Anda di halaman 1dari 25

Penatalaksanaan Kasus Mola Hidatidosa

Hanna Damayanti

10.2012.337

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
Email : hannadamayanti12@gmail.com

Abstrak
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi korialisnya mengalami
perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa dihubungkan dengan edema vesikular dari vili
khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Mola hidatidosa terbagi atas 2
kategori. Yakni komplet mola hidatidosa dan parsial mola hidatidosa. Mola hidatidosa
komplet tidak berisi jaringan fetus. Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan
patogenesis dari penyakit trofoblas yaitu teori missed abortion, teori neoplasma dari Park.
Terapi mola terdiri dari 4 tahap yaitu 1) perbaiki keadaan umum; 2) pengeluaran jaringan
mola; 3) terapi profilaksis dengan sitostatika; 4) pemeriksaan tindak lanjut (follow up).
Kematian pada mola hidatidosa dapat disebabkan karena perdarahan, infeksi, eklampsia,
payah jantung atau tirotoksikosis. Di negara maju hampir tidak ada lagi, namun di Negara
berkembang masih cukup tinggi antara 2% sampai 5%. Sebagian wanita akan sehat
kembali setelah jaringan dikeluarkan tetapi ada sekelompok wanita yang kemudian
menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma.
Kata kunci: Mola hidatidosa, Mola hidatidosa komplet, Mola hidatidosa parsial.

Abstract
Hydatidiform mole is an abnormal pregnancy in which the entire villi korialisnya change
hydrophobic. Hydatidiform mole associated with vesicular edema of khorialis placental villi
and usually not accompanied by an intact fetus. Hydatidiform moles are divided into two
categories. Ie complete and partial hydatidiform mole hydatidiform mole. Complete
hydatidiform mole does not contain fetal tissues. There are several theories proposed to
explain the pathogenesis of trophoblastic disease is missed abortion theory, the theory of
neoplasm of the Park. Mola therapy consists of four stages: 1) improve the general state; 2)
expenses molar tissue; 3) prophylactic therapy with sitostatica; 4) follow-up (follow-up).

1
Death in hydatidiform moles can be caused due to haemorrhage, infection, eclampsia, heart
failure or thyrotoxicosis. In developed countries virtually no longer exist, but in developing
countries is still high between 2% to 5%. Most women will be healthy again after the network
was issued but there is a group of women who subsequently suffered a malignancy
degeneration into choriocarcinoma.
Keywords: Hydatidiform mole, complete hydatidiform mole, partial hydatidiform moles.

Pendahuluan

Penyakit trofoblastik gestasional adalah sekelompok penyakit yang berasal dari


korion janin. Ini termasuk mola sempurna atau parsial, tumor plasenta trofoblastik
gestasional, koriokarsinoma, dan mola invasif. Kehamilan mola secara histologis ditandai
dengan kelainan vili korionik yang terdiri dari proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi
dan edema stroma vilus. Mola biasanya terletak di rongga uterus, namun kadang-kadang
terletak di tuba fallopi dan bahkan ovarium. Mola hidatidosa merupakan bentuk jinak dari
penyakit trofoblas gestasional dan dapat mengalami transformasi menjadi bentuk ganasnya
yaitu koriokarsinoma. 1,2

Di negara-negara barat dan Amerika, mola terjadi pada 1 dari 1000-15000


kehamilan. Mola hidatidosa ditemukan secara tidak sengaja pada sekitar 1 dari 600 abortus
terapeutik. Pada negara Asia, jumlah kehamilan mola lebih banyak 15 kali dibandingkan
yang ada di Amerika Serikat. Jepang dilaporkan mempunyai 2 kasus dari 1000 kehamilan.
Pada daerah timur Asia, beberapa sumber memperkirakan jumlah kehamilan mola hingga 1
kasus dari 120 kehamilan. Frekuensi kehamilan mola tertinggi ditemukan di Mexico, Iran,
dan Indonesia. 1

Pada pasien dengan mola hidatidosa, 20% kasus berkembang menjadi keganasan
trofoblastik. Setelah mola sempurna berkembang, invasi uterus terjadi pada 15% pasien dan
metastasis terjadi pada 4% kasus. Tidak ada kasus koriokarsinoma yang dilaporkan berasal
dari mola parsial, walaupun pada 4% pasien dengan mola parsial dapat berkembang penyakit
trofoblastik gestasional persisten nonmetastatik yang membutuhkan kemoterapi. 1,3

2
Mola hidatidosa lebih sering terjadi pada puncak umur reproduktif. Wanita pada umur
remaja muda atau premenopausal yang paling beresiko. Wanita dengan umur 35 tahun keatas
memiliki peningkatan resiko 3 kali lipat. Wanita lebih tua dari 40 tahun mengalami
peningkatan sebanyak 7 kali lipat dibandingkan wanita yang lebih mudah. Seberapa banyak
partus sepertinya tidak mempengaruhi resiko. 1

Skenario
Seorang perempuan berusia 36 tahun diantar suaminya ke unit gawat darurat RS dengan
keluhan keluar darah banyak dari jalan lahir yang dirasakan sejak 1 jam yang lalu. Menurut
pasien dia sudah telat haid 3 bulan namun saat memeriksa sendiri di rumah dengan tes
kehamilan hasilnya negatif.

