PENDAHULUAN
Model matematika digunakan dalam banyak disiplin ilmu dan bidang studi
yang berbeda. Kita dapat mencari aplikasi model matematika di bidang-bidang
seperti fisika, ilmu sosial dan politik, ekonomi, bisnis dan keuangan, problem-
problem jaringan komputer, serta ilmu biologi dan kedokteran. Diantara aplikasi
model matematika pada bidang ilmu biologi dan kedokteran adalah model
matematika yang berkaitan dengan penyakit menular. Pemodelan penyakit
menular mendapat perhatian besar dalam studi epidemiologi. Tujuan utama dari
pemodelan adalah menjawab peran infeksi penyakit dalam mengatur populasi
alami, yaitu mengurangi fluktuasi alami populasi yang terinfeksi. Dalam
epidemiologi, populasi dapat diklasifikasikan menjadi dua kelas, yaitu kelas
rentan (susceptible) dan terinfeksi (infected). Populasi rentan, rentan terhadap
infeksi dan populasi yang terinfeksi dapat memindahkan infeksi ke individu
rentan. Dalam model S-I-S ukuran jumlah populasi adalah N = S + I, dimana S
adalah populasi rentan dan I populasi terinfeksi [3].
Pada model sederhana S-I-S populasi dari kelas rentan bergabung atau
pindah ke kelas yang terinfeksi, tapi dalam prakteknya proses ini tidak tetap.
Individu tetap rentan untuk beberapa jangka waktu tertentu setelah meninggalkan
kelas rentan dan bergabung dengan kelas yang terinfeksi, masa menengah ini
dapat disebut sebagai masa inkubasi [3]. Masa inkubasi didefinisikan masa dari
1
saat penyebab penyakit masuk (saat penularan) sampai ke saat timbulnya penyakit
[10]. Masa inkubasi berguna tidak hanya untuk membuat tebakan hidup bebas
sehingga ditetapkan penyebab dan sumber infeksi, tetapi juga untuk
mengembangkan strategi pengobatan untuk memperpanjang masa inkubasi.
Menjaga pendapat di atas, dalam tulisan ini penulis akan mempelajari peran
masa inkubasi dalam penularan penyakit dengan asumsi sebagai kelas menengah,
yaitu kelas populasi inkubasi antara kelas populasi rentan dan terinfeksi.
1.2 Rumusan Masalah
2
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian ini hanya melalui pendekatan teoritis atau studi literatur
dari buku-buku yang berkaitan, tesis, skripsi sampai artikel-artikel yang ada di
website untuk menunjang literatur ini.
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan dipaparkan hasil kajian yang meliputi analisis
model matematika yang berkaitan dengan masa inkubasi dalam
penularan penyakit yang terdiri dari formulasi model, menentukan
titik kesetimbangan, serta jenis kestabilan dari titik kesetimbangan.
BAB IV PENUTUP
3
Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan sebagai jawaban dari
rumusan permasalahan yang diajukan serta saran untuk
pengembangan tulisan yang berbeda dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Dalam studi literatur ini penulis akan mempelajari dan menganalisis model
matematika yang berkaitan dengan peran masa inkubasi dalam penularan
penyakit. Analisis yang pertama adalah mengidentifikasi titik kesetimbangan dari
model matematika dengan cara me-nol-kan turunan pertamanya. Analisis yang
kedua adalah mengidentifikasi jenis kestabilan titik kesetimbangan. Kestabilan
titik kesetimbangan dapat ditentukan dengan memperhatikan nilai-nilai eigen
yang diperoleh dari persamaan karakteristik. Jika tanda bagian riil nilai eigen
tidak mudah ditentukan maka digunakan kriteria kestabilan Routh-Hurwitz.
Berikut diagram dari kerangka berfikir tersebut
Menentukan titik
kesetimbangan
Menentukan jenis
kestabilan
4
BAB II
LANDASAN TEORI
5
2.2 Sistem Persamaan Diferensial Tak Linear
Definisi 2.1
Misalkan suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai
ẋ = 𝑓(𝑡, 𝑥) (2.1)
dengan
𝑥1 (𝑡) 𝑓1 (𝑡, 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 )
𝑥 = [ ⋮ ]dan 𝑓(𝑡, 𝑥) = [ ⋮ ]
𝑥𝑛 (𝑡) 𝑓𝑛 (𝑡, 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 )
Definisi 2.2
Diberikan sistem persamaan diferensial
ẋ = 𝑓(𝑥), 𝑥𝜖𝑅 𝑛
titik ̅x disebut titik tetap atau titik kritis atau disebut juga titik kesetimbangan jika
𝑓( ̅x) = 0 [4].
2.4 Matriks Jacobi
6
𝑓(𝑥1 , 𝑥2 ) = (𝑥1 3 − 𝑥2 3 , 3𝑥1 2 𝑥2 , 2𝑥1 𝑥2 2 )
maka matriks Jacobiannya adalah
𝜕𝑓1 𝜕𝑓1
𝜕𝑥1 𝜕𝑥2
3𝑥1 2 −3𝑥2 2
𝜕𝑓2 𝜕𝑓2
= [6𝑥1 𝑥2 3𝑥1 2 ]
𝜕𝑥1 𝜕𝑥2
2𝑥2 2 4𝑥1 𝑥2
𝜕𝑓3 𝜕𝑓3
[𝜕𝑥1 𝜕𝑥2 ]
2.5 Nilai Eigen
Definisi 2.3
Jika A adalah matriks n x n, maka vektor tak nol x di dalam Rn dinamakan
vektor eigen (eigenvector) dari A jika Ax adalah kelipatan skalar dari x; yakni,
𝐴𝑥 = 𝜆𝑥
untuk suatu skalar 𝜆. Skalar 𝜆 dinamakan nilai eigen (eigenvalue) dari A dan x
dikatakan vektor eigen yang bersesuaian dengan 𝜆.
Untuk mencari nilai eigen matriks A yang berukuran n x n maka kita
menuliskan kembali 𝐴𝑥 = 𝜆𝑥 sebagai
𝐴𝑥 = 𝜆𝐼𝑥
atau secara ekivalen
(𝐴 − 𝜆𝐼)𝑥 = 0
Supaya 𝜆 menjadi nilai eigen, maka harus ada pemecahan taknol dari
persamaan ini. Persamaan di atas akan mempunyai pemecahan taknol jika dan
hanya jika
𝑑𝑒𝑡(𝐴 − 𝜆𝐼) = 0 (2.2)
persamaan (2.2) dinamakan persamaan karakteristik A [1].
Contoh
Carilah nilai-nilai eigen dari matriks
3 2
𝐴=[ ]
−1 0
Penyelesaian:
Oleh karena
3 2 1 0 3−𝜆 2
𝐴 − 𝜆𝐼 = [ ]−𝜆[ ]=[ ]
−1 0 0 1 −1 −𝜆
maka polinom karakteristik dari 𝐴 adalah
7
𝑑𝑒𝑡(𝐴 − 𝜆𝐼) =0
3−𝜆 2
| | =0
−1 −𝜆
(3 − 𝜆)(−𝜆)— (−2) = 0
−3𝜆 + 𝜆2 + 2 =0
𝜆2 − 3𝜆 + 2 =0
(𝜆 − 1)(𝜆 − 2) =0
𝜆1 = 1, 𝜆2 = 2
2. Tidak stabil, jika terdapat paling sedikit satu i sehingga Re(𝜆𝑖 ) > 0.
3. Saddle, jika perkalian dua buah nilai eigen riil sembarang adalah negatif
(𝜆𝑖 𝜆𝑗 < 0 untuk i dan j sembarang).
2.7 Kriteria Routh-Hurwitz
8
itu perlu digunakan metode lain untuk menentukan tanda bagian riil nilai eigen 𝜆.
Sebagai contoh untuk matrik yang berukuran n x n dengan n > 2 tanda bagian riil
nilai eigen dapat ditentukan dengan menggunakan kriteria kestabilan Routh-
Hurwitz.
Kriteria kestabilan Routh-Hurwitz adalah suatu metode untuk menunjukan
kestabilan sistem dengan memperhatikan koefisien dari persamaan karakteristik
tanpa menghitung akar-akar karakteristik secara langsung [4].
Kriteria Routh-Hurwitz tersebut terdapat pada teorema berikut [4].
Teorema 2.1:
Diberikan persamaan karakteristik
𝑃(𝜆) = 𝜆𝑘 + 𝑎1 𝜆𝑘−1 + 𝑎2 𝜆𝑘−2 + ⋯ + 𝑎𝑘−1 𝜆 + 𝑎𝑘 =0
selanjutnya didefinisikan matriks Hurwitz Hj sebagai berikut:
9
Teorema 2.2
Misalkan 𝑒0 , 𝑒1 , 𝑒2 bilangan riil. Bagian riil dari setiap nilai eigen persamaan
karakteristik
𝑃(𝜆) = 𝜆3 + 𝑒0 𝜆2 + 𝑒1 𝜆 + 𝑒2 = 0
adalah negatif jika dan hanya jika 𝑒0 > 0, 𝑒2 > 0, 𝑒0 𝑒1 > 𝑒2
Bukti :
Dari persamaan 𝑃(𝜆) = 𝜆3 + 𝑒0 𝜆2 + 𝑒1 𝜆 + 𝑒2, maka 𝑎1 = 𝑒0 , 𝑎2 = 𝑒1 , dan
𝑎3 = 𝑒2 . Berdasarkan teorema 2.1, bagian riil dari setiap akar persamaan
karakteristik 𝑃(𝜆) = 𝜆3 + 𝑒0 𝜆2 + 𝑒1 𝜆 + 𝑒2 adalah negatif jika dan hanya jika det
Hj>0, untuk j=1,2,3, dengan
det H1 = |𝑎1 | = |𝑒0 | = 𝑒0 > 0 (2.3)
𝑒0 1
det H2 = | | = 𝑒0 𝑒1 − 𝑒2 > 0 (2.4)
𝑒2 𝑒1
𝑒0 1 0
det H3 = |𝑒2 𝑒1 𝑒0 | = 𝑒0 𝑒1 𝑒2 − 𝑒2 2 > 0 (2.5)
0 0 𝑒2
dari (2.3), diperoleh 𝑒0 > 0
dari (2.4), diperoleh 𝑒0 𝑒1 − 𝑒2 > 0
dari (2.5), diperoleh 𝑒0 𝑒1 𝑒2 − 𝑒2 2 = (𝑒0 𝑒1 − 𝑒2 )𝑒2 > 0, karena 𝑒0 𝑒1 − 𝑒2 > 0
sehingga diperoleh 𝑒2 > 0.
Dengan demikian diperoleh bahwa bagian riil dari semua akar persamaan
karakteristik 𝑃(𝜆) = 𝜆3 + 𝑒0 𝜆2 + 𝑒1 𝜆 + 𝑒2 adalah negatif jika dan hanya jika
𝑒0 > 0, 𝑒2 > 0, 𝑑𝑎𝑛 𝑒0 𝑒1 > 𝑒2 .
Untuk lebih jelasnya, tinjau contoh di bawah ini.
𝑃(𝜆) = 𝜆3 + 6𝜆2 + 3𝜆 − 6
Selidiki apakah persamaan karakteristik di atas memenuhi kriteria Routh-Hurwitz.
Penyelesaian :
Dari persamaan
𝑃(𝜆) = 𝜆3 + 6𝜆2 + 3𝜆 − 6
maka 𝑎1 = 6, 𝑎2 = 3, dan 𝑎3 = −6. Kemudian nilai j dari
persamaan di atas adalah 3. Maka 2j-1 = 2(3)-1 = 5. Sehingga matriks Hurwitznya
hanya sampai 𝑎5 .
Untuk H1 = (𝑎1 ) = 6, karena 6 positif, sehingga didapat det H1 = |6| > 0.
10
𝑎 1 6 1 6 1
Untuk H2 = ( 1 )=( ), sehingga didapat det H2 = | | = 24 >
𝑎3 𝑎2 −6 3 −6 3
0.
𝑎1 1 0 6 1 0
Untuk H3 𝑎
= ( 3 𝑎2 𝑎1 ) = (−6 3 6 ), sehingga didapat det H3 =
𝑎5 𝑎4 𝑎3 0 0 −6
6 1 0
|−6 3 6 | = −144 < 0.
0 0 −6
Oleh karena det H3< 0, maka persamaan karakteristik di atas tidak memenuhi
kriteria Routh-Hurwitz.
2.8 Bifurkasi
𝑋 ′ = 𝐹𝑎 (𝑋)
dengan 𝑎 adalah parameter riil [7]. Bifurkasi adalah perubahan kualitatif yang
terjadi pada penyelesaian persamaan differensial, perubahan meliputi perubahan
stabilitas dan perubahan letak titik setimbang yang diakibatkan oleh perubahan
parameter. Bifurkasi terjadi pada penyelesaian titik setimbang yang mempunyai
paling sedikit satu nilai eigen sama dengan nol pada bagian riilnya [12].
1. Bifurkasi Saddle-node
2. Bifurkasi Transkritikal
3. Bifurkasi Pitchfork
4. Bifurkasi Hopf
11
Bifurkasi Hopf
Teorema 2.3
𝑥̅ = 𝐹𝜇 (𝑥̅ ),
Diberikan sistem
𝑥 ′ = 𝑎𝑥 − 𝑦 − 𝑥(𝑥 2 + 𝑦 2 ) (1)
𝑦 ′ = 𝑥 + 𝑎𝑦 − 𝑦(𝑥 2 + 𝑦 2 ) (2)
Ketika x dan y kecil maka 𝑥 2 dan 𝑦 2 juga kecil (𝑥 2 , 𝑦 2 ≈ 0), ada titik
kesetimbangan pada titik asal yaitu (0,0), dengan linearisasi diperoleh sistem :
𝑎 −1
𝑋′ = ( )𝑋
1 𝑎
Persamaan karakteristik
|𝐴 − 𝜆𝐼| = 0
𝑎 −1 𝜆 0
|( )−( )| = 0
1 𝑎 0 𝜆
𝑎−𝜆 −1
| |=0
1 𝑎−𝜆
12
(𝑎 − 𝜆)2 − (−1) = 0
(𝑎 − 𝜆)2 + 1 = 0
(𝑎 − 𝜆)2 = −1
(𝑎 − 𝜆) = √−1
𝑎 − 𝜆 = ±𝑖
𝜆 =𝑎±𝑖
𝑟 ′ = 𝑎𝑟 − 𝑟 3
𝜃′ = 1
Ketika 𝑎 > 0 source. Ketika 𝑎 > 0, 𝑟 ′ = 0 jika 𝑟 = √𝑎. Lingkaran pada radius
√𝑎 adalah solusi periodik dengan periode 2𝜋. 𝑟 ′ > 0 jika 0 < 𝑟 < √𝑎, 𝑟 ′ < 0 jika
𝑟 > √𝑎.
13
Gambar 2.1 Bifurkasi Hopf untuk 𝑎 < 0 dan 𝑎 > 0.
14
BAB III
Gambar 3.1 dapat membantu memahami dengan lebih baik peran yang
dimainkan masa inkubasi dalam perjalanan suatu penyakit. Perjalanan suatu
penyakit pernapasan dan masa inkubasinya juga diperlihatkan dalam gambar ini.
Masa inkubasi berbagai penyakit sangat bervariasi, hal ini bisa dilihat pada
lampiran. Masa inkubasi juga berbeda pada orang yang memiliki sistem
kekebalan lebih aktif sehingga dapat menahan pertumbuhkembangan patogen di
dalam tubuh, yang akhirnya memperpanjang masa inkubasi. Dari hasil
pengamatan diketahui bahwa penyakit yang masa inkubasinya pendek biasanya
menyebabkan kesakitan yang lebih akut dan parah, sedangkan penyakit yang
masa inkubasinya panjang menyebabkan kesakitan yang tidak terlalu parah [6].
15
Gambar 3.1 Perjalanan suatu penyakit pernapasan infeksius.
3.1 Model Matematika yang Berkaitan dengan Peran Inkubasi dalam Penularan
Penyakit
𝑑𝑆 𝑆
= 𝑟𝑆 (1 − ) − 𝑏𝑆𝐷 + ᵞ𝐷 (3.1)
𝑑𝑡 𝐾
𝑑𝐷
= 𝑏𝑆𝐷 − 𝛿𝐷 (3.2)
𝑑𝑡
dengan
16
𝛿 : kematian karena penyakit
Dalam studi literatur ini, sebelum individu masuk ke kelas infeksi, individu
tersebut masuk ke kelas menengah yang disebut kelas inkubasi. Masa inkubasi
didefinisikan sebagai masa dari saat penyebab penyakit masuk ke dalam tubuh
(saat penularan) sampai ke saat timbulnya penyakit [10].
17
yaitu kematian akibat penyakit 𝛿 dan perpindahan populasi dari kelas terinfeksi ke
kelas rentan ᵞ1 .
𝑑𝑆 𝑆
= 𝑟𝑆 (1 − 𝐾) − 𝛼𝑆𝐷 + ᵞ1 𝐷 (3.3)
𝑑𝑡
𝑑𝐼
= 𝛼𝑆𝐷 − ᵝ𝐼 (3.4)
𝑑𝑡
𝑑𝐷
= ᵝ1 𝐼 − 𝛿𝐷 (3.5)
𝑑𝑡
dengan
dimana S(0) > 0, I(0) > 0,dan D(0) > 0 dan total populasi pada waktu t adalah
N(t) = S(t)+I(t)+D(t)
18
𝑆 𝐼 𝐷
𝑥= ; 𝑦 = ; 𝑧 = ; 𝜏 = 𝑟𝑡,
𝐾 𝐾 𝐾
diperoleh sistem
𝑑𝑥
= 𝑥(1 − 𝑥) − 𝑎𝑥𝑧 + 𝑐𝑧 (3.6)
𝑑𝜏
𝑑𝑦
= 𝑎𝑥𝑧 − 𝑑𝑦 (3.7)
𝑑𝜏
𝑑𝑧
= 𝑑1 𝑦 − 𝑒𝑧 (3.8)
𝑑𝜏
dengan
𝛼𝐾 𝛾1 𝛽 𝛽1 𝛿
𝑎= ; 𝑐 = ; 𝑑 = ; 𝑑1 = ; 𝑒 =
𝑟 𝑟 𝑟 𝑟 𝑟
0 = 𝑎𝑥𝑧 − 𝑑𝑦 (3.10)
0 = 𝑑1 𝑦 − 𝑒𝑧 (3.11)
0 = 𝑥(1 − 𝑥) − 𝑎𝑥𝑧 + 𝑐𝑧
0 = 𝑎𝑥𝑧 − 𝑑𝑦
𝑥(1 − 𝑥) + 𝑐𝑧 − 𝑑𝑦 = 0 (3.12)
19
kemudian lakukan eliminasi (3.11) dan (3.12)
𝑥(1 − 𝑥) + 𝑐𝑧 − 𝑑𝑦 = 0
𝑑1 𝑦 − 𝑒𝑧 =0
𝑥(1 − 𝑥) =0
𝑥 = 0 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 = 1
𝑎𝑥𝑧 = 𝑑𝑦
𝑑𝑦
𝑧= 𝑎𝑥
dari persamaan 𝑑1 𝑦 − 𝑒𝑧 = 0
