Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dewasa ini perkembangan teknologi semakin canggih dan setiap individu dituntut
mengikuti perkembangan melalui pembekalan diri baik dari segi kemampuan maupun faktor
pendukung lain untuk membantu dalam beradaptasi. Hal ini dikarenakan akan munculnya
tingkat stressor yang tinggi.
Seiring dengan muncul stressor yang akan dihadapi individu. Apabila individu gagal
dalam beradaptasi dengan lingkungan baik internal maupun eksternal, maka individu
tersebut akan beresiko terkena ganguan fisik dan jiwa. Sehingga dapat diprediksi angka
individu dengan gangguan fisik maupun jiwa meningkat. Untuk menekan angka tersebut
maka dibentuklah suatu metode keperawatan jiwa.
Keperawatan jiwa adalah suatu bidang spesialisasi praktek keperawatan yang
menerapkan teori prilaku sebagai ilmunya dan penggunaan terapetik sebagai kiatnya. Hal ini
diharapkan dapat merubah persepsi yang ada seputar gangguan jiwa, dimana adanya
anggapan yang salah, penanganan yang tidak tepat terhadap orang dengan gangguan jiwa
pada zaman dahulu sampai akhirnya terjadi perubahan yang signifikan pada masa revolusi
abad 20 terhadap penyakit gangguan jiwa.
Oleh karena itu kami akan membahan tentang sejarah perkembangan keperawatan jiwa
di dunia, cara pandang keperawatan jiwa melihat fenomena ini dan apa saja isu yang
berkembang seputar perawatan jiwa.
1. Menurut American Nurses Associations (ANA)
Keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang
menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri
secara teraupetik dalam meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan mental
klien dan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada (American Nurses
Associations).
2. Menurut WHO
Kes. Jiwa bukan hanya suatu keadaan tdk ganguan jiwa, melainkan mengandung
berbagai karakteristik yg adalah perawatan langsung, komunikasi dan management,

1
bersifat positif yg menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yg
mencerminkan kedewasaan kepribadian yg bersangkutan.
3. Menurut UU KES. JIWA NO 03 THN 1966
Kondisi yg memungkinkan perkembangan fisik, intelektual emosional secara
optimal dari seseorang dan perkebangan ini selaras dgn orang lain.
Keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan profesional didasarkan pada ilmu
perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan
respons psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial,
dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa ( komunikasi terapeutik
dan terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa ) melalui pendekatan proses
keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah
kesehatan jiwa klien (individu, keluarga, kelompok komunitas ).
Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berusaha untuk meningkatkan
dan mempertahankan perilaku sehingga klien dapat berfungsi utuh sebagai manusia.
Prinsip keperawatan jiwa terdiri dari empat komponen yaitu manusia, lingkungan,
kesehatan dan keperawatan.

B. Rumusan masalah
1. Jelaskan sejarah perkembangan keperawatan jiwa ?
2. Jelaskan trend dan isu yang berkembang seputar keperawatan jiwa ?

C. Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui perjalanan sejarah perkembangan keperawatan jiwa
2. Mahasiswa mengetahui trend dan isu seputar keperawatan jiwa

D. Manfaat
1. Meningkatkan pemahaman perawat terhadap hak-hak pasien dan hak legal perawat.
2. Sebagai dasar dalam mengembangkan ilmu keperawatan jiwa.
3. Mengetahui keterkaitan keperawatan jiwa tentang konteks legal etik dalam asuhan
keperawatan jiwa.
4. Sebagai landasan dalam melakukan penelitian baik klinik dan preklinik

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Keperawatan Jiwa


1. Sejarah keperawatan jiwa di dunia
Keperawatan jiwa mulai berkembang di dunia pada tahun 1770. Hal ini disebabkan
seiring dengan kejadian penanganan pada orang dengan penyakit mental. Penanganan
yang di lakukan pada awal perkembangan terhadap orang dengan penyakit mental
dianggap terlalu primitif dan kejam. Adapun persepsi tentang keperawatan jiwa di mulai
dari masa peradaban sampai sekarang.
a. Zaman mesir kuno
Pada zaman ini, gangguan jiwa dianggap disebabkan karena adanya roh jahat
yang bersarang di otak. Banyak cara yang dilakukan untuk mengusir roh tersebut
agar penderita sembuh. Salah satunya dengan membuat lubang pada tengkorak
kepala untuk mengeluarkan roh jahat yang bersarang di otak tersebut, terbukti
dengan ditemukannya lubang di kepala orang yang pernah mengalami gangguan
jiwa, adanya prasasti mesir kuno yang bertuliskan nama orang yang dimasuki roh
jahat dan telah dilubangi kepalanya. Tahun berikutnya penanganan di lakukan lebih
kejam lagi, seperti dibakar, dipukuli, diceburkan dalam air yang dingin atau
pemberian syok terapi dengan harapan agar gangguannya menghilang.
b. Zaman yunani
Pada zaman ini, gangguan jiwa sudah dianggap suatu penyakit. Para leluhur
yunani percaya bahwa gangguan emosional diakibatkan karna tidak berfungsinya
organ pada otak. Upaya pengobatannya dilakukan oleh dokter , walaupun sebagian
orang masih ada yang berdoa untuk mengeluarkan roh jahat. Mereka menggunakan
pendekatan tindakan seperti : ketenangan, gizi yang baik, kebersihan badan yang
baik, musik dan aktivitas rekreasi.
Selama abad 7 sebelum masehi, hypocrates menjelaskan perubahan prilaku dan
gangguan mental disebabkan oleh perubahan 4 cairan hormon yang dapat
menghasilkan panas, dingin, kering dan kelembaban. Seorang dokter yunani yang

3
bernama Galen menegaskan bahwa emosi atau kerusakan mental di hubungkan
dengan otak.
Pada zaman ini, orang yunani menjadikan kuil sebagai rumah sakit jiwa dan
menyediakan lingkungan udara bersih, sinar matahari dan air yang bersih,
melakukan aktivitas bersepeda dan mendengarkan suara air terjun sebagai contoh
penyembuhan penyakit jiwa. Namun, rumah sakit jiwa lebih banyak digunakan
sebagai tempat penampungan orang gangguan jiwa yang miskin, sehingga
keadaannya sangat kotor dan jorok. Sementara orang kaya yang mangalami
gangguan jiwa dirawat di rumah sendiri.
Pada tahun 1841, Dorothea Line Dick melihat keadaan perawatan gangguan
jiwa. Ia tersentuh hatinya, sehingga berusaha memperbaiki pelayanan kesehatan
jiwa. Bersamaan dengan itu, Herophillus dan Erasistratus meriset gagasan yang
dikemukakan oleh dokter Galen tentang hubungan emosional dengan otak. Mereka
memikirkan apa yang sebenarnya ada dalam otak, sehingga mereka mempelajari
anatomi otak pada binatang. Kurang puas hanya mempelajari otak, sehingga
mereka berusaha mempelajari seluruh sistem tubuh hewan.
c. Zaman vesalius
Vesalius tidak yakin hanya dengan mempelajari anatomi hewan saja, sehingga
ia ingin mempelajari otak dan sistem tubuh manusia. Namun, membelah kepala
manusia untuk dipelajari merupakan hal yang mustahil, apalagi mempelajari
seluruh sistem tubuh manusia. Akhirnya, ia berusaha mencuri mayat manusia untuk
dipelajari. Sayangnya kegiatannya tersebut diketahui masyarakat, sehingga ia
ditangkap, diadili, dan diancam hukuman mati (pancung). Namun, ia bisa
membuktikan bahwa kegiatannya itu untuk kepentingan keilmuan, maka akhirnya
ia dibebaskan. Versailus bahkan mendapat penghargaan karena bisa menunjukkan
adanya perbedaan antara manusia dan binatang. Sejak saat itu dapat diterima bahwa
gangguan jiwa adalah suatu penyakit. Namun kenyatannya, pelayanan di rumah
sakit jiwa tidak pernah berubah. Orang yang mengalami gangguan jiwa dirantai,
karena petugasnya khawatir dengan keadaan pasien.