Anamnesis3,4
 Biodata
Mengkaji identitas pasien yang meliputi nama, umur, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke berapa, lamanya
perkawinan, dan alamat
 Keluhan utama
Tanyakan apakah ada menstruasi tidak lancar dan perdarahan pervaginam berulang
 Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan sampai saat pasien pergi ke rumah sakit atau pada saat pengkajian seperti
perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia
kehamilan.
 Riwayat kesehatan masa lalu
 Riwayat pembedahan
Tanyakan apakah ada pembedahan yang pernah dialami oleh pasien, jenis
pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
 Riwayat penyakit yang pernah dialami
Menanyakan apakah ada penyakit yang pernah dialami oleh pasien misalnya DM ,
jantung , hipertensi , masalah ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan penyakit-
penyakit lainnya.
 Riwayat kesehatan keluarga
Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi
mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.

3
 Riwayat kesehatan reproduksi
Menyakan tentang menorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah,
bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kapan menopause jika sudah terjadi,
gejala serta keluahan yang menyertainya
 Riwayat kehamilan, persalinan dan
Menanyakan riwayat kehamilan dan riwayat kehamilan sebelumnya jika sudah
memiliki anak, jika sudah memiliki anak apakah cara persalinan yang dilakukan,
apakah sebelumnya pernah mengalami keguguran (abortus), bagaimana keadaan
anak pasien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan
kesehatan anaknya.
 Riwayat seksual
Tanyakan mengenai aktivitas seksual pasien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta
keluahan yang menyertainya.
 Riwayat pemakaian obat
Tanyakan riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis
obat lainnya.
 Pola aktivitas sehari-hari
Tanyakan mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK),
istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.

Biasanya pada anamnesis ditemukan:

 Gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari kehamilan biasa
 Kadang ada tanda toksemia gravidarum
 Perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, bewarna tengguli tua atau
kecoklatan
 Perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan kadang
bergelembung seperti busa
 Pembesaran uterus tidak sesuai dengan tuanya kehamilan seharusnya (lebih besar)
 Keluarnya jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada) yang
merupakan diagnosa pasti

4
Pemeriksaan fisik3

 TTV (Suhu, Nadi, Frekuensi Napas, Tekanan Darah)


 Inspeksi
 Muka dan kadang-kadang badan terlihat pucat kekuning-kuningan yang disebut
muka mola (mola face)
 Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat dengan jelas
 Palpasi
 Uterus lebih besar/membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba
lembek
 Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballottement juga gerakan janin
 Adanya fenomena harmonica: darah dan gelembung mola keluar dan fundus
uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru

 Auskultasi
 Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
 Terdengar bising dan bunyi khas

 Pemeriksaan Dalam

 Memastikan bersarnya uterus, uterus terasa lembek


 Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis

Pemeriksaan Penunjang4,5,6,7

1. Pemeriksaan Laboratorium

 Kadar beta-HCG kuantitatif


Kadar HCG lebih besar dari 100,000 µ/mL mengindikasikan pertumbuhan
trophoblastik yang sangat banyak dan meningkatkan kecurigaan bahwa diagnosis
kehamilan mola dapat disingkirkan. Kehamilan mola memiliki kadar HCG yang
normal. Penulis menemukan pada William Obstetric, terjadi peningkatan kadar
HCG yang lebih dari biasanya daripada yang diperkirakan untuk tahap
gestasinya.

5
Pengukuran kadar Hormon Karionik Ganadotropin (HCG) yang tinggi maka uji
biologik dan imunologik (Galli Mainini dan Plano test) akan positif setelah titrasi
(pengeceran) : Galli Mainini 1/300 (+) maka suspek molahidatidosa.

 Darah Rutin
Anemia merupakan komplikasi medis yang umum, dapat juga terjadi koagulopati
 Waktu perdarahan
Pemeriksaan fungsi ini untuk menyingkirkan diagnosis koagulopati dan
mengatasinya jika ditemukan.
 Pemeriksaan fungsi hati
 Pemeriksaan Blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin
 Thyroxin
Walaupun wanita dengan kehamilan mola biasanya secara klinis euthyroid, kadar
thyroxin plasma biasanya meningkat dari angka normal untuk kehamilan.
Hyperthyroidisme dapat menjadi gejala utama.
 Serum inhibin A dan activin A
Serum inhibin A dan activin A telah memperlihatkan peningkatan 7 hingga 10 kali
lebih besar pada kehamilan mola dibandingkan dari kehamilan normal pada usia
kehamilan yang sama. Adanya penurunan inhibin A dan activin A setelah
pengangkatan mola dapat berguna untuk memonitor remisi.

2. Gambaran Radiologi

 Ultrasonography merupakan baku emas untuk mengidentifikasi baik mola


sempurna maupun parsial. Gambaran khas, dengan menggunakan teknologi USG
pada umumnya, yaitu adanya pola badai salju (Snowstorm) mengindikasikan
vilichorionik yang hydropic. USG resolusi tinggi memperlihatkan adanya massa
kompleks intrauterin yang mengandung banyak kista-kista kecil.

