Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Alergi merupakan suatu reaksi abnormal yang terjadi di tubuh akibat masuknya suatu zat
asing. Zat asing yang dinamakan alergen tersebut masuk ke dalam tubuh melalui saluran nafas
(inhalan) seperti debu, tungau, serbuk bunga. Alergen juga dapat masuk melalui saluran
percernaan (ingestan) seperti susu, telur, kacang-kacangan dan seafood. Di samping itu juga
dikenal alergen kontak yang menempel pada kulit seperti komestik dan perhiasan. Saat alergen
masuk ke dalam tubuh, sistem imunitas atau kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan dengan
membuat antibodi yang disebut Imunoglobulin E. Imunoglobulin E tersebut kemudian menempel
pada sel mast (mast cell). Pada tahap berikutnya, alergen akan mengikat Imunoglobulin E yang
sudah menempel pada sel mast. Ikatan tersebut memicu pelepasan senyawa Histamin dalam
darah. Peningkatan Histamin menstimulasi rasa gatal melalui mediasi ujung saraf sensorik.
Senyawa Histamin yang teramat banyak juga bisa disebabkan oleh stress dan depresi.
Pengobatan gatal-gatal karena alergi dilakukan dengan jalan pemberian obat antihistamin
Pada tahun 1940 untuk pertama kali diperkenalkan obat antihistamin. Sejak itu secara
luas digunakan dalam pengobatan simtomatik penyakit alergi. Pada umumnya antihistamin yang
beredar di Indonesia mempunyai spektrum luas artinya mempunyai efek lain seperti
antikolinergik, anti serotonin, antibradikinin dan alfa adrenoreseptor bloker. Golongan obat ini
disebut antihistamin (AH1) klasik. Penderita yang mendapat obat AH1 klasik akan menimbulkan
efek samping, mengantuk, kadang-kadang timbul rasa gelisah, gugup dan mengalami gangguan
koordinasi. Efek samping ini sering menghambat aktivitas sehari-hari, dan menimbulkan
masalah bila obat antihistamin ini digunakan dalam jangka panjang. Dekade ini muncul
antihistamin baru yang digolongkan ke dalam kelompok AH1 sedatif yang tidak bersifat sedasi,
yang memberikan harapan cerah.
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin
terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamin (penghambatan saingan).

1
1.2. Rumusan masalah
Dari latar belakang diatas maka ditarik rumusan masalah yang akan dibahas didalam
makalah ini adalah:
1. Apa pengertian dari obat antihistamin ?
2. Apa indikasi dari obat antihistamin ?
3. Apa saja obat antihistamin yang sering digunakan dalam praktek kedokteran gigi ?
3. Bagaimana absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi dari obat antihistamin ?
4. Bagaimana mekanisme kerja dari obat antihistamin ?
5. Bagaimana efek samping dan efek toksik dari obat antihistamin ?
6. Bagaimana interaksi dari obat antihistamin ?

1.3. Manfaat Penulisan


Dengan selesainya penulisan makalah ini penulis mempunyai harapan pada masa yang
akan datang semoga makalah ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan tentang anti
histamin serta penerapannya didalam perawatan.

1.4. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan umum yang hendak dicapai oleh penulis adalah untuk mengetahui
kewaspadaan universal. Sedangkan tujuan khusus yaitu :
1. Mengetahui tentang antihistamin
2. Mengetahui tentang indikasi klinis dari obat antihistamin
3. Mengetahui tentang mekanisme kerja dan efek dari obat antihistamin
4. Mengetahui penerapan antihistamin di dalam keperawatan
5. Mengetahui tentang beberapa obat antihistamin yang digunakan dalam kedokteran gigi
5. Mengetahui tentang interaksi obat antihistamin dalam tubuh

