Anda di halaman 1dari 5

TUGAS

PERENCANAAN HASIL HUTAN

“Hutan Indonesia tahun 2045”

Disusun oleh:
Nama : Muhammad Iqbal
NIM : 14/366454/KT/07776

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
Hutan Indonesia tahun 2045
Indonesia merupakan negara terbesar ketiga yang mempunyai hutan tropis terluas di
dunia dan memiliki peringkat pertama di Asia Pasifik. Ironisnya Indonesia juga menjadi
negara yang menyumbangkan polusi ketiga terbesar di dunia setelah Amerika dan Cina
melalui kejadian kehilangan hutan atau deforestasi (penggundulan atau perusakan hutan)

Deforestasi di Indonesia terkini memiliki eskalasi yang jauh lebih parah


dibandingkan di jaman Orde Baru. Jika di jaman Orde Baru deforestasi berkisar 0,81 juta
hektare per tahun, kini laju deforestasi mencapai 1,13 juta hektare per tahun (FWI, 2014).

Laju deforestasi yang tinggi telah berdampak besar terhadap ketahanan air, energi,
pangan, kesehatan, penghidupan, hingga pengaturan iklim. Lebih lanjut, deforestasi
mengancam kehidupan serta integritas budaya dari masyarakat yang bergantung pada hutan
dan persediaan hasil hutan kayu dan non-kayu untuk generasi mendatang. Deforestasi
membawa dampak terhadap perubahan lingkungan secara global.

Tabel 1. Proyeksi kondisi tutupan hutan berdasarkan pulau sampai tahun 2043
Gambar 1. Proyeksi tutupan hutan alam di Indonesia sampai 2043

Meskipun telah muncul banyak versi dalam penghitungan laju deforestasi, namun
secara umum terjadi konsesus bahwa kecenderungan laju deforestasi masih tinggi. Hal ini
berarti, tanpa perubahan mendasar dan menyeluruh, deforestasi akan berlangsung dengan laju
yang sama dan konstan dan dalam waktu 10 tahun ke depan hutan alam di beberapa provinsi
akan habis.

Berdasarkan laju deforestasi 1,13 juta hektare per tahun, diperkirakan pada tahun
2023 tutupan hutan alam Provinsi Riau akan hilang. Kondisi yang sama akan ditemukan juga
pada sebagian besar Pulau Jawa, yaitu di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Dengan asumsi proyeksi laju kehilangan hutan adalah sama, maka 20 tahun ke depan (tahun
2033) Jambi akan menyusul sebagai Provinsi yang kehilangan tutupan hutan alamnya.
Kemudian di tahun 2043 Provinsi Sumatera Selatan akan menghadapi kondisi yang sama
dengan Provinsi Riau dan Jambi. Demikian halnya pada tingkat pulau. Keberadaan hutan
alam diprediksikan akan habis pada 30 tahun ke depan. Pulau Jawa, Bali-Nusa Tenggara, dan
Sumatera adalah pulau-pulau yang akan kolaps akibat hutan alam yang hilang.

Gambar 1 mengilustrasikan proyeksi tutupan hutan alam tersisa di Indonesia pada


masa yang akan datang. Apabila diasumsikan bahwa Kawasan Hutan Lindung dan Kawasan
Konservasi bertahan sesuai fungsinya dan terbebas dari kehilangan hutan, maka proyeksi
kondisi tutupan hutan 15 tahun ke depan akan seperti yang dipaparkan pada Tabel 2.

Tabel 2 menunjukkan bahwa hutan alam di Pulau Jawa dan Sumatera yang berada di
luar fungsi kawasan Hutan Lindung dan fungsi Kawasan Konservasi, atau artinya hutan alam
yang berada di hutan produksi, pada tahun 2028 akan habis. Kemudian hutan produksi di
Provinsi Riau dan Jambi di tahun yang sama akan mengalami kehancuran tercepat dan
terparah dibandingkan provinsi lain yang ada di Pulau Sumatera dan Jawa. Proyeksi ini
mempertimbangkan tingginya laju deforestasi yang terjadi di kedua provinsi tersebut.

Tabel 2. Proyeksi tutupan hutan alam di luar kawasan hutan lindung dan konservasi
tahun 2028

Upaya untuk menyelamatkan hutan Indonesia tentunya tidak dapat dilepaskan dari
penyelesaian tunggakan masalah di masa sebelumnya, baik dari sisi persoalan nyata di tingkat
tapak, persoalan kebijakan, maupun persoalan kapasitas penyelenggara kehutanan.
Identifikasi masalah kehutanan secara tepat dan fundamental dengan menggunakan informasi
yang akurat, akan menentukan capaian perbaikan kinerja kehutanan. Penyelesaian
permasalahan kehutanan tersebut bukan hanya menentukan apa masalahnya, tetapi juga
memerlukan strategi bagaimana solusi masalah-masalah tersebut dapat dijalankan.
Selanjutnya, agar strategi tersebut dapat dilakukan optimal maka prasyarat kelembagaan dan
kepemimpinan (leadership) kehutanan menjadi sebuah keharusan.

Tidak terselesaikannya tunggakan masalah di sektor kehutanan tidak terlepas dari


lemahnya kapasitas pemerintah sehingga mendorong kebijakan yang bias pada dominansi
pengusahaan yang jauh dari prinsip keadilan dan kelestarian. Masalah kehutanan semakin
kompleks dengan kondisi minimnya kapasitas kelembagaan di tingkat tapak, termasuk masih
lemahnya hubungan pemerintah pusat-daerah. Berbagai masalah kehutanan tidak dapat segera
dipecahkan, karena pemerintah (cq. Kementerian Kehutanan119) tidak memberikan prioritas
melalui upaya-upaya penyelesaian akar masalah di sektor kehutanan.

DAFTAR PUSTAKA

Forest Watch Indonesia. 2014. Deforestasi: Potret Buruk Tata Kelola Hutan di
Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.Bogor: Forest
Watch Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai