Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN KOASISTENSI PATOLOGI VETERINER

Gambaran Patologi Anatomi dan Histopatologi Uterus Sapi Bali Yang


Mengalami Endometritis

Pathology Anatomi and Histopathology Findings in Uterus of Bali Cattle Who Has
Experienced Endometritis

Oleh :
I Dewa Nyoman Alit Purnata
1309006055

LABORATORIUM PATOLOGI VETERINER


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
Gambaran Patologi Anatomi dan Histopatologi Uterus Sapi Bali Yang
Mengalami Endometritis

Pathology Anatomi and Histopathology Findings in Uterus of Bali Cattle Who Has
Experienced Endometritis

I Dewa Nyoman Alit Purnata


1309006055

Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan,


Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana,
Jln. PB. Sudirman, Denpasar, Bali;
Tlp. (0361) 223791, Faks. (0361) 701808.
E-mail : dpurnata12@gmail.com

ABSTRAK

Pengambilan sampel uterus sapi bali dengan nomor protokol 112/N/17


bertujuan untuk mengetahui perubahan patologi anatomi dan histopatologi. Sampel
uterus yang digunakan diperoleh dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
Pesanggaran. Organ yang diperiksa dipotong kecil dengan ukuran 1x1x1 cm
kemudian difiksasi menggunakan Neutral Buffer Formalin (NBF) 10% agar jaringan
tidak mengalami autolysis. Pembuatan preparat histopatologi dengan pewarnaan
Hematoksilin-Eosin (HE). Berdasarkan perubahan patologi dan histopatologi, sapi
bali diduga mengalami endometritis. Ditemukanya kongesti di bagian lamina propia
disertai proliferasi fibroblast dan terjadinya nekrosis pada banyak epitel endometrium
yang disertai infiltrasi sel mononuklear. Pada kelenjar uterus tidak mengalami
perubahan.
Kata kunci: endometritis, sapi bali, uterus sapi bali.

ABSTRACT

Utilization of bovine uterine samples with the protocol number 112 / N / 17


aims to determine changes in anatomical and histopathological pathology. The uterine
sample was obtained from the slaugterhouse Pesanggaran. The examined organs were
cut into small pieces of 1x1x1 cm and then fixed with 10% Neutral Buffer Formalin
(NBF) to prevent the tissue from undergoing autolysis. Preparation of histopathology
with Hematoxylin-Eosin (HE) colouration. Based on pathological and
histopathological changes, Balinese cows are suspected of endometritis. The
discovery of congestion in the lamina propia section accompanied by proliferation of
fibroblasts and the occurrence of necrosis in many endometrial epithelium
accompanied by mononuclear cell infiltration. In the uterus gland is not changed.
Keywords: endometritis, bali cattle, uterine bali cattle.

PENDAHULUAN

Gangguan reproduksi pada sapi betina sangat memberikan kerugian bagi


peternak. Gangguan reproduksi ini dapat terjadi akibat interaksi dari berbagai faktor,
seperti pakan, lingkungan, keterampilan manusia dan manajemen pemeliharaan,
gangguan fungisional (hormanal) dan terinfeksi suatu penyakit (Tuasikal et al 2004).
Salah satu penyakit gangguan reproduksi sapi betina yaitu endometritis.
Endometritis adalah peradangan pada lapisan endometrium uterus, biasanya terjadi
sebagai suatu hasil dari infeksi bakteri patogen terutama terjadi melalui vagina dan
menerobos serviks sehingga mengkontaminasi uterus selama partus (Sheldon 2007),
sehingga membuat involusi uterus menjadi tertunda dan performa reproduksi
memburuk. Kejadian ini menyebabkan kegagalan reproduksi dan menyebabkan
kerugian secara ekonomis bagi peternak (Kasimanickam et al., 2006).
Endometritis pada uterus disebabkan oleh penularan dari berbagai organisme
langsung pada endometrium atau infeksi yang berasal dari bagian lain tubuh sehingga
dapat menyebabkan gangguan reproduksi pada hewan betina, seperti yang disebabkan
oleh kelanjutan dari abnormalitas partus seperti abortus, retensio sekundinarium,
distokia serta perlukaan pada saat membantu kelahiran (Ball dan Peters, 2004). Selain
itu endometritis juga dapat disebabkan oleh penularan dari pejantan yang terinfeksi
suatu penyakit saat terjadinya perkawinan alam (Ruhiat, 2014). Kurang bersih dan
sterilnya saat melakukan Inseminasi Buatan (IB) dapat menyebabkan resiko
terjadinya penularan bakteri atau mikroba sehinggga menyebabkan terinfeksinya
suatu penyakit seperti endometritis. Terjadinya gangguan reproduksi menyebabkan
banyak dikalangan peternak membawa sapinya untuk dipotong, karena produksi
ternak yang gagal sehingga peternak memlih untuk membawa sapi mereka ke Rumah
Pemotongan Hewan (RPH).

MATERI DAN METODE


Materi
Hewan yang dijadikan materi studi kasus adalah sapi bali yang berasal dari
Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pesanggaran yang telah dipotong. Selanjutnya,
sampel organ diambil dan difiksasi dengan Neutral Buffered Formalin (NBF) 10%
agar jaringan tidak mengalami autolysis. Adapun sampel yang diambil yaitu organ
uterus dari sapi Bali.

Metode
Sampel organ yang berasal dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
Pesanggaran kemudian di ambil untuk selanjutnya dibuat preparat histopatologi.
Selama proses pengambilan organ, dilakukan pengamatan terhadap perubahan
organ yang kemudian dicatat pada protokol dan difoto. Organ tersebut kemudian
direndam dalam larutan NBF 10% kira-kira 15-20 x volume jaringan dan dibiarkan
dalam suhu kamar selama lebih dari 24 jam. Selanjutnya jaringan dipotong dengan
ukuran 1x1x1 cm, lalu dimasukkan dalam tissue cassette. Setelah jaringan selesai
difiksasi dan dimasukkan ke dalam cassette, jaringan dipindahkan untuk dehidrasi
secara bertingkat menggunakan alkohol secara berturut - turut dengan konsentrasi
alkohol masing-masing 70%, 90%, 96%, etanol I dan etanol II secara berurutan dalam
toples selama 2 jam. Langkah selanjutnya adalah clearing, yaitu proses yang
dilakukan untuk mengeluarkan alkohol dari jaringan dengan merendamkannya dalam
xyline. Kemudian jaringan dikeluarkan dari cassette. Selanjutnya jaringan siap
dimasukkan ke dalam blok paraffin. Organ ditanam pada blok yang telah disediakan
kemudian disimpan dalam lemari es selama 24 jam. Setelah itu organ dipotong
(cutting) dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan 4-5 mikron. Proses
selanjutnya diwarnai dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin. Preparat diparafinasi
dalam xylol selama 3x5 menit. Kemudian didehidrasi dalam larutan alkohol 100%
sebanyak 2 kali dengan durasi masing-masing 5 menit, bilas dengan aquades selama 1
menit. Lalu diinkubasi dalam larutan Hematoksilin-Eosin selama 15 menit. Kemudian
dicelupkan naik turun dalam aquades selama 1 menit, selanjutnya celup dalam
campuran asam alkohol secara cepat 5-7 celup. Diferensiasi warna dilihat dibawah
mikroskop, warna tidak boleh sampai pucat. Selanjutnya dibilas dalam aquades
selama 1 menit, dan dibilas kembali dengan aquades selama 15 menit. Lalu dicelup
sebanyak 3-5 kali dalam larutan ammonium atau lithium karbonat hingga potongan
berwarna biru cerah dan kemudian dicuci dalam air mengalir selama 15 menit,
kemudian diinkubasi dalam eosin selama 2 menit. Selanjurnya didehidrasi dalam
alkohol dengan konsentrasi 96%, 96%, dan 100%, masing-masing selama 3 menit,
lalu diinkubasi dalam xylol selama 2x2 menit. Kemudian dilakukan proses mounting
yaitu penutupan dengan cover glass dimana permount digunakan sebagai perekat
(Kiernan, 2010).
Setelah serangkaian proses pembuatan preparat histopatologi selesai, maka
selanjutnya diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 40x, 100× dan 400×.
Setelah itu, gambaran histopatologi didokumentasikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Organ reproduksi yang digunakan adalah organ uterus yang diamati dan
dianalis perubahan patologi anatomi. Selanjutnya, sampel organ uterus dimasukan
kedalam tabung yang berisi larutan Neutral Buffered Formalin (NBF), kemudian
dilanjutkan dengan pembuatan preparat histopatologi. Gambaran patologi anatomi
dan histopatologi ditujunjukan pada gambar 1 dan gambar 2.

Gambar 1. Gambaran patologi anatomi


B

C1

C2

Gambar 2. Ditemukan kongesti dibagian lamina propia endometrium (A)


(Endometritis) (40X, HE), terjadi peningkatan fibroblast (B) (400X, HE),
Detemukan nekrosis pada epitel kolumner (C1) dan infiltrasi sel mononuklear (C2)
(100X, HE), dan pada kelenjar Endometrium tidak mengalami perubahan (D) (400X,
HE).
Pembahasan
Dalam meneggakan diagnosa pada kasus perlu dilakukan pengamatan dan
analisis perubahan patologi anatomi dan histopatologi, serta penegakan diagnosa
definitip dengan pemerikasaan laboratorium. Pada pegamatan organ uterus ditemukan
perubahan patologi anatomi berupa hiperemi. Uterus selanjutnya diambil untuk
pembuatan preparat histopatologi.
Pada pemerikasaan histopatologi ditemukan perubahan pada organ uterus sapi
bali. Perubahan yang terjadi berupa kongesti di bagian lamina propia disertai
proliferasi fibroblast dan terjadinya nekrosis pada banyak epitel endometrium yang
disertai infiltrasi sel mononuklear. Pada kelenjar uterus tidak mengalami perubahan.
Kejadian endometritis kronis pada mikroskopis menunjukkan infiltrasi sel inflamasi
mononuklear yang ditunjukkan oleh adanya makrofag pada lapisan sub mukosa,
sedangkan pada endometritis akut ditemukan adanya infiltrasi sel polimorfonuklear di
sub mukosa dan di antara kelenjar uterus (Talib et al., 2013). Menurut Gilbert et al
(1998) endometritis digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu endometritis klinis
dan endometritis sub klinis. Endometritis klinis digambarkan dengan adanya purelen
dan mucopurulent dischange yang dapat ditemukan pada bagian luar atau anterior
vagina (Kasimanickam et al. 2006). Sedangkan endometritis subklinis didefinisikan
sebagai peradangan pada daerah superfisial endometrium, tanpa tanda klinis yang
terlihat, namun secara signifikan mengganggu organ reproduksi (Sheldon et al.,
2007).
Terjadinya reaksi peradangan pada suatu individu umumnya terjadi terjadi
setelah reaksi infeksi atau cedera jaringan. Respon peradangan dapat mendahului
suatu respon imum atau sebaliknya, respon imum yang ringan dapat merangsang
terjadinya reaksi peradangan (Berata et al 2015). Terjadinya peradangan
menimbulkan respon vaskular yang bersama – sama menghancurkan substansi asing
bagi organ, serta diikuti dengan permeabilitas pembuluh darah. Permeabilitas
pembuluh darah pada daerah radang yang nantinya akan menjadi kongesti akibat
peningkatan volume darah menuju celah – celah jaringan yang membawa sel – sel
fagosit untuk memfagosit substansi asing yang menyebabkan peradangan. Sejumlah
besar sel – sel fagosit akan terakumulasi pada area peradangan seperti makrofag.
Makrofag juga melepas faktor pertumbuhan dan substansi lain yang mengawali dan
mempercepat pembentukan jaringan pada daerah yang mengalami peradangan
bersama fibroblas (Price and Wilson, 2006). Berat tidaknya endometritis tergantung
pada keganasan bakteri yang menginfeksi, jumlah bakteri dan ketahanan tubuh hewan
penderita. Beberapa mikroorganisme yang dapat menyebabkan endometritis pada sapi
yaitu Brucella sp., Leptospira sp., Campylobacter, Arcanobacterium (Actinomyces)
pyogenes, dan Fusobacterium necrophorum (Sheldon et al 2004). Menurut Prihatno
(2010), ditemukan bakteri E. Coli pada sapi yang menderita penyakit endometritis.
Selain itu, endometritis juga disebabkan oleh infeksi yang nonspesifik. Sesuai dengan
perubahan patologi anatomi dan histopatologi dari uterus sapi bali, maka kasus lebih
mengarah pada sapi bali yang mengalami endometritis.