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.PENGERTIAN
Antihistamin adalah zat zat yang dapat mengurangi atau menghalagi efek histamin
terhadap tubuh dengan jalan mengeblok reseptor histamin (penghambatan saingan). Pada
awalnya hanya di kenal 1 tipe antihistamin, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor kusus
pada tahun 1972, yang disebut reseptor H2, maka secara farmakologis reseptor histamin dapat di
bagi dalam 2 tipe yaitu reseptor H1 dan reseptor H2.4
Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang disebabkan
oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi), seperti serbuk sari tanaman.
Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.2

2.2. MACAM-MACAM ANTIHISTAMIN


Terdapat beberapa jenis antihistamin, yang dikelompokkan berdasarkan sasaran kerjanya
terhadap reseptor histamin.
a. Antagonis Reseptor Histamin H1
Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya adalah: difenhidramina,
hydroxyzin, loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat antihistamin merupakan
efek samping dari obat antipsikotik ini), dan prometazin.
b. Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan
sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2) dapat
digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk
menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina,
famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
c. Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif.
Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia.
Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.

3
d. Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi dan
analgesik. Contohnya adalah tioperamida.Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat
antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah
obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin.
Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah penglepasan
histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.

2.3. OBAT ANTIHISTAMIN DALAM PRAKTEK KEDOKTERAN GIGI

Dalam praktek kedokteran gigi obat antihistamin yang sering digunakan adalah
antihistamin H1 karena dapat mempengaruhi sistem saraf pusat. Contohnya seperti hydroxyzine,
promethazine, dan diphenhydramine yang memiliki efek sedasi dan digunakan sebagai
prepemdikasi untuk sedasi berat dan anastesi general. Selain itu, obat ini berefek pada
penghambatan dari kelenjar saliva dan sekresi bronchial. Penggunaan obat ini pada perawatan
postoperative dapat mengurangi rasa mual dan muntah.

1. Hydroxyzine

Hydroxyzine adalah obat yang digunakan untuk mengatasi gatal-gatal yang disebabkan
alergi. Hydroxyzine adalah antihistamine yang bekerja dengan menghambat zat alami tertentu
(histamine) pada tubuh saat reaksi alergi. Hydroxyzine juga dapat digunakan dalam jangka
pendek untuk mengatasi kecemasan atau membantu merasa relaks sebelum atau setelah operasi.
Obat ini digunakan lewat mulut, biasanya 3 atau 4 kali setiap hari. Jika obat ini berbentuk cairan,
berhati-hati mengukur dosis menggunakan alat pengukur/sendok khusus. Dosis ditetapkan
berdasarkan usia, kondisi medis, dan respon terhadap pengobatan. Pada anak-anak, dosis juga
dapat berdasarkan berat badan.

- Dosis Orang Dewasa untuk Sedasi:

Sebelum dan sesudah anesthesia umum: 50 – 100 mg secara oral atau suntik IM.

4
- Dosis Orang Dewasa untuk Nyeri:

25 – 100 mg dengan suntik IM sebelum atau sesudah operasi atau postpartum.

- Dosis Orang Dewasa untuk Mual/Muntah:

25 – 100 mg dengan suntik IM sebelum atau sesudah operatif atau postpartum.

- Dosis Anak-anak untuk Sedasi:

Sebagai sedatif ketika digunakan sebagai pra-pengobatan dan mengikuti anesthesia umum:

oral: 0.6 mg/kg/obat

intramuscular: 0.5 – 1 mg/kg/obat

- Dosis Anak-anak untuk Mual/Muntah:

Intramuscular: 1.1 mg/kg/obat

EFEK SAMPING DARI OBAT HYDROXYZINE

memiliki tanda-tanda reaksi alergi: gatal-gatal, sulit bernafas, bengkak pada wajah, bibir,
lidah, atau tenggorokan.

