Anda di halaman 1dari 33

TUGAS

STRUKTUR JEMBATAN

“JEMBATAN BETON PRATEGANG”

OLEH :

NUR ADRIYANI FILZAH A.

E1A1 14 016

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITA HALU OLEO

KENDARI

2018
1. Gambaran Singkat Mengenai Jembatan Prategang

Beton prategang merupakan beton bertulang yang telah diberikan tegangan


tekan dalam untuk mengurangi tegangan tarik potensial dalam beton akibat
beban kerja (Manual Perencanaan Beton prategang Untuk Jembatan Dirjen Bina
Marga, 2011).
Jembatan beton prategang atau yang dikenal dengan Prestressed Concrete
Bridge merupakan salah satu jenis jembatan dengan material konstruksi beton
prategang atau beton yang berisi kabel baja dengan tujuan untuk memberikan
tegangan awal berupa tegangan tarik terhadap beton akibat sifat beton yang
tidak mampu menahan gaya tarik. Dalam hal ini, beton prategang sebagai solusi
untuk mengatasi besarnya tegangan tarik yang timbul pada struktur beton
khususnya pada struktur dengan bentang yang besar. Material yang digunakan
untuk sistem ini adalah material beton dan sistem kabel. Sistem kabel terdiri
dari kabel (wire, strand, bar), selongsong dan angkur (angkur hidup, angkur
mati).
Dalam perkembangannya ada tiga (3) konsep beton prategang yang
menjelaskan bagaimana suatu sistem prategang membantu menahan gaya luar,
yaitu:
a. Sistem prategang yang bisa menjadikan beton sebagai bahan elastis yang bisa
menahan tegangan tarik akibat dari beban luar. Konsep ini diperkenalkan
oleh Eugene Freyssinet, dimana menurut teorinya beton yang telah diberikan
tegangan awal terlebih dahulu dapat bertransformasi menjadi bahan yang
elastis. Kondisi ini menunjukan bahwa tegangan tarik pada beton tidak ada.
Pada kondisi ini pun, beton akan mengalami dua (2) kondisi yaitu :
 Gaya prategang berada pada garis penampang atau dikenal dengan
kondisi dimana c.g.c dan c.g.c saling berhimpit. Kondisi seperti ini
disebut gaya prategang kosentris.

Gambar 1.1 Gaya Prategang Kosentris


(Sumber: Desain Struktur Beton Prategang, T.Y. Lin & Ned H. Burns)
 Kondisi lainnya adalah gaya prategang tidak berada atau tidak bekerja pada
garis penampang sehingga dapat disimpulkan bahwa c.g.c dan c.g.s
tidak berhimpit. Kondisi ini dikenal dengan gaya prategang eksentris.

Gambar 1.2 Gaya Prategang Eksentris


(Sumber: Desain Struktur Beton Prategang, T.Y. Lin & Ned H. Burns)

Adapun besarnya tegangan yang diperhitungankan dalam kondisi ini adalah


sebagai berikut:
 Serat Atas

 Serat Bawah

b. Sistem prategang yang merupakan kombinasi baja mutu tinggi dengan beton
mutu tinggi. Konsep ini merupakan kombinasi dua material yang
menggambarkan bahwa beton merupakan material yang menahan gaya tekan
dan baja merupakan material yang menahan gaya tarik. Kedua gaya tersebut
membentuk kopel gaya yang berfungsi untuk menahan gaya eksternal.
Gambar 1.3 Kombinasi Baja Mutu Tinggi dan Beton Mutu Tinggi
(Sumber: Desain Struktur Beton Prategang, T.Y. Lin & Ned H. Burns)

c. Sistem prategang untuk mencapai keseimbangan beban atau yang dikenal


dengan metode Load Balancing. Dalam konsep ini dijelaskan bahwa gaya
prategang berperan untuk menyeimbangkan gaya luar. Konsep ini
diperkenalkan pertama kalinya oleh T.Y.Lin yang menganggap bahwa beton
sebagai benda bebas dimana tendon dan gaya prategang berfungsi untuk
melawan beban yang bekerja.
Beban merata akibat gaya prategang pada kondisi ini dinyatakan dalam :
8𝑃𝑎
Wb =
𝑙2

Dimana:
Wb : beban merata akibat gaya prategang

Berdasarkan konsepnya, beton diberikan gaya prategang berbentuk


tendon atau kabel baja. Pemberian gaya prategang pada beton terdiri dari dua
(2) cara, yaitu:

 Pra Tarik (Pre-Tension)


Prinsip kerja metode ini adalah kabel baja diregangkan terlebih dahulu
sebelum beton dicetak. Awalnya tendon prategang ditarik kemudian
dilakukan pengangkuran pada abutment. Setelah tendon terpasang, maka
beton dapat dicetak. Setelah itu, tendon dapat dipotong sehingga gaya
prategang dapat ditransfer ke beton. Pada kondisi ini, kuat tekan beton harus
sesuai dengan yang disyaratkan. Konsep ini digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1.4 Konsep Pra Tarik
(Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. Hurst)

 Pasca Tarik (Post- Tension)


Prinsip kerja metode ini adalah beton dicetak terlebih dahulu, kemudian
setelah beton kering kabel ditarik. Awalnya beton dicetak mengelilingi
selongsong atau selubung tendon dimana kabel prategang berada didalam
selongsong selama pengecoran kemudian setalah beton mengeras diberi gaya
prategang dengan cara mengangkur kabel prategang ke abutment. Pada saat itu
gaya prategang ditransfer ke beton sehingga beton akan tertekan. Konsep ini
digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1.5 Konsep Pasca Tarik


(Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. Hurst)
Adapun batas – batas tegangan ijin 6all6m prategang berdasarkan SNI– T –12-

2004 tentang Perencanaan Struktur Jembatan Beton adalah sebagai berikut:

a. Pada kondisi transfer yaitu kondisi dimana belum terjadi kehilangan gaya

prategang, tegangan yang diijinkan adalah sebagai berikut :


𝑃 𝑒𝑐𝑡 𝑀𝐷
ft = - 𝐴 𝑖 (1 − )− ≤ 𝑓𝑡𝑖
𝑐 𝑟2 𝑆𝑡

𝑃 𝑒𝑐𝑏 𝑀𝐷
fb = - 𝐴 𝑖 (1 + )+ ≤ 𝑓𝑐𝑖
𝑐 𝑟2 𝑆𝑏

b. Pada kondisi beban layan yaitu kondisi dimana telah terjadi kehilangan gaya

pratekan, tegangan yang diijinkan adalah sebagai berikut :

2. Struktur Jembatan Prategang

Gambar 2.1 Jembatan Beton Prategang


A. Struktur Atas (Upper Structures)
Bangunan struktur atas berfungsi untuk menampung beban-beban
yang ditimbulkan oleh lalu lintas orang, kendaraan, dan lain sebagainya.
Bangunan atas biasanya terdiri dari pelat, lapisan permukaan jalan, dan
gelagar dari jembatan.

Gambar 2.2 Struktur Atas (Upper Structures) pada jembatan

Struktur atas (Upper Structures) terdiri atas:


1) Girder atau gelagar merupakan balok yang membentang secara
memanjang maupun melintang yang berfungsi untuk menerima dan
menyebarkan beban yang bekerja dari atas jembatan dan
meneruskannya ke bagian struktur bawah
jembatan.
Gelagar Jembatan ini bisa berupa I Girder, U Girder , Box Girder ,
dll.

Gambar 2.3 Deck Jembatan


2) Bearing
Bearing adalah bantalan yang bertujuan untuk mengurangi gesekan
untuk benda/poros yang bergerak secara rotasi ataupun linier.

Gambar 2.4 Pot Bearing


3) Expantion Joint
Expansion Joint adalah suatu sabungan yang bersifat flexible,
sehingga saluran yang disambungkan memiliki tolerasi gerak.

Gambar 2.5 Expansion Joint


4) Railing atau tiang sandaran pada jembatan berfungsi sebagai
pembatas dan keperluan keamanan untuk pengguna jembatan.

Gambar 2.6 Tiang Sandaran

5) Plat lantai jembatan merupakan bagian dari struktur atas jembatan


dimana merupakan tempat kendaraan untuk lewat. Secara fungsi,
plat lantai jembatan merupakan struktur pertama yang menerima
beban dan meneruskannya ke gelagar utama.

