Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi

Cerebral palsy merupakan suatu kondisi yang mempengaruhi

pengendalian sistem motorik sebagai akibat lesi dalam otak, atau suatu

penyakit neuromuskuler yang disebabkan oleh gangguan perkembangan

atau kerusakan sebagian dari otak yang berhubungan dengan pengendalian

fungsi motorik (Somantri, 2007:12).

Seorang dokter bedah dari Inggris bernama William Little pada

tahun 1860, pertama kali mendeskripsikan satu penyakit yang pada saat itu

membingungkan yang menyerang anak–anak usia tahun pertama yang

menyebabkan kekakuan otot tungkai dan lengan. Anak–anak tersebut

mengalami kesulitan memegang obyek, merangkak dan berjalan. Penderita

tersebut tidak bertambah baik dengan bertambahnya usia tetapi juga tidak

bertambah memburuk. Kondisi tersebut disebut little’s disease selama

beberapa tahun, yang saat ini dikenal sebagai spastic diplegia. Penyakit ini

merupakan salah satu dari penyakit yang mengenai pengendalian fungsi

pergerakan dan digolongkan dalam terminologi cerebral palsy atau

umumnya disingkat CP (Suharso, 2006:3).

Anak celebral palsy termasuk salah satu jenis kelainan fisik (tuna

daksa), yang kecacatannya berhubungan dengan kerusakan di otak.

Menurut Soeharso (dalam Ahmad Toha Muslim & M. Sugarmin, 1994:

1
69), ”Celebral palsy terdiri dari dua kata, yaitu cerebral yang berasal dari

cerebrum yang berarti otak, dan palsy yang berarti kelumpuhan. Jadi

menurut arti celebral palsy adalah kelumpuhan yang disebabkan karena

sebab–sebab yang berada di otak.”

Cerebral palsy hemiplegi adalah kelumpuhan pada satu sisi tubuh

dan anggota gerak yang dibatasi oleh garis tengah yang didepan atau

dibelakang, misalnya tangan kiri, kaki kiri. Pergerakan anggota gerak

berkurang, fleksi lengan pada siku, lengan tetap mengepal.

B. Epidemiologi

Cerebral palsy adalah masalah umum yang terjadi di seluruh

dunia, insidennya 2-2,5 dari tiap 1000 kehidupan neonatus. Ketika

William Little pertama kali mendeskripsikan cerebral palsy, dia

sudah mengaitkan faktor resiko terjadinya cerebral palsy adalah

akibat terjadinya trauma lahir, dan pandangan ini sudah di

pertahankan selama beberapa dekade. Kemajuan manajemen

neonatus dan perawatan obstetric belum menunjukkan penurunan

kejadian cerebral palsy. Sebaliknya, dengan penurunan angka

kematian bayi sebenarnya telah terjadi peningkatan insiden dan

keparahan dari cerebral palsy. Insiden pada bayi premature lebih

tinggi di banding bayi cukup bulan.

Seperti di ketahui bahwa insiden cerebral palsy di seluruh

dunia adalah sekitar 2-2,5 tiap 1000 kelahiran hidup. Dimana hal

ini sangat terkait dengan usia kehamilan, terjadi pada 1 dari 20

2
bayi premature yang masih hidup. Penting untuk dicatat bahwa,

meskipun prematuritas adalah faktor resiko yang paling umum

terhadap terjadinya cerebral palsy, sebagian besar anak-anak yang

terkena dampak jangka panjang. Meskipun terjadi penurunan

tingkat kelahiran dengan asfiksia dari 40/100.000 pada tahun 1979

menjadi 11/100.000 pada tahun 1996, namun tidak tampak

terjadinya penurunan prevalensi cerebral palsy. Faktanya,

prevalensi cerebral palsy di USA malah meningkat dari 20% (dari

1,9-2,3/1000 lahir hidup) diantara tahun 1960 dan 1986.

C. Etiologi

Cerebral palsy tidak disebabkan oleh satu penyebab, cerebral

palsy merupakan serangkaian penyakit dengan masalah mengatur gerakan,

tetapi memiliki penyebab yang berbeda. Untuk mengetahui penyebab CP

perlu digali mengenai hal bentuk cerebral palsy, riwayat kesehatan ibu

dan anak serta onset penyakitnya.

CP kongenital pada satu sisi lainnya tampak pada saat kelahiran.

Pada banyak kasus, penyebab CP kongenital sering tidak diketahui.

Diperkirakan terjadi dengan kejadian spesifik pada masa kehamilan atau

sekitar kelahiran dimana terjadi kerusakan motorik pada otak yang sedang

berkembang (Suharso, 2006:10). Beberapa hal yang menyebabkan

cerebral palsy, dapat dibagi berdasarkan:

3
1. Prenatal

Proses perkembangan otak yang kompleks sebelum lahir rentan

terhadap kekeliruan yang dapat menyebabkan abnormalitas dengan

derajat yang berbeda-beda. Beberapa dari abnormalitas ini

menunjukkan anomali pada struktur otak. Stroke sebagai penyebab

kerusakan neurologik pada orang dewasa, dapat juga terjadi pada fetus.

Angiopati amiloid dapat menyebabkan perdarahan intraserebral

spontan, kelainan angiopati amiloid ini khas yaitu terbentuknya

deposit fibril amiloid pada tunika media dan tunika intima arteria kecil

dan sedang. Ibu dengan autoimmune anti-thyroid atau anti

phospholipid antibodies (APA) dapat meningkatkan resiko cerebral

palsy pada bayinya. Rendahnya oksigenasi pada otak janin akibat

abnormalitas struktur plasenta seperti abruptio plasenta (pelepasan

prematur plasenta dari dinding uterus), chorioamnionitis (infeksi pada

plasenta), ataupun plasenta previa (plasenta letak serviks) dapat

menyebabkan anoksia janin. Infeksi prenatal dapat menghambat

perkembangan dari neuron-neuron otak pada masa fetus. Infeksi-

infeksi yang dimaksud dapat berupa sindrom TORCH (Toxoplasmosis,

Rubella, Cytomegalo Virus, Herpes) dan HIV-AIDS. Selain itu hal-hal

berikut juga dapat menyebabkan cerebral palsy yaitu malformasi

kongenital dari otak, ibu yang mengalami malnutrisi berat pada saat

kehamilan ataupun mengkonsumsi obat-obatan dan alkohol yang juga

dapat mempengaruhi perkembangan otak janin. Perbedaan rhesus

4
antara ibu dan anak seperti pada penyakit eritoblastosis foetalis di

mana terjadi kerusakan sel-sel saraf basalis yang menyebabkan

atetosis.

2. Perinatal

Prematuritas dianggap penyebab tersering pada masa kelahiran,

akan tetapi hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti apakah

prematuritas yang menyebabkan cerebral palsy ataukah karena bayi

yang lahir prematur sudah memiliki kelainan otak sejak awal yang

justru menyebabkan cerebral palsy. Banyak bayi yang dilahirkan

prematur dapat mengalami perdarahan otak dan perdarahan

intraventrikular. Frekuensi tertinggi perdarahan otak ini terutama

terjadi pada bayi dengan berat badan lahir yang sangat rendah,

sedangkan pada bayi prematur dengan berat badan lahir lebih dari

2000 gram, kelainan perdarahan ini jarang ditemukan. Perdarahan ini

dapat menyebabkan kerusakan pada bagian otak yang mengontrol

fungsi motorik yang akhirnya berkembang menjadi cerebral palsy.

Jika perdarahan otak menghasilkan gambaran kerusakan pada jaringan

otak normal yang dinamakan periventrikular leukomalacia (cystic

periventricular leukomalacia) yang merupakan kista kecil di seputar

ventrikel dan region motorik pada otak maka kemungkinan untuk

menderita cerebral palsy menjadi lebih tinggi. Trauma mekanis otak

pada waktu lahir, biasanya penggunaan forsep yang tidak adekuat,

kontraksi uterus yang berlebihan, bahkan asfiksia selama proses

5
kelahiran yang terus berkelanjutan pada waktu lahir misalnya akibat

tali pusat yang melilit leher bayi, prolaps tali pusat (tali pusat keluar

mendahului bayi) dapat menyebabkan asfiksia saat lahir. Anoksia

dapat terjadi akibat pemberian analgetik dan anastetik.

3. Postnatal

Kausa pasca natal dapat berupa trauma kepala, meningitis,

encephalitis, dan kejang oleh bermacam-macam sebab pada waktu

bayi.

D. Patofisiologi

Cerebral palsy terjadi karena adanya kerusakan pada sel-sel otak

yang berfungsi untuk mengontrol pergerakan otot. Ketika sel-sel tersebut

mati, maka tidak ada lagi impuls yang diteruskan ke sel otot. Ataupun

hilangnya kontrol pada otot yang terdapat pada gejala-gejala pada

penderita cerebral palsy.

Lesi otak pada suatu paralisis otak walaupun bersifat permanen

tetapi tidak progresif. Hilangnya fungsi neuron otak menyebabkan

terjadinya pelepasan sistem kontrol yang menyebabkan beban berlebihan

dan disebut release phenomenon.

Gambaran lesi otak pada anak-anak dibagi berdasarkan luas dan

lokasi lesi, termasuk pada korteks motoris serebral, ganglia basalis atau

serebelum. Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya

neural tube yaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa

6
gestasi dan induksi ventral yang berlangsung pada minggu ke 5-6 masa

gestasi. Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa

gestasi bulan ke 2-4. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan

mikrosefali dan makrosefali. Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi

yang terjadi pada masa gestasi bulan 3-5. Migrasi terjadi melalui dua cara

yaitu (1) secara radial, daerah periventrikuler dan subventrikuler ke lapisan

sebelah dalam korteks serebri. (2) sedangkan migrasi secara tangensial

zona germinal menuju ke permukaan korteks serebri. Gangguan pada

masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti polimikrogiri,

agenesis korpus kalosum.

Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai

beberapa tahun pasca natal. Gangguan pada stadium ini mengakibatkan

translokasi genetik dan gangguan metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi

pada saat lahir sampai beberapa tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi

proliferasi neuron, dan pembentukan selubung myelin. Kelainan

neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya

kerusakan Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan

intraventrikuler dan subependim. Asfiksia perinatal sering berkombinasi

dengan iskemi yang bisa menyebabkan nekrosis.

Infeksi pada otak dapat mengakibatkan perlengketan meningen,

sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan timbul hidrosefalus.

Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang berhubungan

dengan ventrikel. Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau

7
perobekan sekunder. Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang

irreversibel. Lesi irreversibel lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatriks

pada sel-sel hipokampus yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa

mengakibatkan bangkitan epilepsi.

E. Gambaran Klinis

Gambaran klinik cerebral palsy tergantung dari bagian dan luasnya

jaringan otak yang mengalami kerusakan:

1. Paralisis

Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia,

triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau

campuran.

2. Gerakan involunter

Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus

yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran.

3. Ataksia

Gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan serebelum.

Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun (hipotoni),

dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Mulai

berjalan sangat lambat, dan semua pergerakan serba canggung.

4. Kejang

Dapat bersifat umum atau fokal.

8
5. Gangguan perkembangan mental

Retardasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan

cerebral palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan

ataksia. Cerebral palsy yang disertai dengan retardasi mental pada

umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup lama, sehingga

terjadi atrofi serebri yang menyeluruh.

6. Mungkin didapat juga gangguan penglihatan (misalnya: hemianopsia,

strabismus, atau kelainan refraksi), gangguan bicara, gangguan

sensibilitas.

7. Problem emosional terutama pada saat remaja.

F. Klasifikasi

Cerebral palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis

yang nampak yaitu berdasarkan pergerakan:

1. Tipe Spastik (65%)

Pada tipe ini gambaran khas yang dapat ditemukan adalah

paralisis spastik atau dengan paralisis pada pergerakan volunter dan

peningkatan tonus otot (hipertoni, spastisitas, peningkatan refleks

tendo dan klonus). Gangguan pergerakan volunter disebabkan

kesulitan dalam mengkoordinasi gerakan otot. Bila anak menggapai

atau mengangkat sesuatu, terjadi kontraksi otot secara bersamaan

sehingga pada pergerakan terjadi retriksi dan membutuhkan tenaga

yang banyak.

9
Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan

besarnya kerusakan yaitu :

a. Monoplegia atau monoparesis yaitu kelumpuhan keempat anggota

gerak tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang

lainnya.

b. Hemiplegia atau hemiparesis yaitu kelumpuhan lengan dan

tungkai di salah satu sisi anggota tubuh.

c. Diplegia atau diparesis yaitu kelumpuhan keempat anggota gerak

tetapi tungkai lebih hebat daripada tangan.

d. Quadriplegi yaitu kelumpuhan yang mengenai seluruh anggota

tubuh.

2. Tipe Atetoid (20%)

Gambaran khas atetosis adalah gerakan involunter yang tidak

terkontrol pada otot muka dan seluruh anggota gerak. Gerakan otot

atetotik menyebabkan perputaran, gerakan menggeliat pada anggota

gerak dan muka sehingga penderita tampak menyeringai dan bila

mengenai otot yang digunakan untuk berbicara maka akan timbul

kesulitan berkomunikasi untuk menyampaikan keinginan ataupun

kebutuhannya. Tipe atetosis pada pergerakan tangan dan lengan

nampak sebagai getaran yang bersifat regular atau spasme yang tiba-

tiba. Terkadang pergerakan tidak mempunyai tujuan, ataupun ketika

ingin melalukan sesuatu maka anggota badannya akan bergerak terlalu

10
cepat dan terlalu jauh. Keseimbangannya juga sangat buruk sehingga

ia juga akan mudah terjatuh.

3. Tipe Ataksia (5 %)

Gambaran khas berupa ataksia serebral karena adanya gangguan

koordinasi otot dan hilangnya keseimbangan. Cara berjalan pada anak

bersifat tidak stabil dan sering terjatuh walaupun telah menggunakan

tangan untuk mempertahankan keseimbangan. Pada lesi sereberal

primer terjadi spastisitas dan atetosis tanpa disertai gangguan

intelegensi. Anak yang menderita tipe ataksia mengalami kesulitan

ketika mulai duduk atau berdiri.

G. Penatalaksanaan

1. Pengobatan

Tidak ada pengobatan yang bersifat kausatif. Biasanya beberapa

pasien diterapi dengan obat-obatan untuk mengatasi epilepsi dengan

harapan dapat mengontrol perluasannya dengan pemberian obat jenis

antikonvulsan. Antikonvulsan bekerja dengan mengurangi stimulasi

yang berlebihan pada otak tanpa menyebabkan depresi pada pusat

vital lainnya seperti pusat pernapasan dan bersifat non sedatif.

2. Terapi fisik dan okupasional (Occupational therapy)

Terapi fisik dan okupasional berfungsi untuk relaksasi otot,

memperbaiki koordinasi otot dan meningkatkan kontrol otot volunter

sehingga pergerakan dapat dikontrol. Terapi fisik bertujuan untuk

11
meningkatkan kemandirian dan mobilitas, hal ini diusahakan melalui

latihan-latihan. Meregangkan otot spastik secara aktif setiap hari

berguna untuk mencegah deformitas yang ditandai dengan adanya

spastisitas dan ketidakseimbangan otot. Terapi okupasional dirancang

untuk aktivitas-aktivitas tertentu yang menggunakan keterampilan

motorik, seperti untuk makan, duduk dan belajar menggunakan

peralatan mandi.

3. Terapi bicara (speech therapy)

Pengertian terapi bicara adalah memperbaiki pengucapan kata

yang kurang baik sehingga dapat dimengerti.

4. Penanganan deformitas

Pemakaian bidai diperlukan untuk mengatasi deformitas serta

mencegah rekurensi yang telah dikoreksi. Pemakaian penyangga pada

anggota gerak bawah diperlukan untuk membantu anak berdiri dan

berjalan dengan bantuan tongkat.

H. Prognosis

Prognosis cerebral palsy dengan gejala motorik yang ringan adalah

baik, semakin banyak gejala penyertanya (retardasi mental, bangkitan

kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran) semakin berat gejala

motoriknya, dan juga semakin buruk prognosisnya.

12
Pengamatan jangka panjang yang dilakukan oleh Cooper

menyebutkan ada tendensi perbaikan fungsi koordinasi dan fungsi motorik

dengan bertambahnya umur pasien cerebral palsy yang mendapatkan

rehabilitasi yang baik.

13
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Anak berinisial An.Nr, lahir di Ponorogo pada tanggal 08

Desember 2002 (umur kronologis: 14 tahun 8 bulan) berjenis kelamin

perempuan, beragama Islam dan sisi dominan kiri. Anak bertempat tinggal

di Ds.Ngrandu Kec.Kauman Sumoroto, Ponorogo yang merupakan anak

pertama dengan pengasuh utama yaitu Ibu. An.Nr dirujuk ke unit Okupasi

Terapi dengan diagnosis medis yaitu Cerebral Palsy Spastic Hemiplegi.

Diagnosis kausatif prematur.

B. DATA SUBJEKTIF

1. Data Hasil Observasi

Berdasarkan observasi tanggal 4 Juli 2017, An.Nr

berpenampilan rapi dan bersih. Mobilitas anak dengan berjalan

mandiri tetapi pola jalannya jinjit, tidak ada luka pada anggota tubuh,

dan jari ke V tangan kanan anak swan neck. Atensi anak sudah cukup

baik dan tidak mudah terdistraksi. Kepatuhan atau perilaku anak

konsisten, kontak mata cukup lama. Anak sudah mampu mengikuti

instruksi, baik instruksi sederhana maupun instruksi kompleks

walaupun lama dalam melaksanakan instruksi dari terapis. Tidak ada

14
kecemasan pada orang baru ketika ditinggal dan anak cukup

kooperatif. Ekstremitas atas dan bawah pada sisi sebelah kanan spastik

namun tipe spastiknya ringan. Saat berbicara artikulasi sudah jelas dan

bisa dipahami. Kontrol postural, gross motor serta fine motor belum

cukup baik.

2. Data Screening

Berdasarkan data dari rekam medis diperoleh informasi bahwa

pertama kali pasien datang untuk terapi yaitu usia 13 tahun dengan

keluhan anak kaki jinjit di sisi sebelah kanan. Berdasarkan screening

task yang dilakukan pada tanggal 13 Juli 2017 ketika melakukan

aktivitas memindahkan pegboard anak mampu melakukannya namun

cenderung lama karena fine motor kurang baik. Sedangkan untuk

melakukan aktivitas menggosok gigi, seperti memegang sikat gigi,

berkumur, dan menyikat gigi anak belum mampu melakukan dengan

baik dan benar dikarenakan adanya keterbatasan LGS dan KO, serta

kemampuan grasp yang kurang maksimal.

3. Initial assessment

Berdasarkan initial asssessment yang dilakukan pada tanggal 13

Juli 2017 diperoleh hasil anak berpenampilan rapi dan bersih.

Ekstremitas atas dan bawah pada sisi sebelah kanan spastik. Ketika

berjalan kaki sebelah kanan jinjit. Ekstremitas atas dan bawah pada

sisi sebelah kanan spastik namun tipe spastiknya ringan. Atensi,

konsentrasi, dan kontak mata baik. Anak kooperatif serta mampu

15
memahami instruksi sederhana maupun kompleks. Dalam

menyelesaikan tugas yang diberikan terapis anak mampu melakukan

namun cenderung lama dalam menyelesaikannya. Gross motor, fine

motor dan kontrol postural masih kurang baik.

C. KERANGKA ACUAN/MODEL YANG DIGUNAKAN

Kerangka acuan yang digunakan adalah kerangka acuan

Biomekanik dengan menggunakan teknik merubah tinggi media terapi dan

streching (penguluran). Teknik merubah tinggi media bertujuan untuk

meningkatkan kekuatan otot yang dilakukan dengan cara menggradasi

tinggi media terapi dari rendah ke tinggi. Sedangkan streching bertujuan

untuk meningkatkan LGS, dilakukan dengan gerakan active assistive

movement.

D. DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan dilakukan menggunakan blanko pediatric screening,

FIM, Pemeriksaan Okupasi Terapi untuk anggota gerak atas (terlampir).

Berdasarkan pemeriksaan blanko pediatric screening An.Nr

berjenis kelamin perempuan lahir pada 08 Desember 2002 pada usia

kehamilan premature dengan berat 1,7 kg, persalinan dilakukan caesar

oleh dokter di rumah sakit. An.Nr merupakan anak pertama. Saat hamil

ibu berusia 26 tahun. Pada usia 1 tahun ibu An.Nr membawa ke rumah

sakit dengan alasan anaknya belum bisa merangkak, dokter mendiagnosis

16
cerebral palsy. Ibu tidak memiliki riwayat apapun, tidak pernah

mengalami trauma saat masa kehamilan, tidak mengkonsumsi obat-obatan.

Pada usia 7 bulan terdapat perkembangan tengkurap, merangkak usia 20

bulan, dan berjalan sudah berusia 4 tahun. perilaku anak saat ini (usia 14

tahun) bermain bersama teman-teman yang lain pada fase play stage.

Secara umum anak kooperatif, tidak bergantung pada orang tua, dan

friendly. Kontak mata cukup bagus sekitar 45-60 menit. Rentang atensi

normal. Toleransi terhadap frustasi bagus, tonus otot normal, motorik

kasar dan motorik halus kurang, kontrol kepala bagus, pola berjalan jinjit

dan terdapat spastik pada sisi sebelah kanan.

Berdasarkan pemeriksaan Functional Independence Measurement

(FIM) yang dilakukan pada tanggal 13 Juli 2017 diperoleh nilai 107 yaitu

pasien perlu setup untuk setiap kegiatan. Berdasarkan pemeriksaan

okupasi terapi untuk anggota gerak atas lingkup gerak sendi (LGS)

diperoleh hasil fleksi shoulder = 130ᵒ, ekstensi shoulder =50ᵒ, abduksi

shoulder = 65ᵒ. LGS pada elbow, fleksi = 65ᵒ, ekstensi elbow =150ᵒ. LGS

pada lengan bawah, supinasi =70ᵒ, pronasi = 80ᵒ. LGS pada wrist, fleksi =

75ᵒ, ekstensi = 20ᵒ, deviasi radiasi = 20ᵒ, deviasi ulnar = 25ᵒ. LGS pada

Metacarpo Phalangeal (MP), jari II = 45ᵒ, jari III = 45ᵒ, jari IV = 45ᵒ, jari

V =45ᵒ. LGS pada Proximal Interphalangeal (PIP), jari II = 45ᵒ, jari III =

45ᵒ, jari IV = 35ᵒ, jari V = 35ᵒ. LGS Distal Interphalangeal (DIP), jari II

=50ᵒ, jari III =45ᵒ, jari IV =45ᵒ, jari V =45ᵒ. LGS CMC jari I = 15ᵒ, MP

jari I = 20ᵒ, IP jari I = 65ᵒ. Pengukuran kekuatan otot (KO) terhadap An.Nr

17
diperoleh nilai kekuatan otot shoulder fleksi dan ekstensi = 4, abduksi = 4,

internal rotasi dan eksternal rotasi = 4. hasil pengukuran KO pada elbow,

fleksi dan ekstensi = 3. hasil pengukuran KO pada lengan bawah, supinasi

dan pronasi = 3. hasil pengukuran KO pada wrist, fleksi dan ekstensi = 3,

deviasi radial = 3, deviasi ulnar = 2. Ekstremitas atas dan bawah anak

spastik namun tipe spastiknya ringan dan menurut skala asworth bernilai 1

yang artinya ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan terasanya

tahanan minimal (catch and release) pada akhir ROM pada waktu sendi

digerakkan fleksi atau ekstensi.

E. IDENTIFIKASI PROBLEM / KESIMPULAN DARI DATA SUBJEKTIF

DAN DATA OBJEKTIF

1. Aset

Berdasarkan hasil observasi An.Nr diperoleh aset bahwa anak

mampu melakukan mobilitas berjalan secara mandiri. Kognitif, atensi,

konsentrasi, dan kontak mata baik. Kooperatif serta mampu

memahami instruksi sederhana maupun instruksi kompleks. Mampu

melakukan aktivitas sehari-hari seperti makan dan memakai baju

secara mandiri. Anak mudah untuk diarahkan. Komunikasi verbal

mampu melakukan dengan baik.

2. Limitasi

Berdasarkan hasil observasi An.Nr diperoleh limitasi bahwa

Lingkup gerak sendi (LGS) dan kekuatan otot (KO) kurang maksimal.

18
Gross motor, fine motor, dan kontrol postural kurang baik. Dalam

menyelesaikan tugas cenderung lama. Aktivitas sehari–hari seperti

menggosok gigi, menggosok punggung, menyisir rambut, dan

keramas masih perlu bantuan orang tua.

F. DIAGNOSIS OKUPASI TERAPI

Anak tidak mampu menggosok gigi dengan baik dan benar karena

LGS dan KO kurang maksimal.

G. PROGNOSIS

1. Prognosis Klinis

Prognosis cerebral palsy dengan gejala motorik yang ringan

adalah baik, semakin banyak gejala penyertanya (retardasi mental,

bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran) semakin

berat gejala motoriknya, dan juga semakin buruk prognosisnya.

2. Prognosis Fungsional

An.Nr kemungkinan besar mampu melakukan aktivitas

menggosok gigi secara mandiri karena gejala motorik yang ringan dan

tidak terdapat retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan

penglihatan dan pendengaran.

19
H. CLINICAL REASONING DALAM MENENTUKAN PROBLEM,

TUJUAN DAN KERANGKA ACUAN DAN MEDIA YANG

DIGUNAKAN

Menggosok gigi merupakan kebutuhan dasar setiap manusia

(setelah makan) yang masuk dalam BADL (Basic Activity Daily Living),

sehingga setiap orang harus mampu melakukannya secara mandiri. An.Nr

belum mampu dalam melakukan aktivitas menggosok gigi dan masih

dibantu penuh oleh orang tuanya. Sementara menggosok gigi merupakan

kebutuhan pribadi yang harus dilakukan secara mandiri untuk menjaga

kebersihan diri. Sedangkan An.Nr sudah berusia 14 tahun, usia tersebut

seharusnya anak sudah mampu menggosok gigi secara mandiri tanpa

dibantu oleh orang lain. Pihak keluarga An.Nr juga menginginkan agar

anaknya mandiri dalam hal yang merupakan kebutuhan pribadi seperti

menggosok gigi. Kognitif anak bagus, namun lingkup gerak sendi (LGS)

dan kekuatan otot (KO) anak masih kurang maksimal menyebabkan An.Nr

belum mampu menggosok gigi secara mandiri dengan baik dan benar,

sehingga terapis memilih menggunakan kerangka acuan biomekanik untuk

meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan LGS karena anak

mengalami keterbatasan dalam LGS dan kekuatan otot, dan dikarenakan

tingkat spastisitas anak tergolong kedalam kategori ringan menurut skala

asworth yaitu bernilai 1.

20
I. MENYUSUN PROGRAM TERAPI

1. Tujuan Jangka Panjang

Anak mampu melakukan aktivitas menggosok gigi dengan baik

dan benar secara mandiri selama 12 kali sesi terapi.

a. Tujuan jangka pendek 1

Anak mampu memegang dan memencet pasta gigi dengan

baik dan benar selama 2 kali sesi terapi

b. Tujuan jangka pendek 2

Anak mampu berkumur dengan baik dan benar selama 2 kali

sesi terapi

c. Tujuan jangka pendek 3

Anak mampu menggosok gigi bagian depan dengan baik dan

benar selama 2 kali sesi terapi

d. Tujuan jangka pendek 4

Anak mampu menggosok gigi sebelah kiri dengan baik dan

benar selama 2 kali sesi terapi

e. Tujuan jangka pendek 5

Anak mampu menggosok gigi sebelah kanan dengan baik dan

benar selama 2 kali sesi terapi

f. Tujuan jangka pendek 6

Anak mampu menggosok gigi dengan baik dan benar secara

mandiri selama 2 kali sesi terapi

21
J. STRATEGI PELAKSANAAN TERAPI

Untuk mencapai tujuan jangka pendek 1 :

1. Adjunctive

Terapis menginstruksikan anak untuk duduk tegak diatas kursi,

kemudian terapis memberikan stretching gerakan fleksi-ekstensi

shoulder, abduksi shoulder, horizontal adduksi shoulder, rotasi

internal-eksternal shoulder, fleksi-ekstensi elbow, fleksi-ekstensi

wrist dan abduksi-adduksi jari-jari dengan active assistive movement.

2. Enabling

a. Media terapi : Malam pad dan pisau roti

b. Uraian

Anak diposisikan duduk tegak diatas kursi berhadapan

dengan terapis. Anak diberikan aktivitas meremas malam pad

hingga berbentuk silinder, kemudian memotongnya menjadi kecil-

kecil menggunakan pisau roti. Pisau roti yang digunakan tidak

tajam sehingga tidak melukai anak. Dilakukan di ruang terapi

selama 15 menit. Aktivitas meremas dan memotong malam pad

bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot carpi ulnaris,

lumbricales, fleksi MCP PIP DIP JARI II-V, fleksi IP dan MCP

jari I.

3. Purposeful

a. Media terapi : Balon yang berisi air

b. Uraian

22
Anak diposisikan duduk tegak di lantai. Terapis

menginstruksikan anak untuk meremas balon yang berisi air hingga

beberapa kali seperti yang sudah di contohkan oleh terapis.

Dilakukan di luar ruangan terapi selama 15 menit. Pastikan anak

berhati-hati karena bisa saja sewaktu-waktu balon bisa meletus.

Aktivitas meremas balon berisi air bertujuan untuk meningkatkan

kekuatan otot carpi ulnaris, lumbricales, fleksi MCP PIP DIP JARI

II-V, fleksi IP dan MCP jari I.

4. Occupational

Uraian

Terapis menginstruksikan anak untuk memegang lalu memencet

pasta gigi ke sikat gigi sampai penuh.

5. Jelaskan bagaimana kerangka acuan atau metode yang anda pilih

diterapkan dalam terapi ini!

Kerangka acuan yang digunakan adalah kerangka acuan

biomekanik dengan pemberian streching gerakan fleksi-ekstensi

shoulder, abduksi shoulder, horizontal adduksi shoulder, rotasi

internal-eksternal shoulder, fleksi-ekstensi elbow, fleksi-ekstensi

wrist dan abduksi-adduksi jari-jari dengan active assistive movement.

Streching diatas dapat digunakan untuk meningkatkan LGS. Ketika

anak melakukan aktivitas meremas malam pad dan balon yang berisi

air itu digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot carpi ulnaris,

lumbricales, fleksi MCP PIP DIP JARI II-V, fleksi IP dan MCP jari I.

23
Untuk mencapai tujuan jangka pendek 2 :

1. Adjunctive

Anak diposisiskan duduk tegak diatas kursi berhadapan dengan

terapis, kemudian diinstruksikan untuk menggembungkan pipi sampai

10 kali. Dilakukan di ruang terapi selama 15 menit. Aktivitas ini

bertujuan untuk menguatkan otot buccinator dan orbicularis oris.

2. Enabling

a. Media terapi : Balon

b. Uraian

Anak diposisikan duduk tegak di kursi berhadapan dengan

terapis. Kemudian diinstruksikan untuk meniup balon hingga balon

terisi udara sebanyak 2 balon. Dilakukan di ruang terapi selama 15

menit. Pastikan anak berhati-hati karena bisa saja sewaktu-waktu

balon meletus. Meniup balon bertujuan meningkatkan kekuatan

otot buccinator dan orbicularis oris untuk bisa melakukan aktivitas

berkumur.

3. Purposeful

a. Media terapi : Gelas, sedotan, air

b. Uraian

Anak diposisikan duduk tegak di kursi berhadapan dengan

terapis. Kemudian diinstruksikan untuk menyedot air dari gelas

menggunakan sedotan. Dilakukan di ruang terapi selama 15 menit.

Pastikan anak berhati-hati ketika menyedot air agar anak tidak

24
tersedak. Menyedot air bertujuan untuk meningkatkan kekuatan

otot buccinator dan orbicularis oris yang berada di pipi untuk bisa

melakukan aktivitas berkumur.

4. Occupational

Uraian

Terapis menginstruksikan anak untuk berkumur dengan baik dan

benar. Dilakukan diluar ruangan selama 15 menit. Pastikan terapis

mendampingi anak agar mengurangi resiko terpeleset.

5. Jelaskan bagaimana kerangka acuan atau metode yang anda pilih

diterapkan dalam terapi ini!

Kerangka acuan biomekanik digunakan dalam STG 2 ketika

anak melakukan melakukan aktifitas menggembungkan pipi, dalam

hal ini mengacu pada konsep isometric atau kontraksi statis untuk

meningkatkan kekuatan otot buccinator dan orbicularis oris yang

berada di pipi.

Untuk mencapai Tujuan jangka pendek 3 :

1. Adjunctive

Terapis menginstruksikan anak untuk duduk tegak diatas kursi,

kemudian terapis memberikan stretching gerakan fleksi-ekstensi

shoulder, abduksi shoulder, horizontal adduksi shoulder, rotasi

internal-eksternal shoulder, fleksi-ekstensi elbow, fleksi-ekstensi wrist

dan abduksi-adduksi jari-jari dengan active assistive movement.

25
2. Enabling

a. Media terapi : Pegboard

b. Uraian

Anak diposisikan duduk tegak diatas kursi berhadapan

dengan terapis, kemudian diinstruksikan untuk memindah

pegboard dari atas ke bawah sebanyak 10 pegboard. Dilakukan di

ruang terapi selama 15 menit. Pastikan terapis mendampingi untuk

mengarahkan anak. Aktivitas memindahkan pegboard bertujuan

untuk meningkatkan kekuatan otot (KO) dan lingkup gerak sendi

(LGS) pada anak.

3. Purposeful

a. Media terapi : Sikat gigi

b. Uraian :

Anak diposisikan duduk tegak diatas kursi berhadapan

dengan terapis, kemudian diinstruksikan untuk simulasi gosok gigi

dengan menggosok bibir menggunakan sikat gigi sisi belakang.

Dilakukan di ruang terapi selama 15 menit. Aktivitas ini bertujuan

agar anak mampu mengetahui bagaimana cara melakukan sikat

gigi bagian depan yang benar.

4. Occupational

Uraian

26
Anak diposisisikan duduk tegak diatas kursi, dengan menghadap

cermin didepannya. Kemudian terapis menginstruksikan anak untuk

menggosok gigi bagian depan dengan baik dan benar.

5. Jelaskan bagaimana kerangka acuan atau metode yang anda pilih

diterapkan dalam terapi ini!

Kerangka acuan biomekanik digunakan pada STG 3 ketika

anak melakukan aktivitas memindahkan pegboard dari atas ke bawah

bertujuan meningkatkan kekuatan otot.

Untuk mencapai Tujuan jangka pendek 4 :

1. Adjunctive

Terapis menginstruksikan anak untuk duduk tegak diatas kursi,

kemudian terapis memberikan stretching gerakan fleksi-ekstensi

shoulder, abduksi shoulder, horizontal adduksi shoulder, rotasi

internal-eksternal shoulder, fleksi-ekstensi elbow, fleksi-ekstensi wrist

dan abduksi-adduksi jari-jari dengan active assistive movement.

2. Enabling

a. Media terapi : Mangkok, sendok, dan biji-bijian

b. Uraian

Anak diposisikan duduk tegak diatas kursi berhadapan

dengan terapis, kemudian diinstruksikan untuk memindah biji-

bijian menggunakan sendok dari mangkok yang berada di sisi

kanan ke mangkok di sisi kiri dengan penggradasian ketinggian

27
mangkok yang awalnya selevel perut, kemudian naik ke selevel

dada, dan yang terakhir selevel mulut. Dilakukan di ruang terapi

selama 15 menit. Pastikan terapis mendampingi untuk

mengarahkan anak. Aktivitas memindahkan biji-bijian bertujuan

untuk meningkatkan kekuatan otot (KO) pectoralis major dan

lingkup gerak sendi (LGS) area shoulder.

3. Purposeful

a. Media terapi : Sikat gigi

b. Uraian :

Anak diposisikan duduk tegak diatas kursi menghadap

cermin didepannya , kemudian diinstruksikan untuk simulasi gosok

gigi dengan menggosok pipi sebelah kiri menggunakan sikat gigi.

Dilakukan di ruang terapi selama 15 menit. Aktivitas ini bertujuan

agar anak mampu mengetahui bagaimana cara melakukan sikat

gigi bagian kiri dengan benar.

4. Occupational

Uraian

Anak diposisikan duduk tegak diatas kursi menghadap cermin

didepannya. Kemudian terapis menginstruksikan anak untuk

menggosok gigi sebelah kiri dengan baik dan benar.

5. Jelaskan bagaimana kerangka acuan atau metode yang anda pilih

diterapkan dalam terapi ini!

28
Kerangka acuan biomekanik digunakan pada STG 3 ketika anak

melakukan aktifitas memindahkan biji-bijian ke dalam mangkok

dengan gradasi tinggi mangkok selevel perut, dada, dan mulut. Hal ini

bertujuan agar dapat meningkatkan kekuatan otot pectoralis major.

Untuk mencapai Tujuan jangka pendek 5 :

1. Adjunctive

Terapis menginstruksikan anak untuk duduk tegak diatas kursi

kemudian anak melakukan fleksi-ekstensi shoulder, abduksi shoulder,

horizontal adduksi shoulder, rotasi internal-eksternal shoulder, fleksi-

ekstensi elbow, fleksi-ekstensi wrist dan abduksi-adduksi jari-jari

dengan active assistive movement.

2. Enabling

a. Media terapi : Bola plastik

b. Uraian

Anak diposisikan duduk tegak diatas kursi berhadapan

dengan terapis, kemudian diinstruksikan untuk memindah bola

plastik yang berada di sisi depan tubuh ke sisi belakang tubuh.

Dilakukan di ruang terapi selama 15 menit. Pastikan terapis

mendampingi untuk mengarahkan anak. Aktivitas memindahkan

memindahkan bola plastik dari depan ke belakang bertujuan untuk

meningkatkan kekuatan otot (KO) biceps brachii dan lingkup gerak

sendi (LGS) elbow pada anak.

29
3. Purposeful

a. Media terapi : Sikat gigi

b. Uraian

Anak diposisikan duduk tegak diatas kursi menghadap

cermin didepannya, kemudian diinstruksikan untuk simulasi

gosok gigi dengan menggosok pipi sebelah kanan

menggunakan sikat gigi. Dilakukan di ruang terapi selama 15

menit. Aktivitas ini bertujuan agar anak mampu mengetahui

bagaimana cara melakukan sikat gigi bagian kanan yang benar.

4. Occupational

Uraian

Anak diposisikan duduk tegak diatas kursi menghadap

cermin didepannya. Kemudian terapis menginstruksikan anak

untuk menggosok gigi sebelah kanan menggunakan tangan kanan

dengan baik dan benar.

5. Jelaskan bagaimana kerangka acuan atau metode yang anda pilih

diterapkan dalam terapi ini!

Kerangka acuan biomekanik digunakan dalam STG 4

ketika anak melakukan aktivitas memindahkan bola dari depan ke

belakang tubuh anak. Hal ini bertujuan agar meningkatkan

kekuatan otot biceps brachii anak.

30
Untuk mencapai Tujuan jangka pendek 6 :

1. Adjunctive

Terapis menginstruksikan anak untuk duduk tegak diatas kursi

kemudian anak melakukan fleksi-ekstensi shoulder, abduksi shoulder,

horizontal adduksi shoulder, rotasi internal-eksternal shoulder, fleksi-

ekstensi elbow, fleksi-ekstensi wrist dan abduksi-adduksi jari-jari

dengan active assistive movement.

2. Enabling

a. Media terapi : Mangkok, sendok, biji-bijian dan bola plastik.

b. Uraian

Anak diposisikan duduk tegak diatas kursi berhadapan

dengan terapis, kemudian diinstruksikan untuk memindah biji-

bijian menggunakan sendok dari mangkok yang berada di sisi

kanan ke mangkok di sisi kiri dengan penggradasian ketinggian

mangkok yang awalnya selevel perut, kemudian naik ke selevel

dada, dan yang terakhir selevel mulut. Selanjutnya memindah bola

plastik yang berada di sisi depan tubuh ke sisi belakang tubuh.

Aktivitas ini dilakukan di ruang terapi selama 15 menit. Pastikan

terapis mendampingi untuk mengarahkan anak. Aktivitas

memindahkan biji-bijian bertujuan untuk meningkatkan kekuatan

otot (KO) pectoralis major; biceps brachii dan lingkup gerak sendi

(LGS) elbow ; shoulder anak.

31
3. Purposeful

a. Media terapi : Sikat gigi

b. Uraian :

Anak diposisikan duduk tegak diatas kursi menghadap cermin

didepannya, kemudian diinstruksikan untuk simulasi gosok gigi

dengan menggosok pipi sebelah kiri lalu sebelah kanan

menggunakan sikat gigi. Dilakukan di ruang terapi selama 15

menit. Aktivitas ini bertujuan agar anak mampu mengetahui

bagaimana cara melakukan sikat gigi yang benar.

4. Occupational

Uraian

Anak diposisikan duduk tegak diatas kursi menghadap cermin

didepannya, kemudian terapis menginstruksikan anak untuk

menggosok gigi sebelah kiri lalu sebelah kanan menggunakan tangan

kanan dengan baik dan benar.

5. Jelaskan bagaimana kerangka acuan atau metode yang anda pilih

diterapkan dalam terapi ini!

Kerangka acuan biomekanik digunakan dalam STG 6 ketika

anak melakukan aktivitas memindahkan biji–bijian ke dalam mangkok

dengan gradasi tinggi pada mangkok selevel perut, dada, dan mulut

dan memindahkan bola dari depan ke belakang tubuh anak. Gradasi

tinggi pada mangkok dan memindahkan bola plastik dari depan ke

32
belakang bertujuan meningkatkan kekuatan otot pectoralis major;

biceps brachii dan lingkup gerak sendi (LGS) elbow ; shoulder.

K. RE-EVALUASI

1. Data Subjektif Hasil Re-evaluasi

Berdasarkan hasil re-evaluasi data subjektif pada tanggal 11

Agustus 2017 diperoleh hasil bahwa An Nr berpenampilan rapi dan

bersih. Mobilitas berjalan mandiri tetapi pola jalannya jinjit, jari ke V

tangan kanan anak swan neck. Perilaku anak konsisten, kontak mata

cukup lama. Anak sudah mampu mengikuti instruksi, baik instruksi

sederhana maupun instruksi kompleks walaupun lama dalam

melaksanakan instruksi dari terapis. Ekstremitas atas dan bawah pada

sisi sebelah kanan spastik namun tipe spastiknya ringan. Anak mampu

memegang sikat gigi dan memencet pasta gigi walaupun dengan pola

pegang sikat gigi belum baik. Anak mampu berkumur tetapi belum

dilakukan secara benar, sekarang sudah ada peningkatan jika

dibandingkan pertama kali sesi terapi. Selain itu menggosok gigi

bagian kiri sudah mampu, tetapi untuk sebelah kanan anak belum

mampu melakukannya.

2. Data Objektif Hasil Re-evaluasi

Berdasarkan hasil re-evaluasi data objektif pada tanggal 11

Agustus 2017 menggunakan screening pediatri, FIM, dan pemeriksaan

anggota gerak atas belum ada perubahan yang spesifik. Untuk FIM

33
diperoleh nilai 107 yang artinya pasien perlu setup untuk setiap

kegiatan. Berdasarkan pemeriksaan okupasi terapi untuk anggota

gerak atas lingkup gerak sendi (LGS) diperoleh hasil fleksi shoulder =

160ᵒ, ekstensi shoulder =50ᵒ, abduksi shoulder = 70ᵒ. LGS pada

elbow, fleksi = 70ᵒ, ekstensi elbow =150ᵒ. LGS pada lengan bawah,

supinasi =70ᵒ, pronasi = 80ᵒ. LGS pada wrist, fleksi = 75ᵒ, ekstensi =

30ᵒ, deviasi radial = 20ᵒ, deviasi ulnar = 25ᵒ. LGS pada Metacarpo

Phalangeal (MP), jari II = 55ᵒ, jari III = 50ᵒ, jari IV = 45ᵒ, jari V =45ᵒ.

LGS pada Proximal Interphalangeal (PIP), jari II = 50ᵒ, jari III = 50ᵒ,

jari IV = 35ᵒ, jari V = 35ᵒ. LGS Distal Interphalangeal (DIP), jari II

=50ᵒ, jari III =45ᵒ, jari IV =45ᵒ, jari V =45ᵒ. LGS CMC jari I = 15ᵒ,

MP jari I = 25ᵒ, IP jari I = 65ᵒ. Pengukuran kekuatan otot (KO)

terhadap An.Nr diperoleh nilai kekuatan otot shoulder fleksi dan

ekstensi = 4, abduksi = 4, internal rotasi dan eksternal rotasi = 4. hasil

pengukuran KO pada elbow, fleksi dan ekstensi = 3. hasil pengukuran

KO pada lengan bawah, supinasi dan pronasi = 3. hasil pengukuran

KO pada wrist, fleksi dan ekstensi = 3, deviasi radial = 3, deviasi ulnar

= 2. Ekstremitas atas dan bawah pada sisi sebelah kanan spastik

namun tipe spastiknya ringan dan menurut skala asworth bernilai 1,

yang artinya ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan

terasanya tahanan minimal (catch and release) pada akhir ROM pada

waktu sendi digerakkan fleksi atau ekstensi.