Penggunaan obat hydroxyzine harus dihentikan jika terjadi efek samping serius seperti:

- pergerakan otot gelisah pada mata, lidah, dagu, atau leher Anda
- tremor (getaran tak terkendali)
- bingung
- kejang-kejang (konvulsi)

Efek samping kurang serius dari penggunaan obat hidroxyzine termasuk:

- pusing, kantuk
- penglihatan kabur, mulut kering
- sakit kepala

5
INTERAKSI DARI OBAT HYDROXYZINE

Interaksi dengan obat lain dapat memengaruhi cara kerja obat dan meningkatkan risiko efek
samping yang berbahaya. Obat-obatan tertentu tidak boleh digunakan pada saat makan atau saat
makan makanan tertentu karena interaksi obat dapat terjadi. Mengkonsumsi alkohol atau
tembakau dengan obat-obatan tertentu juga dapat menyebabkan interaksi terjadi. Penggunaan
obat dengan makanan, alkohol, atau tembakau dapat didiskusikan terlebih dahulu dengan
penyedia layanan kesehatan. Kehadiran masalah medis lainnya dapat memengaruhi penggunaan
obat ini, seperti:

- epilepsi atau gangguan kejang lainnya


- asma, emfisema, atau masalah pernafasan lainnya
- glaucoma
- penyakit jantung atau tekanan darah tinggi
- borok perut, hambatan pada perut atau usus
- gangguan tiroid
- pembesaran prostat atau masalah dengan buang air
- penyakit hati
- penyakit ginjal

2. OBAT PROMETHAZINE
Persenyawaan fenothiazin ini adalah antihistaminikum yang kuat dan memiliki
kegiatan yang lama (16 jam). Memiliki kegiatan potensiasi untuk zat-zat penghalang rasa
nyeri (analgetika) dan zat-zat pereda (sedativa). Promethazine adalah obat dengan fungsi
untuk mengobati rasa mual dan muntah-muntah terkait dengan kondisi tertentu (misal,
setelah operasi). Obat ini juga digunakan untuk mengobati gejala alergi fatal
(anaphylaxis) dan reaksi terhadap produk darah. Bentuk suntik dapat digunakan untuk
mengobati reaksi alergi ringan ketika pasien tidak bisa meminum obat. Juga dapat
digunakan sebelum/sesudah operasi, prosedur lainnya atau persalinan untuk memberikan
efek menenangkan, mencegah mual/muntah-muntah, dan untuk membantu narkotik
penghilang rasa sakit tertentu (contoh, meperidene) agar dapat bekerja lebih baik.
6
Promethazine adalah antihistamine (tipe phenothiazine). Bekerja dengan
menghalangi zat alami tertentu (histamine) pada tubuh selama reaksi alergi. Efek lainnya
(contoh, anti-mual, penenang, pereda rasa sakit) dapat bekerja dengan mempengaruhi zat
alami lain (misal, acetylcholine) dan bekerja langsung pada bagian-bagian tertentu dalam
otak. Cara terbaik menggunakan obat ini adalah dengan menyuntikkannya jauh ke dalam
otot. Dapat juga disuntikkan perlahan ke dalam vena besar (bukan di tangan atau
pergelangan tangan) oleh ahli kesehatan. Jangan suntikkan obat ini di bawah kulit atau ke
dalam arteri. Dosis dan frekuensi pemberian obat akan ditentukan berdasarkan berat
badan, usia, kondisi, dan respon terhadap pengobatan. Injeksi dapat diulangi jika
diperlukan, biasanya setiap 4 jam. Penggunaan injeksi promethazine tidak disarankan
pada anak-anak di bawah usia 2 tahun karena akan meningkatkan risiko depresi
pernapasan. Hati-hati saat memberikan obat kepada anak-anak usia 2 tahun ke atas.

- Standar dosis dewasa untuk Anaphylaxis

Parenteral: 25 mg IV atau IM sekali, dilanjutkan dengan pengawasan ketat untuk melihat respon.
Dosis ini dapat diulangi dalam waktu 2 jam bila diperlukan. Pengobatan oral segera diberikan
sesegera mungkin jika pengobatan diperlukan.

