Anda di halaman 1dari 8

 HOME

 PERUSAHAAN
 PUBLIKASI
 BANTUAN

 KONTAK

www.bumn.go.id || sub Portal BUMN

Profil Perusahaan
Beranda›Profil Perusahaan›
Profil Perusahaan
A. DASAR PENDIRIAN

Aktivitas kedirgantaraan di Indonesia dimulai tahun 1946 dengan dibentuknya Biro Rencana dan Konstruksi Pesawat
di lingkungan Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara di Madiun, yang kemudian dipusatkan di Andir, Bandung.
Tahun 1953, kegiatan tersebut mendapat wadah baru dengan nama Seksi Percobaan yang pada tahun 1957
berubah menjadi Sub Depot Penyelidikan, Percobaan dan Pembuatan Pesawat Terbang. Tahun 1960, Sub Depot ini
ditingkatkan menjadi Lembaga Persiapan Industri Penerbangan (LAPIP) yang kemudian berubah menjadi Komando
Pelaksanaan Industri Pesawat Terbang (KOPELAPIP) yang pada tahun 1966 digabung dengan PN Industri Pesawat
Terbang Berdikari menjadi Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio (LIPNUR).

Pada tahun 1975, PT Pertamina membentuk Divisi Advanced Technology dan Teknologi Penerbangan (ATTP) yang
bertujuan menyiapkan infrastruktur bagi industri kedirgantaraan di Indonesia. Berdasarkan Akta Notaris No. 15,
tanggal 24 April 1976, didirikan PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio, dipimpin oleh Prof. Dr. Ing. B.J.Habibie.
Perusahaan ini merupakan penggabungan antara LIPNUR dan ATTP. Kemudian pada bulan April 1986, melalui
Keputusan Presiden (KEPRES) N0. 15/1986 dan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan, nama perusahaan
diganti menjadi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) dan tanggal 24 Agustus 2000, nama perusahaan
secara resmi diubah oleh Presiden Republik Indonesia saat itu menjadi PT Dirgantara Indonesia (PTDI).

Pada tahun 1998, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1998 tentang Penyertaan Modal Negara
Republik Indonesia Untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) Di Bidang Industri, saham negara pada PT
IPTN (Persero) dialihkan menjadi penyertaan pada PT Bahana Pakarya Industri Strategis (Persero) (PT BPIS),
dengan demikian status PT IPTN berubah menjadi anak perusahaan PT BPIS.
Kemudian pada tahun 2002, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2002 tentang Penyertaan Modal
Negara Republik Indonesia Ke Dalam Modal Saham PT Dirgantara Indonesia, PT PAL Indonesia, PT Pindad, PT
Dahana, PT Krakatau Steel, PT Barata Indonesia, PT Boma Bisma Indra, PT In dustri Kereta Api, PT Industri
Telekomunikasi Indonesia Dan PT LEN Industri Dan Pembubaran Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bahana
Pakarya Industri Strategis, PT DI berubah menjadi badan hukum persero.

B. VISI, MISI, DAN TUJUAN


Visi PT DI adalah menjadi perusahaan kelas dunia dalam industri berbasis pada penguasaan teknologi tinggi dan
mampu bersaing dalam pasar global dengan mengandalkan keunggulan biaya.

Misi PT DI adalah sebagai pusat keunggulan di bidang industri dirgantara terutama dalam rekayasa, rancang
bangun, manufaktur, produksi dan pemeliharaan untuk kepentingan komersial dan militer dan juga aplikasi di luar
industri dirgantara. Menjalankan usaha dengan selalu berorientasi pada aspek bisnis dan komersial dan dapat
menghasilkan produk jasa yang memiliki keunggulan biaya.

PT DI didirikan dengan tujuan untuk melakukan usaha di bidang perhubungan, komunikasi, pertahanan dan
keamanan dalam bentuk industri dan perdagangan produk dan jasa serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya
Perseroan untuk menghasilkan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat untuk
mendapatkan/mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai Perseroan dengan menerapkan prinsip-prinsip
Perseroan Terbatas.

Kegiatan usaha utama adalah memproduksi, memasarkan, menjual dan mendistribusikan hasil produksi industri
kedirgantaraan dan pertahanan & keamanan berupa pesawat terbang dan helikopter, komponen pesawat terbang,
pemeliharaan dan modifikasi pesawat terbang, sistem persenjataan dan jasa teknologi.

D. STRUKTUR USAHA
Usaha Induk
Kegiatan usaha perusahaan (Induk) untuk menunjang visi, misi, dan tujuan perusahaan tergambar dalam Portofolio
Bisnis/Produk saat ini sebagai berikut:

1. Aircraft Integration, yaitu unit yang memproduksi pesawat terbang dan helikopter:
• Pesawat Terbang NC 212-200 dan C 212-400

• Helikopter NBELL-412

• Helikopter NAS-332

• Pesawat terbang CN235 dan CN295

2. Aerostructure, yaitu unit yang memproduksi tooling and airframe component pesawat terbang untuk pabrik
pesawat:

• Airbus A320/321/330/340/350/380

• Boeing : komponen B747-8/777/787

• Eurocopter : komponen MK2, EC725

• EADS: komponen CN235, C295, C212-400

3. Aircraft Services, yaitu unit yang melakukan MORA (Maintenance, Overhaul, Repair, Alteration) bagi pesawat
terbang:
• Produksi PTDI: CN235, NBELL412, NBO-105, NC-212-100/200, NAS332

• Non produksi PTDI seperti B737-200/300/400/500, A320, F100, F27

• Distributor suku cadang pesawat terbang (customer logistic support)

4. Technology & Development, yaitu melakukan Engineering Design, IT System, and Weapon System untuk:

• Pesawat terbang produk PT DI

• Desain untuk Alteration Aircraft Service

• Desain Customization untuk Aircraft Integration

• Torpedo SUT dan Roket 2,75” FFAR

Bisnis utama PT DI adalah memproduksi pesawat terbang dan helikopter yang dihasilkan oleh Direktorat Aircraft
Integration (AI) yang didukung oleh tiga direktorat usaha lainnya. Direktorat Teknologi dan Pengembangan (DT)
bertanggungjawab dalam mengembangkan produk perusahaan, Direktorat Aerostructure (AE) membuat komponen
produk PT DI maupun komponen pesanan dan Direktorat Aircraft Services (AS) melakukan perawatan purna jual
terhadap pesawat produksi PT DI maupun pesawat lainnya.

Anak Perusahaan
PTDI memiliki beberapa anak perusahaan dan perusahaan patungan yang berada di Indonesia dan di luar negeri:

1. Anak Perusahaan:

1. PT Nusantara Turbin dan Propulsi (PT NTP) di Bandung, 99,99% sahamnya dimiliki oleh PT DI. Bidang usaha
bergerak di bidang maintenance & overhaul serta pembuatan part & Aeroengine component maupun non-aeroengine
termasuk berbagai jenis turbine.
2. IPTN North America, Inc (INA) di Seattle – Amerika Serikat, 100% saham dimiliki oleh PT DI. Bidang usaha
mendukung kegiatan industri dan perdagangan di Indonesia dengan memberikan jasa pemasaran dan memasok
berbagai produk & jasa engineering yang dibutuhkan bagi customer Indonesia dan Amerika.
2. Perusahaan Patungan:

1. PT GE Technology Indonesia (PT GETI) di Bandung, 10% sahamnya dimiliki PT DI, 10% dimiliki PT PAL Indonesia
(Persero), dan 80% dimiliki GE Pacific. Bidang usaha bergerak di bidang industri alat-alat kedokteran dan jasa
konsultasi manajemen di bidang peralatan kedokteran, engineering, industri, dan permesinan.
2. PT GE Nusantara Turbin Services (PT GENTS) di Bandung, 41,40% sahamnya dimiliki PT DI, 40,20% dimiliki PT
GETI, dan 18,40% dimiliki GE Pacific. Bidang usaha bergerak di bidang service & repair GE dan non-GE combustion
turbine, component dan spare parts.
KONDISI DAN KINERJA PERUSAHAAN TAHUN 2006 - 2010
1. INDUSTRI SECARA UMUM
Tercatat 102 pesawat C212-200 dibangun dan diserahkan oleh PT DI kepada berbagai pengguna, dimana 79
pesawat diantaranya masih terbang. PT DI masih memiliki 6 ariframe C212-200. Saat ini, pemasaran C212-200 oleh
PT DI lebih difokuskan pada pasar domestik yakni pada 3 angkatan dan Polri serta terbatas pada upaya untuk
menghabiskan stok yang tersisa. Sejak tahun 2006, PT DI menjadi single sources untuk komponen NC212-400. 2
set komponen telah dikirimkan ke fasilitas perakitan di Seville-Spanyol pada tahun 2010 dan 3 set dikirimkan pada
tahun 2011. PT DI bertanggungjawab untuk menjual dan mengirimkan C212-400 di wilayah ASEAN.
Sebanyak 256 pesawat CN-235 telah diserahkan sejak diluncurkan tahun 1983, 59diantaranya dibuat dan
diserahkan oleh PT DI. CN-235 merupakan co-design dan co-product dengan porsi 50-50 bersama Airbus Military
(dahulu CASA). Saat ini, CN235 sebagian besar dipergunakan untuk military transport dengan pangsa pasar sekitar
50%. Adapun disegmen lainnya CN235 bersaing ketat dengan Bombardier (DHC8), Saab (Saab340) dan Embraer
(Emb120). Menurut estimasi Bombardier, dalam 20 tahun ke depan jumlah permintaan pesawat untuk kelas 20-59
diperkirakan hanya 200 unit, dimana 100 diantaranya untuk pesawat bermesin jet dan 100 sisanya untuk pesawat
turboprop.
PT DI memiliki potensi untuk penguatan kerjasama industri (industrial cooperation) dengan Eurocopter dan Bell
Helicopter Textron untuk meningkatkan produski dan penjualan helikopter kelas light dan/atau intermediate. Selama
periode 1976-2005, PT DI telah berhasil menjual BO105 sebanyak 122 unit. Saat ini, permintaan pasar untuk BO105
cenderung menurun, karena banyaknya produk baru yang lebih canggih dan efisien. Termasuk permintaan helikopter
jenis Bell412 dan AS332 yang relatif kecil. Namun demikian menurut proyeksi dari Roll Royce, produk helikopter
kelas light twin (sekelas BO105) dan intermediate (sekelas Bell412 dan AS332) masih cukup menjanjikan dengan
perkiraan permintaan (light twin) dalam 10 tahun ke depan mencapai 4.400 unit. Untuk kebutuhan domestik, PT DI
memperkirakan ada potensi permintaan dari TNI/Polri sekitar 8 unit per tahun untuk light twin, 5 untuk kelas medium,
dan 2 untuk heavy transport.
PT DI merupakan pabrik pesawat terbang yang fokus pada fasilitas perakitan (final assembly) dan filosofi disain,
menjadikan peluang PT DI dalam mengembangkan bisnis pesawat terbang. Portofolio bisnis Aerostructure terdiri
dari Airframecomponent dan tooling untuk berbagai jenis pesawat.
Dalam industri aerostructure, bisnis aerostructure harus bersaing dengan 3.109 leading supplier di seluruh dunia.
Bisnis aerostructure sangat bergantung pada jumlah permintaan pesawat terbang yang oleh Alenia Aeronautica
diproyeksikan akan mengalami pertumbuhan rata-rata 2% per tahun. Saat ini, PT DI telah menjadi supplier untuk tier
4 sampai tier 2.
Jasa perawatan pesawat terbang terus tumbuh seiring bertumbuhnya jumlah pesawat terbang yang beroperasi.
Namun hal tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan kapasitas dan kemampuan jasa perawatan pesawat
terbang domestik khususnya PT DI, sehingga 70% pangsa pasar diserap oleh perusahaan MRO di luar negeri.
Rendahnya penyerapan tersebut juga terkait dengan adanya persyaratan sertifikasi EASA dan/atau FAA bagi MRO
provider.

1. KONDISI PERUSAHAAN TAHUN 2006 -2010


Secara umum kinerja perusahaan tahun 2006-2011 berfluktuasi. Kinerja binis berfluktuasi dengan pencapaian
perolehan kontrak baru rata-rata Rp1,10 triliun dan penjualan rata-rata Rp760 miliar. Kinerja keuangan belum
menunjukkan perbaikan, realisasi laba/bersih induk tahun 2006-2011 secara akumulasi masih rugi. Likuiditas
perusahaan/saldo kas akhir sangat kritis. Total aset perusahaan tahun 2006-2010 terus mengalami penurunan dan
ekuitas negatif. Hal ini disebabkan oleh kondisi bisnis yang belum membaik, akumulasi kerugian perusahaan yang
besar. Dengan kinerja bisnis dan keuangan tersebut, tingkat kesehatan perusahaan tahun 2006-2011 masih berkisar
antara tidak sehat dan kurang sehat (CCC-BBB). Jumlah SDM (Karyawan tetap dan kontrak), mengalami sedikit
peningkatan dari 3.869 orang pada tahun 2006 menjadi 4.174 pada tahun 2011.

Permasalahan utama yang dihadapi perusahaan adalah belum mampu memenuhi komitmen on time
delivery pesawat terbang dan ketidakseimbangan utilisasi fasilitas produksi (manufacturing dan assembly). Selain itu,
penjualan pesawat terbang dibawah kapasitas terpasang (6 unit/tahun) dan demografi SDM yang tidak proporsional.
Terhadap permasalahan yang ada, strategis perusahaan di tahun 2012 – 2016 adalah melakukan revitalisasi fasilitas
produksi dan optimalisasi serta utilisasi kapasitas sehingga terdapat peningkatan produktifitas dan produk yang
kompetitif. Strategi perusahaan meliputi upgrading dan penggantian permesinan di Aerostucture, peningkatan dan
perbaikan proses produksi pesawat terbang, peniangkatan kemampuan dan kapasitas Aicraft Services, update
software dan fasilitas laboratorium,productimprovement dari CN-235 dan kerjasama pengembangan produk baru
(pesawat baru) dengan lembaga Pemerintah, serta penyempurnaan sistem informasi perusahaan terintegrasi.
Pada pertengahan tahun 2012, perusahaan mendapatkan PMN sebesar Rp1,00 triliun (Peraturan Pemerintah Nomor
70 Tahun 2012). PMN tersebut akan dialokasikan untuk modal kerja dan penguatan Regenerasi & Dekomposisi SDM
sebesar Rp293 miliar (modal kerja/pembelian material dan komponen pesawat terbang serta komponen untuk follow
on support yang long lead timeuntuk memenuhi delivery tepat waktu dan/atau komponen pesawat terbang dan
helikopter sebesar Rp206 miliar dan untuk penguatan regenarasi & dekomposisi SDM sebesar Rp87 miliar).
Selain itu, dana PMN juga dialokasikan untuk investasi fasilitas produksi berupa pengembangan fasilitas produksi,
peniangkatan kemampuan dan kapasitas, update software, product improvement dan penyempurnaan sistem
informasi perusahaan sebesar Rp707 miliar.

KINERJA PERUSAHAAN
1. ASPEK OPERASIONAL
Dalam 5 (lima) tahun terakhir perusahaan tidak mampu menyelesaikan program terkontrak sesuai dengan jadwal, hal
ini disebabkan karena:

1. Tidak tersedianya modal kerja yang cukup dan tepat waktu


2. Permesinan dan fasilitas produksi yang sudah tua
3. Sistem informasi yang belum terintegrasi
4. Demographi SDM yang tidak proporsional serta tidak tersedianya SDM yang cukup untuk menyelesaikan program
yang ada.
Portofolio produk PT DI terbatas pada 2 platform pesawat (angkut ringan dan menengah) serta 2 model helikopter
menengah dan juga belum ada pengembangan produk baru maupun peningkatan produk sejak tahun 1999.

Tidak memiliki Green Flyable Aircraft sehingga akan sulit memenuhi permintaan pasar untuk penyerahan pesawat
dalam waktu singkat. Dalam proses pembuatan pesawat, selalu ada proses re-design atas
permintaan customer sehingga durasi penyelesaian pesawat menjadi lama (24-30 bulan).
Kapasitas fasilitas produksi yang terbatas bahkan berkurang 60% akibat rusaknya hangar pasca kecelakaan
pesawat, membatasi ACS untuk meningkatkan penjualan. Dengan terbatasnya sertifikasi (non produk PT DI) yang
terbatas dan kesulitan pendanaan untuk investasi, customer based ACS menjadi sedikit.

