Anda di halaman 1dari 35

BAB I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Selalu ada hal yang unik dan baru, ketika menyebut kota
Surakarta, atau lebih populer dengan nama kota Solo. Kota yang
mungil dan memesona ini, selalu menebarkan sensasi yang
menjadi daya tarik bagi setiap orang. Sederet sebutan atau
merk yang melekat pada kota bengawan ini, semakin membuat
orang penasaran untuk berkunjung, sekaligus menjadi tempat
rujukan dan percontohan bagi kota-kota lain di Indonesia.
Selama ini, Solo dikenal sebagai kota seni dan budaya, kota
wisata, kota kuliner, kota batik, kota karnaval, kota hijau, kota
kreatif, kota ramah, termasuk sebagai kota pendidikan.
Namun, ada sebutan yang akhir-akhir ini menjadi
kebanggaan sekaligus tantangan tersendiri bagi kota Solo,
adalah sebutan kota layak anak. Ada sekian banyak indikator,
untuk bisa mengukur, apakah sebuah kota layak menyandang
predikat ini. Intinya, bagaimana hak-hak setiap anak dapat
terpenuhi dan terlindungi dengan baik, tanpa adanya
diskriminatif. Termasuk di dalamnya hak untuk memperoleh

1
pendidikan secara layak. Pada aspek edukatif ini, Solo terus
berbenah, untuk mengupayakan pendidikan yang berkualitas,
yang bisa dirasakan oleh setiap anak, termasuk anak-anak
difabel atau anak berkebutuhan khusus (ABK). Cerminan
pendidikan yang ramah anak, adalah bagaimana anak-anak yang
beranekaragam potensinya dapat berbaur dan berinteraksi satu
sama lain, tanpa dipisah-pisahkan oleh tempat dan waktu.
Bercampurnya anak-anak yang memiliki hambatan fisik dan
mental tersebut dengan anak-anak reguler pada umumnya,
menjadi harmonisasi dan humanisasi dalam dunia pendidikan.
Itulah pendidikan yang inklusif, bukan eksklusif. Untuk
mengembangkan pendidikan inklusif, Solo terus berbenah diri.
Mulai dari peyiapan sarana dan prasarana atau infrastruktur,
sumber daya manusia, kurikulum, regulasi atau aturan hukum,
alokasi anggaran dan menggalang dukungan dari seluruh
stakeholders.
Maka, tidak salah jika akhirnya Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI melalui Direktorat Pembinaan
Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar

2
menunjuk Kota Solo sebagai Kota Pengembangan Pendidikan
Inklusif di Indonesia pada tahun 2013 ini.
Potensi Solo sebagai kota inklusi sesungguhnya tidak perlu
diragukan lagi. Kota Solo memiliki akar sejarah yang sangat
kuat tentang pendidikan untuk para difabel. Sebut saja
pahlawan nasional dalam bidang rehabilitasi, yaitu Prof. Dr.
Soeharso, adalah salah satu tokoh nasional dalam pendidikan
ABK yang cukup fenomenal. Bahkan nama beliau akhirnya
diabadikan mulai dari pendirian Yayasan Pendidikan Anak Cacat
(YPAC), Rumah Sakit Ortopedi, Pusat Pengembangan dan
Latihan Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (PPRBM) dan
lain sebagainya. Solo juga dikenal sebagai salah satu kota
terlengkap dalam penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa (SLB),
mulai dari jenis A (tuna netra), B (tuna rungu), C (tuna grahita),
D (tuna laras), dan E (tuna daksa), dengan jumlah tidak kurang
17 lembaga. Keberadaan Pusat Layanan Autis (PLA) yang saat ini
tengah dibangun di daerah Mojosongo, semakin membuktikan
komitmen pemerintah kota Surakarta dalam memberikan
pelayanan pendidikan dan terapi, terutama kepada anak-anak
penyandang autis.

3
Selain itu, Solo juga memiliki Perguruan Tinggi (PT) yang
menyelenggarakan program studi Pendidikan Luar Biasa (SLB),
yaitu Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS). Bahkan, atas
kiprahnya dalam membumikan pendidikan inklusif, UNS
mendapatkan penghargaan pendidikan inklusif dari Kemdikbud
pada tahun 2012. Bukan hanya itu, salah satu sekolah unggulan
di Solo, yaitu SD Al Firdaus ditunjuk oleh Kemdikbud menjadi
percontohan sekolah inklusi nasional, yang juga sama-sama
mendapatkan penghargaan pendidikan inklusif.
Sekadar catatan, saat ini Kota Solo telah memiliki 13
sekolah inklusi dan 17 Sekolah Luar Biasa (SLB). Pada
pendidikan dasar telah ditetapkan 6 SD sebagai penyelenggara
program pendidikan inklusif, 3 sekolah untuk jenjang SMP, dan
2 sekolah untuk jenjang SMA dan SMK. Pada tahun ini, jumlah
sekolah inklusi di Solo akan terus bertambah dengan
mempertimbangkan aspek pemerataan setiap daerah atau
kecamatan. Sehingga, anak-anak berkebutuhan khusus dapat
belajar di sekolah-sekolah reguler terdekat, tanpa menempuh
jarak yang jauh dari rumah tinggalnya.

4
Oleh karena itu, sejalan dengan komitmen dalam
mengembangkan pendidikan inklusif, pemerintah kota
Surakarta telah mengeluarkan kebijakan melalui beberapa
regulasi sebagai acuan dan landasan hukum. Seperti adanya
Peraturan Daerah (Perda) tentang pendidikan dan perlindungan
anak. Termasuk di dalamnya diatur tentang alokasi anggaran
untuk pendidikan inklusif. Selain itu, melalui Dinas Pendidikan,
Pemuda dan Olah Raga Kota Surakarta dengan dukungan pihak-
pihak terkait, Solo telah memiliki Kelompok Kerja (Pokja)
Pendidikan Inklusif, sehingga pengembangan pendidikan inklusif
bisa terkawal dengan baik. Inilah bentuk kontribusi yang
konkret dalam memberikan pelayanan pendidikan yang
menghargai keberagaman anak, memberikan kesempatan
kepada semua anak untuk mendapatkan pendidikan sesuai
dengan kondisi, potensi dan kompetensi masing-masing.

5
B. Tujuan
1. Mensosialisaikan kepada seluruh elemen masyarakat dan
pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan, tentang konsep
dan model penyelenggaraan pendidikan inklusif yang tidak
diskriminatif
2. Menggalang kekuatan bersama untuk membumikan
pendidikan inklusif di Kota Surakarta
3. Menjamin anak-anak difabel atau anak berkebutuhan khusus
(ABK) di Kota Surakarta mendapatkan pelayanan pendidikan
yang berkualitas
4. Himbauan dan ajakan kepada seluruh lembaga
penyelenggara pendidikan atau sekolah di Kota Surakarta
untuk mau menerima dan mengelola siswa berkebutuhan
khusus sesuai kemampuan
5. Mensukseskan agenda program Kota Surakarta sebagai kota
layak anak
6. Ajang pencitraan (branding) Kota Surakarta sebagai kota
pendidikan inklusif dan kota layak anak di Indonesia dan
dunia

6
C. Landasan
1. Landasan Filosofis
Bhineka Tunggal Ika yaitu pengakuan kebhinekaan antar
manusia yang mengemban misi tunggal untuk membangun
kehidupan bersama yang lebih baik. Bertolak dari filosofi
Bhineka Tunggal Ika, kelainan (kecacatan) hanyalah satu
bentuk Kebhinekaan seperti halnya perbedaan suku, ras,
bahasa, budaya, atau agama. Sistem pendidikan harus
memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar
siswa yang beragam, sehingga mendorong sikap yang penuh
toleransi dan saling menghargai.

2. Landasan Yuridis
a. Declaration of Human Right (1948)
b. Convention of Human Right of the Child (1989)
c. Kebijakan global Education for All oleh UNESCO (1990)
d. Kesepakatan UNESCO di Salamanca tentang Inclusive
Education(1994).

7
e. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 (1) yang berbunyi:
Bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan
yang sama memperolehpendidikan.
f. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional,
1) Pasal 4 (1) dinyatakan bahwa pendidikan di negeri
inidiselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan,
nilaicultural, dan kemajemukan bangsa.
2) Pasal 5 (2) menyatakan warganegara yang memiliki
kelainan fisik, emosional, mental dan atau sosial
berhak memperoleh pendidikan khusus. Dalam
penjelasan pasal 15 dinyatakan bahwa
penyelenggaraan pendidikan khusus tersebut
dilakukan secara inklusif atau berupa satuan
pendidikan khusus.
3) Pasal 11 menyatakan, bahwa pemerintah dan
pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan
kemudahan, serta menjamin terselenggaranya

8
pendidikan yang bermutu bagi setiap warga
negara,tanpa diskriminasi
g. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 2 Tahun 2010
tentang Difabel
h. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2010
tentang Pendidikan
i. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011
tentang Perlindungan Anak

3. Landasan Paedagogis
Pada hakekatnya pendidikan adalah usaha sadar
untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan anak
didik di dalam dan diluar sekolah yang berlangsung seumur
hidup. Jelaslah melalui rumusan tersebut bahwa pada
hakekatnya pendidikan itu perlu atau dibutuhkan oleh
siapa saja dan dimana saja.

9
BAB II. GAMBARAN UMUM KOTA SURAKARTA

Kota Surakarta yang dikenal dengan sebutan “Kota Solo”


terletak di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Kota Solo memiliki
luas wilayah 44.04 km2 yang terdiri dari lima kecamatan, 51
Kelurahan, 602 rukun warga dan 2.708 Rukun Tetangga (RT).
Kelima kecamatan tersebut adalah Kecamatan Banjarsari,
Laweyan, Jebres, Pasar Kliwon, dan Kecamatan Serengan.
Kecamatan Banjarsari merupakan kecamatan terbesar dengan luas
wilayah 14,81 km2 atau 33,63 persen dari luas Kota Surakarta,
sedangkan Kecamatan Serengan merupakan kecamatan dengan luas
wilayah terkecil 3,19 km2.
Bermula dari sebuah desa yang dihuni oleh seorang Kyai yang
bernama Kyai Sala, akhirnya dalam perkembangannya dikenal
sebagai Kota Solo. Sejarah diawali dengan rusaknya Keraton
Surakarta akibat pemberontakan “Geger Pecinan”, yaitu
pemberontakan RM Gendi yang dibantu Adipati Maropuro dan
barisan pemberontakan Cina. Dengan rusaknya keratin tersebut
maka pada tahun 1744 Desa Sala dipilih oleh Sunan Paku Buwana II

10
menjadi Ibukota kerajaan yang kemudian disebut dengan Surakarta
Hadiningrat.
Prosesi pindahnya Keraton Kartasura Hadiningrat ke Surakarta
dilaksanakan hari Rabu Pahing, tanggal 14 Suro 1670 atau tanggal 17
Februari 1745 pada kalender Masehi. Dengan demikian secara resmi
Ingkang Sinuhun Kanjeng-Susuhunan Pakoe Boewono II bertahta di
Keraton Surakarta. Tanggal itu pulalah yang kemudian ditetapkan
sebagai hari jadi Kota Surakarta. Setelah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia sebagai Negara, selanjutnya dalam perkembangannya
Surakarta telah memenuhi standar criteria sebagai Daerah Otonom
berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-daerah Kota Besar dalam lingkungan Provinsi Jawa TImur,
Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang
disebut dengan Daerah Kota Madya Surakarta. Kemudian
berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah, Kotamadya Surakarta disebut Daerah
Tingkat II dan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
yang disempurnakan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagai Kota Surakarta.

11
Letak Geografis
Kota Surakarta terletak antara 110◦45’15” - 110◦45’35 Bujur
Timur dan 7◦36’00” – 7◦56’00” Lintang Selatan. Wilayah ini
merupakan dataran rendahan dengan ketinggian + 92 meter dari
permukaan air laut dan dilalui oleh Sungai Pepe, Jenes, dan
Bengawan Solo. Kota Surakarta berbatasan dengan kabupaten lain,
yaitu:
Sebelah Utara: berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan
Kabupaten Boyolali; Sebelah Timur: berbatasan dengan Kabupaten
Karanganyar dan Sukoharjo; Sebelah Selatan: berbatasan dengan
Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar, dan; Sebelah
Barat: berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Kabupaten
Karanganyar, dan Kabupaten Sukoharjo.
Kota Surakarta biasanya disebut juga nagari oleh penduduk
kabupaten-kabupaten di sekitarnya, karena kota ini dulunya
menjadi pusat kerajaan Surakarta Hadiningrat. Pada jaman
kemerdekaan, Kota Solo menjadi Pusat Karesidenan Surakarta, dan
ketika masa pemerintahan orde baru, status Kota Surakarta tidak
lagi menjadi pusat Karesidenan karena dihapus oleh pemerintah.
Sampai sekarang sebutan Karesidenan Surakarta tersebut masih ada

12
dan masih menjadi pusat budaya maupun spiritual bagi masyarakat
Kota Solo dan sekitarnya.

Data anak usia sekolah 0-18 tahun


Jumlah penduduk di Kota Surakarta, mengalami perkembangan
yang cukup pesat. Sesuai dengan sasaran program pelayanan
pendidikan, berikut ini dipaparkan data penduduk Kota Surakarta
untuk kategori anak usia sekolah, 0-18 tahun, berdasarkan data
Dispendukcapil tahun 2013.

Usia 0-6 tahun


KECAMATAN LAKI-LAKI PEREMPUAN L+P
LAWEYAN 5,173 4,856 10,029
SERENGAN 2,739 2,668 5,407
PASARKLIWON 4,621 4,235 8,856
JEBRES 7,413 7,136 14,549
BANJARSARI 9,361 8,673 18,034
SURAKARTA 29,307 27,568 56,875

13
Usia 7-12 tahun
KECAMATAN LAKI-LAKI PEREMPUAN L+P
LAWEYAN 4,909 4,668 9,577
SERENGAN 2,669 2,585 5,254
PASARKLIWON 4,307 4,143 8,450
JEBRES 6,894 6,606 13,500
BANJARSARI 9,045 8,581 17,626
SURAKARTA 27,824 26,583 54,407

Usia 13-15 tahun


KECAMATAN LAKI-LAKI PEREMPUAN L+P
LAWEYAN 2,385 2,362 4,747
SERENGAN 1,272 1,200 2,472
PASARKLIWON 2,068 1,941 4,009
JEBRES 3,318 3,323 6,641
BANJARSARI 4,304 4,229 8,533
SURAKARTA 13,347 13,055 26,402

14
Usia 16-18 tahun
KECAMATAN LAKI-LAKI PEREMPUAN L+P
LAWEYAN 2,419 2,276 4,695
SERENGAN 1,231 1,226 2,457
PASARKLIWON 2,160 2,012 4,172
JEBRES 3,519 3,238 6,757
BANJARSARI 4,442 4,252 8,694
SURAKARTA 13,771 13,004 26,775

Rekap data anak di tingkat kota


UMUR LAKI-LAKI PEREMPUAN L+P
0-6 29,307 27,568 56,875
7 - 12 27,824 26,583 54,407
13 - 15 13,347 13,055 26,402
16 - 18 13,771 13,004 26,775
JUMLAH 84,249 80,210 164,459

15
Data Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi dan
Sekolah Luar Biasa

1. Jumlah ABK berdasarkan jenis kekhususan di Sekolah Inklusi

Jenis Kekhususan
No Nama sekolah Jum.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
SD N
1 Bromantakan 56 2 1 1 2 2 2 1 3 14
1
2 SD N PAJANG 1 1 1 1 2 1 2 1 19
1
3 SD N PETORAN 4 1 3 6 2 2 2 30
SD N
4 KARTODIPURAN 1 1 4 4 1 1 12
6
5 SD AL FIRDAUS 3 1 1 6 7 4 82
1
6 SD N GEBANG 5 15
1
7 SDN MANAHAN 1 1 1 7 2 22
4
8 SMP N 12 2 2 0 1 45

16
Jenis Kekhususan
No Nama sekolah Jum.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
9 SMP N 23 1 1 2
10 SMA N 8 4 4
11 SMA MUH 6 4 1 1 6
12 SMK N 8 5 1 1 1 8
13 SMK N 9 3 1 4 2 1 2 4 17
1 1 1 1 7 9 1 2
JUMLAH 5 0 2 1 2 9 6 5 5 3 0 3 5 276

Keterangan jenis kekhususan:


1 Tuna netra 8 Lamban belajar
2 Tuna rungu 9 Autis
3 Tuna wicara 10 Gangguan motorik
4 Tuna grahita 11 Korban obat terlarang
5 Tuna daksa 12 Tuna ganda
6 Tuna laras 13 Kelainan lainnya
7 Kesulitan belajar

17
2. Jumlah ABK berdasarkan jenis kekhususan dan jenjang
pendidikan di Sekoah Luar Biasa (SLB)

JENJANG PENDIDIKAN
NAMA
NO KEKHUSUSAN SDLB/ SMA
SEKOLAH
TKLB SMPLB JUM
AUTIS LB

1 SLB Negeri Tuna Rungu 7 14 4 9 34


Tuna Grahita 5 45 13 19 82
Tuna Grahita
0 18 11 0 29
Ringan
Autis 0 15 4 0 19
Jumlah 12 92 32 28 164
SLB-A
2 Tuna Netra 0 15 19 9 43
YKAB
Lamban
0 14 6 0 20
Belajar
Jumlah 0 29 25 9 63
SLB-B
3 Tuna Rungu 0 11 7 1 19
YAAT
Lamban
0 20 2 0 22
Belajar

18
JENJANG PENDIDIKAN
NAMA
NO KEKHUSUSAN SDLB/ SMA
SEKOLAH TKLB SMPLB JUM
AUTIS LB

Jumlah 0 31 9 1 41
SLB-B
4 Tuna Rungu 12 62 20 10 104
YRTRW
Jumlah 12 62 20 10 104
SLB-C Lamban
5 3 54 36 30 123
YPSLB Belajar
Jumlah 3 54 36 30 123
SLB-C1 Lamban
6 10 34 16 13 73
YSSD Belajar
Jumlah 10 34 16 13 73
SLB-C
Lamban
7 Setya 10 45 18 16 89
Belajar
Darma
Jumlah 10 45 18 16 89
SLB-D
8 Tuna Daksa 3 25 17 6 51
YPAC
Tuna Grahita 4 13 5 4 26
Jumlah 7 38 22 10 77

19
JENJANG PENDIDIKAN
NAMA
NO KEKHUSUSAN SDLB/ SMA
SEKOLAH TKLB SMPLB JUM
AUTIS LB
SLB-D1
9 Tuna Daksa 6 19 5 0 30
YPAC
Tuna Grahita 2 19 9 4 34
Jumlah 8 38 14 4 64
SLB-E Bina
10 Tuna Laras 0 54 15 16 85
Putera
Jumlah 0 54 15 16 85
SLB-E
11 Tuna Laras 0 40 6 0 46
Prayuana
Jumlah 0 40 6 0 46
SLB-BC
12 Tuna Rungu 0 10 2 7 19
PBM
Lamban
0 47 9 9 65
Belajar
Tuna daksa 0 5 0 0 5
Autis 0 2 0 0 2
Jumlah 0 64 11 16 91

20
JENJANG PENDIDIKAN
NAMA
NO KEKHUSUSAN SDLB/ SMA
SEKOLAH TKLB SMPLB JUM
AUTIS LB
SLB-CG
13 Ganda 2 31 7 0 40
YPPCG
Jumlah 2 31 7 0 40
SLB-BC
14 Tuna Rungu
AUTIS YBA
Lamban
6 72 11 0 89
Belajar
Jumlah 6 72 11 0 89
SLB AUTIS
15 Autis 0 25 0 0 25
ALAMANDA
Jumlah 0 25 0 0 25
SLB AUTIS
16 AGCA Autis 0 35 5 0 40
CENTER
Jumlah 0 35 5 0 40
SLB AUTIS
17 Autis 0 40 10 5 55
HARMONY
Jumlah 0 40 10 5 55
JUMLAH 70 744 247 153 1214

21
Data peserta didik layanan khusus
Di LSK Bina Bakat Surakarta

Kekhususan Laki-laki Perempuan Jumlah


Pengamen jalanan 14 13 27
Asongan koran 0 5 5
Jumlah 14 18 32

22
BAB III. ANALISIS SITUASI

A. Implementasi Pendidikan inklusif di Kota Surakarta


Pendidikan inklusif di Kota Surakarta sudah
diimplementasikan pada 13 sekolah. Baik pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Pada pendidikan dasar telah
ditetapkan 6 sekolah dasar penyelenggara program pendidikan
inklusif dan 3 Sekolah Menengah Pertama baik negeri maupun
swasta. Sedangkan pada jenjang pendidikan menengah telah
ditetapkan 2 Sekolah Menengah Atas dan 2 Sekolah Menengah
Kejuaran penyelenggara program pendidikan inklusif.
Advokasi dan pendampingan terhadap program
penyelenggaraan pendidikan inklusif pada jenjang pendidikan
tersebut dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kota Surakarta dibantu
Asosiasi Pendidikan Inklusif dan Kelompok Kerja Guru Sekolah
Inklusi. Bentuk advokasi dan pendampingan program berupa
pengembangan jejaring dengan satuan pendidikan khusus (SLB),
klinik terapi di wilayah Surakarta dan penguatan kompetensi
guru pendamping khusus serta pengembangan potensi Anak

23
Berkebutuhan Khusus melalui melalui berbagai even lomba,
apresiasi, beasiswa.

B. Permasalahan
a. Regulasi tentang pendidikan inklusif masih bersifat makro
b. Kurikulum sekolah belum adaptif
c. Sarana dan Parasara belum aksesibel bagi Anak
Berkebutuhan Khusus
d. Sistem sekolah yang terikat pada model segregasi
e. Kurangnya kolaborasi antar profesi dalam menangani Anak
Berkebutuhan Khusus
f. Kurangnya komitmen dari komponen sekolah terhadap
Pendidikan Inklusif

C. Sumber Daya Pendukung


a. Adanya Perguruan Tinggi yang berkonsentrasi pada
pelaksanaan pendidikan inklusif (Universitas Sebelas Maret,
Jurusan Pendidikan Luar Biasa)

24
b. Secara historis keberadaan YPAC Prof Dr. Soeharso
menginspirasi kepedulian masyarakat pada Anak
Berkebutuhan Khusus
c. Secara umum penataan kota Surakarta sudah berpihak pada
pemenuhan kebutuhan aksesibilitas Anak Berkebutuhan
Khusus
d. Banyaknya klinik-klinik terapi bagi Anak Berkebutuhan
Khusus
e. Adanya Asosiasi Pendidikan Inklusif
f. Adanya lembaga-lembaga percontohan pelaksanaan
pendidikan inklusif

25
BAB IV. RENCANA AKSI PEMBUDAYAAN
PENDIDIKAN INKLUSIF KOTA SURAKARTA

A. Visi dan Misi


1. Visi
Terwujudnya Kota Surakarta sebagai Kota Pengembangan
Pendidikan Inklusif
2. Misi
a. Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk
pengembangan Anak Berkebutuhan Khusus menjadi SDM
yang kompetitif sesuai dengan potensinya
b. Mengembangkan lembaga penanganan Anak
Berkebutuhan Khusus dengan menerapkan prinsip-prinsip
manajemen modern
c. Mengembangkan sistem dan program penanganan Anak
Berkebutuhan Khusus secara terpadu dan professional
d. Mendukung terselenggaranya program pendidikan yang
bermutu sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik
di lingkungan Kota Surakarta dengan menerapkan prinsip-
prinsip pendidikan inklusif

26
e. Mewujudkan Pusat Penanganan Anak Berkebutuhan
Khusus sebagai lembaga pengembangan dan advokasi
dalam arti luas

B. Indikator Keberhasilan
1. Kota memiliki regulasi atau peraturan tentang
penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
2. Kota mengalokasikan dana khusus untuk penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif
3. Kota sekurang-kurangnya mempunyai satu pusat sumber yang
dilengkapi sumber daya pendidikan khusus dan media
pendidikan khusus. Pusat sumber ini berfungsi sebagai
system dukungan dalam penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
4. Kota memiliki Sekolah Inklusi model
5. Kota memiliki kelompok kerja Pendididkan Inklusif yang
secara professional membantu pemerintah dalam
penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
6. Kota memiliki pusat data anak berkebutuhan khusus usia
sekolah yang valid dan reliabel

27
7. Kota mencapai angka partisipasi masuk anak berkebutuhan
khusus sekurang-kurangnya 65% pada tahun 2014
8. Tiap kecamatan sekurang-kurangnya terdapat satu SD dan
satu SMP yang secara aktif memberikan layanan pendidikan
bagi seua anak tanpa diskriminasi
9. Sekolah inklusi sekurang-kurangnya memiliki satu guru
pembimbing khusus dengan latar belakang pendidikan khusus
atau sudah memperoleh pelatihan khusus
10. Tiap kecamatan mempunyai pusat informasi yang terkait
dengan penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
11. Sekolah Inklusi memiliki ruang sumber yang dilengkapi
fasilitas utama layanan kekhususan dan media pembelajaran
khusus

28
C. Rencana Aksi Pembudayaan Pendidikan Inklusif Kota
Surakarta

No Rencana Aksi

1 Pembentukan/Pemberdayaan Kelompok Kerja


Pendidikan Inklusif

2 Penyusunan dan Evaluasi Grand Design Program


Pendidikan Inklusif

3 Pendataan Anak Berkebutuhan Khusus belum sekolah


dan penelusuran Anak Berkebutuhan Khusus Pasca
Sekolah

4 Pendampingan Sekolah Inklusi

5 Pengangkatan & Peningkatan Kapasitas SDM

6 Kampanye dan Publikasi Pendidikan Inklusif

7 Regulasi, Kebijakan, Panduan, Juknis

29
8 Pengembangan model/percontohan

9 Pengembangan Pusat Sumber

10 Penghargaan, anugerah, festival, dll

11 Pemberian Bantuan Sosial

12 Penguatan Pangkalan Data dan Informasi (PADATI)

13 Pengembangan jejaring (networking)

14 Monitoring dan Evaluasi

30
BAB V. PENUTUP

Penyusunan profil dan rencana aksi pengembangan


Pendidikan Inklusif kota Surakarta ini diharapkan dapat
mengakselerasi pemenuhan atas hak-hak pendidikan untuk semua
anak. Sehingga pembangunan layanan pendidikan dapat dirasakan
manfaatnya oleh berbagai kalangan masyarakat khususnya kota
Surakarta. Sebagai tindak lanjut dari berbagai rencana aksi ini,
maka telah disusun grand design pengembangan pendidikan inklusif
di Surakarta oleh kelompok kerja (Pokja) Pendidikan Inklusif, supaya
seluruh kegiatan dapat terkawal dan terkendali dengan baik. Pada
akhirnya, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, tentunya
semakin menguatkan dan memantapkan terimplementasikannya
pendidikan inklusif dengan baik di Kota Surakarta.

31
Mars
Solo Kota Inklusi

32
33
Hymne Inklusi
Solo Bangkit Bercahaya

34
35

Anda mungkin juga menyukai