𝑑1 𝑦 = 𝑒𝑧
𝑒𝑧
𝑦=𝑑
1
𝑒𝑧 𝑑𝑦
dengan cara substitusi 𝑦 = 𝑑 ke 𝑧 =
1 𝑎𝑥
𝑒𝑧
𝑑( )
𝑑1
𝑧= 𝑎𝑥
𝑑𝑒𝑧
𝑧=𝑑
1 𝑎𝑥
𝑑1 𝑎𝑥𝑧 = 𝑑𝑒𝑧
𝑑𝑒
𝑥∗ = 𝑑 (3.13)
1𝑎
20
kemudian dengan cara substitusi (3.13) ke persamaan (3.6)
𝑥(1 − 𝑥) − 𝑎𝑥𝑧 + 𝑐𝑧 = 0
𝑥 − 𝑥 2 + (𝑐 − 𝑎𝑥)𝑧 = 0
𝑑𝑒 𝑑𝑒 2
−( ) + (𝑐 − 𝑎𝑥)𝑧 = 0
𝑑1 𝑎 𝑑1 𝑎
𝑑𝑒 𝑑𝑒 2 𝑎𝑑𝑒
−( ) + (𝑐 − )𝑧 = 0
𝑑1 𝑎 𝑑1 𝑎 𝑑1 𝑎
𝑐𝑑1 − 𝑑𝑒 𝑑2 𝑒 2 𝑑𝑒
( )𝑧 = 2 2 −
𝑑1 𝑑1 𝑎 𝑑1 𝑎
𝑑2 𝑒 2 𝑑1 2 𝑎 − 𝑑𝑒𝑑1 3 𝑎2 )
𝑧=
(𝑑1 𝑎)(𝑑1 2 𝑎2 )(𝑐𝑑1 − 𝑑𝑒)
𝑑1 2 𝑎(𝑑 2 𝑒 2 − 𝑑𝑒𝑑1 𝑎)
𝑧=
(𝑑1 𝑎)(𝑑1 2 𝑎2 )(𝑐𝑑1 − 𝑑𝑒)
𝑑2 𝑒 2 − 𝑑𝑒𝑑1 𝑎
𝑧=
𝑑1 𝑎2 (𝑐𝑑1 − 𝑑𝑒)
𝑑𝑒(𝑑𝑒 − 𝑑1 𝑎)
𝑧=
𝑑1 𝑎2 (𝑐𝑑1 − 𝑑𝑒)
𝑑𝑒(𝑑1 𝑎−𝑑𝑒)
diperoleh 𝑧 ∗ = 𝑑 2
(3.14)
1 𝑎 (𝑑𝑒−𝑑1 𝑐)
𝑑𝑒(𝑑1 𝑎 − 𝑑𝑒) 1
𝑦 = 𝑒( )
𝑑1 𝑎2 (𝑑𝑒 − 𝑑1 𝑐) 𝑑1
𝑑𝑒 2 (𝑑1 𝑎−𝑑𝑒)
diperoleh 𝑦 ∗ = 𝑑 2 2
1 𝑎 (𝑑𝑒−𝑑1 𝑐)
21
Jadi ada tiga kesetimbangan untuk sistem (3.6)-(3.8), yaitu
∗
𝑑𝑒 ∗ 𝑑𝑒 2 (𝑑1 𝑎 − 𝑑𝑒) 𝑑𝑒(𝑑1 𝑎 − 𝑑𝑒)
𝑥 = ;𝑦 = 2 2 ; 𝑑𝑎𝑛 𝑧 ∗ =
𝑑1 𝑎 𝑑1 𝑎 (𝑑𝑒 − 𝑑1 𝑐) 𝑑1 𝑎2 (𝑑𝑒 − 𝑑1 𝑐)
𝑑1 𝑎 − 𝑑𝑒 > 0
𝑑1 𝑎 > 𝑑𝑒
𝑑𝑒
𝑎>
𝑑1
dan
𝑑𝑒 − 𝑑1 𝑐 > 0
𝑑𝑒 > 𝑑1 𝑐
𝑑𝑒
> 𝑐
𝑑1
𝑑𝑒
dari ekspresi di atas jelas bahwa 𝐸 ∗ ∈ 𝑅+ 3 , jika 𝑎 > >𝑐.
𝑑1
Kestabilan dari suatu titik kesetimbangan dapat dilihat dari nilai eigennya.
Apabila semua nilai eigennya bernilai negatif, maka titik tersebut stabil. Nilai
22
eigen sendiri dapat dicari dari persamaan karakteristik yang merupakan
determinan dari matriks Jacobi.
1 − 2𝑥 − 𝑎𝑧 0 −𝑎𝑥 + 𝑐
𝐽=[ 𝑎𝑧 −𝑑 𝑎𝑥 ] (3.15)
0 𝑑1 −𝑒
1 0 𝑐
𝐽(𝐸0 ) = (0 −𝑑 0)
0 𝑑1 −𝑒
𝑑𝑒𝑡(𝐽(𝐸0 ) − 𝜆𝐼) = 0
1 0 𝑐 𝜆 0 0
|(0 −𝑑 0 ) − (0 𝜆 0)| = 0
0 𝑑1 −𝑒 0 0 𝜆
1−𝜆 0 𝑐
| 0 −𝑑 − 𝜆 0 |=0
0 𝑑1 −𝑒 − 𝜆
(1 − 𝜆)(−𝑑 − 𝜆)(−𝑒 − 𝜆) = 0
𝜆 = 1, 𝜆 = −𝑑, 𝜆 = −𝑒
diperoleh nilai eigen 𝜆𝑖 = 1, −𝑑, −𝑒 i=1,2,3. Oleh karena itu 𝐸0 adalah saddle
point. Yaitu adanya perkalian dua nilai eigen riil berbeda yang menghasilkan
negatif.
23
3.3.2 Kestabilan dari Titik 𝑬𝟏
−1 0 −𝑎 + 𝑐
𝐽(𝐸1 ) = ( 0 −𝑑 𝑎 )
0 𝑑1 −𝑒
𝑑𝑒𝑡(𝐽(𝐸1 ) − 𝜆𝐼) = 0
−1 0 −𝑎 + 𝑐 𝜆 0 0
|( 0 −𝑑 𝑎 ) − (0 𝜆 0)| = 0
0 𝑑1 −𝑒 0 0 𝜆
−1 − 𝜆 0 −𝑎 + 𝑐
| 0 −𝑑 − 𝜆 𝑎 |=0
0 𝑑1 −𝑒 − 𝜆
𝜆 = −1 atau
agar 𝐸1 = (1,0,0) stabil maka akar dari (3.16) harus negatif. Berikut ini akan
ditunjukkan kondisi sehingga akar-akar dari (3.16) bernilai negatif .
−𝑏 −(𝑑+𝑒)
𝜆1 + 𝜆2 = = = −𝑑 − 𝑒 < 0 dengan 𝑑, 𝑒 > 0. Ada dua kemungkinan
𝑎 1
untuk perkalian kedua akar persamaan (3.16) yaitu keduanya riil negatif atau riil
berbeda tanda. Untuk itu dilakukan pengecekan sebagai berikut
24
i. Untuk 𝜆1 , 𝜆2 < 0 maka 𝜆1 . 𝜆2 > 0 sehingga 𝑑𝑒 − 𝑎𝑑1 > 0 akibatnya
𝑑𝑒 > 𝑎𝑑1 .
ii. Untuk 𝜆1 < 0 < 𝜆2 maka 𝜆1 . 𝜆2 < 0 sehingga 𝑑𝑒 − 𝑎𝑑1 < 0
akibatnya 𝑑𝑒 < 𝑎𝑑1 .
1 − 2x ∗ −𝑎z ∗ 0 −𝑎x ∗ +𝑐
* 𝑎z ∗ −𝑑 𝑎x ∗ ]
𝐽(E ) = [
0 𝑑1 −𝑒
𝑑𝑒𝑡(𝐽(𝐸 ∗) − 𝜆𝐼) = 0
1 − 2x ∗ −𝑎z ∗ 0 −𝑎x ∗ +𝑐 𝜆 0 0
|( 𝑎z ∗ −𝑑 𝑎x ∗ ) − (0 𝜆 0)| = 0
0 𝑑1 −𝑒 0 0 𝜆
1 − 2x ∗ −𝑎z ∗ −𝜆 0 −𝑎 + 𝑐
|( 𝑎z ∗ −𝑑 − 𝜆 𝑎x ∗ )| = 0
0 𝑑1 −𝑒 − 𝜆
𝑃(𝜆) = 𝜆3 + 𝐴1 𝜆2 + 𝐴2 𝜆 + 𝐴3 = 0 (3.17)
dimana
𝐴1 = 2𝑥 ∗ + 𝑎𝑧 ∗ + 𝑑 + 𝑒 − 1
𝐴2 = (𝑑 + 𝑒)(2𝑥 ∗ + 𝑎𝑧 ∗ − 1)
𝐴3 = 𝑑1 𝑎𝑧 ∗ (𝑎𝑥 ∗ − 𝑐)
25
dengan substitusi nilai 𝑥 ∗ dan 𝑧 ∗ , dapat mepermudah menguji bahwa 𝐴𝑖 > 0,
untuk i = 1,2,3. Berdasarkan kriteria Routh-Hurwitz, syarat perlu dan cukup untuk
semua akar persamaan (3.17) memiliki riil negatif ketika 𝐴𝑖 > 0, i = 1,2,3 dan
𝐴1 𝐴2 > 𝐴3 . Dari pertidaksamaan terakhir syarat cukup untuk kestabilan yaitu
𝑑1 𝑐(𝑑 + 𝑒) > 1. Oleh karena itu dapat dinyatakan teorema berikut [3]:
Teorema 3.1
26
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat satu atau lebih
turunan fungsi yang tidak diketahui. Persamaan diferensial digunakan untuk
merepresentasikan fenomena-fenomena yang terjadi di kehidupan sehari-hari pada
interval waktu kontinu dalam suatu model matematika. Berikut model matematika
yang berkaitan dengan peran masa inkubasi dalam penularan penyakit.
𝑑𝑆 𝑆
= 𝑟𝑆 (1 − 𝐾) − 𝛼𝑆𝐷 + ᵞ1 𝐷
𝑑𝑡
𝑑𝐼
= 𝛼𝑆𝐷 − ᵝ𝐼
𝑑𝑡
𝑑𝐷
= ᵝ1 𝐼 − 𝛿𝐷
𝑑𝑡
dengan
dimana S(0) > 0, I(0) > 0,dan D(0) > 0 dan total populasi pada waktu t adalah
27
N(t) = S(t)+I(t)+D(t)
𝑆 𝐼 𝐷
𝑥= ; 𝑦 = ; 𝑧 = ; 𝜏 = 𝑟𝑡,
𝐾 𝐾 𝐾
diperoleh sistem
𝑑𝑥
= 𝑥(1 − 𝑥) − 𝑎𝑥𝑧 + 𝑐𝑧
𝑑𝜏
𝑑𝑦
= 𝑎𝑥𝑧 − 𝑑𝑦
𝑑𝜏
𝑑𝑧
= 𝑑1 𝑦 − 𝑒𝑧
𝑑𝜏
dengan
𝛼𝐾 𝛾1 𝛽 𝛽1 𝛿
𝑎= ; 𝑐 = ; 𝑑 = ; 𝑑1 = ; 𝑒 =
𝑟 𝑟 𝑟 𝑟 𝑟
28
4.2 Saran
Pada literatur ini hanya mengkaji model matematika yang berkaitan dengan
peran masa inkubasi dalam penularan penyakit. Dengan membagi populasi
menjadi tiga kelas, yaitu kelas rentan (Susceptible), inkubasi (incubated), dan
infeksi (infected atau diseased). Untuk penulisan literatur selanjutnya dapat
dilakukan dengan penambahan kelas yaitu kelas sehat (recovered).
29
DAFTAR PUSTAKA
[1] Anton, Howard, Aljabar Linear Elementer, Edisi 5, Jakarta: Erlangga, 1987.
[2] Budhi, Wono Setya, Kalkulus Peubah Banyak dan Penggunaannya, Institut
Teknologi Bandung, 2001.
[3] Joydif Dhar, Anuj Kumar Sharma, The Role Of The Incubation Period In A
Disease Model, Applied Mathematics E-Notes, 9: 146-153, 2009.
[5] Nur Atikah, Siti, Analisis Kestabilan Model Matematika Penyakit Chronic
Myelogenous Leukemia dengan Delay, Universitas Brawijaya, 2008.
[11] http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_ii/07610071-khoirotul-isfiyanti.ps,
diakses 23 November 2012.
[12] http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-15117-Presentation-381209.pdf,
diakses 23 November 2012
30