Kelompok Mesin JumlahKapasitas


(Jam)
1. Machining 137 296.498

2. Metal Forming 30 167.851

3. Sub Assy & Welding 13 27.975

4. Bonding Composite 19 49.368

5. Surface Treatment 28 59.242

6. Pre Cutting 12 19.747

TOTAL 239 620.682

Mayoritas fasilitas produksi PT DI, terutama permesinan, rata-rata telah berumur > 20 tahun sehingga
produktifitasnya lebih rendah dibandingkan dengan teknologi terkini. Efisiensi permesinan tercatat di kisaran 50%-
80%. Fasilitas mesin yang sudah tua menyebabkan produktivitas lebih rendah karena terdapat kapasitas produksi
yang hilang akibat unplanned downtime.
Utilisasi mesin untuk mengerjakan kontrak yang ada saat ini (backlog contract), termasuk eksternal dan internal,
sudah mencapai lebih dari 100% dengan menggunakan sistem kerja 2 shift. Kapasitas fasilitas produksi terbatas,
terutama AE dan AS, dimana hampir seluruhnya telah dialokasikan untuk mengerjakan backlog kontrak.
Pemanfaatan sumberdaya yang belum optimal, terutama AI dan DT, dimana terdapat kelebihan kapasitas yang
belum dimanfaatkan secara optimal.

2. ASPEK PEMASARAN
Pada akhir tahun 2008 Persero berhasil mendapat kontrak 4 (empat) unit CN235 dengan KCG – Korea Selatan
senilai USD93,92 Juta dan akhir tahun 2009 mendapatkan kontrak 3 (tiga) unit CN235 dengan TNI-AL senilai
USD80,00 Juta. Kontrak ini tidak dapat diselesaikan sesuai dengan jadwal karena Persero kesulitan mendapatkan
pinjaman modal kerja tunai untuk kegiatan operasional dan pembelian material dan hanya berhasil mendapatkan non
cash loan. Hal ini berdampak pada tertundanya proses produksi dan delivery.
Delivery dalam 5 tahun terakhir
Jenis Pesawat TotalDelivery Customer EksternalProduk

T07T08T09T10T11

1. CN 235 59 - 1 - - 3 SPIRIT A-380 IOFLE

2. NC 212 102 - - 1 - - A-320 Pylon, D-Nose, Leading edge skin

3. NBO 105 121 1 - 1 - - A-321

4. NBELL412 32 1 - - - 1 A-350 Fixed Leading edge

5. NAS 332 33 - 1 - 1 - CASA CN-235 Component

TOTAL 2 2 2 1 4 C-212-4 Component

CTRM A-380 FLELP

SMEA B-777 Stiffener & Others

A-320 Beam & Nut Strip

A-330 Component

BOMBARDIER GX Slat skin

KOREA B-777 WBX-Chord

EUROCOPTER EC MK-IITail Boom, Long Fuselage

Selain dari perolehan kontrak penjualan pesawat tersebut di atas diperoleh juga kontrak penjualan berupa modifikasi
pesawat CN235 (AD Trade) senilai USD13,22 juta, perawatan pesawat, penjualan roket dan jasa engeenering. Pada
akhir tahun 2010 Persero mendapatkan kontrak penjualan 1 (satu) unit Helikopter Super Puma NAS 332 dari TNI AU
senilai Rp179,33 Miliar, 1 (satu) unit Helikopter Bell 412 dari PUSPENERBAD senilai Rp99,87 miliar dan kontrak
penjualan lainnya. Penurunan perolehan kontrak dimaksud dikarenakan posisi ekuitas dan likuiditas perusahaan
sangat rendah sehingga perusahaan hanya fokus terhadap penyelesaian program yang sudah terkontrak.
Pada tahun 2011, Persero mendapatkan kontrak penjualan senilai Rp1,44 triliun yang terdiri 2 (dua) unit Super Puma
NAS 332, 7 (tujuh) unit Bell 412, 1 (satu) unit C-212-400 dan kontrak perawatan serta komponen pesawat terbang.
Untuk dapat menyelesaikan kontrak-kontrak yang telah diperoleh, Persero masih memerlukan modal kerja dari
perbankan nasional.

3. ASPEK SUMBER DAYA MANUSIA


Komposisi Pegawai
18-2526-3031-3536-4041-4546-49>50

AE 523 157 40 41 140 335 493

AI 85 29 7 27 105 197 381


AS 17 19 9 14 79 89 152

KA 19 12 16 15 46 94 172

DTP 23 16 14 73 276 250 238

DU 7 5 3 3 14 27 73

Total674 238 89 173 660 992 1509

Jumlah SDM cukup besar dengan komposisi yang tidak berimbang dimana 35% dengan usia > 50 tahun. Dalam 5
tahun mendatang karyawan dengan golongan usia > 50 tahun (1509 orang) akan pensiun yang sebagian besar
merupakan key personel yang memiliki pengalaman pengembangan dan pembuatan pesawat secara utuh. Untuk
Divisi Teknologi dan Pengembangan, 27% karyawan tetap akan memasuki masa pensiun, dimana 2/3 adalah
dengan kompetensi engineering. Juga tidak adanya program pengembangan produk baru sejak 1999 mengakibatkan
utilisasi SDM rendah.
Generation gap karena proses regenerasi yang belum optimal. Usaha-usaha rekruitmen untuk menjaring tenaga-
tenaga muda yang potensial sudah dicoba dilakukan, tetapi para karyawan tersebut umumnya tidak bertahan lama.

D. RENCANA BISNIS
Dalam menghadapi permasalahan tersebut di atas perusahaan telah mengajukan program Restrukturisasi dan
Revitalisasi (“RR”) kepada Menteri BUMN selaku kuasa Pemegang Saham Persero. Menteri BUMN melalui surat
nomor: S-642/MBU/2010 tanggal 21 Oktober 2010 telah menugaskan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) (PT
PPA) untuk membantu PT DI dalam mendanai proyek-proyek terkontrak dan melakukan kajian dan
penyusunan Business Plan RR PT DI secara menyeluruh.
Persero bersama dengan PT PPA telah menyusun Strategi Program RR melalui tiga tahap penyelesaian yakni tahap
pertamaEmergency Plan tahun 2011, tahap kedua Restrukturisasi dan Stabilisasi tahun 2012 – 2014 dan tahap
ketiga Pengembangan tahun 2015 ke atas.PT DI atas persetujuan dari Menteri BUMN melakukan RR dengan
bantuan dan dukungan dari PT PPA.

Strategi PT DI 2011 s.d. 2015

2011 2012-2014 2015-dst

Emergency Plan Restrukturisasi & Stabilisasi Pengembangan

KEY STRATEGY KEY STRATEGY KEY STRATEGY

 
Restrukturisasi Keuangan Melanjutkan restrukturisasi keuangan  Mendukung pemenuhan kebutuhan
alutsista nasional
 Improve quick cash business
 Mendukung pemenuhan kebutuhan alutsista nasional  Memasarkan dan memproduksi produk
baru pesawat terbang
 Penyelesaian kontrak pesawat
 Mengembangkan produk & pemasaran CN235/produk Memiliki partner strategis industri
lainnya melalui aliansi strategis dengan AM pesawat terbang terkemuka yang tetap
 Program efisiensi biaya operasi
 Melaksanakan kerjasama industri dengan Perusahaan  Memiliki MRO dengan standar
Pesawat Terbang Terkemuka internasional
 Penjualan aset non produktif
 Meningkatkan daya saing produk (delivery tepat waktu
dan biaya)
  Peningkatan kehandalan sistem informasi (ERP)
Penyelesaian permasalahan
hukum
 Restrukturisasi usaha & regenrasi SDM

 Kerjasama pengembangan produk baru program pesawat


terbang yang dibiayai lembaga/institusi Pemerintah
Pada tahap emergency plan di tahun 2011, PT DI telah mendapatkan pinjaman dari dana Restrukturisasi dan
Revitalisasi PT PPA sebesar Rp675 miliar untuk menutupi proyeksi defisit cash flow(modal kerja)di akhir tahun 2011.
Selain itu pula dalam hal restrukturisasi keuangan, PT DI telah mendapatkan PMN non cash sebesar Rp1.188 miliar
dan penetapan PMS sebesar Rp1.769 miliar. Pemberian PMN non cash tersebut telah dapat meningkatkan kinerja
PT DI dan dapat memberikan leverage pada PT DI dihadapan lembaga keuangan/perbankan dalam mendapatkan
pinjaman modal kerja.
Copyright PT Dirgantara Indonesia (Persero), Jl. Pajajaran No. 154 Bandung, Indonesia
To Top

Anda mungkin juga menyukai