Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) atau lebih sering dikenal sebagai
NSAID adalah obat-obat yang memiliki efek analgesik, antipiretik, dan bila diberikan
dalam dosis yang lebih besar, akan memberikan efek anti inflamasi. NSAID
mengurangi nyeri, demam, dan inflamasi (peradangan). Yang termasuk ke dalam
kelompok obat-obatan ini adalah aspirin, ibuprofen, naproxen, dan lain-lain.1
Gastropati merupakan kelainan pada mukosa lambung dengan karakteristik
perdarahan subepitelial dan erosi. Salah satu penyebab dari gastropati adalah efek dari
NSAID serta beberapa faktor lain seperti alkohol, stres, ataupun faktor kimiawi. Di
Indonesia, gastropati NSAID merupakan penyebab kedua gastropati setelah
Helicobacter pylori dan penyebab kedua perdarahan saluran cerna bagian atas setelah
ruptur varises oesophagus. Menurut data dari Lembaga Penelitian Ilmiah
Gastroenterologi Moskow, pengobatan dengan NSAID menyebabkan gastritis akut
dalam 100% kasus dalam satu minggu setelah awal pengobatan. Lesi erosif
gastrointestinal terjadi pada 20-40% pasien, yang menerima secara teratur NSAID. 2,3
Spektrum penggunaan NSAID yang menginduksi gastropati bervariasi yaitu mulai
dari mual dan dispepsia (prevalensi yang dilaporkan 50%-60%) sampai dengan
komplikasi gastrointestinal yaitu ulserasi peptikum (3%-4%), diikuti dengan perdarahan
atau perforasi sebanyak 1,5% dari pengguna setiap tahun. Hampir 20.000 pasien
meninggal setiap tahun akibat komplikasi gastrointestinal yang serius dari pemakaian
NSAID. Jika tidak tertangani dengan baik, komplikasi gastropati OAINS dapat muncul
pada penderita. Komplikasi tersebut meliputi perdarahan gastrointestinal (hematemesis,
melena), perforasi, striktura, syok hipovolemik, dan kematian. 4
Melihat kondisi dan data – data seperti meningkatnya prevalensi gastropati
NSAID sementara masih banyak pasien yang belum diobati ataupun yang sudah
diobati namun belum adekuat, sehingga mengakibatkan tinggi pula insidensi mortalitas
akibat gastropati NSAID, maka pemahaman anamnesa, gejala klinik, pemeriksaan fisik,
serta kelainan lain yang menyertai penyakit ini, sangat diperlukan sehingga identifikasi
dan pengobatan menjadi lebih tepat.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis kepada pasien pada tanggal 8 April
2015.

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. T
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 62 tahun
Alamat : Dusun Mulya Penyak
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status pernikahan : Menikah
Tanggal Masuk : 6 April 2015 pukul 12.05

B. Keluhan Utama
BAB warna hitam sejak 2 hari SMRS

C. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien mengeluh BAB hitam sebanyak 2 kali sejak 2 hari SMRS. BAB
terdapat air dan ampas, lendir tidak ada, darah tidak ada, warna hitam kental
sebanyak dua kali seperti aspal dan berbau busuk. Keluhan tersebut disertai nyeri
ulu hati namun tanpa mual dan muntah. Muntah darah atau warna kehitaman
disangkal. Nafsu makan pasien menurun sejak 1 minggu SMRS. Pasien mengaku
tubuh lemas sejak sebulan SMRS. Keluhan demam dan batuk tidak ada. Pasien
mempunyai penyakit maag sejak muda dan masih sering dirasakan. Keluhan maag
tidak hilang dengan obat warung seperti promag sejak 2 bulan terakhir. Selama ini,
keluhan maag sedikit membaik setelah pasien makan.
Riwayat kuning dan penurunan berat badan sebelumnya disangkal.
Konsumsi jamu disangkal. Pasien diketahui meminum obat pegal yang dibeli

2
sendiri sejak 1 tahun lalu yaitu Irgapan (kandungan : Fenilbutazon 200 mg) yang
diminum 3-4 tablet per minggu atau saat pegal-pegal dirasakan pasien.
Demam disangkal, riwayat trauma pada sendi-sendi jari disangkal, riwayat
kemerahan di kulit bila terkena sinar matahari disangkal, riwayat fotofobia
disangkal, riwayat sariawan berulang disangkal, riwayat bercak merah pada wajah
disangkal, bercak kulit berbentuk bulat disangkal, keluhan nyeri dada dan sesak
disangkal.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengaku memiliki maag sejak usia muda namun jarang berobat ke dokter.
Riwayat hipertensi dan gula darah tinggi disangkal.

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada riwayat HT, DM, alergi, sakit jantung, asma, alergi pada keluarga

2.2. PEMERIKSAAN FISIK


(Pemeriksaan fisis dilakukan pada 8 April 2015)
Kesadaran : kompos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Tanda Vital
 Tekanan darah : 110/70 mmHg
 Frekuensi nadi : 88 kali/min regular, equal, isi cukup
 Suhu : 36,5 oC
 Frekuensi napas : 19 kali/min

Status Generalis
Kulit : putih, turgor kulit baik
Kepala : normocephal, deformitas (–), nyeri tekan (–)

3
Rambut : hitam dengan putih uban, persebaran rambut merata, tidak
mudah dicabut
Mata : konjungtiva pucat(+/+), sklera ikterik (–/–)
Hidung : deformitas (–), deviasi septum (–), sekret (–)
Telinga : liang telinga lapang, membran timpani intak, serumen minimal
Tenggorokan : tenang, faring hiperemis (–), T1/T1, ovula di tengah.
Gigi dan mulut : higienitas oral baik
Leher : JVP 5-2 cmH2O, KGB dan tiroid tidak teraba
Jantung
 Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : iktus kordis teraba pada sela iga 5, 1 jari medial linea
midklavikula sinistra.
 Perkusi : batas atas jantung di sela iga 2, linea parasternalis dextra-
sinistra
batas jantung kanan di sela iga 4, linea parasternalis dekstra
batas jantung kiri di sela iga 5, linea midklavikularis sinistra
pinggang jantung di sela iga 2, linea parasternalis kiri
 Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (–), gallop (–)
Paru
 Inspeksi : dinding dada simetris
 Palpasi : fremitus kanan = kiri
 Perkusi : sonor di kedua lapang paru
 Auskultasi : vesikuler, ronki tidak ada, wheezing tidak ada

4
Abdomen
 Inspeksi : datar
 Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium, limpa dan hati tidak teraba
 Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
 Auskultasi : bising usus (+) 4x/menit normal
Ginjal : ballotement (-) dan nyeri ketok CVA (-)
Ekstremitas : akral teraba hangat, pitting edema tangan -/-, pitting edema
tungkai bawah (-/-), clubbing finger -/-, palmar eritem (–/–),
CRT < 2s

2.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium
HEMATOLOGI
Jenis 6 April 2015 Nilai Rujukan Satuan
Pemeriksaan

Hemoglobin 4,5 12,0 – 18,0 g/dL


Hematokrit 17 36 – 56 %
Eritrosit 3,14 3,8 – 5,3 10^6/µL
leukosit 5700 5.000 – 10.000 /µL
MCV 56 80,0 – 100,0 fL
MCH 14 27,0 – 32,0 pg
MCHC 25 32,0 – 36,0 g/dL
Trombosit 362.000 120.000-380.000 mm/L

Diff count
Basofil 0–1 %
Eosinofil 1–3 %
Netrofil 61 50 – 70 %
Limfosit 23 20 – 40 %

5
Monosit 2–8 %
Golongan Darah B
Rhesus +
Gula Darah Sewaktu 94 mg/dl 80-120 mg/dl

Fungsi Ginjal
Ureum 36 10-50 mg/dl
Kreatinin 1,1 0,5-1,1 mg/dl

Pemeriksaan Penunjang Lain

EKG: sinus rhythm, heart rate 75, aksis normal, gel P normal, PR interval 0,2s, QRS
duration 0,04 s, ST elevasi (-), T inverted (-) Gel. T tinggi pada lead V2,V3, V4.
Kesan: EKG normal

6
2.4. Diagnosa Kerja
Anemia perdarahan ec. Gastropati NSAID

2.5. Tatalaksana
-IVFD Asering 20 tpm
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg IV
- Inj. Asam Tranexamat 1 x 1 amp IV
- Asam Folat 3 x 1
- Maltiron 1 x 1
- Pro Transfusi PRC 750 cc

2.6. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : bonam

7
2.7. Follow Up
Tanggal 7 April 2015
S : lemas
O: Ku : tampak sakit sedang
TD : 100/70 mmhg
N : 80x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,4 0C

Kepala : Conj. anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)


Leher : JPV (5-2) cmH2O, pemb. KGB (-), pemb. tiroid (-)
Thorax
 Paru : simetris, retraksi (-/-)
stem fremitus sama dikedua lapangan paru
sonor (+), ronkhi(-) , wheezing(-)

 Jantung : I : ictus cordis tidak terlihat


P : ictus cordis teraba
P : batas atas ICS II, batas kanan linea parasternalis dextra
ICS IV, batas kiri linea midklavikularis sinistra ICS V
A: HR 80 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan epigastrium (↓), hepar tidak


teraba, lien tidak teraba, timpani, BU (+) normal

Ekstremitas edema (-/-), acral hangat (-/-)


A Anemia Perdarahan ec. Gastropati NSAID
P -IVFD Asering 20 tpm
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg IV
- Asam Folat 3 x 1
- Maltiron 1 x 1

8
- Kanamisin 3 x 500 mg tab
- Laxadin syr 3 x 1 C
- Sucralfat syr 3 x 2 C
- Pro Transfusi PRC 750 cc

Tanggal 8 April 2015


S : (-)
O: Ku : tampak sakit sedang
TD : 130/80 mmhg
N : 88x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,3 0C

Kepala : konj. anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)


Leher : JPV (5-2)cmH2O, pemb. KGB (-), pemb. tiroid (-)
Thorax
 Paru : simetris, retraksi (-/-)
stem fremitus sama dikedua lapangan paru
sonor (+), ronkhi (-) , wh(-)

 Jantung : I : ictus cordis tidak terlihat


P : ictus codis teraba
P : batas atas ICS II, batas kanan linea parasternalis dextra
ICS IV, batas kiri linea midklavikularis sinistra ICS V
A: HR 88 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien
tidak teraba, Timpani, BU (+) normal

Ekstremitas : Ikterik (-)¸akral hangat, edema (-/-)


A Anemia Perdarahan ec. Gastropati NSAID
P -IVFD Asering 20 tpm

9
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg IV
- Asam Folat 3 x 1
- Maltiron 1 x 1
- Kanamisin 3 x 500 mg tab
- Laxadin syr 3 x 1 C
- Sucralfat syr 3 x 2 C
- Cek Hb 6 jam post transfusi

20.00
Hemoglobin 7,7
Hematokrit 26
Eritrosit 3,85
leukosit 12500
MCV 66
MCH 20
MCHC 30
Trombosit 309.000

Tanggal 9 April 2015


S : (-)
O: Ku : tampak sakit sedang
TD : 110/70 mmhg
N : 84x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,5 0C

Kepala : konj. anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)


Leher : JPV (5-2)cmH2O, pemb. KGB (-), pemb. tiroid (-)
Thorax
 Paru : simetris, retraksi (-/-)
stem fremitus sama dikedua lapangan paru
sonor (+), ronkhi (-) , wh(-)

10
 Jantung : I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus codis teraba
P : batas atas ICS II, batas kanan linea parasternalis dextra
ICS IV, batas kiri linea midklavikularis sinistra ICS V
A: HR 88 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien
tidak teraba, Timpani, BU (+) normal

Ekstremitas : Ikterik (-)¸akral hangat, edema (-/-)


A Anemia Perdarahan ec. Gastropati NSAID
P -IVFD Asering 20 tpm
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg IV
- Asam Folat 3 x 1
- Maltiron 1 x 1
- Kanamisin 3 x 500 mg tab (STOP)
- Laxadin syr 3 x 1 C (STOP)
- Sucralfat syr 3 x 2 C
- Transfusi PRC 750 cc
- Konsul Mata

Tanggal 10 April 2015


S : (-)
O: Ku : tampak sakit sedang
TD : 150/90 mmhg
N : 80x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,8 0C

Kepala : konj. anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)


Leher : JPV (5-2)cmH2O, pemb. KGB (-), pemb. tiroid (-)

11
Thorax
 Paru : simetris, retraksi (-/-)
stem fremitus sama dikedua lapangan paru
sonor (+), ronkhi (-) , wh(-)

 Jantung : I : ictus cordis tidak terlihat


P : ictus codis teraba
P : batas atas ICS II, batas kanan linea parasternalis dextra
ICS IV, batas kiri linea midklavikularis sinistra ICS V
A: HR 88 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien
tidak teraba, Timpani, BU (+) normal