34
3. Kesimpulan dari Hasil Re-evaluasi

Berdasarkan kesimpulan re-evaluasi dari data subjektif dan data

objektif diperoleh hasil bahwa anak mampu menggosok gigi secara

mandiri namun bagian sebelah kanan anak belum mampu, dan dalam

memegang sikat, berkumur, dan menggosok gigi belum dilakukan

secara benar. Berdasarkan hasil pemeriksaan screening pediatri, FIM,

dan pemeriksaan anggota gerak atas belum ada perubahan yang

spesifik.

L. Kemampuan memberikan clinical reasoning dengan proses OT yang telah

dilakukan pada kasus yang dijadikan laporan (Tunjukkan perkembangan

pasien dengan program okupasi terapi yang telah diberikan, kondisinya

menjadi lebih baik atau tidak. Yang lebih baik yang mana? Bagaimana

lebih baiknya? Berikan alasan – alasan. Kalau tidak menjadi lebih baik,

jelaskan penyebabnya mengapa tidak? Bagaimana dengan program yang

anda berikan, sudah sesuaikan dengan prinsip – prinsip kerangka acuan

yang anda pilih?

Perkembangan pasien menjadi lebih baik pada ADL. Program OT

yang diberikan melalui aktivitas meremas malam pad, memindahkan

pegboard, memindahkan biji-bijian menggunakan sendok dengan

penggradasian tinggi dan memindah bola plasti dari sisi depan tubuh ke

belakang pada tahap enabling ditujukan untuk meningkatkan kekuatan otot

anak. Karena aktivitas menggosok gigi memerlukan kekuatan otot untuk

35
bisa mengangkat tangan mendekati mulut. Setelah dilakukan evaluasi

selama 12 kali sesi terapi anak mampu melakukan aktivitas menggosok

gigi namun bagian sisi sebelah kanan anak belum mampu melakukannya,

dalam menggosok gigi juga belum dilakukan secara benar. Penerapan

kerangka acuan biomekanik dipilih untuk aktivitas ini yang bertujuan agar

pasien mampu meningkatkan kekuatan otot dan lingkup gerak sendi.

Terapi yang dilakukan selama 12 kali sesi masih kurang karena anak

memerlukan waktu yang cukup lama dalam peningkatan perkembangan

program terapi yang telah diberikan.

M. Follow up

Home program yang diberikan pada anak yaitu selain menjalankan

program terapi di Klinik Mitra Insan Mandiri Ponorogo, orang tua ikut

serta mendukung program terapi yang akan direncanakan. Dengan cara

melatih anak menggosok gigi dengan baik dan benar di rumah secara

konsisten agar anak terbiasa dan bisa melakukannya sendiri. orang tua

harus menahan diri dari keinginan untuk membantu agar anak menjadi

mandiri. oleh karena itu terapis dan orang tua harus sepakat, fokus, dan

satu tujuan konsisten melatih anak agar mandiri baik di tempat terapi

maupun di rumah. Selain itu untuk menguatkan oral motor khususnya otot

buccinator dan orbicularis oris yang digunakan dalam aktivitas berkumur

terapis merekomendasikan untuk mendapat terapis wicara karena dengan

36
okupasi terapis saja maka aktivitas berkumur tidak akan dapat dilakukan

secara maksimal.

37
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Cerebral palsy merupakan suatu kondisi yang mempengaruhi

pengendalian sistem motorik sebagai akibat lesi dalam otak, atau suatu

penyakit neuromuskuler yang disebabkan oleh gangguan perkembangan

atau kerusakan sebagian dari otak yang berhubungan dengan pengendalian

fungsi motorik (Somantri, 2007:12).

Cerebral palsy hemiplegi adalah kelumpuhan pada satu sisi tubuh

dan anggota gerak yang dibatasi oleh garis tengah yang didepan atau

dibelakang, misalnya tangan kiri, kaki kiri. Pergerakan anggota gerak

berkurang, fleksi lengan pada siku, lengan tetap mengepal.

Cerebral palsy tipe spastik gambaran khas yang dapat ditemukan

adalah paralisis spastik atau dengan paralisis pada pergerakan volunter dan

peningkatan tonus otot (hipertoni, spastisitas, peningkatan refleks tendon

dan klonus). Gangguan pergerakan volunter disebabkan kesulitan dalam

mengkoordinasi gerakan otot. Bila anak menggapai atau mengangkat

sesuatu, terjadi kontraksi otot secara bersamaan sehingga pada pergerakan

terjadi retriksi dan membutuhkan tenaga yang banyak.

38
Anak berinisial An.Nr, lahir di Ponorogo pada tanggal 08

Desember 2002 (umur kronologis: 14 tahun 8 bulan) berjenis kelamin

perempuan, beragama Islam dan sisi dominan kiri. Anak bertempat tinggal

di Ds.Ngrandu Kec.Kauman Sumoroto, Ponorogo. Anak merupakan anak

pertama dengan pengasuh utama yaitu Ibu. Diagnosis medisnya adalah

cerebral palsy spastik hempilegi dan diagnosis Okupasi Terapi (OT) pada

area activity of daily living (ADL) yaitu kesulitan dalam aktivitas

menggosok gigi karena KO dan LGS kurang maksimal.

Kerangka acuan yang di gunakan dalam proses terapi ini adalah

Biomekanik dengan teknik penggradasian tinggi untuk meningkatkan

Kekuatan otot (KO) dan Lingkup gerak sendi (LGS).

Anak belum mampu mencapai LTG yang telah ditentukan setelah

12 kali sesi terapi yaitu mampu menggosok gigi secara mandiri dengan

baik dan benar. Namun anak sudah mampu mencapai STG 4 yang telah

ditentukan yaitu menggosok gigi sebelah kiri walaupun belum maksimal.

KA biomekanik ini bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot (KO) dan

lingkup gerak sendi (LGS) untuk aktivitas menggosok gigi.

B. Saran

Untuk An. Nr harus lebih sering dilatih untuk aktivitas menggosok

gigi di rumah. Aktivitas ini harus dilakukan berulang-ulang sehingga

lama-lama anak akan mampu melakukannya dengan baik dan benar secara

mandiri. Selain itu orang tua harus menahan diri dari keinginan untuk

membantu anak agar menjadi mandiri. An. Nr harus dilatih secara

39
konsisten agar dapat melakukan aktivitas menggosok gigi secara mandiri.

Oleh karena itu diperlukan kerjasama antara terapis dan orang tua untuk

mencapai tujuan tersebut baik di rumah maupun di tempat terapi. Selain

itu untuk menguatkan oral motor khususnya otot buccinator dan

orbicularis oris yang digunakan dalam aktivitas berkumur terapis

merekomendasikan untuk mendapat terapis wicara karena dengan okupasi

terapis saja maka aktivitas berkumur tidak akan dapat dilakukan secara

maksimal.

40

Anda mungkin juga menyukai