Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

Laporan F5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Tidak


Menuluar
Topik : Deteksi Dini Penyakit Skabies

Diajukan dalam rangka praktek klinis Dokter Internsip sekaligus sebagai bagian dari
persyaratan menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia di Puskesmas Minggir

Disusun oleh :
dr. Oldriana Prawiro Hapsari

Program Dokter Internsip Indonesia


Sleman
DI Yogyakarta
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KEGIATAN INTERNSIP


LAPORAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT
LAPORAN F5. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR

TOPIK : DETEKSI DINI SKABIES

Diajukan dalam rangka praktek klinis Dokter Internsip sekaligus sebagai bagian dari
persyaratan menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia di Puskesmas Minggir

Disusun Oleh:
dr. Oldriana Prawiro Hapsari

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal 29 Agustus 2016

Oleh:
Pendamping Dokter Internsip Puskesmas Mingir

dr. Ellyza Sinaga, MPH


LATAR Skabies merupakan penyakit kulit menular akibat
BELAKANG infestasi tungau Sarcoptes scabiei var hominis (S. scabiei) yang
membentuk terowongan pada lapisan stratum korneum dan
stratum granulosum pejamu. S. scabiei termasuk parasit obligat
pada manusia. Skabies menjadi masalah yang umum di dunia,
mengenai hampir semua golongan usia, ras, dan kelompok
sosial ekonomi. Kelompok sosial ekonomi rendah lebih rentan
terkena penyakit ini.
Di indonesia prevalensi skabies masih cukup tinggi.
Menurut Departemen Kesehatan RI 2008 prevalensi skabies di
Indonesia sebesar 5,60-12,95 % dan skabies menduduki urutan
ketiga dari 12 penyakit kulit. Tiyakusuma dalam penelitiannya
di Pondok Pesantren As-Salam Surakarta, menemukan
prevalensi skabies 56,67 % pada tahun 2010.
Penularan terjadi akibat kontak langsung dengan kulit
pasien atau tidak langsung dengan benda yang terkontaminasi
tungau. Skabies dapat mewabah pada daerah padat penduduk
seperti daerah kumuh, penjara, panti asuhan, panti jompo, dan
sekolah asrama (Stone et al., 2008). Penyebab skabies antara
lain disebabkan oleh rendahnya faktor sosial ekonomi,
kebersihan yang buruk seperti mandi, pemakaian handuk,
mengganti pakaian dan melakukan hubungan seksual. Penyakit
ini biasanya banyak ditemukan di tempat seperti di asrama,
panti asuhan, penjara, pondok pesantren yang kurang terjaga
personal hygienenya. Terdapat banyak faktor yang menunjang
perkembangan penyakit skabies antara lain turunnya imunitas
tubuh akibat HIV, sosial ekonomi yang rendah, higiene yang
buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas.

PERMASALAHAN Higiene atau biasanya disebut juga dengan kebersihan adalah


upaya untuk memelihara hidup sehat yang meliputi personal
hygiene, kehidupan bermasyarakat dan kebersihan bekerja.
Kebersihan merupakan suatu perilaku yang diajarkan dalam
kehidupan manusia untuk mencegah timbulnya penyakit karena
pengaruh lingkungan serta membuat kondisi lingkungan agar
terjaga kesehatannya. Personal hygiene atau kebersihan pribadi
merupakan perawatan diri sendri yang dilakukan untuk
mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun
psikologis.
Personal hygiesne ini dipengaruhi oleh berbagai faktor,
diantaranya budaya, nilai sosial individu atau keluarga,
pengetahuan dan persepsi mengenai personal hygiene.
menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara personal hygiene
dengan kejadian skabies. Personal hygiene yang buruk dapat
meningkatkan kejadian skabies.
PERENCANAAN Deteksi dini skabies dilakukan diPuskesmas Minggir
DAN PEMILIHAN terhadap penderita dan seluruh anggota keluarga.
INTERVENSI
PELAKSANAAN Pelaksanaan deteksi dini skabies dilakukan tanggal 1
Agustus 2016 sampai 25 Agustus 2016 dengan cara memeriksa
pasien yang keluhan dan gejala sesuai dengan skabies.

MONITORING A. Cara-cara pencegahan


DAN EVALUASI • Lakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas
kesehatan tentang cara penularan, diagnosis dini dan
cara pengobatan penderita skabies dan orang-orang yang
kontak.
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1) Disinfeksi serentak: Pakaian, handuk, selimut dan
sprei yang digunakan oleh penderita dalam 48 jam
pertama sebelum pengobatan dicuci dengan
menggunakan sistem pemanasan pada proses pencucian
dan pengeringan, hal ini membunuh kutu dan telur.
2) Penyelidikan terhadap penderita kontak dan sumber
penularan: Temukan penderita yang tidak dilaporkan dan
tidak terdeteksi diantara teman dan anggota keluarga;
penderita tunggal dalam satu keluarga jarang ditemukan.
Berikan pengobatan profilaktik kepada mereka yang
kontak kulit ke kulit dengan penderita

Komentar/Umpan Balik Pendamping:

Sleman, 29 Agustus 2016

Pendamping Peserta

dr. Ellyza Sinaga, MPH dr. Oldriana Prawiro Hapsari

Anda mungkin juga menyukai