PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selalu ada hal yang unik dan baru, ketika menyebut kota
Surakarta, atau lebih populer dengan nama kota Solo. Kota yang
mungil dan memesona ini, selalu menebarkan sensasi yang
menjadi daya tarik bagi setiap orang. Sederet sebutan atau
merk yang melekat pada kota bengawan ini, semakin membuat
orang penasaran untuk berkunjung, sekaligus menjadi tempat
rujukan dan percontohan bagi kota-kota lain di Indonesia.
Selama ini, Solo dikenal sebagai kota seni dan budaya, kota
wisata, kota kuliner, kota batik, kota karnaval, kota hijau, kota
kreatif, kota ramah, termasuk sebagai kota pendidikan.
Namun, ada sebutan yang akhir-akhir ini menjadi
kebanggaan sekaligus tantangan tersendiri bagi kota Solo,
adalah sebutan kota layak anak. Ada sekian banyak indikator,
untuk bisa mengukur, apakah sebuah kota layak menyandang
predikat ini. Intinya, bagaimana hak-hak setiap anak dapat
terpenuhi dan terlindungi dengan baik, tanpa adanya
diskriminatif. Termasuk di dalamnya hak untuk memperoleh
1
pendidikan secara layak. Pada aspek edukatif ini, Solo terus
berbenah, untuk mengupayakan pendidikan yang berkualitas,
yang bisa dirasakan oleh setiap anak, termasuk anak-anak
difabel atau anak berkebutuhan khusus (ABK). Cerminan
pendidikan yang ramah anak, adalah bagaimana anak-anak yang
beranekaragam potensinya dapat berbaur dan berinteraksi satu
sama lain, tanpa dipisah-pisahkan oleh tempat dan waktu.
Bercampurnya anak-anak yang memiliki hambatan fisik dan
mental tersebut dengan anak-anak reguler pada umumnya,
menjadi harmonisasi dan humanisasi dalam dunia pendidikan.
Itulah pendidikan yang inklusif, bukan eksklusif. Untuk
mengembangkan pendidikan inklusif, Solo terus berbenah diri.
Mulai dari peyiapan sarana dan prasarana atau infrastruktur,
sumber daya manusia, kurikulum, regulasi atau aturan hukum,
alokasi anggaran dan menggalang dukungan dari seluruh
stakeholders.
Maka, tidak salah jika akhirnya Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI melalui Direktorat Pembinaan
Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar
2
menunjuk Kota Solo sebagai Kota Pengembangan Pendidikan
Inklusif di Indonesia pada tahun 2013 ini.
Potensi Solo sebagai kota inklusi sesungguhnya tidak perlu
diragukan lagi. Kota Solo memiliki akar sejarah yang sangat
kuat tentang pendidikan untuk para difabel. Sebut saja
pahlawan nasional dalam bidang rehabilitasi, yaitu Prof. Dr.
Soeharso, adalah salah satu tokoh nasional dalam pendidikan
ABK yang cukup fenomenal. Bahkan nama beliau akhirnya
diabadikan mulai dari pendirian Yayasan Pendidikan Anak Cacat
(YPAC), Rumah Sakit Ortopedi, Pusat Pengembangan dan
Latihan Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (PPRBM) dan
lain sebagainya. Solo juga dikenal sebagai salah satu kota
terlengkap dalam penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa (SLB),
mulai dari jenis A (tuna netra), B (tuna rungu), C (tuna grahita),
D (tuna laras), dan E (tuna daksa), dengan jumlah tidak kurang
17 lembaga. Keberadaan Pusat Layanan Autis (PLA) yang saat ini
tengah dibangun di daerah Mojosongo, semakin membuktikan
komitmen pemerintah kota Surakarta dalam memberikan
pelayanan pendidikan dan terapi, terutama kepada anak-anak
penyandang autis.