Ekstremitas : Ikterik (-)¸akral hangat, edema (-/-)


A -Anemia Perdarahan ec. Gastropati NSAID
-Katarak Imatur ODS + susp. Dry Eye Syndrome
P -IVFD Asering 20 tpm
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg IV
- Asam Folat 3 x 1
- Maltiron 1 x 1
- Sucralfat syr 3 x 2 C
- Lentikular ED 3x1 gtt ODS
- Cendo Lyteers 6x1 gtt ODS

Tanggal 11 April 2015


S : (-)
O: Ku : tampak sakit sedang
TD : 170/100 mmhg
N : 84x/menit
RR : 20x/menit
T : 37 0C

12
Kepala : konj. anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
Leher : JPV (5-2)cmH2O, pemb. KGB (-), pemb. tiroid (-)
Thorax
 Paru : simetris, retraksi (-/-)
stem fremitus sama dikedua lapangan paru
sonor (+), ronkhi (-) , wh(-)

 Jantung : I : ictus cordis tidak terlihat


P : ictus cordis teraba
P : batas atas ICS II, batas kanan linea parasternalis dextra
ICS IV, batas kiri linea midklavikularis sinistra ICS V
A: HR 88 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien
tidak teraba, Timpani, BU (+) normal

Ekstremitas : Ikterik (-)¸akral hangat, edema (-/-)

06.00
Hemoglobin 11,5
Hematokrit 36
Eritrosit 4,99
leukosit 10300
MCV 71
MCH 23
MCHC 32
Trombosit 254.000
A -Anemia Perdarahan ec. Gastropati NSAID
-Hipertensi Grade 2
-Katarak Imatur ODS + susp. Dry Eye Syndrome
P -Boleh pulang

13
- Omeprazole 2 x 20 mg tab
- Asam Folat 3 x 1 tab
- Maltiron 1 x 1 tab
- Ulsidex 3 x 1 tab
- Diovan 1 x 160 mg tab
- Lentikular ED 3x1 gtt ODS
- Cendo Lyteers 6x1 gtt ODS

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Gastropati NSAID


A. Definisi
Gastropati menunjukkan suatu kondisi dimana terjadi kerusakan epitel
atau endotel tanpa inflamasi pada mukosa lambung. Istilah gastropati dibedakan
dengan gastritis, dimana gastritis menunjukkan suatu keadaan inflamasi yang
berhubungan dengan lesi pada mukosa lambung. 2
Gastropati NSAID adalah gejala gastropati yang mengacu kepada
spektrum komplikasi saluran cerna bagian atas yang dihubungkan oleh
penggunaan obat anti inflamasi non steroid dengan durasi waktu tertentu, dan
biasanya disebabkan oleh penggunaan jangka panjang NSAID. Disebut
gastropati NSAID bila terdapat kumpulan gejala-gejala gastropati yang
bervariasi seperti dispepsia, nyeri abdominal, sampai komplikasi yang fatal
seperti perforasi, ulserasi, dan perdarahan dimana gejala-gejala tersebut tidak
ditemukan sebelum menggunakan NSAID.2,3

B. Etiologi
Obat anti inflamasi non steroid, atau biasa disingkat OAINS/NSAID,
adalah obat-obat yang memiliki efek analgesik, antipiretik dan, bila diberikan
dalam dosis yang lebih besar, akan memberikan efek anti inflamasi. OAINS
mengurangi nyeri, demam, dan inflamasi (peradangan). Istilah “non steroid”
digunakan untuk membedakan obat-obat ini dari obat golongan steroid, yang
memiliki peran eikosanoid yang hampir serupa – efek depresi, dan anti
inflamasi. Sebagai analgesik, kekhususan dari obat OAINS adalah obat ini
bukan golongan narkotik. Yang termasuk ke dalam kelompok obat-obatan ini
adalah aspirin / asetosal / asam asetil salisilat, antalgin / metampiron, asam
mefenamat, ibuprofen, dan diklofenak. 4,5
Penggunaan jangka panjang dari NSAID menyebabkan efek samping
yang bervariasi mulai dari gejala seperti mual dan dispepsia sampai komplikasi
ulserasi. Efek samping dari penggunaan NSAID juga ditemukan terhadap sistem
gastrointestinal seperti lesi mukosa, perdarahan, ulserasi peptikum, dan
inflamasi dari usus yang akan berkembang menjadi perforasi, striktur pada usus
halus, dan akan berkembang menjadi masalah kronik. 5

15
C. Patofisiologi
Patofisiologi utama kerusakan gastroduodenal akibat NSAID adalah
disrupsi fisiokimia pertahanan mukosa gaster dan inhibisi sistemik terhadap
pelindung mukosa gaster melalui inhibisi aktivitas COX mukosa gaster.
Kerusakan pertahanan mukosa terjadi akibat efek NSAID secara lokal. Beberapa
NSAID bersifat asam lemah sehingga bila berada dalam lambung yang
lumennya bersifat asam (pH kurang dari 3) akan berbentuk partikel yang tidak
terionisasi. Dalam kondisi tersebut, partikel obat akan mudah berdifusi melalui
membran lipid ke dalam sel epitel mukosa lambung bersama dengan ion H+.
Dalam epitel lambung, suasana menjadi netral sehingga bagian obat yang
berdifusi terperangkap dalam sel epitel dan terjadi penumpukan obat pada epitel
mukosa. Akibatnya, epitel menjadi sembab, pembentukan PG terhambat, dan
terjadi proses inflamasi.1
Selain itu, adanya uncoupling of mitochondrial oxidative
phosphorylation yang menyebabkan penurunan produksi adenosine triphosphate
(ATP), peningkatan adenosine monophosphate (AMP), dan peningkatan
adenosine diphosphate (ADP) dapat menyebabkan kerusakan sel. Perubahan itu
diikuti oleh kerusakan mitokondria, peningkatan pembentukan radikal oksigen,
dan perubahan keseimbangan Na+/K+ sehingga menurunkan ketahanan mukosa
lambung. Lebih lanjut lagi, kondisi itu memungkinkan penetrasi asam, pepsin,
empedu, dan enzim proteolitik dari lumen lambung ke mukosa dan
menyebabkan nekrosis sel. 1
Inhibisi sistemik terhadap pelindung mukosa gaster terjadi melalui
penghambatan aktivitas COX mukosa gaster. Prostaglandin yang berasal dari
esterifikasi asam arakidonat pada membran sel berperan penting dalam
memperbaiki dan mempertahankan integritas mukosa gastroduodenal. Enzim
utama yang mengatur pembentukan PG adalah COX yang memiliki dua bentuk
yaitu COX-1 dan COX-2. Masing-masing enzim tersebut memiliki karakteristik
berbeda berdasarkan struktur dan distribusi jaringan. COX-1 yang berada pada
lambung, trombosit, ginjal, dan sel endotelial, memiliki peran penting dalam
mempertahankan integritas fungsi ginjal, agregasi trombosit, dan integritas
mukosa gastrointestinal. Sementara itu, COX-2 yang diinduksi oleh rangsangan
inflamasi terekspresi pada makrofag, leukosit, fibroblas, dan sel sinovial. 1
Pada jaringan inflamasi, NSAID memiliki efek menguntungkan melalui
penghambatan COX-2 dan efek toksik melalui penghambatan COX-1 yang
dapat menyebabkan ulserasi mukosa gastrointestinal dan disfungsi ginjal.
Penghambat COX-2 selektif mempunyai efek menguntungkan dengan
menurunkan inflamasi jaringan dan mengurangi efek toksik terhadap saluran
cerna. Namun demikian, golongan tersebut memiliki efek samping pada sistem
kardiovaskular berupa peningkatan risiko infark miokard, stroke, dan kematian
mendadak. Efek samping tersebut berkaitan dengan efek antiplatelet yang

