangi biaya
produksi, dan dapat dioperasikan secara ekonomis pada kapasitas terpasang yang
relatif kecil yaitu sekitar 200 ton pulp per hari.
Penelitian mengenai penggunaan bahan kimia organik sebagai bahan
pemasak dalam proses pulping sebenarnya telah lama dilakukan. Ada berbagai
macam jenis proses organosolv, namun yang telah berkembang pesat pada saat ini
adalah proses alcell (alcohol cellulose) yaitu proses pulping dengan menggunakan
bahan kimia pemasak alkohol, proses acetocell (menggunakan asam asetat), dan
proses organocell (menggunakan metanol).
Proses alcell telah memasuki tahap pabrik, contohnya di beberapa negara
misalnya di Kanada dan Amerika Serikat, sedangkan proses acetocell mulai
diterapkan dalam beberapa pabrik di Jerman pada tahun 1990-an. Proses alcell
yang telah beroperasi dalam skala pabrik di New Brunswick (Kanada) terbukti
mampu manghasilkan pulp dengan kekuatan setara pulp kraft, rendemen tinggi,
dan sifat pendauran bahan kimia yang sangat baik (Isroi, 2008).
8

Gambar 2.4 Prosedur Fraksionasi Lignoselulosa oleh Asam Formiat dengan


Recycle Pelarut (Isroi, 2008)
Organosolv ekstraksi diakui sebagai metode alternatif yang efektif untuk
delignifikasi. Sebagai proses yang murah dan mudah tersedia pelarut organik,
asam formiat menunjukkan potensi sebagai agen kimia untuk fraksionasi
biomassa. Proses fraksionasi biomassa dengan pelarut asam formiat ditunjukkan
pada gambar 2.4. Selama terjadi proses pembentukan pulp dengan pelarut asam
formiat, lignin larut ke dalam cairan hitam karena terjadi pembelahan lignin  o-4
obligasi, sementara hemiselulosa terdegradasi menjadi mono- dan oligosakarida,
meninggalkan padatan selulosa dalam residu. Ketika air ditambahkan ke cairan,
lignin mengendap dan memisahkan dari cairan hitam. Setelah menghasilkan pulp,
asam formiat dapat di-recycle dengan proses distilasi untuk digunakan kembali.
Dalam sebuah proses organosolv, penghilangan lignin dari matriks padat dapat
dicapai dengan menggantikan senyawa sulfur oleh pelarut organik. Senyawa
organik ini menghasilkan delignifikasi dari bahan baku yang lebih baik dari pada
proses kraft. Dengan kata lain, organosolv proses dapat dirancang sebagai metode
fraksionasi lebih dari metode pulping. Artinya, proses fraksionasi ini dapat
dioperasikan pada hampir semua bahan baku untuk menghasilkan komponen
utama dari jaringan tumbuhan (selulosa, hemiselulosa dan lignin) dalam bentuk
yang lebih baik. Pada tabel 2.2 ditampilkan hasil farksionasi biomassa dengan
berbagai macam umpan biomassa dan kondisi operasi tertentu.
Tabel 2.2 Hasil Percobaan Fraksionasi Biomassa dengan Berbagai Umpan dan
Kondisi Proses
9

(Sumber: Zhang dkk, 2008)


BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat yang digunakan


Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah erlenmeyer 2000 ml,
erlenmeyer 250 ml, pemanas listrik, tabung reaksi/kuvet, gelas kimia 1000 ml,
gelas ukur 10 ml, gelas ukur 250 dan 100 ml, pipet tetes, oven, timbangan
analitik, corong dan kain.

3.2 Bahan yang digunakan


Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah jerami padi, asam
formiat, asam asetat, katalis HCl dan akuades.

3.3 Variabel Percobaan


1. Pemrosesan bahan baku
Pada percobaan fraksionasi biomassa ini dilakukan dengan tiga variasi
waktu, yaitu 2 jam, 2,5 jam, dan 3 jam.
2. Recovery Lignin
Pada percobaan recovery lignin, perbandingan antara black liquor dan air
adalah 1:4.

3.4 Prosedur Percobaan


3.4.1 Persiapan Bahan Baku
1. Pada tahap awal dimulai dengan biomassa berupa jerami padi dipotong
kecil-kecil dengan ukuran sekitar 1 – 2 cm.
2. Setelah dipotong, jerami padi dikeringkan dengan cara dijemur dibawah
sinar matahari sampai kering hingga kadar air kurang dari 10%, untuk
mengetahui kadar air dilakukan pengujian kadar air terhadap jerami padi.
3. Pengujian kadar air diawali dengan cara jerami padi dihaluskan hingga
satuan 40 mesh sebanyak 2 gram.
4. Selanjutnya persiapkan botol timbang yang sebelumnya dibersihkan dan
ditimbang sebelum dioven, setelah itu botol timbang dioven selama 1 jam
kemudian diletakan pada alat desikator sebelum ditimbang lagi. Botol

10
11

timbang dioven lagi selama 10 menit dan diletakan pada alat desikator
sebelum ditimbang hingga beratnya konstan.
5. Jerami padi yang telah dihaluskan dimasukkan kedalam botol timbang
yang kemudian ditimbang sebelum dioven. Setelah itu, botol timbang
yang berisi jerami padi dimasukkan didalam oven selama 1 jam yang
selanjutnya diletakkan didalam desikator sebelum ditimbang. Tahap
tersebut dilakukan berulang-ulang hingga beratnya konstan. Untuk
mengetahui kadar air pada jerami padi dapat dicari dengan rumus berikut:
Berat biomassa awal-berat biomassa kering
% Kadar Air Biomassa = x 100%
berat biomassa awal

3.4.2 Pemrosesan Bahan Baku


1. Pada percobaan pertama dilakukan dengan pemasakan jerami padi dan
pelarut.
2. Setelah penentuan kadar air biomassa, dihitung komposisi bahan baku dan
pelarut yang akan digunakan. Lalu dimasukkan bahan baku (jerami padi),
cairan pemasak (asam formiat dan asam asetat ) serta akuades ke dalam
erlenmeyer.
3. Kondensor refluks (erlenmeyer 250 ml) dipasang sebagai penutup reaktor.
4. Kemudian pemanas diopersikan dan waktu dicatat sebagai awal proses
fraksionasi terjadi. Setelah cairan mulai mendidih (menghasilkan refluks),
katalis HCl dimasukkan ke dalam reaktor melalui bagian atas.
5. Setelah waktu reaksi yang ditentukan tercapai, pemanas dimatikan dan
reaktor didinginkan.
6. Hasil dari fraksionasi biomassa disaring dengan menggunakan kain dan
dibiarkan semua cairan pemasak turun. Dicatat volume black liquor yang
didapatkan.
7. Padatan dicuci dengan asam asetat dan diperas kembali sampai semua
cairan turun.
8. Filtrat yang didapat dari langkah 6 digunakan untuk percobaan recovery
lignin.
9. Padatan yang telah dicuci dari langkah 7, dibilas kembali dengan air
sampai filtratnya kelihatan jernih dan air bekas cucian dapat dibuang.
12

10. Kemudian padatan yang telah bersih diperas lagi sampai semua air turun
dan padatan dikeringkan diudara terbuka selama 24 jam.
11. Setelah run satu selesai, dilanjutkan dengan run 2 dan run 3. Prosedur yang
dilakukan sama dengan prosedur pada run pertama hanya memvariasikan
waktu 3 dan 4 jam.
12. Setelah ketiga hasil percobaan dikeringkan selama 24 jam.
Perhitungan perolehan pulp (selulosa):
Berat pulp kering
% Perolehan Pulp = x 100%
Berat biomassa

3.4.3 Recovery Lignin


1. Untuk recovery lignin dilakukan dengan dengan perbandingan 1:4 (artinya
black liquor 1 ml dan air 4 ml), black liquor hasil dari masing-masing
variasi waktu dimasukkan kedalam tabung reaksi sebanyak 1 ml dan
ditambahkkan air 4 ml.
2. Untuk masing-masing variasi waktu dibuat duplo.
3. Tabung reaksi yang berisi black liquor dan air dimasukkan kedalam alat
sentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan putaran 1500 rpm, hal ini
untuk memisahkan padatan dengan cairan dengan gaya sentrifugal.
4. Selanjutnya setelah disentrifugasi, difiltrasi dengan kertas saring yang
sebelumnya ditimbang terlebih dahulu dan diletakkan diatas corong kaca
dan dibawahnya diletakkan erlenmeyer.
5. Didapatkan padatan yang ada diatas kertas saring selanjutnya dikeringkan
didalam oven selama 10 menit dan setelah itu dimasukan kedalam
desikator sebelum ditimbang. Setelah ditimbang dioven lagi hingga
beratnya konstan.
6. Untuk mengetahui perolehan lignin yang diperoleh dapat dicari dengan
rumus berikut:
Volume Black liquor
Berat Lignin Sampel x Volume Sampel
% Perolehan Lignin = x 100%
Berat Lignin dalam Bahan Baku
13

3.5 Rangkaian Alat


erlenmeyer

erlenmeyer

pemanas

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Percobaan Fraksionasi Biomassa

Anda mungkin juga menyukai