6
Gambar 1. Gambaran USG Mola Hidatidosa. (Sumber : http://drzubaidi.com )

 Ketika kehamilan mola di diagnosa, pemeriksaan thorax x-ray sebaiknya


dilakukan. Paru-paru merupakan tempat metastasis paling utama terjadinya tumor
trophoblastik ganas (PTG)
 Foto rontgen abdomen - pelvis : tidak terlihat tulang-tulang janin (pada kehamilan
3 – 4 bulan).

3. Gambaran Histologik

 Mola Sempurna: Jaringan fetus tidak ditemukan dan proliferasi trophoblastik


berat, hydropic villi, dan kromosom 46,XX or 46,XY didapatkan. Sebagai
tambahan, mola sempurna memperlihatkan peningkatan ekspresi (dibandingkan
dengan plasenta normal) dari beberapa faktor pertumbuhan termasuk c-myc,
epidermal growth factor, dan c-erb B-2.
 Mola Parsial: Jaringan fetus biasanya ditemukan dalam bentuk amnion dan sel
darah merah janin. Hydropic villi dan proliferasi trophoblastic juga ditemukan.
4. Uji Sonde
Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis
servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik
sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison). Tidak
rutin dikerjakan, sebagai tindakan awal kuretase.

7
Mola sempurna

 Ukuran yang tidak sesuai dengan umur gestasi. Pembesaran uterus lebih besar
daripada biasanya pada usia gestasi tertentu merupakan tanda yang klasik dari
mola sempurna. Pembesaran tidak diharapkan disebabkan oleh pertumbuhan
trofoblastik berlebih dan darah yang tertampung. Namun, pasien yang datang
dengan ukuran sesuai dengan umur kehamilan bahkan lebih kecil tidak jarang
ditemukan.
 Preeklampsia: Sekitar 27% pasien dengan mola sempurna mengalami toxemia
ditandai oleh adanya hipertensi (tekanan darah [BP] >140/90 mm Hg), proteinuria
(>300 mg/d), dan edema dengan hyperreflexia. Kejang jarang terjadi.
 Kista teca lutein: Merupakan kista ovarium dengan diameter > 6cm dan diikuti
dengan pembesaran ovarium. Kista ini biasanya tidak dapat dipalpasi pada
pemeriksaan bimanual namun dapat teridentifikasi dengan USG. Pasien biasanya
mengeluhkan nyeri pelvis. Karena adanya peningkatan ukuran ovarium, terdapat
resiko torsi. Kista ini berkembang akibat adanya kadar beta-HCG yang tinggi dan
kadarnya biasanya menurun setelah mola.

Mola Parsial

 Lebih sering tidak memperlihatkan tanda fisik. Paling sering ditemukan dengan
USG.
 Pembesaran uterus dan preeklampsia dilaporkan terjadi hanya pada 3% kasus.
 Kiata Theca lutein, hiperemis, dan hiperthyroidism jarang terjadi.

Diagnosis8

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang seperti


laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang komplet terdapat tanda dan
gejala klasik yakni:

 Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet adalah
perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan
perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak,
dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97%
kasus.

8
 Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini
merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon β-HCG.
 Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardia, tremor
dan kulit yang hangat.
Secara umum gambaran diagnostik klinik mola hidatidosa adalah:
 Pengeluaran darah yang terus menerus atau intermitten yang terjadi pada
kehamilan kurang lebih 12 minggu.
 Pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan usia kehamilan.
 Pada palpasi tidak teraba bagian janin dan denyut jantung janin tidak terdengar
 Gambaran ultrasonografi yang khas.
 Kadar HCG yang tinggi setelah hari ke 100.
 Preeklampsia-eklampsia yang terjadi sebelum minggu ke-24.

Diagnosis Kerja8
 Mola hidatidosa
Hamil anggur atau mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal berupa tumor jinak
yang terjadi sebagai akibat kegagalan pembentukan “bakal janin”, sehingga
terbentuk jaringan permukaan membran (vili) mirip gerombolan buah anggur.
Tumor jinak mirip anggur tersebut asalnya dari trofoblas, yakni sel bagian tepi ovum
atau sel telur, yang telah dibuahi, yang nantinya melekat di dinding rahim dan
menjadi plasenta (tembuni) serta membran yang memberi makan hasil pembuahan.

Mola hidatidosa dapat dibagi menjadi :


 Mola Hidatidosa Sempurna
Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel – vesikel jernih. Ukuran
vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai beberapa
sentimeter dan sering berkelompok – kelompok menggantung pada tangkai
kecil.
Temuan Histologik ditandai oleh:
 Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan Stroma Vilus
 Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
 Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi
 Tidak adanya janin dan amnion.