16
minimal pada penghambat COX-2 karena tidak memengaruhi tromboksan A2
(TX-A2). TX-A2 merupakan suatu agonis platelet dan vasokonstriktor serta
secara selektif menyupresi prostasiklin endotel. Oleh karena itu, Food and
Drugs Administration (FDA) telah menarik valdekoksib dan rofekoksib yang
memiliki efek samping pada kardiovaskular dari pasaran. Selekoksib adalah
penghambat COX-2 dengan efek kardiovaskular paling minimal dan aman
digunakan dengan dosis rendah 200 mg/hari. Sebagai konsekuensi
penghambatan COX, sintesis leukotrien meningkat melalui perubahan
metabolisme asam arakidonat ke jalur 5-lipoxygenase (5-LOX). Leukotrien
terlibat dalam proses kerusakan mukosa gaster karena menyebabkan iskemik
jaringan dan inflamasi. 1
Peningkatkan ekspresi molekul adhesi seperti intercellular adhesion
molecule-1 oleh mediator proinflamasi menyebabkan aktivasi
neutrophilendothelial. Perlekatan neutrofil ini berkaitan dengan patogenesis
kerusakan mukosa gaster melalui dua mekanisme utama yaitu oklusi
mikrovaskular gaster oleh mikrotrombus menyebabkan penurunan aliran darah
gaster dan iskemik sel serta peningkatan pelepasan oksigen radikal. Radikal
bebas tersebut bereaksi dengan asam lemak tak jenuh mukosa dan menyebabkan
peroksidasi lemak serta kerusakan jaringan. 1
NSAID juga memiliki efek lain seperti menurunkan angiogenesis,
memperlambat penyembuhan, dan meningkatkan endostatin (faktor
antiangiogenik) relatif terhadap endothelial cell growth factor. 1

D. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis bervariasi dari tanpa gejala, gejala ringan dengan
manifestasi tersering dispepsia; heartburn, abdominal discomfort, dan nausea
hingga gejala berat seperti tukak peptik, perdarahan, perforasi. Tidak ada
korelasi antara kerusakan mukosa dengan gejala abdominal bagian atas pada
penderita pengguna NSAID. Selain itu, tidak ada dosis NSAID yang benar-
benar aman sehingga identifikasi faktor risiko penting pada penggunaan
NSAID.2
Faktor risiko gastropati NSAID adalah usia lebih tua dari 60 tahun,
beratnya kerusakan, pengobatan lebih dari satu macam NSAID atau penggunaan
bersama dengan kortikosteroid, NSAID dosis tinggi, riwayat tukak peptik,
penggunaan bersama dengan antikoagulan, infeksi Helicobacter pylori sebelum
terapi, dan mengidap penyakit sistemik yang berat.3

E. Penegakan diagnosis
Diagnosis gastropati NSAID ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisis, laboratorium, endoskopi dan histopatologi.1

17
Pada anamnesis didapatkan gejala klasik yang paling sering adalah nyeri
perut, akan tetapi gejala ini tidak selalu berhubungan dengan adanya ulkus. Rasa
nyeri biasanya berupa rasa terbakar dan epigastric pain, tetapi bisa juga berupa
rasa tidak nyaman (discomfort), perut terasa penuh, atau kram perut. Pada pasien
ulkus terkait NSAID usia lanjut, seringkali tidak bergejala. Mual, muntah,
anoreksia, penurunan berat badan dapat terjadi akibat ulkus gaster. 3
Secara histopatologis tidak khas. Dapat dijumpai regenerasi epitelial,
hiperplasia foveolar, edema lamina propia dan ekspansi serabut otot polos ke
arah mukosa. Ekspansi dianggap abnormal bila sudah mencapai kira-kira
sepertiga bagian atas. Namun, tanpa informasi yang jelas tentang konsumsi
NSAID gambaran histopatologis seperti ini sering disebut sebagai gastropati
reaktif.7
Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah
negatif terhadap darah samar.7
Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam
mendiagnosis aklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah
lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan
atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan
adanya ulkus. Selain itu, adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsi dan
histoloiy melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus.
serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H. Pylori. 7
Pemasangan nasogastric tube (NGT) penting untuk diagnostik dan dapat
mengkonfirmasi perdarahan yang telah terjadi, dan mengurangi gejala ingin
muntah. Pemasangan alat ini tidak dikontraindikasikan pada pasien dengan
kecurigaan varises esophagus. Karakter dari cairan nasogastric lavage juga dapat
menunjukkan berat ringannya perdarahan yang terjadi.6
Secara endoskopi akan dijumpai kongesti mukosa, erosi-erosi kecil
kadang-kadang disertai perdarahan kecil-kecil. Lesi seperti ini dapat sembuh
sendiri. Lesi yang lebih berat dapat berupa erosi dan tukak multiple, perdarahan
luas, dan perforasi saluran cerna.7

F. Tatalaksana
Penatalaksanaan pada pasien gastropati NSAID, terdiri dari non-
mediamentosa dan medikamentosa. Pada terapi non-medikametosa, yakni
berupa istirahat, diet dan jika memungkinkan, penghentian penggunaan NSAID.
Secara umum, pasien dapat dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila kurang
berhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap di rumah sakit.7
Pada pasien dengan disertai tukak, dapat diberikan diet lambung yang
bertujuan untuk memberikan makanan dan cairan secukupnya yang tidak
memberatkan lambung, mencegah dan menetralkan asam lambung yang

18
berlebihan serta mengusahakan keadaan gizi sebaik mungkin. Adapun syarat
diet lambung yakni:8
1. Mudah cerna, porsi kecil, dan sering diberikan.
2. Energi dan protein cukup, sesuai dengan kemampuan pasien untuk menerima
3. Rendah lemak, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang ditingkatkan
secara bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.
4. Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara bertahap.
5. Cairan cukup, terutama bila ada muntah
6. Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara termis,
mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya terima perseorangan)
7. Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa; umumnya tidak dianjurkan
minum susu terlalu banyak.
8. Makan secara perlahan
9. Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-48 jam untuk
memberikan istirahat pada lambung.

Evaluasi sangat penting karena sebagian besar gastropati NSAID ringan


dapat sembuh sendiri walaupun NSAID tetap diteruskan. Antagonis reseptor H2
(ARH2) atau PPI dapat mengatasi rasa sakit dengan baik. Pasien yang dapat
menghentikan NSAID, obat-obat tukak seperti golongan sitoproteksi, ARH2 dan
PPI dapat diberikan dengan hasil yang baik. Sedangkan pasien yang tidak
mungkin menghentikan NSAID dengan berbagai pertimbangan sebaiknya
menggunakan PPI. Mereka yang mempunyai faktor risiko untuk mendapat
komplikasi berat, sebaiknya dberikan terapi pencegahan mengunakan PPI atau
analog prostaglandin.7,8
Stabilisasi pasien dengan cairan intravena (biasanya digunakan normal
saline, kecuali pada pasien dengan penyakit hati berat, asites atau gagal jantung)
dan dilakukan tranfusi PRC untuk menjaga kadar hemoglobin antara 8-10
g/dl. 11

Obat Gastroprotektif
Antagonis Reseptor H2
Dengan struktur serupa dengan histamin, antagonis reseptor H2 tersedia dalam
empat macam obat yaitu simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin. Walaupun
setiap obat
memiliki potensi berbeda, seluruh obat secara bermakna menghambat sekresi
asam secara sebanding dalam dosis terapi. Tingkat penyembuhan ulkus sama
ketika digunakan dalam dosis yang tepat. Dua kali sehari dengan dosis standar
dapat menurunkan angka kejadian ulkus gaster. Selain itu, antagonis reseptor H2
dapat menurunkan risiko tukak duodenum tetapi perlindungan terhadap tukak
lambung rendah. Dosis malam yang sesuai adalah ranitidin 300 mg, famotidin
40 mg dan nizatidin 300 mg.1
19
Proton Pump (H+,K+-ATPase) Inhibitors
Proton pump inhibitors merupakan pilihan komedikasi untuk mencegah
gastropati OAINS. Obat ini efektif untuk penyembuhan ulkus melalui
mekanisme penghambatan HCl, menghambat pengasaman fagolisosom dari
aktivasi neutrofil, dan melindungi sel epitel serta endotel dari stres oksidatif
melalui induksi haem oxygenase-1 (HO-1). Supressi asam oleh PPI lebih efektif
dibandingkan dengan H2RA dan sekarang terapi standar untuk pengobatan baik
tukak lambung dan refluks gastro-esofageal-penyakit (GERD). Jika diberikan
dalam dosis yang cukup, produksi asam harian dapat dikurangi hingga lebih dari
95%. Sekresi asam akan kembali normal setelah molekul pompa yang baru
dimasukkan ke dalam membran lumen. Omeprazol juga secara selektif
menghambat karbonat anhidrase mukosa lambung yang kemungkinan turut
berkontribusi terhadap sifat supresi asamnya. Proton Pump Inhibitor yang lain
diantaranya lanzoprazol, esomeprazol, rabeprazol dan Pantoprazol. Kelemahan
dari PPI mungkin bahwa mereka tidak mungkin untuk melindungi terhadap
cedera mukosa di bagian distal lebih dari usus (misalnya di colonopathy
NSAID). 1,9

20

Anda mungkin juga menyukai