B. Struktur Bawah (Substructures)


Struktur bawah jembatan berfungsi memikul seluruh beban struktur atas
dan beban lain yang ditumbulkan oleh tekanan tanah, aliran air dan
hanyutan, tumbukan, gesekan pada tumpuan dsb. Untuk kemudian
disalurkan ke fondasi. Selanjutnya beban-beban tersebut disalurkan oleh
fondasi ke tanah dasar.
Struktur bawah terdiri atas:
1) Pondasi
Pondasi pada jembatan memiliki fungsi yang sama dengan pondasi yang
ada pada struktur bangunan gedung, dimana fungsi dari pondasi itu
sendiri adalah menyalurkan beban-beban yang di tahan ke tanah.

Pondasi memiliki 2 bagian yaitu :


a) Tiang Pancang / Bore Pile / Sumuran
b) Pile Cap
Gambar 2.6 Tiang Pancang dan Pile Cap

2) Kolom Pier
Yang terdiri atas:
a) Pier
b) Pier Head

Gambar 2.7 Struktur Bawah pada Pier

3) Abutment
Abutment merupakan bagian dari bangunan pada ujung-ujung
jembatan, yang memiliki fungsi sebagai pendukung untuk bangunan
struktur atas dan juga berfungsi untuk penahan tanah.

Abutment mempunyai bagian sebagai berikut :


a) Abutment
b) Wing Wall
c) Pelat Injak
d) Back Wall
Gambar 2.8 Struktur Bawah pada Abutment

Namun, untuk jembatan prategang selain komponen-komponen


diatas terdapat komponen lain yaitu kawat baja (tendon) yang berfungsi
untuk menghasilkan gaya pratekan dengan cara kawat baja ditarik.
Penarikan kawat baja ditarik dapat dilakukan baik sebelum beton dicor (pre-
tension) atau setelah beton mengeras (post-tension).

Kawat baja (tendon) yang dipakai untuk beton prategang dalam prakteknya
ada 3 macam, yaitu:

a. Kawat tunggal (wires), biasanya digunakan untuk baja prategang pada


beton prategang dengan system pratarik (pre-tension).
b. Kawat untaian (strand), biasanya digunakan untuk baja prategang pada
beton prategang dengan system pasca tarik (post –tension).
c. Kawat batangan (bar), biasanya digunakan untuk baja prategamg pada
beton prategang dengan system pratarik (pre-tension)
a. kawat tunggal b. kawat utaian

c. Kawat batangan

Gambar 2.2 Jenis-jenis kawat yang digunakan pada jembatan


prategang : (a) Kawat tunggal. (b) kawat untaian. (c) kawat batangan.

(Sumber: Prestressed Concrete Design, M.K. Hurst)

Untuk penampang Girder (gelagar) pada jembatan juga terdapat berbagai


bentuk yaitu:

a. Plate girder adalah element struktur lentur tersusun yang didesain dan
difabrikasi untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh
penampang gilas panas biasa. Bentuk plate girder yang paling umum
dewasa ini didesain terdiri atas dua flens yangdilas pada plat web yang
relative tipis. Gelagar plat akan ekonomis apabila panjang bentang yang
sedemikian rupa hingga biiaya untuk keperluan tertentu bisa dihemat
dalam perencanaan. Gelagar plat bisa berbentuk konstruksi paku
keeling, baut atau las.
b. Jembatan box girder adalah sebuah jembatan dimana struktur atas
jembatan terdiri atas balok-balok penopang utama yang berbentuk kotak
berongga. Box girder biasanya terdiri dari elemen beton pratekan, baja
structural, atau komposit baja dan beton bertulang. Bentuk penampang
dari box girder umumnya adalah sel.
c. I girder merupakan jenis gelagar yang paling banyak digunakan pada
jembatan-jembatan diindonesia, pada perkembangannya I girder yang
digunakan yaitu : dengan metode pratekan dan beton bertulang.
a. Plate Girder b. Box Girder

c. I Girder

Gambar 2.3 Jenis-jenis Girder (Gelagar) : (a) Plate Girder. (b) Box Girder. (c)
I Girder

3. Metode Konstruksi Jembatan Beton Prategang


Secara umum metode pelaksanaan jembatan beton dibedakan menjadi Cast
Insitu dan Precast Segmental. Cast insitu merupakan metode pelaksanaan
jembatan dimana dilakukan pengecoran di lokasi pembangunan sedangkan
Precast segmental merupakan metode pelaksanaan dimana beton disuplai dari
luar berupa Precast yang siap dilakukan instalasi.
a. Metode Cast insitu terdiri dari :
1) MSS (Movable Scaffolding System)
Suatu metode yang digunakan pada pelaksanaan cast insitu
dimana pengecoran dilakukan dilokasi setelah selesainya bekisting.
Prinsipnya adalah memindahkan scaffolding dengan cara digeser ke
segmen berikutnya setelah beton mengeras.

2) ILM (Increamental Launching Method)


ILM adalah suatu metode erection pada jembatan bentang
panjang yang sudah diimplementasikan sejak tahun 1962 yaitu di
Rio Caroni Bridge di Venezuela. Metode ini digunakan biasanya
karena adanya syarat bahwa tidak diperbolehkan adanya gangguan
pada sisi bawah lantai jembatan.
3) Balanced Cantilever dengan Form Traveller
Metode konstruksi ini adalah metode pembangunan jembatan
dimana dengan memanfaatkan efek kantilever seimbangnya maka
struktur dapat berdiri sendiri, mendukung berat sendirinya tanpa
bantuan sokongan lain.
4) Cable Stayed dengan Form Traveller
Cable Stayed adalah jembatan yang menggunakan kabel –
kabel berkekuatan tinggi sebagai penggantung yang
menghubungkan gelagar dengan menara.

b. Metode Precast segmental terdiri dari:


1) Balanced Cantilever Erection With Launching Gantry
Pada sistem ini balok jembatan dipasang (Precast) , segmen
demi segmen sebagai kantilever di kedua sisi agar saling
mengimbangi (balance) atau satu sisi dengan pengimbang balok
beton yang sudah dilaksanakan lebih dahulu. Pada metoda ini
digunakan satu buah gantry atau lebih yang digunakan sebagai
peluncur segmen mox girder yang ada.
2) Balanced Cantilever Erection With Lifting Frames
Metoda ini juga disebut metoda balance cantilever dengan
rangka pengikat. Hampir sama dengan metode launching gantry,
perbedaannya hanya pada jenis alat yang digunakan untuk
mengangkat segmen –segmen jembatannya. Pada jenis ini
digunakan lifting frame untuk mengangkat tiap segmenya.

3) Balanced Cantilever Erection With Cranes


Metoda ini juga hampir sama dengan metode lifting frame.
Perbedaannya hanya pada jenis alat yang digunakan untuk
mengangkat segmen- segmen jembatannya. Pada sistem ini
digunakan crane untuk mengangkat tiap segmennya.

3.1 Proses Prategang (Stressing)


Stressing girder merupakan proses penarikan kabel tendon yang ada
didalam girder untuk menjadikan girder sebagai beton prategang. Pemberian
tegangan pada kabel tendon (stressing) dapat dilakukan dengan dua sistem,
yaitu : Post-tensioning dan Pre-tensioning.
a. Post-tensioning
Kebanyakan pelaksanaan pretensioning dilapangan dilaksanakan
dengan metode post-tensioning. Pascatarik dipakai untuk memperkuat
bendungan beton, prategang melingkar dari tangki-tangki beton yang
besar, serta perisai-perisai biologis dari reactor nuklir. Pascatarik (Post-
tensioning) juga banyak digunakan konstruksi beton prategang
segmental pada jembatan dengan bentang yang panjang.

b.

a) Tempat Pencetakan

Lokasi setiap tempat pencetakan harus disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

b) Acuan

Pipa acuan untuk membentuk lubang melintang dalam pekerjaan akhir atau
perkakas cetak lainnya yang akan membatasi regangan memanjang dalam
elemen acuan harus dilepas sesegera mungkin setelah pengecoran beton sede-
mikian rupa sehingga pergerakan akibat penyusutan atau perubahan temperatur
beton dapat dikendalikan.

Bilamana diperlukan rongga dalam beton, maka pembentuk rongga beton harus
terpasang kaku dengan cara yang sedemikian hingga tidak terjadi pergeseran
yang cukup besar dalam segala arah selama pelaksanaan pengecoran.

Bilamana pembentuk rongga beton diikat pada kabel prategang, maka


pencegahan harus dilakukan untuk menjamin bahwa pola untaian tidak
mengalami distorsi akibat gaya apung dari rongga tersebut.
Semua pencegahan harus dilakukan untuk menghindari kerusakan pada acuan
selama pengecoran.

c) Perlengkapan Pra-tegang

Perlengkapan penarik kabel harus disetujui oleh Direksi Pekerjaan sebelum


digunakan dan harus dikalibrasi sebagai unit yang lengkap oleh suatu labora-
torium yang disetujui setiap enam bulan (atau lebih sering jika diperintahkan
oleh Direksi Pekerjaan) agar memberikan korelasi antara gaya yang diberikan
pada kabel dan bacaan yang ditunjukkan oleh alat ukur tekanan. Perlengkapan
penarikan kabel harus disediakan paling sedikit 2 alat pengukur tekanan dengan
permukaan diameter tidak kurang dari 150 mm, satu untuk membaca lendutan
akibat penegangan dan yang satunya untuk membaca pembebanan selama
operasi penegangan akhir. Alat pengukur tekanan harus akurat sampai ketelitian
1 % kapasitas penuh. Sertifikat kalibrasi harus disimpan di kantor kerja pada
tempat pengecoran dan disediakan untuk Direksi Pekerjaan atas permintannya.

d) Perakitan Kabel Pra-tegang

Kabel pra-tegang harus dirakit sesuai dengan petunjuk yang diikutsertakan


dalam sertifikat persetujuan pabrik.

Sebelum perakitan, maka permukaan baja pra-tegang harus diperiksa terhadap


korosi. Karat lepas harus dibuang dengan tangan, yaitu dengan lap kain guni atau
wol baja halus dan setiap jenis minyak harus dibersihkan dengan menggunakan
deterjen. Suatu lapisan karat yang tipis tidak dianggap merusak asalkan baja
tersebut tidak nampak keropos setelah dibersihkan dari karat.

Baja yang sangat berkarat atau baja yang keropos harus ditolak dan dikeluarkan
dari tempat kerja. Benda asing yang melekat pada baja harus dihilangkan sete-
lah pra-tegang atau sebelum penempatan dalam selongsong. Bilamana baja pra-
tegang untuk pekerjaan penegangan sebelum pengecoran (pre-tension) dipasang
sebelum pengecoran pada unit tersebut, atau bilamana tidak disuntik dalam
waktu 10 hari sejak pemasangan, maka baja tersebut harus mengikuti ketentuan
di atas untuk perlindungan terhadap korosi dan ditolak jika berkarat. Dalam hal
ini, bahan penghambat korosi harus digunakan dalam selongsong setelah
pemasangan kabel. Jangkar harus dirakit dengan kabel dengan cara sedemikian
sehingga dapat mencegah setiap pergeseran posisi, baik selama pemasangan
maupun penge-coran.

Gambar 3.1 Persiapan Beton Prategang

e) Selimut Beton

Jika tidak ditentukan lain, maka selimut beton tidak boleh kurang dari 2 kali
diameter kabel atau 3 cm, diambil yang lebih besar. Selimut beton tersebut harus
ditambah 1,5 cm untuk beton yang kontak langsung dengan permukaan tanah
atau 3,0 cm untuk elemen beton yang dipasang dalam air asin.

f) Pengecoran Beton

Kontraktor harus memberitahu Direksi Pekerjaan paling tidak 24 jam sebelum


permulaan operasi pengecoran beton yang dijadwalkan agar Direksi Pekerjaan
dapat memeriksa persiapan pekerjaan tersebut.

Beton tidak boleh dicor sampai Direksi Pekerjaan telah memeriksa dan me-
nyetujui pemasangan baja tulangan, selongsong, jangkar, dan baja pra-tegang.
Selongsong yang retak atau robek harus diganti.

Pengecoran harus sesuai dengan ketentuan, beton harus digetar dengan hati-hati
untuk menghindari pergeseran kabel, kawat, selongsong, atau baja tulangan.
Untuk bagian yang lebih dalam dan tipis, penggetar luar yang ditempelkan pada
acuan dapat dilaksanakan untuk menam-bah getaran di bagian dalam. Baik
sebelum pengecoran maupun segera sesudah pengecoran beton, maka Kontraktor
harus dapat menunjukkan bahwa semua selongsong tidak rusak hingga dapat
diterima oleh Direksi Pekerjaan.
g) Perawatan

Perawatan dengan uap air dapat digunakan sesuai dengan yang disyaratkan.

Pra-penegangan (Pre-stressing)

 Keselamatan Kerja

Selama proses penarikan kabel tidak diperbolehkan seorangpun berdiri di muka


dongkrak. Pengukuran atau kegiatan lainnya harus dilaksanakan dari samping
dongkrak atau tempat lainnya yang cukup aman. Sesaat sebelum penarikan
kabel, tanda-tanda yang cukup jelas harus terpasang pada kedua ujung unit
tersebut untuk memperingatkan orang agar tidak mendekati tempat tersebut.

 Peralatan

Sebelum pekerjaan penegangan, peralatan harus diperiksa, dikalibrasi atau diuji,


sebagaimana dipandang perlu oleh Direksi Pekerjaan. Dynamometer dan alat
ukur lainnya harus mempunyai toleransi sampai 2%. Alat pengukur tekanan
harus disesuaikan dengan petunjuk pabrik pem-buatnya. Alat pengukur tekanan
ini juga harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak akan rusak bila terjadi
penurunan tegangan secara mendadak.Untuk maksud pencatatan, jika dipandang
perlu, dapat dipasang lebih dari satu alat pengukur tekanan.

4. Properties Jembatan Prategang

Seperti yang diketahui jembatan prategang mempunyai tendon yang


berfungsi menarik beton untuk menjadikan beton menjadi elemen yang elastis.
Letak tendon pada penampang terdapat pada bagian dalam penampang dan
bagian luar penampang (internal dan eksternal).
a. Tendon didalam penampang (Internal)

b. Tendon diluar penampang (Eksternal)

Gambar 4.1 Letak tendon : (a) Tendon didalam penampang. (b) tendon
diluar penampang.

Juga beberapa persyaratan untuk properties kawat pada beton prategang


Berdasarkan SNI 03 – 2874 – 2002 tegangan yang terjadi pada suatu konstruksi
jembatan perlu ditinjau dari 2 (dua) kondisi, yaitu :

 Pada kondisi transfer


 Pada kondisi layan

Adapun contoh tahapan perhitungan tegangan pada gelagar jembatan adalah


sebagai berikut :

a. Dimensi penampang balok prategang harus jelas dan pasti.

Gambar 4.2 Dimensi


Penampang Gambar 4.3 Dimensi Pen ampang
(M.Noer Ilham, 2008) Komposit
(M.Noer Ilham, 2008 ))

b. Gaya prategang / prategang dinyatakan dengan P dalam satuan Newton (N)

c. Hitunglah luas penampang beton prategang dinyatakan dengan symbol A


dalam satuan mm2. Luas penampang mempengaruhi penentuan titik berat setiap
segmen.
d. Momen inersia penampang dihitung berdasarkan bentuk penampang. Untuk

penampang berbentuk :

 Balok = 1/12 bh3

Gambar 4.4 Momen Inersia Balok

Dimana :

b : lebar balok
h : tinggi balok

 Segitiga = 1/36 bh3

Gambar 4.5 Momen Inersia Penampang Segitiga

Dimana :

b : lebar balok
h : tinggi balok

 Lingkaran = 1/64 Л D4

Gambar 4.6 Momen Inersia Penampang Lingkaran

Dimana :
D : diameter lingkaran

e. Momen yang bekerja pada beton ditinjau dari masing – masing bagian

penampang.

f. Perhitungan tegangan harus memperhatikan tegangan ijin tekan dan tegangan


ijin tarik pada beton yang telah disyaratkan. Setelah itu, perhitungan tegangan
mengacu pada sistem prategang yang digunakan dan memperhitungkan
tegangan pada serata atas dan serata bawah seperti yang dijelaskan sebelumnya
pada bagian jembatan sistem prategang. Tegangan pada gelagar jembatan
dinyatakan dalam σ dengan satuan N/mm2 atau MPa. Adapun rumus dari
tegangan yang digunakan adalah sebagai berikut :

σ = M/w
Dimana :
M = Momen yang diakibatkan oleh beban (Nmm)
w = Tahanan momen (mm3)

Pengujian Jembatan

Pengujian jembatan memiliki tujuan untuk menentukan kapasitas atau


kemampuan dari suatu jembatan dalam menerima beban. Pada pelaksanaannya,
ada 3 (tiga) jenis pengujian jembatan yang sering digunakan di lapangan yaitu :

a. Uji Beban Statik

Pengujian beban statik umumnya dilakukan dengan cara menempatkan beban –

beban di atas jembatan. Pada kondisi ini beban tidak bergerak. Beban yang

digunakan adalah beban truk. Pengujian ini biasanya dilakukan untuk mengetahui

kapasitas jembatan untuk menahan beban yang diterima. Besarnya beban yang

diberikan dilakukan secara bertahap. Proses pemberian beban disebut dengan

tahap loading sedangkan proses dimana beban dikurangi disebut tahap unloading.

Pengujian ini menggunakan alat uji yaitu sensor.

b. Uji Beban Dinamik

Pengujian beban dinamik jembatan dilakukan dengan cara melewatkan beban


dalam hal ini kendaraan dari satu sisi ke sisi lain dari jembatan. Sama halnya

dengan uji statik, uji dinamik jembatan juga dibantu dengan alat uji atau sensor

untuk mendapatkan hasil pengujian. Biasanya pengujian ini bertujuan untuk

mengetahui besarnya getaran yang terjadi pada jembatan.

c. Uji Beban dengan Metode Terintegrasi

Pengujian beban jembatan dengan metode terintegrasi sudah banyak dilakukan.

Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan model yang sesuai atau dengan kata

lain pengujian ini bertujuan untuk mengkalibrasi model. Model yang dimaksud

adalah jembatan dimana pemodelan dalam metode ini dibantu oleh program.

Metode ini sendiri merupakan gabungan dari pengujian yang dilakukan

dilapangan dengan pemodelan yang dilakukan pada program.

Pada penelitian ini, pengujian yang dilakukan adalah pengujian dengan metode

terintegrasi. Dalam pelaksanaa nnya penelitian ini membandingkan hasil yang

berdasarkan pengujian di lapangan dan pemodelan pada program. Beban yang

digunakan adalah beban hidup yang berasal dari beban lalu lintas yaitu beban truk

dengan berat 27 ton. Pengujian dilakukan hanya untuk mendapatkan nilai

tegangan. Untuk mendapatkan nilai tegangan, digunakan alat uji berupa sensor

tegangan yang diletakan pada bagian bawah dari gelagar jembatan. Alat yang

digunakan sebagai sensor tegangan adalah BDI Stra in Transducer seperti tampak

pada gambar dibawah ini.


Gambar 4.7 BDI Stra in Transducer
5. Perhitungan Perencanaan Jembatan

Berikut terdapat referensi contoh perhitungan perencanaan jembatan prategang

Perencanaan Balok Prategang Untuk Jembatan

Suatu jembatan beton komposit, balok induk (main beam) dan balok
melintang (diafragma) beton pratekan precast sedangkan plat lantai jembatan
tebal 25 cm dari beton bertulang dicor setempat. Sketsa potongan memanjang
dan melintang seperti pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.1 Sketsa Potongan Memanjang

Gambar 3.2 Sketsa Potongan Melintang

Pelat lantai kendaraan : Mutu K 250 tebal 25 cm dicor setempat


Tebal lapisan asphalt rata-rata 10 cm.
Diafragma : Beton pracetak ( precast ) K 400 ukuran 300 x 700 mm
Jarak antara diafragma L = 4.500 mm
Balok Induk : Beton prategang pracetak ( precast ) post tension, mutu K 500
Jarak antara balok induk B = 1.750 mm

 Rencanakan dimensi balok induk tengah (h, a, b, t, ha, hb, dan seterusnya).
 Luas baja prategang (AP) dan posisinya untuk ditengah-tengah bentangan
jembatan dengan persyaratan tidak diperbolehkan terjadi tegangan tarik
pada penampang baik pada saat stressing maupun pada saat layan
(jembatan sudah berfungsi).
 Untuk perencanaan ini kehilangan gaya prategang total diperkirakan 20%.

Dicoba balok dengan spesifikasi berikut :

Perhitungan Properti Balok :


Luas A = 20 x 70 = 1440 cm2
Luas B = 2 x ½ x 10 x 25 = 250 cm2
Luas C = 20 x 65 = 1300 cm2
Luas D = 2 x ½ x 10 x 15 = 150 cm2
Luas E = 35 x 50 = 1750 cm2
Luas Total (A Balok) = 4850 cm2

Statis momen terhadap sisi bawah balok :

Sehingga,
yb = 302291,67 / 4850
= 62,33 cm
yt = 120 – 62,33
= 57,67 cm
Momen Inersia balok terhadap c.g.c :
Perhitungan Properti Balok Komposit :
Lebar pelat efektif : BE ≤ ¼L = ¼ x 2330 = 582,5 cm
BE ≤ B = 175 cm (dipilih)
BE ≤ 16t + bf = 16 x 20 + 70 = 470 cm
Nb: Untuk lebar pelat efektif dipilih yang paling kecil

Lebar pelat transformasi : BTR = n x BE = 0,707 x 1750 = 123,744 ≈ 124 cm

Statis momen terhadap sisi bawah balok :

(Apelat + Abalok) x yb’ = Apelat x 132,5 + Abalok x yb


(3100 + 4850) x yb’ = (3100 x 132,5) + (4850 x 62,33)
yb’ = 89,69 cm
yt’ = (120 + 25) – 89,69
= 55,31 cm
Berat sendiri balok precast : g = 0,485 x 1 x 2500 = 1212,5 kg/m
Momen ditengah bentang akibat balok =

Berat pelat lantai : gpl = 0,25 x 1,75 x 1 x 2400 = 1050 kg/m


Momen ditengah bentang akibat pelat =

Berat asphalt : gas = 0,1 x 1,75 x 1 x 2240 = 392 kg/m


Momen ditengah bentang akibat asphalt =

Tegangan tekan yang diijinkan pada saat layan, sesuai SNI 03-2874-2002
Fc = 0,60 x fc’ = 0,60 x 415 = 249 kg/cm2
Persyaratan tidak diijinkan adanya tegangan tarik disisi bawah balok, jadi :

fb1 + fb2 + fb3 + fb4 + fb5 = 0

PE = 250729,333 kg

Kontrol tegangan disisi atas balok :

fbalok = fa1 + fa2 + fa3 + fa4 + fa5

fbalok = -91,418 kg/cm2 (Tekan)

Jadi tegangan tekan disisi atas balok : fbalok = 91,418 kg/cm2 ≤ Fc = 249
kg/cm2 OK

Tegangan tekan yang diijinkan pada pelat : Fcpelat = 0,6 x 207,5 = 124,5 kg/cm2

Tegangan tekan pada pelat : fpelat =


Jadi tegangan tekan pada pelat : fpelat = 8,518 kg/cm2 ≤ Fcplat = 124,5 kg/cm2 OK

Kehilangan gaya prategang 20%, jadi :

Pi = 1,20 x PE = 1,20 x 250729,333 = 300875,199 kg

fpy = 0,85 x fpu = 0,85 x 1725 = 146,25 MPa = 14662,50 kg/cm2

Ap = Pi / fpy = 300875,199 / 14662,50 = 20,52 cm2

Kontrol Tegangan pada Saat Prategangan :

Tegangan pada sisi bawah balok :


fcb = -98,055 (Tekan)
Jadi tegangan tekan disisi bawah balok : fcb = 98,055 kg/cm2 ≤ Fc = 249
kg/cm2 OK

Tegangan pada sisi atas balok :

fcb = -28,708 (Tekan)

Jadi tegangan tekan disisi bawah balok : fcb = 28,708 kg/cm2 ≤ Fc = 249
kg/cm2 OK

KESIMPULAN : DESAIN PENAMPANG OK, AMAN, DAN DAPAT


DIPAKAI

Anda mungkin juga menyukai