9
Mola sempurna tidak memiliki jaringan fetus. 90% merupakan genotip 46XX dan
sisanya 46XY. Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih.
Mola sempurna dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu :
1. Sempurna androgenetic
a. Homozygous
- Merupakan 80% dari kejadian mola sempurna.
- Dua komplemen kromosom paternal identik, didapatkan dari
duplikasi kromosom haploid seluruhnya dari ayah.
- Selalu perempuan; 46,YY tidak pernah ditemukan
b. Heterozygous
- Merupakan 20% dari kejadian mola sempurna.
- Dapat laki-laki atau perempuan.
- Semua kromosom berasal dari kedua orang tua, kemungkinan besar
terjadi karena pembuahan dua sperma.
2. Mola sempurna biparental
Genotip ayah dan ibu terlihat namun gen maternal gagal mempengaruhi
janin sehingga hanya gen paternal yang terekspresi.
- Mola sempurna biparental jarang ditemukan.
- Bentuk rekuren mola biparental (yang merupakan familial dan
sepertinya diturunkan sebagai autosomal resesif) pernah ditemukan.
- Telah ditemukan daerah kromosom yang menjadi calon yaitu 19q13.
Presentasi klinis yang tipikal pada kehamilan mola sempurna dapat di
diagnosis pada trimester pertama sebelum onset gejala dan tanda
muncul.
- Perdarahan vagina : Gejala yang paling sering terjadi pada mola
sempurna yaitu perdarahan vagina. Jaringan mola terpisah dari desidua
dan menyebabkan perdarahan. Uterus dapat menjadi membesar akibat
darah yang jumlahnya besar dan cairan merah gelap dapat keluar dari
vagina. Gejala ini terjadi pada 97% kasus Mola Hidatidosa.
- Hiperemesis: Pasien juga melaporkan mual dan muntah yang hebat. Ini
diakibatkan peningkatan kadar human chorionic gonadotropin (HCG).
- Hiperthyroidisme: Sekitar 7% pasien juga datang dengan takikardia,
tremor, dan kulit hangat

10
 Mola Hidatidosa Parsial
Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan
mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi perkembangan hidatidosa yang
berlangsung lambat pada sebagian villi yang biasanya avaskular, sementara
villi–villi berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih
berfungsi tidak terkena. Pasien dengan mola parsial tidak memiliki manifestasi
klinis yang sama pada mola sempurna. Pasien ini biasanya datang dengan tanda
dan gejala yang mirip dengan aborsi inkomplit atau missed abortion yakni
Perdarahan vagina dan hilangnya denyut jantung janin. Pada mola parsial,
jaringan fetus biasanya didapatkan, eritrosit dan pembuluh darah fetus pada villi
merupakan penemuan yang seringkali ada. Komplemen kromosomnya yaitu
XXX atau XXY. Ini diakibatkan dari fertilisasi ovum haploid dan duplikasi
kromosom haploid paternal atau akibat pembuahan dua sperma. Tetraploidi juga
biasa didapatkan. Seperti pada mola sempurna, ditemukan jaringan trofoblastik
hyperplasia dan pembengkakan villi chorionic.

Diagnosis Banding9

1. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)


2. Abortus inkomplet
3. Blighted ovum

Tabel 1. Diagnosis Banding Mola Hidatidosa.

Mola KET Blighted Abortus


Hidatidosa Ovum Inkomplitus
Warna darah Merah tua Merah kehitaman Flek Merah tua disertai
kecoklatan prongkolan
Sifat Intermiten Kontinyu, tidak Tidak Terus-menerus
perdarahan banyak menentu
Nyeri perut Tidak ada Ada, sampai pingsan Tidak ada Merasa mulas

Hasil Jaringan Berimplantasi di Tidak Sebagian masih di


konsepsi trofoblas tempat ektopik terbentuk dalam uterus
Uterus Lebih besar Normal atau Lebih kecil Lebih kecil dari

11
dari usia membesar tetapi tdk dari usia usia kehamilan
kehamilan sesuai usia kehamilan kehamilan
VT Tidak khas Nyeri goyang servik, Tidak khas Ada dilatasi
cavum douglas servik
cembung
USG Gambaran Bangunan massa Kantong Cavum uteri
buah anggur hiperekoik tidak gestasi yang tampak
atau badai beraturan, ada kosong hiperekoik yang
salju gambaran darah bentuknya tidak
intraabdominal beraturan

Definisi9

Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi korialisnya mengalami
perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa dihubungkan dengan edema vesikular dari vili
khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologis terdapat
proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi
cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah. Mola hidatidosa terbagi
atas 2 kategori. Yakni komplet mola hidatidosa dan parsial mola hidatidosa. Mola hidatidosa
komplet tidak berisi jaringan fetus. 90 % biasanya terdiri dari kariotipe 46,XX dan 10%
46,XY. Semua kromosom berasal dari paternal. Ovum yang tidak bernukleus mengalami
fertilisasi oleh sperma haploid yang kemudian berduplikasi sendiri, atau satu telur dibuahi
oleh 2 sperma. Pada mola yang komplet, vili khoriales memiliki ciri seperti buah angur,dan
terdapat tropoblastik hiperplasia.

12
Gambar 2. Gambaran Mola Hidatidosa. (Sumber: http://www.mdguidelines.com)

Pada mola hidatidosa parsial terdapat jaringan fetus. Eritrosit fetus dan pembuluh darah di
vili khorialis sering didapatkan. Vili khorialis terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk dengan
stroma tropoblastik yang menonjol dan berkelok-kelok.

Klasifikasi Mola Hidatidosa10

1. Mola Hidatidosa Sempurna

Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel – vesikel jernih. Ukuran vesikel
bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai beberapa sentimeter dan sering
berkelompok – kelompok menggantung pada tangkai kecil.

Temuan Histologik ditandai oleh:

a. Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan Stroma Vilus


b. Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
c. Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi
d. Tidak adanya janin dan amnion.

Mola sempurna tidak memiliki jaringan fetus. 90% merupakan genotip 46XX dan
sisanya 46XY. Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih.

13
2. Mola Hidatidosa Parsial

Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan


mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi perkembangan hidatidosa yang
berlangsung lambat pada sebagian villi yang biasanya avaskular, sementara villi –
villi berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak
terkena. Pasien dengan mola parsial tidak memiliki manifestasi klinis yang sama pada
mola sempurna. Pasien ini biasanya datang dengan tanda dan gejala yang mirip
dengan aborsi inkomplit atau missed abortion yakni perdarahan vagina dan hilangnya
denyut jantung janin. Pada mola parsial, jaringan fetus biasanya didapatkan, eritrosit
dan pembuluh darah fetus pada villi merupakan penemuan yang seringkali ada.
Komplemen kromosomnya yaitu 69,XXX atau 69,XXY. Ini diakibatkan dari
fertilisasi ovum haploid dan duplikasi kromosom haploid paternal atau akibat
pembuahan dua sperma. Tetraploidi juga biasa didapatkan. Seperti pada mola
sempurna, ditemukan jaringan trofoblastik hyperplasia dan pembengkakan villi
chorionic.

Tabel 2. Jenis Mola Hidatidosa.

Gambaran Mola parsial Mola Komplet


(inkomplet) (klasik)

Jaringan embrio atau janin Ada Tidak ada

Pembengkakan hidatidosa Fokal Difus


pada vili

Hyperplasia Fokal Difus

Inklusi stroma Ada Tidak ada

Lekukan vilosa Ada Tidak ada

14
Etiologi11

Mola hidatifosa berasal dari plasenta dan/atau jaringan janin sehingga hanya mungkin
terjadi pada awal kehamilan. Massa biasanya terdiri dari bahan-bahan plasenta yang
tumbuh tak terkendali. Sering tidak ditemukan janin sama sekali.

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebab yang
paling mungkin adalah :

1. Faktor ovum
Ovum memang sudah patologik sehingga mati , tetapi terlambat dikeluarkan.

2. Imunoselektif dari tropoblast


Dengan kematian fetus, pembuluh darah pada stroma villi menjadi jarang dan stroma
villi menjadi sembab dan akhirnya terjadi hyperplasia sel-sel trofoblast.

3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah


Keadaan sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap pemenuhan gizi ibu yang pada
akhirnya akan mempengaruhi pembentukan ovum abnormal yang mengarah pada
terbentuknya mola hidatidosa.

4. Paritas tinggi ibu


Dengan paritas tinggi, memiliki kemungkinan terjadinya abnormalitas pada
kehamilan berikutnya, sehingga ada kemungkinan kehamilan berkembang menjadi
mola hidatidosa.

5. Kekurangan protein
Sesuai dengan fungsi protein untuk pembentukan jaringan atau fetus sehingga apabila
terjadi kekurangan protein saat hamil menyebabkan gangguan pembentukan fetus
secara sempurna yang menimbulkan jonjot-jonjot korion.

6. Infeksi virus

15
7. Sitogenetika
Mola hidatidosa komplet berasal dari genom paternal (genotipe 46 xx sering, 46 xy
jarang, tapi 46 xy nya berasal dari reduplikasi haploid sperma dan tanpa kromosom
dari ovum). Mola parsial mempunyai 69 kromosom 2 haploid paternal dan 1 haploid
maternal (triploid, 69 xxx atau 69 xxy dari 1 haploid ovum dan lainnya reduplikasi
haploid paternal dari satu sperma atau fertilisasi dispermia).

8. Usia
Mola hidatidosa lebih umum terjadi pada usia reproduktif yaitu wanita di bawah usia
20 tahun atau pada usia perimenopause (di atas 34 tahun). Wanita yang berusia lebih
dari 35 tahun memiliki peningkatan resiko 2 kali lipat, sedangkan wanita berusia lebih
dari 40 tahun mengalami peningkatan resiko 7 kali lipat dibandingkan wanita yang
lebih muda.

9. Riwayat kehamilan mola sebelumnya


Beberapa peneliti mendapatkan bahwa resiko mola hidatidosa naik pada wanita yang
pernah menderita kehamilan mola hidatidosa (4-5 kali resiko kehamilan mola
hidatidosa pertama).

10. Kehamilan ganda


Wanita yang hamil kembar meningkatkan resiko mola hidatidosa.

11. Golongan darah


Berdasarkan klinis penelitian didapatkan pada golongan darah O (42,9%), B (30,5 %),
A (21,2%) dan AB (5,4%).

Patofisiologi12

Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :

1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin


2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.

16
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblast:
Teori missed abortion.
Mudigah mati pada kehamilan 3 -5 minggu (missed abortion). Karena itu terjadi gangguan
peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi
dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah
itu disebabkan kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13
dan 21. Hal ini kemudian mengakibatkan gangguan angiogenesis.

Teori neoplasma dari Park.


Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi
reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini
menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.

Studi dari Hertig

Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat
akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada
minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak
adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama
pembentukan cairan.

Gambar 3. Jaringan Mola.


(Sumber: http://missinglink.ucsf.edu/lm/IDS_107_Placenta_Lab/Assets/Slide8.gif)

17
Gejala Klinis11

Gejala yang dapat ditemukan pada mola hidatidosa adalah:

1. Adanya tanda-tanda kehamilan disertai dengan perdarahan pervaginam.

Perdarahan timbul mulai kehamilan 8 minggu, berwarna merah segar karena berasal
dari jaringan mola yang lepas dari dinding uterus. Kadang-kadang timbul bekuan
darah yang tersimpan dalam kavum uterus yang kemudian akan mencair dan keluar
berwarna merah ungu akibat proses oksidasi. Perdarahan biasanya intermitten,
sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian,
oleh karena itu umumnya pasien mola hidatidosa masuk rumah sakit dalam keadaan
anemia. Perdarahan uterus abnormal yang bervariasi dari spotting sampai perdarahan
hebat merupakan gejala yang paling khas dari kehamilan mola dan pertama kali
terlihat antara minggu keenam dan kedelapan setelah amenore. Sekret berdarah yang
kontinyu atau intermitten dapat berkaitan dengan keluarnya vesikel-vesikel yang
menyerupai buah anggur.

2. Hiperemesis gravidarum, yang ditandai dengan nausea dan vomiting yang berat.
Keluhan hiperemesis terdapat pada 14-18% kasus pada kehamilan kurang dari 24
minggu dan keluhan mual muntah terdapat pada mola hidatidosa dengan tinggi
fundus uteri lebih dari 24 minggu.
3. Tanda toksemia/ pre-eklampsia pada kehamilan trimester I.

Kejadian preeklampsia cukup tinggi yaitu 20-26% kasus. Pada kehamilan normal,
preeklampsia timbul setelah kehamilan 20 minggu, namun pada mola hidatidosa
dapat terjadi lebih dini.

4. Kista lutein unilateral/bilateral.

Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein ±15% kasus. Umumnya kista ini
segera menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, tetapi ada juga kasus-kasus
dimana kista lutein baru ditemukan pada waktu follow up. Kista lutein dapat
menimbulkan gejala abdominal akut karena torsi atau pecah. Kista berisi cairan
serosanguineous dan strukturnya multilokulare. Bila uterusnya besar, maka kista ini
sukar diraba namun dapat diketahui dari pemeriksaan ultrasonografi. Kista menjadi
normal dalam waktu 2-4 bulan setelah dievakuasi. Kasus mola dengan kista lutein

18
mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk mendapatkan degenerasi keganasan
dikemudian hari dari pada kasus-kasus tanpa kista.

5. Umumya uterus lebih besar dari usia kehamilan.

Lebih dari separuh penderita mola hidatidosa memiliki uterus yang lebih besar dari
usia kehamilannya. Bila uterus diraba, akan terasa lembek karena miometrium
teregang oleh gelembung-gelembung mola dan bekuan darah.

6. Tidak terdengar denyut jantung janin.


7. Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin, tidak teraba bagian janin
(balottement), kecuali pada mola parsial.
8. Kadar gonadotropin korion tinggi dalam darah dan urin.
9. Emboli paru.

Penyulit lain yang mungkin terjadi ialah emboli sel trofoblas ke paru-paru.
Sebetulnya pada tiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran darah
kemudian ke paru-paru tanpa memberikan gejala apa-apa tetapi pada mola kadang-
kadang jumlah sel trofoblas ini demikian banyak sehingga dapat menimbulkan
emboli paru-paru akut yang bisa menyebabkan kematian.

10. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada), yang
merupakan diagnosa pasti.
11. Kadang-kadang disertai gejala lain yang tidak berhubungan dengan keluhan
obstetri, seperti tirotoksikosis, perdarahan gastrointestinal, dekompensasi kordis,
perdarahan intrakranial, perdarahan gastrointestinal, dan hemoptoe.

Hipertiroidisme pada mola hidatidosa dapat berkembang dengan cepat menjadi


tirotoksikosis. Berbeda dengan tirotoksikosis pada penyakit tiroid, tirotoksikosis
pada mola hidatidosa muncul lebih cepat dan gambaran klinisnya berbeda. Mola
yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi
kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita
meninggal karena krisis tiroid.
Pemicu tirotoksikosis pada mola hidatidosa adalah tingginya kadar hCG. Diagnosis
tirotoksikosis pada mola hidatidosa sangat penting dan perlu ditanggulangi dahulu
sebelum dilakukan evakuasi jaringan molanya karena bila tidak segera dilakukan,
upaya evakuasi jaringan mola dapat menimbulkan kematian penderita akibat krisis

19
tiroid dan payah jantung akut. Adanya tirotoksikosis pada penderita mola dapat
diduga apabila terdapat gejala-gejala seperti nadi istirahat >100x/menit tanpa sebab-
sebab lain yang jelas.
Tirotoksikosis merupakan salah satu penyebab kematian penderita mola. Kariadi
menemukan bahwa kadar ß-hCG serum (RIA) > 300.000 ml pada penderita mola
sebelum jaringan molanya dievakuasi. Hal ini merupakan faktor risiko yang sangat
bermakna untuk terjadinya tirotoksikosis. Hipertiroid dapat diketahui secara klinis
terutama bila tidak terdapat fasilitas pemeriksaan T3 dan T4, yaitu dengan
menggunakan Indeks Wayne.

Penatalaksanaan13
Terapi mola terdiri dari 4 tahap yaitu:

1) perbaiki keadaan umum; 2) pengeluaran jaringan mola; 3) terapi profilaksis dengan


sitostatika; 4) pemeriksaan tindak lanjut (follow up).

1. Perbaikan keadaan umum.


Yang dimaksud usaha ini yaitu koreksi dehidrasi, transfuse darah bila anemia
(Hb 8 gr%), jika ada gejala preeklampsia dan hiperemis gravidarum diobati
sesuai dengan protocol penanganannya. Sedangkan bila ada gejala tirotoksikosis di
konsul ke bagian penyakit dalam.

2. Pengeluaran jaringan mola.


a. Kuretase

 Dilakukan setelah persiapan pemeriksaan selesai (pemeriksaan darah rutin,


kadar β-hCG, serta foto thoraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar
spontan.
 Bila kanalis servikalis belum terbuka, maka dilakukan pemasangan laminaria
dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.
 Sebelum kuretase terlebih dahulu disiapkan darah dan pemasangan infus
dengan tetesan oxytocin 10 UI dalam 500 cc Dextrose 5%/.
 Kuretase dilakukan sebanyak 2 kali dengan interval minimal 1 minggu.
 Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA.

20
b. Histerektomi: tindakan ini dilaku-kan pada wanita yang telah cukup (> 35 tahun)
dan mempunyai anak hidup (>3 orang).

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika.


Pemberian kemoterapi repofilaksis pada pasien pasca evaluasi mola hidatidosa
masih menjadi kontroversi. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa
kemungkinan terjadi neoplasma setelah evaluasi mola pada kasus yang
mendapatkan metotreksat sekitar 14%, sedangkan yang tidak mendapat sekitar 47%.
Pada umumnya profilaksis kemoterapi pada kasus mola hidatidosa ditinggalkan
dengan pertimbangan efek samping dan pemberian kemoterapi untuk tujuan trapi
definitif memberikan keberhasilan hampir 100%. Sehingga pemberian profilaksis
diberikan apabila dipandang perlu pilihan profilaksis kemoterapi adalah:
Metotreksat 20 mg/ hari IM selama 5 hari.

4. Pemeriksaan tindak lanjut.

 Lama pengawasan berkisar satu sampai dua tahun


 Setelah pengawasan penderita dianjurkan memakai kontrasepsi kondom, pil
kombinasi atau diafragma dan pemeriksaan fisik dilakukan setiap kali pada
saat penderita datang kontrol
 Pemeriksaan kadar β-hCG dilakukan setiap minggu sampai ditemukan kadar β-
hCG normal tiga kali berturut-turut
 Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai kadar β-hCG normal
selama 6 kali berturut-turut
 Bila terjadi remisi spontan (kadar β-hCG, pemeriksaan fisis, dan foto thoraks
setelah satu tahun semuanya normal) maka penderita tersebut dapat berhenti
menggunakan kontrasepsi dan hamil lagi.
 Bila selama masa observasi kadar β-hCG tetap atau bahkan meningkat atau pada
pemeriksaan klinis, foto thoraks ditemukan adanya metastase maka penderita
harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.

21
Komplikasi13

1. Perforasi uterus selama kuretase suction biasanya terjadi karena uterus besar dan tipis.
Jika perforasi diketahui, prosedur sebaiknya diselesaikan dengan bantuan
laparoskopik
2. Perdarahan merupakan komplikasi yang sering terjadi selama evakuasi kehamilan
mola. Karena alasan ini, oxytocin intravena sebaiknya dilakukan sebelum memulai
prosedur. Methergine dan/atau Hemabate sebaiknya tersedia. Golongan darah pasien
sebaiknya telah diketahui untuk mempersiapkan sekiranya dibutuhkan transfusi.
3. Penyakit trophoblastik malignan terjadi pada 20% kehamilan mola. Karena alasan ini,
pemeriksaan hCG kuantitatif serial dilakukan selama 1 tahun pasca-evakuasi sampai
hasilnya negatif.
4. Faktor pertumbuhan yang dilepaskan oleh jaringan mola memiliki aktifitas
fibrinolytik. Semua pasien sebaiknya di-skrining untuk kemungkinan terjadinya
disseminated intravascular coagulopathy (DIC).
5. Emboli trophoblastic dipercaya merupakan penyebab dari insufisiensi pernapasan
akut. Faktor resiko terbesar adalah uterus lebih besar daripada yang diharapkan untuk
umur gestasi 16 minggu. Keadaan ini dapat fatal.

Pencegahan14

Karena pengertian dan penyebab dari mola masih belum diketahui secara pasti maka kejadian
mola hidatidosa sulit untuk dicegah. Bagaimanapun juga, nutrisi ibu yang baik dapat
menurunkan risiko terjadinya mola.