Oral: 25 mg diminum sekali. Dosis ini dapat diulangi setiap 4 jam sesuai kebutuhan.

Rectal: 25 mg diberikan sekali. Dosis ini dapat diberikan ulang setiap 4 jam sesuai kebutuhan.

- Standar dosis dewasa untuk Reaksi Alergi

Oral atau rectal: 12.5 mg sebelum makan dan 25 mg saat akan tidur, bila diperlukan. Alternatif,
25 mg dosis tunggal diberikan saat akan tidur atau 6.25 mg sampai 12.5 mg tiga kali sehari.

IM atau IV: 25 mg, dapat diulangi dalam waktu 2 jam bila diperlukan.

- Standar dosis dewasa untuk Sedasi Ringan

Parenteral: 25 mg IV atau IM sekali, dilanjutkan dengan pengawasan ketat untuk melihat respon.
Dosis tambahan, sampai dengan 50 mg, dapat diberikan untuk memperoleh efek klinis yang
diinginkan.

7
Oral: 25 mg sekali. Dosis tambahan, sampai dengan 50 mg, dapat diberikan untuk memperoleh
efek klinis yang diinginkan.

Rectal: 25 mg sekali. Dosis tambahan, sampai dengan 50 mg, dapat diberikan untuk memperoleh
efek klinis yang diinginkan.

- Standar dosis dewasa untuk Mual/Muntah-muntah

Oral, rectal, IM atau IV: 12.5 sampai dengan 25 mg setiap 4 sampai 6 jam sesuai kebutuhan.

- Standar dosis dewasa untuk Sedasi

Oral, rectal, IM atau IV: 25 sampai dengan 50 mg/dosis.

EFEK SAMPING DARI OBAT PROMETHAZINE

Mengalami tanda-tanda reaksi alergi seperti: gatal-gatal, kesulitan bernapas, bengkak pada
wajah, bibir, lidah, atau tenggorokan. Hentikan penggunaan promethazine jika mengalami efek
samping serius seperti:

- Berkedut atau gerakan tak terkendali pada mata Anda, bibir, lidah, wajah, lengan, atau
kaki
- Gemetar yang tidak terkendali, meneteskan air liur, kesulitan menelan, masalah pada
keseimbangan atau saat berjalan
- Merasa resah, gelisah
- Demam tinggi, kaku pada otot, berkeringat, detak jantung cepat atau tidak teratur, napas
cepat
- Merasa akan pingsan
- Kejang-kejang
- Kulit pucat, mudah luka atau berdarah, tenggorokan sakit, gejala flu
- Penglihatan menurun pada malam, mata berair, sensitif terhadap cahaya meningkat
- Halusinasi

8
- Mual dan nyeri perut, ruam kulit, dan sakit kuning (menguning pada kulit atau mata);
- Jarang buang air kecil
- Nyeri sendi atau bengkak disertai dengan demam, kelenjar bengkak, nyeri otot, tingkah
laku atau pikiran yang berbeda dari biasanya, warna kulit tidak merata; atau
- Detak jantung lambat, denyut nadi lemah, pingsan, napas lambat (bahkan napas bisa
berhenti).

Efek samping yang tidak terlalu serius di antaranya:

- Pusing, mengantuk, cemas


- Pandangan kabur, mulut kering, hidung mampet
- Dengung pada telinga
- Berat badan bertambah, bengkak pada tangan atau kaki
- Impotensi, sulit orgasme; atau
- Sembelit.