4
d. pertengahan dan zaman revolusi prancis I
Setelah gangguan jiwa dinyatakan sebagai penyakit pada zaman vesalius. Pada
era ini disebut juga era alienation, social exclusion, confinement. Para dokter
menjelaskan gejala yang sering terjadi seperti : Depression, Paranoid, Delusions,
Hysteris, Nightmares. Pembentukan rumah sakit jiwa pertama terjadi pada masa ini
yaitu di england dengan nama Bethlehem Royal Hospital. Kemudian diikuti oleh
Philipe Pinel, seorang dokter Perancis yang membuka sebuah rumah sakit untuk
seorang penderita jiwa / mental di pilih kota La Bicetre, Paris. Dia memulai dengan
tindakan kemanusiaan dan advokasi, melalui observasi perilaku, riwayat
perkembangan dan menggunakan komunikasi dengan penderita.
Phillipe Pinel, saat itu menjabat sebagai direktur di RS Bicetri Prancis,
berusaha memanfaatkan Revolusi Prancis untuk membebaskan belenggu pada
pasien gangguan jiwa. Revolusi Prancis ini dikenal dengan revolusi humanisme
dengan semboyan utamanya “Liberty, Equality, Fraternity”. Ia meminta kepada
walikota agar melepaskan belenggu untuk pasien gangguan jiwa. Pada awalnya,
walikota menolak. Namun, Pinel menggunakan alasan revolusi, yaitu “Jika tidak,
kita harus siap diterkam binatang buas yang berwajah manusia”. Perjuangan ini
diteruskan oleh murid-murid Pinel sampai Revolusi II. Tidak sampai disitu, muncul
juga Wayer sebagai dokter jiwa pertama di jerman yang bisa menjelaskan gangguan
jiwa melalui kategori diagnostiknya.
e. Revolusi kesehatan jiwa II
Dengan diterima gangguan jiwa sebagai suatu penyakit, maka terjadilah
perubahan orientasi pada organo biologis. Pada saat ini, Qubius menuntut agar
gangguan jiwa masuk dalam bidang kedokteran. Oleh karena itu, ganguan jiwa
dituntut mengikuti paradigma natural sciences, yaitu ada taksonomi (penggolongan
penyakit) dan nosologi (ada tanda/gejala penyakit). Akhirnya, Emil Craepelee
mampu membuat penggolongan dari tanda-tanda gangguan jiwa. Sejak saat itu,
kesehatan jiwa terus berkembang dengan berbagai tokoh dan spesfikasinya masing-
masing.
Sebut saja Bejamin Rush, dia disebut Bapak Psikiatric Amerika. Pertama
menulis buku tentang Pskiatric Amerika dan banyak tindakan kemanusian untuk