3
Selain itu, Solo juga memiliki Perguruan Tinggi (PT) yang
menyelenggarakan program studi Pendidikan Luar Biasa (SLB),
yaitu Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS). Bahkan, atas
kiprahnya dalam membumikan pendidikan inklusif, UNS
mendapatkan penghargaan pendidikan inklusif dari Kemdikbud
pada tahun 2012. Bukan hanya itu, salah satu sekolah unggulan
di Solo, yaitu SD Al Firdaus ditunjuk oleh Kemdikbud menjadi
percontohan sekolah inklusi nasional, yang juga sama-sama
mendapatkan penghargaan pendidikan inklusif.
Sekadar catatan, saat ini Kota Solo telah memiliki 13
sekolah inklusi dan 17 Sekolah Luar Biasa (SLB). Pada
pendidikan dasar telah ditetapkan 6 SD sebagai penyelenggara
program pendidikan inklusif, 3 sekolah untuk jenjang SMP, dan
2 sekolah untuk jenjang SMA dan SMK. Pada tahun ini, jumlah
sekolah inklusi di Solo akan terus bertambah dengan
mempertimbangkan aspek pemerataan setiap daerah atau
kecamatan. Sehingga, anak-anak berkebutuhan khusus dapat
belajar di sekolah-sekolah reguler terdekat, tanpa menempuh
jarak yang jauh dari rumah tinggalnya.
4
Oleh karena itu, sejalan dengan komitmen dalam
mengembangkan pendidikan inklusif, pemerintah kota
Surakarta telah mengeluarkan kebijakan melalui beberapa
regulasi sebagai acuan dan landasan hukum. Seperti adanya
Peraturan Daerah (Perda) tentang pendidikan dan perlindungan
anak. Termasuk di dalamnya diatur tentang alokasi anggaran
untuk pendidikan inklusif. Selain itu, melalui Dinas Pendidikan,
Pemuda dan Olah Raga Kota Surakarta dengan dukungan pihak-
pihak terkait, Solo telah memiliki Kelompok Kerja (Pokja)
Pendidikan Inklusif, sehingga pengembangan pendidikan inklusif
bisa terkawal dengan baik. Inilah bentuk kontribusi yang
konkret dalam memberikan pelayanan pendidikan yang
menghargai keberagaman anak, memberikan kesempatan
kepada semua anak untuk mendapatkan pendidikan sesuai
dengan kondisi, potensi dan kompetensi masing-masing.
5
B. Tujuan
1. Mensosialisaikan kepada seluruh elemen masyarakat dan
pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan, tentang konsep
dan model penyelenggaraan pendidikan inklusif yang tidak
diskriminatif
2. Menggalang kekuatan bersama untuk membumikan
pendidikan inklusif di Kota Surakarta
3. Menjamin anak-anak difabel atau anak berkebutuhan khusus
(ABK) di Kota Surakarta mendapatkan pelayanan pendidikan
yang berkualitas
4. Himbauan dan ajakan kepada seluruh lembaga
penyelenggara pendidikan atau sekolah di Kota Surakarta
untuk mau menerima dan mengelola siswa berkebutuhan
khusus sesuai kemampuan
5. Mensukseskan agenda program Kota Surakarta sebagai kota
layak anak
6. Ajang pencitraan (branding) Kota Surakarta sebagai kota
pendidikan inklusif dan kota layak anak di Indonesia dan
dunia
6
C. Landasan
1. Landasan Filosofis
Bhineka Tunggal Ika yaitu pengakuan kebhinekaan antar
manusia yang mengemban misi tunggal untuk membangun
kehidupan bersama yang lebih baik. Bertolak dari filosofi
Bhineka Tunggal Ika, kelainan (kecacatan) hanyalah satu
bentuk Kebhinekaan seperti halnya perbedaan suku, ras,
bahasa, budaya, atau agama. Sistem pendidikan harus
memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar
siswa yang beragam, sehingga mendorong sikap yang penuh
toleransi dan saling menghargai.
2. Landasan Yuridis
a. Declaration of Human Right (1948)
b. Convention of Human Right of the Child (1989)
c. Kebijakan global Education for All oleh UNESCO (1990)
d. Kesepakatan UNESCO di Salamanca tentang Inclusive
Education(1994).
7
e. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 (1) yang berbunyi:
Bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan
yang sama memperolehpendidikan.
f. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional,
1) Pasal 4 (1) dinyatakan bahwa pendidikan di negeri
inidiselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan,
nilaicultural, dan kemajemukan bangsa.
2) Pasal 5 (2) menyatakan warganegara yang memiliki
kelainan fisik, emosional, mental dan atau sosial
berhak memperoleh pendidikan khusus. Dalam
penjelasan pasal 15 dinyatakan bahwa
penyelenggaraan pendidikan khusus tersebut
dilakukan secara inklusif atau berupa satuan
pendidikan khusus.
3) Pasal 11 menyatakan, bahwa pemerintah dan
pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan
kemudahan, serta menjamin terselenggaranya
8
pendidikan yang bermutu bagi setiap warga
negara,tanpa diskriminasi
g. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 2 Tahun 2010
tentang Difabel
h. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2010
tentang Pendidikan
i. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011
tentang Perlindungan Anak
3. Landasan Paedagogis
Pada hakekatnya pendidikan adalah usaha sadar
untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan anak
didik di dalam dan diluar sekolah yang berlangsung seumur
hidup. Jelaslah melalui rumusan tersebut bahwa pada
hakekatnya pendidikan itu perlu atau dibutuhkan oleh
siapa saja dan dimana saja.
9
BAB II. GAMBARAN UMUM KOTA SURAKARTA
10
menjadi Ibukota kerajaan yang kemudian disebut dengan Surakarta
Hadiningrat.
Prosesi pindahnya Keraton Kartasura Hadiningrat ke Surakarta
dilaksanakan hari Rabu Pahing, tanggal 14 Suro 1670 atau tanggal 17
Februari 1745 pada kalender Masehi. Dengan demikian secara resmi
Ingkang Sinuhun Kanjeng-Susuhunan Pakoe Boewono II bertahta di
Keraton Surakarta. Tanggal itu pulalah yang kemudian ditetapkan
sebagai hari jadi Kota Surakarta. Setelah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia sebagai Negara, selanjutnya dalam perkembangannya
Surakarta telah memenuhi standar criteria sebagai Daerah Otonom
berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-daerah Kota Besar dalam lingkungan Provinsi Jawa TImur,
Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang
disebut dengan Daerah Kota Madya Surakarta. Kemudian
berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah, Kotamadya Surakarta disebut Daerah
Tingkat II dan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
yang disempurnakan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagai Kota Surakarta.
11
Letak Geografis
Kota Surakarta terletak antara 110◦45’15” - 110◦45’35 Bujur
Timur dan 7◦36’00” – 7◦56’00” Lintang Selatan. Wilayah ini
merupakan dataran rendahan dengan ketinggian + 92 meter dari
permukaan air laut dan dilalui oleh Sungai Pepe, Jenes, dan
Bengawan Solo. Kota Surakarta berbatasan dengan kabupaten lain,
yaitu:
Sebelah Utara: berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan
Kabupaten Boyolali; Sebelah Timur: berbatasan dengan Kabupaten
Karanganyar dan Sukoharjo; Sebelah Selatan: berbatasan dengan
Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar, dan; Sebelah
Barat: berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Kabupaten
Karanganyar, dan Kabupaten Sukoharjo.
Kota Surakarta biasanya disebut juga nagari oleh penduduk
kabupaten-kabupaten di sekitarnya, karena kota ini dulunya
menjadi pusat kerajaan Surakarta Hadiningrat. Pada jaman
kemerdekaan, Kota Solo menjadi Pusat Karesidenan Surakarta, dan
ketika masa pemerintahan orde baru, status Kota Surakarta tidak
lagi menjadi pusat Karesidenan karena dihapus oleh pemerintah.
Sampai sekarang sebutan Karesidenan Surakarta tersebut masih ada
12
dan masih menjadi pusat budaya maupun spiritual bagi masyarakat
Kota Solo dan sekitarnya.
13
Usia 7-12 tahun
KECAMATAN LAKI-LAKI PEREMPUAN L+P
LAWEYAN 4,909 4,668 9,577
SERENGAN 2,669 2,585 5,254
PASARKLIWON 4,307 4,143 8,450
JEBRES 6,894 6,606 13,500
BANJARSARI 9,045 8,581 17,626
SURAKARTA 27,824 26,583 54,407
14
Usia 16-18 tahun
KECAMATAN LAKI-LAKI PEREMPUAN L+P
LAWEYAN 2,419 2,276 4,695
SERENGAN 1,231 1,226 2,457
PASARKLIWON 2,160 2,012 4,172
JEBRES 3,519 3,238 6,757
BANJARSARI 4,442 4,252 8,694
SURAKARTA 13,771 13,004 26,775
15
Data Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi dan
Sekolah Luar Biasa
Jenis Kekhususan
No Nama sekolah Jum.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
SD N
1 Bromantakan 56 2 1 1 2 2 2 1 3 14
1
2 SD N PAJANG 1 1 1 1 2 1 2 1 19
1
3 SD N PETORAN 4 1 3 6 2 2 2 30
SD N
4 KARTODIPURAN 1 1 4 4 1 1 12
6
5 SD AL FIRDAUS 3 1 1 6 7 4 82
1
6 SD N GEBANG 5 15
1
7 SDN MANAHAN 1 1 1 7 2 22
4
8 SMP N 12 2 2 0 1 45
16
Jenis Kekhususan
No Nama sekolah Jum.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
9 SMP N 23 1 1 2
10 SMA N 8 4 4
11 SMA MUH 6 4 1 1 6
12 SMK N 8 5 1 1 1 8
13 SMK N 9 3 1 4 2 1 2 4 17
1 1 1 1 7 9 1 2
JUMLAH 5 0 2 1 2 9 6 5 5 3 0 3 5 276
17
2. Jumlah ABK berdasarkan jenis kekhususan dan jenjang
pendidikan di Sekoah Luar Biasa (SLB)
JENJANG PENDIDIKAN
NAMA
NO KEKHUSUSAN SDLB/ SMA
SEKOLAH
TKLB SMPLB JUM
AUTIS LB
18
JENJANG PENDIDIKAN
NAMA
NO KEKHUSUSAN SDLB/ SMA
SEKOLAH TKLB SMPLB JUM
AUTIS LB
Jumlah 0 31 9 1 41
SLB-B
4 Tuna Rungu 12 62 20 10 104
YRTRW
Jumlah 12 62 20 10 104
SLB-C Lamban
5 3 54 36 30 123
YPSLB Belajar
Jumlah 3 54 36 30 123
SLB-C1 Lamban
6 10 34 16 13 73
YSSD Belajar
Jumlah 10 34 16 13 73
SLB-C
Lamban
7 Setya 10 45 18 16 89
Belajar
Darma
Jumlah 10 45 18 16 89
SLB-D
8 Tuna Daksa 3 25 17 6 51
YPAC
Tuna Grahita 4 13 5 4 26
Jumlah 7 38 22 10 77
19
JENJANG PENDIDIKAN
NAMA
NO KEKHUSUSAN SDLB/ SMA
SEKOLAH TKLB SMPLB JUM
AUTIS LB
SLB-D1
9 Tuna Daksa 6 19 5 0 30
YPAC
Tuna Grahita 2 19 9 4 34
Jumlah 8 38 14 4 64
SLB-E Bina
10 Tuna Laras 0 54 15 16 85
Putera
Jumlah 0 54 15 16 85
SLB-E
11 Tuna Laras 0 40 6 0 46
Prayuana
Jumlah 0 40 6 0 46
SLB-BC
12 Tuna Rungu 0 10 2 7 19
PBM
Lamban
0 47 9 9 65
Belajar
Tuna daksa 0 5 0 0 5
Autis 0 2 0 0 2
Jumlah 0 64 11 16 91
20
JENJANG PENDIDIKAN
NAMA
NO KEKHUSUSAN SDLB/ SMA
SEKOLAH TKLB SMPLB JUM
AUTIS LB
SLB-CG
13 Ganda 2 31 7 0 40
YPPCG
Jumlah 2 31 7 0 40
SLB-BC
14 Tuna Rungu
AUTIS YBA
Lamban
6 72 11 0 89
Belajar
Jumlah 6 72 11 0 89
SLB AUTIS
15 Autis 0 25 0 0 25
ALAMANDA
Jumlah 0 25 0 0 25
SLB AUTIS
16 AGCA Autis 0 35 5 0 40
CENTER
Jumlah 0 35 5 0 40
SLB AUTIS
17 Autis 0 40 10 5 55
HARMONY
Jumlah 0 40 10 5 55
JUMLAH 70 744 247 153 1214
21
Data peserta didik layanan khusus
Di LSK Bina Bakat Surakarta
22
BAB III. ANALISIS SITUASI
23
Berkebutuhan Khusus melalui melalui berbagai even lomba,
apresiasi, beasiswa.
B. Permasalahan
a. Regulasi tentang pendidikan inklusif masih bersifat makro
b. Kurikulum sekolah belum adaptif
c. Sarana dan Parasara belum aksesibel bagi Anak
Berkebutuhan Khusus
d. Sistem sekolah yang terikat pada model segregasi
e. Kurangnya kolaborasi antar profesi dalam menangani Anak
Berkebutuhan Khusus
f. Kurangnya komitmen dari komponen sekolah terhadap
Pendidikan Inklusif
24
b. Secara historis keberadaan YPAC Prof Dr. Soeharso
menginspirasi kepedulian masyarakat pada Anak
Berkebutuhan Khusus
c. Secara umum penataan kota Surakarta sudah berpihak pada
pemenuhan kebutuhan aksesibilitas Anak Berkebutuhan
Khusus
d. Banyaknya klinik-klinik terapi bagi Anak Berkebutuhan
Khusus
e. Adanya Asosiasi Pendidikan Inklusif
f. Adanya lembaga-lembaga percontohan pelaksanaan
pendidikan inklusif
25
BAB IV. RENCANA AKSI PEMBUDAYAAN
PENDIDIKAN INKLUSIF KOTA SURAKARTA
26
e. Mewujudkan Pusat Penanganan Anak Berkebutuhan
Khusus sebagai lembaga pengembangan dan advokasi
dalam arti luas
B. Indikator Keberhasilan
1. Kota memiliki regulasi atau peraturan tentang
penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
2. Kota mengalokasikan dana khusus untuk penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif
3. Kota sekurang-kurangnya mempunyai satu pusat sumber yang
dilengkapi sumber daya pendidikan khusus dan media
pendidikan khusus. Pusat sumber ini berfungsi sebagai
system dukungan dalam penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
4. Kota memiliki Sekolah Inklusi model
5. Kota memiliki kelompok kerja Pendididkan Inklusif yang
secara professional membantu pemerintah dalam
penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
6. Kota memiliki pusat data anak berkebutuhan khusus usia
sekolah yang valid dan reliabel
27
7. Kota mencapai angka partisipasi masuk anak berkebutuhan
khusus sekurang-kurangnya 65% pada tahun 2014
8. Tiap kecamatan sekurang-kurangnya terdapat satu SD dan
satu SMP yang secara aktif memberikan layanan pendidikan
bagi seua anak tanpa diskriminasi
9. Sekolah inklusi sekurang-kurangnya memiliki satu guru
pembimbing khusus dengan latar belakang pendidikan khusus
atau sudah memperoleh pelatihan khusus
10. Tiap kecamatan mempunyai pusat informasi yang terkait
dengan penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
11. Sekolah Inklusi memiliki ruang sumber yang dilengkapi
fasilitas utama layanan kekhususan dan media pembelajaran
khusus
28
C. Rencana Aksi Pembudayaan Pendidikan Inklusif Kota
Surakarta
No Rencana Aksi
29
8 Pengembangan model/percontohan
30
BAB V. PENUTUP
31
Mars
Solo Kota Inklusi
32
33
Hymne Inklusi
Solo Bangkit Bercahaya
34
35