INTERAKSI DARI OBAT PROMETHAZINE

Adanya masalah kesehatan lain di tubuh Anda dapat mempengaruhi penggunaan obat ini,
terutama:

- Penyakit atau cedera otak


- Masalah pada pernapasan atau paru-paru (misal, asma, COPD)
- Kondisi koma
- Sindrom Reye
- Apnea, sebaiknya tidak digunakan pada pasien kondisi ini
- Penyumbatan kandung kemih
- Penyakit sumsum tulang (contoh, agranulocytosis, leukopenia)
- Pembesaran prostat
- Glaukoma
- Penyakit jantung atau pembuluh darah
- Gangguan pencernaan
- Penyakit hati (termasuk sakit kuning)

9
- Sindrom neuroleptic malignant
- Depresi pernapasan
- Tukak lambung
- Sulit buang air kecil—Gunakan dengan hati-hati. Dapat memperparah kondisi
- Kejang-kejang—Obat ini dapat meningkatkan risiko kejang-kejang khususnya pada
pasien yang juga menggunakan obat narkotik atau anestetik.

3. OBAT DIPHENHYDRAMINE

Diphenhydramine adalah obat dengan fungsi untuk menghilangkan rasa gatal dan nyeri
sementara yang disebabkan oleh luka bakar/luka potong/luka gores ringan, terbakar sinar
matahari, gigitan serangga, iritasi kulit ringan, atau ruam dari poison ivy, racun pohon ek, atau
poison sumac. Disamping khasiat antihistaminiknya yang kuat, difenhidramin juga bersifat
spasmolitik sehingga dapat digunakan pada pengobatan penyakit parkinson, dalam kombinasi
dengan obat-obat lain yang khusus digunakan untuk penyakit ini.
Diphenhydramine bekerja dengan memblok efek bahan kimia tertentu (histamin) penyebab
gatal. Produk ini juga mengandung bahan lain (pelindung kulit seperti allantoin, zinc acetate)
yang membantu menghilangkan gejala seperti kulit kering, basah, atau bernanah. Tergantung
merek dan bentuk produk diphenhydramine yang di gunakan, informasi pada kemasan
menyatakan bahwa obat ini tidak dianjurkan untuk anak kurang dari 2, 6, atau 12 tahun kecuali
bila diberikan oleh dokter.

- Dosis Dewasa untuk Insomnia

25-50 mg diminum sebelum tidur.

- Dosis Dewasa untuk Batuk


25 mg diminum setiap 4 jam sesuai kebutuhan, tidak lebih dari 150 mg per hari.
- Dosis Dewasa untuk Gejala Flu

25-50 mg diminum setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan, tidak lebih dari 300 mg/24 jam.

- Dosis Dewasa untuk Gatal

25-50 mg diminum setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan, tidak lebih dari 300 mg/24 jam.

10
- Dosis Anak untuk Gejala Flu

≥ 2 hingga kurang dari 6 tahun: 6.25 mg diminum setiap 4-6 jam, tidak lebih dari 37.5 mg/24
jam.

≥ 6 hingga kurang dari 12 tahun: 12.5-25 mg diminum setiap 4-6 jam, tidak lebih dari 150 mg/24
jam.

≥ 12 tahun: 25-50 mg diminum setiap 4-6 jam, tidak lebih dari 300 mg/24 jam.

- Dosis Anak untuk Mabuk

≥ 2 hingga kurang dari 6 tahun: 6.25 mg diminum setiap 4-6 jam, tidak lebih dari 37.5 mg/24
jam.

≥ 6 hingga kurang dari 12 tahun: 12.5-25 mg diminum setiap 4-6 jam, tidak lebih dari 150
mg/24jam.

≥ 12 tahun: 25-50 mg diminum setiap 4-6 jam, tidak lebih dari 300 mg/24 jam.

- Dosis Anak untuk Insomnia

≥ 12 years: 25-50 mg diminum sebelum tidur.

- Dosis Anak untuk Batuk

≥ 2 hingga kurang dari 6 tahun: 6.25 mg diminum setiap 4 jam, tidak lebih dari 37.5 mg/24 jam.

≥ 6 hingga kurang dari 12 tahun: 12.5 mg diminum setiap 4 jam, tidak lebih dari 75 mg/24 jam.

≥ 12 tahun: 25 mg diminum setiap 4 jam, tidak lebih dari 150 mg/24 jam.