5
penderita penyakit mental/jiwa. Tahun 1783, masa tindakan moral dan bekerjasama
dengan rumah sakit Pennsylvania. Tahun 1843, Thomas kirkbridge memberikan
pelatihan di rumah sakit Pennsylvania untuk membantu dokter merawat pasien
penyakit jiwa. Tahun 1872, New England Hospital dibuka untuk perempuan &
anak, dan Women’s Hospital di Philadelphia mendirikan sekolah perawat, tetapi
tidak untuk pelayan pskiatrik. Setelah itu Dorothea Lynde Dix, seorang pengajar
yang memberikan contoh penderita penyakit jiwa.
Tahun 1882 Pendidikan keperawatan jiwa pertama di McLean Hospital di
Belmont, Massachusetts. Dan Tahun 1890 siswa perawat menjadi staff keperawatan
di rumah sakit jiwa. Perawat mendapat tugas dan diharapkan mengembangkan
ketrampilan dalam memberikan pengobatan melalui asuhan keperawatan. Diakhir
abad 19 mengalami perubahan atau perkembangan menjadi cohtoh pengobatan dari
perawat pskiatrik.
f. Revolusi kesehatan jiwa III
Pada masa abad 20, perubahan mengenai kesehatan mental sangat besar
dipengaruhi oleh Clifford Beers dengan diterbitkannya buku yang berjudul A Mind
That Found Itself (1908). Dia menulis bukunya berdasarkan pengalaman dan
observasi selama 3 tahun sebagai pasien di rumah sakit jiwa. Beers menggunakan
pengaruhnya untuk membentuk National Society for Mental Hygiene tahun 1909,
sekarang dikenal dengan National Association for Mental Health. Sebagai hasilnya,
banyak dibangun rumah sakit jiwa di daerah pedesaan, dimana pasien akan
mendapatkan udara segar, sinar matahari dan lingkungan alami.
Pada tahun 1915, Linda Richards, lulusan Perawat pertama di AS dan sering
disebut sebagai perawat psikiatrik pertama di AS, menganjurkan pelayanan yang
sama terhadap pasien penyakit jiwa dengan pasien penyakit fisik. Dia menempatkan
asuhan pada pasien penyakit jiwa memerlukan tingkat kesabaran yang tinggi dan
siswa tidak terpengaruh. Pengalaman klinik di rumah sakit jiwa memberikan
kesempatan kepada siswa perawat untuk mempunyai kemampuan tersebut. Banyak
kemajuan terlihat di National Commettee on Mental Hygiene and the American
Nurses Association yang mempromosikan pendidikan kepada pasien penyakit jiwa
dengan menerbitkan journal. Buku – buku tentang keperawatan jiwa ditulis dan

6
dewan National League for Nursing mendiskusikan pendidikan Diploma
keperawatan psikiatrik (1915-1935).
Pengalaman klinik di Rumah Sakit Jiwa merupakan bagian terpenting dari
dasar pengalaman siswa perawat dan sudah distandarisasikan pada tahun 1937.
Pada tahun 1939 hampir semua sekolah perawatan memberikan pembelajaran
keperawatan psikiatri untuk siswa, tetapi belum dapat diakui sampai dengan tahun
1955. Pada tahun 1963, Gerakan Kesehatan Mental Masyarakat mendirikan pusat
kesehatan masyarakat.
Maka pada perkembangan berikutnya dikembangkanlah basis komunitas
(community base) dengan adanya upaya pusat kesehatan mental komunitas
(community mental health centre) yang dipelopori oleh J.F. Kennedy. Pada saat
inilah disebut revolusi kesehatan jiwa III.

2. Sejarah keperawatan jiwa di indonesia


Di Indonesia sejak dulu sudah dikenal adanya gangguan jiea, misalnya dalam cerita
Mahabrata dan Ramayana dikenal adanya “Srikandi Edan”, Gatot Gaca Gandrung”.
Bagaimana para penderita gangguan jiwa diperalakukan pada zaman dahulu kala di
Indonesia tidak diketahui dengan jelas. Bila beberapa tindakan terhadap penderita
gangguan jiwa sekarang dianggap sebagai warisan dari nenek moyang kita, maka kita
dapat membayangkan sedikit bagaimanakah kiranya paling sedikit sebagian dari jumlah
penderita gangguan jiwa itu ditangani pada jaman dulu. Adapun tindakan yang
dimaksud adalah dipasung, dirantai atau diikat lalu ditempatkan tersendiri di rumah atau
di hutan (bila sifat gangguan jiwanya berat dan membahayakan). Bila tidak berbahaya,
dibiarkan berkeliaran di desa, sambil mencari makanan dan menjadi tontonan
masyarakat malahan ada kalanya diperlakukan sebagai orang sakti, Mbah Wali atau
medium (perantara antara roh dan manusia).
a. Zaman kolonial
Sebelum ada Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, para ganggguan jiwa ditampung
di RS sipil atau RS militer di Jakarta, Semarang dan Surabaya. Yang ditampung
pada umumnya penderita gangguan jiwa berat. Ternyata tempat RS yang disediakan
tidak cukup. Tahun 1862 pemerintah Hindia Belanda mengadakan sensus terhadap

7
penderita gangguan jiwa di Pulau Jawa dan Madura, hasilnya ada kira-kira 600
orang penderita gangguan jiwa di Pulau Jawa dan Madura, 200 orang lagi di
daerah-daerah lain. Keadaan demikian untuk penguasa pada waktu itu sudah cukup
alasan untuk membangun RS Jiwa. Maka pada tanggal 1 Juli 1882, dibangun
Rumah Sakit Jiwa pertama di Bogor, kemudian berturut-turut RSJ Lawang pada 23
Juni 1902), RSJ Magelang pada tahun 1923 dan RSJ Sabang pada tahun 1927. RSJ
ini tergolong RS besar dan menampung penderita gangguan jiwa menahun yang
memerlukan perawatan lama. Pemerintah Hindia Belanda mengenal 4 macaam
tempat perawatan penderita psikistrik, yaitu:
1) RS Jiwa (Kranzinnigengestichten)
Di Bogor, Magelang, Lawang, dan Sabang, RSJ terus penuh, sehingga
terjadi penumpukan pasien sementara, tempat tahanan sementara kepolisian
dan penjara-penjara. Maka dibangunlah “annexinrichtingen” pada RS ysng
sudah ada seperti di Semplak (Bogor) tahun 1931 dan Pasuruan (dekat
Lawang) tahun 1932.
2) RS Sementara (Doorgangshuizen)
Tempat penampungan sementara bagi pasien psikotik yang dipulangkan
setelah sembuh, yang perlu perawatan lebih lama dikirim ke RS Jiwa yang
didirikan di Jakarta, Semarang, Surabaya, Ujung Pandang, Palemnbang, Bali
Banjarmasin,Manado dan Medan.
3) Rumah Perawatan (Veerplegtehuiizen)
Berfungsi sebagai RS Jiwa tetap dikepalai seorang perawat berijazah dan
dibawah pengawasan dokter umum.
4) Koloni
Tempat penampungan pasien psikiatrik yang sudah tenang, pasien dapt
bekerja dalam bidang pertanian serta tinggal dirumah penduduk, tuan rumah
diberi uang kos, dan masih berada dibawah pengawasan.

b. Zaman setelah kemerdekaan


Membawa babak baru bagi perkembangan usaha kesahatan jiwa, Oktober
1947 Pemerintah RI membentuk Jawatan Urusan Penyakit Jiwa, karena masih

8
terjadi revolusi fisik maka belum dapat bekerja dengan baik. Pada tahun 1950
pemerintah RI menugaskan untuk melaksanakan hal-hal yang dianggap penting
bagi penyelenggaraan dan pembinaan kesehatan jiwa di Indonesia. Jawatan ini
bernaung di bawah Departemen Kesehatan; tahun 1985 diubah menjadi Urusan
Penyakit Jiwa; 1960 menjadi Bagian Kesehatan Jiwa; dan tahun 1966 menjadi
Direktorat Kesehatan Jiwa yang sampai sekarang dipimpin oleh Direktur Kesehtan
Jiwa atau Kepala Direktorat Kesehatan Jiwa.
Dengan ditetapkannya UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1966 oleh
pemerintah, maka lebih terbuka untuk menghimpun semua potensi guna secara
bertahap melaksanakan modernisasi semua sistem rumah sakit serta fasilitas
kesehatan jiwa di Indonesia. Direktorat kesehatan jiwa mengadakan kerjasama
dengan berbagai instansi pemerintah dan dengan fakultas kedokteran, badan
internasional, seminar nasional dan regional Asia serta rapat kerja nasional serta
daerah. Adanya pembinaan sistem pelaporan, tersusun PPDGJ I tahun 1973 dan
diterbitkan tahun 1975 serta integrasi dalam pelayanan kesehatan di Puskesmas.
Pihak swasta pun lebih memikirkan masalah kesehatan jiwa, terutama di
kota-kota besar. Di Jakarta, kemudian di Yogyakarta dan Surabaya serta beberapa
kota lainnya didirikan sanatorium kesehatan jiwa. RSU pemerintah dan RS ABRI
menyediakan tempat tidur untuk pasien gangguan jiwa dan mendirikan bagian
psikiatri, demikia pula RS swasta seperti RS St. Carolus di Jakarta, RS Maria
(Minahasa). Di Jakarta dan Surabaya telah didirikan Pusat Kesehatan Jiwa
Masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa berkembang pesat pada Perang
Dunia II karena menggunakan pendekatan metode pelayanan public health service.
Konsekuensinya, peran perawat jiwa juga berubah dari peran pembantu menjadi
peran aktif dalam tim kesehatan, untuk mengobati penderita gangguan jiwa. Pada
masa kini, perawatan penderita gangguan jiwa lebih difokuskan pada basis
komunitas. Ini sesuai dengan hasil Konferensi Nasional I keperawatan Jiwa
(Oktober, 2004), bahwa pengobatan akan lebih difokuskan dalam hal tindakan
preventif.

9
B. Isu tentang Keperawatan Jiwa
Trend atau current issue dalam keperawatan jiwa adalah masalah yang sedang hangat
dibicarakan dan dianggap penting. Masalah tersebut dapat dianggap ancaman atau tantangan
yang akan berdampak besar pada keperawatan jiwa baik dalam tatanan regional mapun
global. Ada beberapa trend penting yang menjadi perhatian terhadap keperawatan jiwa
diantaranya :
1. Kesehatan jiwa dimulai masa konsepsi
Di Indonesia banyak gangguan jiwa terjadi mulai pada usia 19 tahun dan kita jarang
melihat fenomena masalah sebelum anak lahir. Perkembangan terkini, bicara tentang
kesehatan jiwa harus dimulai dari masa konsepsi, malahan harus dimulai dari masa pra
nikah. Banyak penelitian yang menunjukkan adanya keterkaitan masa dalam kandungan
dengan kesehatan mental dan fisik seseorang dimasa yang akan datang, diantaranya :
a. Van de carr (1979) menemukan bahwa seorang pemusik yang hebat terlahir dari
seorang ayah yang menggeluti musik juga, pola polanya sudah dipelajari bayi dalam
kandungan pada saat bayi belum lahir karna sudah terpapar suara komposisi musik.
b. Marc lehrer, seorang ahli dari university of california menemukan bahwa 3000 bayi
yang diteliti dengan diberi stimulus dini berupa suara, musik cahaya dan getaran,
ternyata setelah dewasa memiliki perkembangan fisik, mental dan emosi yang lebih
baik.
c. Mednick (1988) melaporkan penemuan yang menarik tentang hubungan skizofernia
dengan infeksi virus dalam kandungan. Kita tahu bahwa skizofernia dianggap sebagai
penyakit kronis yang tidak bisa disembuhkan. Anggapan tersebut keliru, skizofernia
dapat disembuhkan dan dapat dideteksi saat dini. Mednick membuktikan bahwa
seseorang yang terkena suatu wabah penyakit pada trimester kedua dalam kandungan
mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita skizofernia.

2. Trend peningkatan masalah kesehatan jiwa


Masalah kesehatan jiwa akan meningkat di era globalisasi, sudah terbukti dua tahun
terakhir dari data yang diterima menunjukkan bahwa penderita gangguan jwa meningkat
tiap tahunnya, hal ini dikarenakan beban hidup yang semakin berat. Klien gangguan jiwa
tidak lagi didominasi kalangan bawah tetapi kalangan mahasiswa, PNS, pegawai swasta
dan kalangan professional. Penyebab dikalangan menengah ke atas sebagian besar akibat

10
tidak mampu mengelola stress dan ada juga akibat post power syndrome atau mutasi
jabatan.
3. Kecenderungan faktor penyebab gangguan jiwa
Terjadinya perang, konflik, dan lilitan ekonomi berkepanjangan merupakan salah
satu pemicu yang memunculkan stress, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa
pada manusia. Menurut Aris Sudiyanto (guru besar ilmu kedokteran jiwa universitas
sebelas maret), ada tiga golongan penyebab dari gangguan jiwa ini.
a. Gangguan fisik, biologis dan organik. Penyebabnya adalah faktor keturunan, kelainan
pada otak, penyakit infeksi, kecanduan alkohol dan lain lain.
b. Gangguan mental, emosional dan kejiwaan. Penyebabnya adalah salahnya pola
pengasuhan hubungan patologis diantara anggota keluarga disebabkan frustasi, konflik
dan tekanan krisis.
c. Gangguan sosial atau lingkungan. Penyebabnya berupa stressor psikososial
(perkawinan, problem orang tua, hubungan antarpersonal dalam pekerjaan atau
sekolah, keuangan, perkembangan diri dan lain lain).
4. Kecenderungan situasi di era globalisasi
Perkembangan IPTEK yangg begitu cepat dan perdagangan bebas sebagai ciri
globalisasi, akan berdampak pada semua faktor termasuk kesehatan. Perawat dituntut
mampu memberikan askep yang profesional dan dapat mempertanggung jawabkan secara
ilmiah. Perawat dituntut senantiasa mengembangkan ilmu dan teknologi di bidang
keperawatan khususnya keperawatan jiwa. Perawat jiwa dalam era global harus
membekali diri dengan bahasa internasional, kemampuan komunikasi dan pemanfaatan
teknologi komunikasi, skill yang tinggi dan jiwa entrepreneurship.
5. Globalisasi dan perubahan orientasi sehat
Pengaruh globalisasi terhadap perkembangan pelayanan kesesehatan termasuk
keperawatan adalah tersedianya alternatif pelayanan dan persaingan penyelenggaraan
pelayanan yang berkualitas. Tenaga kesehatan terutama perawat jiwa harus mempunyai
standar global dalam memberikan pelayanan kesehatan, jika tidak ingin ketinggalan.
Fenomena masalah kesehatan jiwa, indikator kesehatan jiwa di masa mendatang bukan
lagi masalah klinis seperti prevalensi gangguan jiwa, melainkan berorientasi pada
konteks kehidupan sosial. Fokus kesehatan jiwa bukan hanya menangani orang sakit,

11
melainkan pada peningkatan kualitas hidup. Jadi konsep kesehatan jiwa bukan lagi sehat
atau sakit, tetapi kondisi optimal yang ideal dalam perilaku dan kemampuan fungsi
social.
Paradigma sehat Depkes, lebih menekankan upaya proaktif untuk pencegahan
daripada menunggu di RS, orientasi upaya kesehatan jiwa lebih kepada pencegahan
(preventif) dan promotif. Penangan kesehatan jiwa bergeser dari hospital base menjadi
community base.
6. Kecendrungan penyakit
Tahun 2020 diseluruh dunia akan terjadi pergeseran penyakit, dimana penyakit
infeksi akan dapat dikendalikan, AIDS akan terus menjadi masalah utama. Masalah
kesehatan jiwa akan menjadi “ The Global Burdan Of Desease”, adanya indikator baru,
yaitu Disabiliyty Adjusted Life Year (DALY), diketahuilah bahwa gangguan jiwa
meruapakan masalah kesehatan utama secara internasional. Perubahan sosial ekonomi
yang cepat dan situasi sosial politik yang tidak menentu menyebabkan semakin tingginya
angka pengangguran, kemiskinan dan kejahatan, sehingga dapat meningkatkan angka
kejadian krisis dan gangguan dalam kehidupan.
a. Meningkatknya Post Traumatic Syndrome Disorder
Trauma yang katastropik, yaitu trauma di luar rentang pengalaman trauma yang
umum di alami manusia dalam kejadian sehari-hari. Mengakibatkan keadaan stress
berkepanjangan dan berusaha untuk tidak mengalami stress yang demikian. Mereka
menjadi manusia yang invalid dalam kondisi kejiwaan dengan akhir menjadi tidak
produktif. Trauma bukan semata mata gejala kejiwaan yang bersifat individual,
trauma muncul sebagai akibat saling keterkaitan antara ingatan sosial dan ingatan
pribadi tentang peristiwa yang mengguncang eksistensi kejiwaan.
b. Meningkatnya Masalah psikososial
Lingkup kesehatan jiwa sangat luas dan kompleks, juga saling berhubungan
dengan segala aspek kehidupan manusia. Mengacu pada UU No. 23 1992 tentang
Kesehatan dan Ilmu Psikiatri, masalah kesehatan jiwa secara garis besar digolongkan
menjadi :

12
1) Masalah perkembangan manusia yang harmonis dan peningkatan kualitas hidup,
yaitu masalah kejiwaan yang berkaitan dengan makna dan nilai nilai kehidupan
manusia.
2) Masalah psikososial yaitu masalah psikis atau kejiwaan yang timbul akibat
terjadinya perubahan sosial, meliputi : psikotik gelandangan, pemasungan
penderita gangguan jiwa, masalah anak jalanan, masalah anak remaja (tawuran,
kenakalan), penyalaggunaan Narkotik dan psikotropik, masalah seksual
(penyimpangan seksual, pelecehan seksual dll), tindak kekerasan sosial
(kemiskinan, penelantaran tidak diberi nafkah, korban kekerasan pada anak, dll),
stress pasca trauma (ansietas, gangguan emosional, berulang kali merasakan
kembali suatu pengalaman traumatik, bencana alam, ledakan, kekerasan,
penyerangan/ penganiayaan fisik/ seksual, termasuk pemerkosaan, terorisme,
dll), migrasi ( masalah psikis/ kejiwaan akibat perubahan sosial, seperti cemas,
depresi, stress pasca trauma, dll), masalah usia lanjut yang terisolasi, masalah
kesehatan tenaga kerja di tempat kerja (penurunan produktivitas, stress di tempat
kerja, dll)

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keperawatan jiwa telah mengalami perkembangan secara terus menerus hingga saat ini.
Dimana awalnya gangguan jiwa dianggap perbuatan dari roh jahat dan adanya perlakuan
kasar terhadap penderitanya. Namun, hal itu tidak terjadi lagi sekarang karna banyaknya
rumah sakit jiwa yang telah didirikan dan penderitanyapun mendapat perlakuan yang
manusiawi melalui proses rehabilitasi. Kemudian dengan adanya perubahan sudut pandang
yang membuat penyakit gangguan jiwa bukan suatu hal yang dianggap aib, karena hakikat
manusia adalah bermartabat dan dihargai.
Manusia sendiri merupakan makhluk unik, tentu saja koping terhadap sesuatu seperti
stressor akan berbeda setiap individu.

B. Saran
Setelah kami membahas tentang sejarah, perspektif dan isu yang berkembang terhadap
keperawatan jiwa, dan demi kemajuan keperawatan jiwa khususnya diindonesia serta untuk
mengurangi penderita gangguan jiwa. Ada baiknya dibentuklah kompetensi soft skill yang
kompleks buat siswa perawat supaya mampu mengembangkan, merubah dan memperbaiki
penanganan terhadap penyakit gangguan mental.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ah, Yusuf. dkk. 2015. Buku ajar keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta : Salemba Medika.
Yosep, iyus. 2011. Kepetawatan jiwa (edisi revisi). Bandung : Refika Aditama
Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Kaplan. A.I. Sadock B.J. (1998). Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (I); Jakarta, Widya Medika.
Hamid. A.Y.S. (2009). Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa (I); Jakarta. Buku
Kedokteran ECG.

15

Anda mungkin juga menyukai