Prognosis14

1. Karena diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat, kematian dari mola hidatidosa
pada saat ini belum dilaporkan. Sekitar 20% wanita dengan mola sempurna mengalami
malignansi trophoblastik, Malignansi trophoblastik gestasional 100% dapat
disembuhkan.
2. Faktor klinis yang dikaitkan dengan resiko malignansi yaitu umur tua pada saat
kehamilan, kadar HCG yang meningkat (>100,000 mIU/mL), eklampsia,
hiperthyroidisme, dan kista teka lutein bilateral. Kebanyakan dari faktor ini
mengindikasikan adanya proliferasi trophoblastik. Memprediksi siapa yang akan

22
mendapatkan penyakit trofoblastik gestasional masih sulit dilakukan, dan
penatalaksanaan sebaiknya tidak hanya berdasarkan dari adanya faktor resiko tersebut.
3. Hampir kira-kira 20% wanita dengan kehamilan mola komplet berkembang menjadi
penyakit trofoblastik ganas. Penyakit trofoblas ganas saat ini 100% dapat diobati. Faktor
klinis yang berhubungan dengan resiko keganasan seperti umur penderita yang tua, kadar
hCG yang tinggi (>100.000mIU/mL), eclampsia, hipertiroidisme, dan kista teka lutein
bilateral. Kebanyakan faktor-faktor ini muncul sebagai akibat dari jumlah proliferasi
trofoblas. Untuk memprediksikan perkembangan mola hidatidosa menjadi PTG masih
cukup sulit dan keputusan terapi sebaiknya tidak hanya berdasarkan ada atau tidaknya
faktor-faktor risiko ini. Risiko terjadinya rekurensi adalah sekitar 1-2%.

Kesimpulan
Dari hasil tinjauan pustaka yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pasien
dengan keluhan perdarahan tanpa mulas, amenorhea 3 bulan, dan ditemukannya fundus uteri
3 jari diatas symphysis dengan konsistensi uterus lunak kenyal dan keluar darah kehitaman
dari vagina, perempuan tersebut menderita mola hidatidosa. Selain itu, terjadinya perdarahan
membuat pasien tersebut mengalami anemia. Oleh sebab itu, perlu dilakukan tindakan segera
berupa perbaikan keadaan umum hingga kuretase apabila terjadi penyakit trofoblas ganas
yang jenis villium sehingga mendapatkan prognosis yang lebih baik.

Daftar Pustaka

1. Ash Monga; Gynaecology By Ten Teachers; Hodder Arnold; 18th Edition; 2006; United
Kingdom; 99-101.

2. Dr. M. Sved, Dini Hui and Doug McKay, Tracy Chin; Gynecology; MCCQE 2002
Review Notes; 2002; 45-46.

3. Goldstein D. P., Berkowitz R. S.; Gestational trophoblastic disease; Abeloff M. D.,


Armitage J. O., Niederhuber J. E., Kastan M. B., McKenna W. G., Abeloff’s Clinical
Oncology. 4th edition; Elsevier Churchill Livingstone; Philadelphia; 2008.

4. Kavanagh J. J., Gershenson D. M., Gestational trophoblastic disease: Hydatidiform


Mole, Nonmetastatic and Metastatic Gestational Trophoblastic Tumor: Diagnosis and
Management; Katz V. L., Lentz G. M., Lobo R. A., Gershenson D. M., Comprehensive
Gynecology. 5th edition; Mosby Elsevier; Philadelphia, 2007.

23
5. Copeland L. J., Landon M. B.. Malignant diseases and pregnancy. Gabbe S.G., Niebyl J.
R., Simpson J. L., Obstetrics - Normal and Problem Pregnancies. 5th edition; Elsevier
Churchill Livingstone; Philadelphia, 2007.

6. Lisa E Moore, 2008. Hydatidiform Mole. Download at 28 May 2016 available from:
www.e-medicine.com.

7. Mochtar. R. Penyakit Trofoblas. Sinopsis Obstetri. Jilid I. Edisi2. Penerbit Buku


Kedokteran. ECG. Jakarta. 1998. Hal. 238-243. 6.

8. Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. Penyakit Serta Kelainan Plasenta & Selaput Janin.
Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina pustaka SARWONO PRAWIROHARDJO. Jakarta.2002
Hal 341-348.

9. Cuninngham. F.G. dkk. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik Gestasional Obstetri


Williams. Edisi 21. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGG Jakarta. 2006. Hal 930-938.

10. Mansjoer, A. dkk. Mola Hidatidosa. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.2001. Hal 265-267.

11. Abdullah. M.N. dkk. Mola Hidatidosa. Pedoman diagnosis dan terapi lab/upf. Kebidanan
dan penyakit kandungan. Rsud dokter soetomo surabaya. 1994. Hal 25-28.
12. Sastrawinata, S.R. Mola Hidatidosa. Obsetetri Patologik. Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Elstar Offset. Bandung. 1981. Hal38-42.

13. Budi A., Muin A., Lukas E., Djuanna A. Penatalaksanaan Penyakit Trofoblas
Kehamilan. Makassar : Bagian Obstetri & Ginekologi FKUH UP. 1995.

14. Pengurus Besar POGI. Standar Pelayanan Medik Obstetri & Ginekologi. Bag. 1. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI 1995. 41-45.

24
25

Anda mungkin juga menyukai