- Dosis Anak untuk Reaksi Alergi

1-12 tahun: 5 mg/kg/hari atau 150 mg/m2/hari diberikan secara oral, IM atau IV, atau setara
dengan dosis terbagi setiap 6-8 jam,tidak lebih dari 300 mg/24 jam.

11
EFEK SAMPING DARI OBAT DIPHENHYDRAMINE

Efek samping yang sering terjadi dari obat diphenhydramine yaitu mengantuk, merasa
lelah, pusing, gangguan koordinasi, mulut kering dan menebal, sekret lain dari pernapasan, dan
gangguan lambung. Diphenhydramine juga dapat menyebabkan penglihatan kabur, penglihatan
ganda, gemetar, hilang napsu makan, atau mual. Hentikan penggunaan obat diphenhydramine
jika terjadi tanda reaksi alergi (sulit bernapas, tenggorokan tertutupi, bengkak wajah, bibir, atau
lidah, dan gatal-gatal)

Efek samping lain yang lebih ringan dan lebih sering terjadi, seperti:

- Mengantuk, lemas, atau pusing


- Sakit kepala
- Mulut kering
- Sulit buang air kecil atau pembesaran prostat

2.4. FARMAKOKINETIK
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul 15-
30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 setelah
pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6 jam, untuk golongan klorsiklizin 8-12 jam.
Diphenhydramin yang diberikan secara oral akan mencapai kadar maksimal dalam darah setelah
kira-kira 2 jam dan menetap pada kadar tersebut untuk 2 jam berikutnya, kemudian dieliminasi
dengan masa paruh kira-kira 4 jam.
Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot dan
kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati, tetapi dapat juga
pada paru-paru dan ginjal. AH1 diekskresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk
metabolitnya.

2.5. MEKANISME KERJA


Antihistamin bekerja dengan cara menutup reseptor syaraf yang menimbulkan rasa gatal,
iritasi saluran pernafasan, bersin, dan produksi lendir (alias ingus). Antihistamin menghambat
efek histamin pada reseptor H1. Tidak menghambat pelepasan histamin, produksi antibodi, atau
reaksi antigen antibodi. Kebanyakan antihistamin memiliki sifat antikolinergik dan dapat

12
menyebabkan kostipasi, mata kering, dan penglihatan kabur. Selain itu, banyak antihistamin
yang banyak sedasi. Beberapa fenotiazin mempunyai sifat antihistamin yang kuat (hidroxyzine
dan promethazine).
1. Antihistamin H1
Meniadakan secara kompetitif kerja histamin pada reseptor H1. Selain memiliki kefek
antihistamin, hampir semua AH1 memiliki efek spasmolitik dan anastetik lokal
2. Antihistamin H2
Bekerja tidak pada reseptor histamin, tapi menghambat dekarboksilase histidin sehinnga
memperkecil pembentukan histamin jika pemberian senyawa ini dilakukan sebelum pelepasan
histamin. Tapi jika sudah terjadi pelepasa histamin, indikasinya sama dengan AH 1.

2.6. EFEK TOKSIK OBAT ANTIHISTAMIN


Keracunan akut AH1 terjadi karena obat golongan ini sering terdapat sebagai obat
persediaan dalam rumah tangga. Pada anak, keracunan terjadi karena kecelakaan, sedangkan
pada orang dewasa akibat usaha bunuh diri. Dosis 20-30 tablet AH1 sudah bersifat letal bagi
anak. Efek sentral AH1 merupakan efek yang berbahaya. Pda anak kecil efek yang dominan
ialah perangsangan dengan manifestasi halusinasi, eksitasi, ataksia, inkoordinasi, atetosis dan
kejang. Kejang ini kadang-kadang disertai tremor dan pergerakan atetoid yang bersifat tonik-
klonik yang sukar dikontrol.
Gejala lain mirip gejala keracunan atropine misalnya midriasis, kemerahan di muka dan
sering pula timbul demam. Akhirnya terjadi koma dalam dengan kolaps kardiorespiratoar yang
disusul kematian dalam 2-18 jam. Pada orang dewasa, manifestasi keracunan biasanya berupa
depresi pada permulaan, kemudian eksitasi dan akhirnya depresi SSP lebih lanjut.

2.7. INDIKASI
Antihistamin generasi pertama di-approve untuk mengatasi hipersensitifitas, reaksi tipe I
yang mencakup rhinitis alergi musiman atau tahunan, rhinitis vasomotor, alergi konjunktivitas,
dan urtikaria. Agen ini juga bisa digunakan sebagai terapi anafilaksis adjuvan. Diphenhydramine,
hidroxyzine, dan promethazine memiliki indikasi lain disamping untuk reaksi alergi.
Difenhidramine digunakan sebagai antitusif, sleep aid, anti-parkinsonism atau motion sickness.
Hidroxyzine bisa digunakan sebagai pre-medikasi atau sesudah anestesi umum, analgesik

13
adjuvan pada pre-operasi atau prepartum, dan sebagai anti-emetik. Promethazine digunakan
untuk motion sickness, pre dan postoperative atau obstetric sedation.

2.8. KONTRAINDIKASI
Antihistamin generasi pertama: hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait
secara struktural, bayi baru lahir atau premature, ibu menyusui, narrow-angle
glaucoma, stenosing peptic ulcer, hipertropi prostat simptomatik, bladder neck obstruction,
penyumbatan pyloroduodenal, gejala saluran napas atas (termasuk asma), pasien yang
menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI), dan pasien tua.
Antihistamin generasi kedua dan ketiga : hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau
terkait secara struktural.

2.9. INTERAKSI OBAT


Dermatitis kontak alergi dapat terjadi pada pemakaian antihistamin H-1 secara topical
golongan ethylene diamine pada penderita yang telah mendapat obat lain yang mempunyai
struktur yang mirip( aminophiline).
Efek sedasi akan meningkat bila antihistsmine H1 diberikan bersama dengan obat
antidepresan obat anti alcohol. Efek anti kolinergik dari antihistamine akan menjadi lebih berat
dan lebih lama di berikan bersama obat inhibitor monoamine (procarbazine, furazolidone,
isocarboxazid). Golongan piperazine pada binatang percobaan dapat menimbulkan
efekteratogenik.

14
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan atau
kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis histamin yang
mana pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang
bekerja pada reseptor histamin H1.
Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang disebabkan
oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi), seperti serbuk sari tanaman.
Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.
Terdapat beberapa jenis antihistamin, yang dikelompokkan berdasarkan sasaran kerjanya
terhadap reseptor histamin.
a. Antagonis Reseptor Histamin H1
Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi..
b. Antagonis Reseptor Histamin H2
. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam lambung.
c. Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif.
d. Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi dan
analgesik.
Dalam praktek kedokteran gigi obat antihistamin yang sering digunakan adalah
antihistamin H1 karena dapat mempengaruhi sistem saraf pusat. Contohnya seperti hydroxyzine,
promethazine, dan diphenhydramine yang memiliki efek sedasi dan digunakan sebagai
prepemdikasi untuk sedasi berat dan anastesi general. Selain itu, obat ini berefek pada
penghambatan dari kelenjar saliva dan sekresi bronchial. Penggunaan obat ini pada perawatan
postoperative dapat mengurangi rasa mual dan muntah.

15
3.2. SARAN
Kita harus lebih mampu belajar dalam kehidupan keperawatan yang luas, agar kita
mendapatkan wawasan yang luas, pada dasarnya kita harus ditengah-tengah masyarakat, oleh
karena itu jangan lupa masalah yang timbul dalam keperawatan kita sebagai bahan untuk
mengasah kita untuk memecahakan suatu masalah, dan kita harus bisa menyelesaikan masalah
itu dengan sesegera mungkin.

16

Anda mungkin juga menyukai