SIMPULAN
Berdasarkan perubahan patologi anatomi dan histopatologi dari uterus sapi
bali kasus dengan nomor protocol 112/N/17 dapat disimpulkan bahwa sapi bali
mengalami endometritis.
SARAN
Perlu dilakukan uji laboratorium untuk menentukan diagnosis definitive dari
kasus ini.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang sudah membantu
dalam melancarkan laporan kasus ini sebagai salah satu syarat Program Profesi
Kedokteran Hewan Laboratorium Patologi FKH Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Ball, P.J.H. and Peters, A.R. 2004. Reproduction in Cattle. 3 rd ed. Blackwell
Publising, Oxford, USA.

Berata, I.K., Winaya, I.B.O., Adi, A.A.A.M., and Adnyana, I. B.W. 2015. Patologi
Veteriner Umum. Swasta Nulus, Denpasar.

Gilbert R.O., Shin S.T., Guard C.L., Erb H.N., and Frajblat M. 2005Prevalence of
endometritis and its effects on reproductive performance of dairy cows.
Theriogenology.

Kasimanickam, R., Cornwell, J. M., and Nebel, R.L. 2006. Effect of presence of
clinical and subclinical endometritis at the initiation of Presynch-Ovsynch
program on the first service pregnancy in dairy cows. Anim. Reprod. Sci.
95:214-223.

Kiernan, J. A. 2010. Carbohydrate Histochemistry. Dalam: Special Stains and H&E.


Edisi Kedua. Dako, Amerika.

Price, S.A. dan Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses
Penyakit. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran.

Prihatno, SA. 2010. Kajian Epidemiologi Pada Sapi Perah Yang Mengalami Kawin
Berulang di Kabupaten Sleman.

Ruhiat, E. 2014. Problem Post Partus Pada Sapi. Buletin Laboratorium Veteriner. Vol.
14 Nomer 4 Tahun 2014. Balai Besar Veteriner Wates.

Sheldon, I. M. 2007. Endometritis in cattle : Pathogenesis concequences for fertility,


diagnosis and therapeutic recomemndations. Reprod. Management Bull.

Sheldon, I.M., Rycroft, A.N., and Zhou, C. 2004. Asspciation between postpartum
pyrexia and uterine bacterial infection in dairy cattle. Vet rec.

Talib, G. M., Ali, and Faraidoon, A. M. 2013. Clinical And Histological Study Of The
Effects Of Uterine Infections On The Pregnancy Of Dairy Cows In Sulaimani
Region. International Journal Of Advanced Biological Research. I.J.A.B.R.
Tuasikal, B. J., Tjiptosumirat, T., and Kukuh, R. 2004. Studi Gangguan Reproduksi
Sapi Perah dengan Teknik Radio Immunossay (RIA) Progesteron. Puslitbang
Teknologi ISotop dan Radiasi Batan, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai