TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Merokok
Perilaku merokok merupakan reaksi seseorang dengan cara mengisap rokok yang
dapat diamati atau diukur dengan melihat volume atau frekuensi merokok seseorang (Shiffman
dalam Pratiwi, 2009). Merokok adalah perilaku yang sangat merugikan kesehatan tetapi
perilaku ini terus dipertahankan oleh kebanyakan perokok. Sarafino (Pratiwi, 2009) menjelaskan
bahwa seseorang individu biasanya mulai mencoba untuk merokok pada saat remaja. Mereka
akan menjadi perokok tetap bila mereka sudah mengisap rokok keempatnya (Leventhal dan
membakar dan menghisap serta menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang
disekitarnya (Lestari & Purwanti, 2012). Pendapat lain menyatakan bahwa perilaku merokok
adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisapnya serta dapat
menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya (Nasution, 2007)..
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok adalah
suatu aktivitas yang dapat merugikan bagi kesehatan berupa membakar rokok dan kemudian
menghisap dan menghembuskan asapnya keluar yang dapat terhisap juga oleh orang lain
disekitarnya.
Smet (1994) mengklarifikasikan adanya tiga tipe perokok menurut banyaknya rokok
a. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari.
berbagai keperluan menunjukkan bahwa memiliki fungsi yang begitu penting bagi
b. Tempat merokok; individu yang melakukan aktivitas merokok di mana saja, bahkan
sangat tinggi.
c. Intensitas merokok; seseorang yang merokok dengan jumlah batang rokok yang
d. Waktu merokok; seseorang yang merokok disegala waktu (pagi, siang, sore, malam)
oleh keadaan yang dialaminya pada saat itu, misalnya ketika sedang berkumpul
Umumnya setiap individu dapat menggambarkan setiap perilaku menurut tiga aspek.
seseorang dengan menghitung jumlah munculnya perilaku merokok sering muncul atau
yang sebenarnya.
b. Lamanya berlangsung yaitu waktu yang diperlukan seseorang untuk melakukan suatu
tindakan. Aspek ini sangatlah berpengaruh bagi perilaku merokok seseorang. Dari
aspek inilah dapat diketahui perilaku merokok seseorang apakah dalam menghisapnya
intensitas digunakan untuk mengukur seberapa dalam dan seberapa banyak seseorang
Menurut Silvan Tomkins dalam (Tim Penulis Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010),
berdasarkan Management of Affect Theory, ada empat tipe perilaku merokok. Empat hal yang
rasa yang positif. Green dalam Tim Penulis Poltekkes Depkes Jakarta I (2010)
b. Stimulation to pick them up, yaitu perilaku merokok yang hanya dilakukan
memegang rokok. Sangat spesifik pada perokok pipa. Perokok pipa akan
menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja. Ada juga perokok
Banyak orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya
bila ia marah, cemas, atau gelisah. Rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka
menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar dari perasaan
Mereka yang sudah kecanduan cenderung akan menambah dosis rokok yang
digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. Mereka
umumnya akan pergikeluar rumah membeli rokok, walau tengah malam sekalipun,
Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan
mereka, tetapi karena benar-benar sudah menjadi kebiasaan rutin. Dapat dikatakan
pada orang-orang tipe ini, merokok sudah menjadi perilaku yang bersifat otomatis,
sering kali tanpa dipikirkan dan tanpa disadari. Ia menghidupkan lagi api rokoknya bila
Menurut Juniarti dalam Tim Penulis Poltekkes Depkes Jakarta I (2010), faktor yang
Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang
berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, di mana orang tua tidak begitu
memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras, lebih mudah
untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah
tangga yang bahagia (Baer dan Corado dalam Atkinson, 1999). Remaja yang berasal
dari keluarga yang menekankan nilai-niai sosial dan agama dengan baik dengan tujuan
“kerjakan urusanmu sendiri-sendiri”. Yang paling kuat pengaruhnya adalah bila orang
tua sendiri menjadi figure contoh, yaitu sebagai perokok berat, maka anak-anaknya
akan mungkin sekali untuk mencontohnya. Perilaku merokok lebih bnayak ditemui pada
mereka yang tinggal dengan satu orang tua (single parent). Daripada ayah yang
perokok, remaja akan lebih cepat berprilaku sebagai perokok justru bila ibu merekan
yang merokok, hal ini lebih terlihat pada remaja putrid (Al Bachri, 1991).
2. Pengaruh teman.
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa bila semakin banyak remaja yang merokok,
sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, remaja tadi
dipengaruhi oleh remaja tersebut, hingga akhirnya mereka semua menjadi perokok. Di
yang perokok, begitu pula dengan remaja bukan perokok (Al Bachri, 1991).
3. Faktor kepribadian.
Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari
rasa sakit fisik atau jiwa, dan membebaskan diri dari kebosanan.
4. Pengaruh iklan.
Melihat iklan di media massa atau elektronik yang menampilkan gambaran bahwa
perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja sering kali terpicu
untuk mengikuti perilaku seperti yang ada di dalam iklan tersebut (Juniarti, 1991).
Subandana (dalam Mairizal, Murni & Sagala, 2013) menyatakan faktor-faktor yang
a. Faktor Psikologis, merokok dapat menjadi sebuah cara bagi individu untuk santai dan
kesenangan, tekanan-tekanan teman sebaya, penampilan diri, sifat ingin tahu, stres,
kebosanan dan ingin kelihatan gagah merupakan hal-hal yang dapat mengkontribusi
mulainya merokok. Selain itu, individu dengan gangguan cemas bisa menggunakan
kemudian membagi ke jalur imbalan dan jalur adrenergenik. Pada jalur imbalan, perokok
akan merasakan nikmat, memacu system dopaminergik. Hasilnya perokok akan merasa
lebih tenang, daya piker serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Di
jalur adrenergik, zat ini akan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian otak lokus
rasa senang sekaligus keinginan mencari rokok lagi. Hal inilah yang menyebabkan
perokok sangat sulit meninggalkan rokok, karena sudah ketergantungan dengan nikotin.
c. Faktor Lingkungan yang berkaitan dengan penggunaan tembakau antara lain orang tua,
saudara kandung maupun teman sebaya yang merokok, terpapar reklame tembakau,
artis pada reklame rembakau di media. Orang tua memegang peranan penting, selain
itu juga reklame tembakau diperkirakan mempunyai pengaruh yang lebih kuat dari pada
d. Faktor Regulatori, peningkatan harga jual atau diberlakukan cukai yang tinggi, akan
B. Konformitas
Satu hal yang seseorang lakukan ketika berada dalam sebuah kelompok adalah
konform, yaitu melakukan tindakan atau mengadopsi sikap sebagai hasil dari adanya tekanan
kelompok yang nyata maupun yang persepsikan (Wade & Travris, 2007). Konformitas berasal
dari conformity yang artinya adalah tendensi untuk mengubah keyakinan atau perilaku
seseorang agar sesuai dengan perilaku orang lain (Cialdini & Goldstein dalam Rahmah, 2013).
Konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial di mana individu mengubah sikap dan tingkah
laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada (Kulsum & Jauhar, 2014).
Menurut Richards. G (Rahmah, 2013) konformitas adalah melakukan hal yang sama
dengan orang lain sesuai dengan norma-norma, selera, pendapat, penataan, dan sebagainya
yang bersifat behavioral dalam sebuah kelompok yang didalamnya seseorang mengasumsikan
dirinya sebagai anggotanya. Konformitas berarti penyesuaian diri dengan masyarakat dengan
mengindahkan norma dan nilai masyarakat (Soekanto dalam Rahmah, 2013). Dalam Chaplin
(2008) konformitas adalah kecenderungan untuk memperbolehkan satu tingkah laku seseorang
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa konformitas adalah suatu
bentuk penyesuaian diri terhadap lingkungan kelompok atau masyarakat yang mana individu
dalm hal ini menyesuaikan tingkah lakunya dengan kelompoknya agar dapat diterima didalam
kelompok atau masyarakat tersebut dengan mengindahkan norma dan nilai yang ada
didalamnya.
Ada beberapa alasan yang dapat dikedepankan untuk memahami mengapa individu
Sebagai akibat dari internalisasi dan proses belajar di masa kecil, banyak individu
atau lingkungan tertentu. Jika individu memiliki pandangan dan perilaku yang berbeda,
maka dirinya dianggap bukan termasuk dari anggota kelompok dan lingkungan tersebut.
Banyak keadaan yang menyebabkan individu beada dalam posisi yang dilematis karena
tidak mampu mengambil keputusan. Jika ada orang lain dalam kelompok ternyata
mampu mengambil keputusan yang dirasa benar, maka dirinya akan ikut serta agar
dianggap benar.
4. Konsekuensi kognitif.
akan keanggotaan mereka terhadap kelompok dan lingkungan di mana mereka berada.
a. Peniruan.
Keinginan individu untuk sama dengan orang lain baik secara terbuka atau ada tekanan
b. Penyesuaian.
Keinginan individu untuk dapat diterima orang lain menyebabkan individu bersikap
konformitas terhadap orang lain. Individu biasanya melakukan penyesuaian pada norma
c. Kepercayaan.
Semakin besar keyakian individu pada informasi yang benar dari orang lain semakin
Sesuatu yang sudah menjadi keputusan bersama menjadikan kekuatan sosial yang
e. Ketaatan.
Respon yang timbul sebagai akibat dari kesetiaan atau ketertundukan individu atas
otoritas tertentu, sehingga otoritas dapat membuat orang menjadi conform terhadap hal-
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi konformitas (Kulsum & Jauhar, 2014).
Orang-orang yang disukai akan memberikan pengaruh lebih besar. Perkataan atau
perilaku mereka cenderung akan diikuti atau diamini oleh orang lain yang menyukai
2. Kekompakan kelompok.
kelompok, maka akan semakin kuat pengaruhnya dalam membentuk pola piker dan
kecenderungan kita untuk ikut serta, walaupun mungkin kita akan menerapkan
Norma deskriptif adalah norma yang hanya mendeskripsikan apa yang sebagian
besar orang lakukan pada situasi tertentu. Norma ini akan memengaruhi tingkah laku
kita dengan cara member tahu kita mengenai apa yang umumnya dianggap efektif
atau bersifat adaptif dari situasi tertentu tersebut. Sementara itu, norma injungtif
akan memengaruhi kita dalam menetapkan apa yang harusnya dilakukan dan
tingkah laku apa yang diterima dan tidak ditrima pada situasi tertentu.
Menurut Deutsch & Gerrard (dalam Sarwono, 1999) ada dua penyebab mengapa orang
1. Pengaruh norma, yaitu disebabkan oleh keinginan untuk memenuhi harapan orang lain
realitas yang diberikan oleh orang lain yang dapat diterimanya atau tidak dapat
dielakkan lagi.
Menurut David, dkk (dalam Rahmah, 2013), hal-hal yang memengaruhi adanya
konformitas adalah :
a. Kurangnya informasi. Orang lain merupakan sumber informasi yang penting. Sering kali
mereka mengetahui sesuatu yang tidak kita ketahui; dengan melakukan apa yang
bertentangan. Individu ingin memberikan informasi yang tepat. Oleh karena itu, semakin
besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar,
c. Kepercayaan diri yang lemah. Salah satu faktor yang sangat memengaruhi rasa percaya
diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada
jika ia merasa yakin dengan kemampuannya sendiri akan penilaian terhadap sesuatu
d. Rasa takut terhadap celaan sosial. Celaan sosial memberikan efek yang signifikan
persetujuan dan menghindari celaan kelompok dalam setiap tindakan. Tetapi, sejumlah
faktor akan menentukan bagaimana pengaruh persetujuan dan celaan ini terhadap
e. Rasa takut terhadap penyimpangan. Rasa takut dipandang sebagai orang yang
menyimpang merupakan faktor dasar hampir dalam semua situasi sosial. Kita tidak mau
dilihat sebagai orang yang lain dari orang lain, kita tidak ingin tampak seperti orang lain.
Kita ingin agar kelompok tempat kita berada menyukai kita, memperlakukan kita dengan
semakin tinggi.
g. Kesepakatan kelompok. Orang yang dihadapkan pada keputusan kelompok yang sudah
bulat akan mendapat tekanan yang kuat untuk menyesuaikan pendapatnya. Namun, bila
h. Ukuran kelompok. Konformitas akan meningkat bila ukuran mayoritas yang sependapat
penelitian yang dilakukan oleh Wilder (1977) disimpulkan bahwa pengaruh ukuran
kelompok terhadap tingkat konformitas tidak terlalu besar, melainkan jumlah pendapat
lepas (independent opinion) dari kelompok yang berada atau dari individu merupakan
pengaruh utama.
i. Keterikatan pada perilaku bebas. Orang yang secara terbukan dan bersungguh-sungguh
terikat suatu penilaian bebas akan lebih enggan menyesuaikan diri terhadap penilaian
kelompok yang berlainan. Atau dengan kata lain keterikatan sebagai kekuatan total yang
j. Keterikatan terhadap Non-Konformitas. Orang yang karena satu dan lain hal tidak
konformitas ini. Orang yang sejak awal menyesuaikan diri akan tetap terikat pada
perilaku itu.
Konformitas berkaitan dengan pengaruh yang datang dari lingkungan sosial dimana
individu akan berusaha mengikuti aturan yang ada agar bisa diterima didalam kebuah kelompok
atau masyarakat. Konformitas (dalam Kulsum & Jauhar, 2014) adalah suatu jenis pengaruh
sosial di mana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma
sosial yang ada. Pengaruh sosial yang didapat bisa berupa pengaruh positif dan pengaruh
negatif.
Pengaruh positif berupa aktif dalam kegiatan bermasyarakat, berpakaian seperti teman-
teman didalam kelompok, mengikuti kegiatan organisasi, membuat kelompok belaajar, dan
sebagainya. Sedangkan yang bersifar negatif seperti, tawuran, terlibat dalam sebuah geng yang
tidak benar (seperti geng motor), mengikuti kegiatan yang tidak benar didalam suatu kelompok
Salah satu dampak buruk dari konformitas adalah berperilaku merokok. Perilaku
merokok bisa berawal dari dalam sebuah kelompok. Misalnya untuk dapat diterima didalam
sebuah kelompok individu diwajibkan untuk menaati peraturan yang sudah ada dan salah
satunya yaitu individu wajib merokok. Karena dilihat sebagai kelompok yang paling disegani
dilingkungan sekitar maka individu tersebut mengikuti peraturan yang ada tadi. Atau bisa jadi
melihat ada seseorang yang berperilaku merokok didalam sebuah kelompok mengakibatkan
Perilaku merokok yang telah kita ketahui adalah sebagai perilaku yang tidak baik bagi
kesehatan tubuh dan lingkungan. Tidak hanya yang menghisap rokok saja yang bisa terkena
dampak buruk, orang yang berada disekitarnya juga bisa terkena dampak buruk dari asap rokok
yang dihasilkan si perokok. Merokok sudah menjadi masalah yang bertahun-tahun sulit
Zat yang ada didalam rokok dapat mengakibatkan orang yang menggunakannya bisa
kecanduan untuk menggunakannya lagi. Oleh karena itu rokok sulit dihentikan penggunaannya.
Merokok pada usia remaja menyebabkan cepatnya peningkatan resiko penyakit yang akan
diderita, misalnya jantung dan paru-paru. Tidak hanya itu, pada usia remaja banyak norma-
Selain resiko terkena penyakit, remaja yang merokok akan melanggar norma yang ada
disekolah. Karena usia remaja adalah usia wajib sekolah maka remaja yang melakukan
kegiatan ini akan mendapatkan hukuman dari pihak sekolahnya. Sekolah akan memberikan
Terlepas daari itu semua, yang paling penting disini adalah pengawasan dari orang tua.
Orang tua sangat berperan dalam proses tumbuh kembang anaknya. Kurangnya pengawasan
dari orang tua menjadikan remaja yang harusnya berada didalam pengawasan orang dewasa
menjadi terabaikan. Orang tua yang kurang memperhatikan anaknya akan membuat anaknya
terjerumus kedalam pertemanan yang sesat. Bisa saja anaknya dalam bergaul dikenalkan
dengan rokok, dan diajak untuk melakukan perbuatan yang tidak baik.
D. Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini
adalah ada hubungan antara konformitas dengan perilaku merokok pada remaja yang berada di
SMP Nurul Falah Pekanbaru. Bahwa, semakin tinggi tingkat konformitas remaja maka akan
semakin tinggi tingkat perilaku merokok pada remaja di SMP Nurul Falah Pekanbaru, demikian
juga sebaliknya semakin rendah tinggal konformitas remaja maka akan semakin rendah tingkat