Referat HAP
Referat HAP
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
PERDARAHAN ANTEPARTUM
PEMBIMBING:
dr.
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan karuniaNya sehingga dapat terselesaikannya referat dengan judul
“Perdarahan Antepartum”. Penulisan referat ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi salah
satu tugas kepaniteraan Ilmu Obstetri dan Ginekologi di RSUD dr. M. Haulussy periode 25 Mei
– 2 Agustus 2017.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangatlah sulit
untuk menyelesaikan referat ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr Sp.OG selaku pembimbing yang telah membantu dan memberikan
bimbingan dalam penyusunan referat ini, dan kepada semua pihak yang turun serta membantu
penyusunan referat ini.
Akhir kata dengan segala kekurangan yang penulis miliki, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun akan penulis terima untuk perbaikan selanjutnya. Semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang mempergunakannya selama proses kemajuan pendidikan
selanjutnya.
Penulis
2
LEMBAR PERSETUJUAN
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan
klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan di RSUD dr. M. Haulussy 25 Mei 2015 sampai dengan 2
November 2017.
dr., Sp.OG
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap tahun didunia terdapat kematian perinatal yang tinggi yaitu 3 juta kematian janin
sebelum lahir (still-birth) dan 3 juta kematian neonatus dini (dalam usia ≤ 7 hari). Peristiwa
tragis ini 99% terjadi di negara berkembang dan hanya 1% di negara maju. Dari aspek prenatal
care lebih 35% dari perempuan hamil tersebut tidak memperoleh asuhan kehamilan, dan dari
aspek intranatal care 50% persalinan ditangani oleh petugas yang tidak terampil. Jika melihat
latar belakang yang menyebabkan kematian maternal dan perinatal di atas, sesungguhnya secara
teknis medis kematian tersebut tidak harus terjadi. Namun, kematian meternal dan perinatal
terjadi juga. Salah satu faktor yang mempengaruhi mortalitas dan morbiditas maternal dan
perinatal adalah faktor keterlambatan pasien menerima bantuan medis saat pertama pasien mulai
sakit di rumah (delay in decision to seek care), kemudian keterlambatan dalam pengangkutan
dan perjalanan (delay in reaching care), bahkan setelah tiba di rumah sakit pun masih terjadi
keterlambatan (delay in receiving care).1
Perdarahan obstetrik yang tidak dengan cepat diatasi dengan transfusi darah atau cairan
infus dan fasilitas penanggulangan lainnya (misal upaya pencegahan dan atau mengatasi syok,
seksio sesarea atau histerektomi dan terapi antibiotika yang sesuai), prognosisnya akan fatal bagi
penderitanya.1
Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya.
Pedarahan antepartum biasanya di batasi pada perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28
Minggu, walaupun patfisiologi yang sama dapat pula terjadi pada kehamilan sebelum 28
Minggu. Perdarahan setelah kehamilan 28 Minggu biasanya lebih banyak & lebih berbahaya dari
pada sebelum kehamilan 28 Minggu, oleh karena itu memerlukan penanganan berbeda.1,2
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
- Ligamentum rotundum berasal di bagian depan dan sedikit bawah insersio tuba Fallopii,
ditutupi oleh peritoneum parietale dan menjadi lanjutan ligamentum latum menuju kanalis
inguinalis, dan berakhir di ujung labium mayus. Besarnya sekitar 3-5 mm, karena kehamilan
ligamentum rotundum ikut mengalami hipertrofi panjang dan tebalnya. Berfungsi
mempertahankan agar uterus dalam posisi antefleksi.
- Ligamentum sakrouterina, terletak posterolateral supravaginal dan serviks melingkari rektum
menuju tulang sakrum S2 dan S3. Terdiri dari jaringan ikat dan otot polos dan ditutupi oleh
peritoneum, menjadi batas lateral kavum Douglas. Berfungsi sebagai penyangga uterus agar
tetap pada posisinya.
Uterus diperdarahi oleh arteri uterin kiri dan kanan yang terdiri atas ramus asenden dan
ramus desenden. Pembuluh darah ini berasal dari arteri iliaka interna ( disebut juga dengan arteri
hipogastrika ) yang melalui dasar ligamentum latum masuk ke dalam uterus di daerah servik kira
– kira 1,5 cm di atas forniks lateralis vagina. Pembuluh darah lain yang memperdarahi adalah
arteri ovarika kiri dan kanan. Arteri ini berjalan dari dinding lateral pelvis, melalui dinding
ligamentum infundibulo-pelvicum mengikuti tuba falopi, beranastomosis dengan ramus asenden
arteri uterine disebelah lateral, kanan dan kiri uterus. Bersama – sama dengan arteri tersebut
diatas terdapat vena-vena yang kembali melalui pleksus vena ke vena hipogastrika.
7
Inervasi uterus berasal simpatikus, serebrospinal, dan parasimpatikus. Parasimpatikus
berasal dari S2, S3 dan S4 dekat dengan serviks menuju pleksus Frankenhauser. Simpatikus
berasal dari pleksus pada aorta menuju pleksus iliaka interna. Selanjutnya masuk pleksus
Frankenhauser, dalam bentuk ganglion berbagai besar, sedikit serviks dan di bagian belakang
forniks di depan rektum. Serat saraf ini memelihara uterus, vesika urinaria dan vagina bagian
atas. Beberapa ujungnya berakhir bebas di antara otot dan masuk menuju endometrium. Serat
saraf sensori berasal dari T11, T12 menujukan rasa sakit ke SSP. Rasa sakit sekitar serviks dan
bagian atas jalan lahir menuju sakrum melalui S2, S3 dan S4. Rasa sakit jalan lahir bagian bawah
menuju nervus pudendalis.3
8
berbahaya lebih dahulu, yaitu perdarahan dari plasenta, karena merupakan kemungkinan dengan
prognosis terburuk atau terberat, dan memerlukan penatalaksanaan gawat darurat segera.1,3
Perdarahan antepartum dapat berasal dari : 1,3
Kelainan plasenta, yaitu plasenta previa, solutio plasenta (abruption
plasenta), atau perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya.
Bukan dari kelainan plasenta, biasanya tidak begitu berbahaya, misalnya
kelainan serviks dan vagina serta trauma.
9
II. 4. PENANGANAN
Penderita harus segera dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi
darah dan operasi. Pemasangan tampon dalam vagina tidak berguna sama sekali untuk
menghentikan perdarahan, malahan menambah perdarahan karena sentuhan serviks sewaktu
pemasangan. Selagi penderita belum jatuh ke dalam keadaan syok, infus cairan intravena harus
segera dipasang, dan dipertahankan terus sampai tiba di rumah sakit.1
II. 5. PLASENTA PREVIA
II. 5. 1. DEFINISI
Plasenta previa ialah suatu keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat yang
abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan
jalan lahir (ostium uteri internal). Pada keadaan normal plasenta terletak diatas uterus.1
II. 5. 2 KLASIFIKASI
Berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu. 1,2,3,4
Plasenta previa totalis bila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.
10
Plasenta previa parsialis bila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.
· Plasenta previa marginalis bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan.
Plasenta letak rendah bila plasenta yang letaknya abnormal di segmen bawah uterus, akan
tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta kira-kira 3 atau 4 cm
diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.
11
II. 5. 3. ETIOLOGI
Belum diketahui dengan pasti, mungkin secara kebetulan blastokista menimpa desidua
didaerah segmen bawah Rahim. Teori lain adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai,
mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atropi. Faktor resiko terjadinya plasenta previa
yang dapat dipandang berperan dalam proses peradangan dan kejadian atropi di endometrium
seperti paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim, misalnya bekas bedah sesar, kerokan, dan
miomektomi.1
Pada perempuan perokok insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia
akibat karbon monoksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertropi
sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan
eritroblastosis fetalis bias menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah Rahim
sehingga menutupi sebagian atau seluruh Ostium Uteri Internum.1
Anamnesis
Perdarahan dari jalan lahir pada kehamilan setelah 20 minggu, tanpa rasa nyeri, tanpa
alasan, berulang dengan volume lebih banyak daripada sebelumnya, terutama pada multigravida.
12
Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan
hematokrit. 1,2,3,4
Pemeriksaan luar
Inspeksi1,2,3,4
- Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak, sedikit, dan darah beku
- Bila berdarah banyak ibu tampak pucat/ anemis.
Palpasi1,2,3,4
- Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul, apabila presentasi
kepala, biasanya kepala masih terapung diatas pintu atas panggul atau mengolak ke
samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
- Tidak jarang terdapat kelainan letak, seperti letak lintang atau letak sungsang.
- Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah.
- Tidak terdapat nyeri tekan uterus, uterus tidak tegang, dan tidak iritabel
Auskultasi1,2,3,4
- Denyut jantung janin biasanya normal
Pemeriksaan Inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri
eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri
eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai. 1,2,3,4
13
Pemeriksaan letak plasenta tidak langsung
- Pemeriksaan radiografi dan radioisotope yang sudah ditinggalkan
- Pemeriksaan ultrasonografi merupakan cara yang paling tepat untuk menegakkan
diagnosis definitif, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janin. Pemeriksaan
USG rutin pada kehamilan 18-20 minggu dengan plasenta letak-rendah tidak
dianjurkan, kecuali terjadi perdarahan berulang. Pemeriksaan USG rutin untuk
kehamilan dengan plasenta previa partial atau total dianjurkan setelah 32 minggu,
walaupun saat itu tidak terjadi perdarahan.
14
Janin telah meninggal atau terdapat anomaly congenital mayor (misal
ansefali)
Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati pintu atas
panggul (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar)
II. 5. 5. PENANGANAN
Terapi Ekspektatif
Tujuan supaya janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara non invasi.
- Syarat terapi ekspektatif : 1,3,5,6
Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti
Belum ada tanda inpartu
Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dan tanda-tanda vital dalam batas
normal)
Janin masih hidup
- Rawat inap, tirah baring, observasi tanda vital, dan berikan antibiotik profilaksis.
- Apabila berhubungan dengan trauma, monitoring sekurang-kurangnya 12-24 jam untuk
menyingkirkan kemungkinan solutio plasenta.
- Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi plasenta, usia kehamilan,letak, dan presentasi
janin.
- Perbaiki anemia dengan pemberian Sulfas ferosus atau Ferous fumarat peroral 60 mg selama 1
bulan.
- Pastikan sarana untuk melakukan tranfusi
- Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien dapat
dirawat jalan (kecuali rumah pasien di luar kota atau diperlukan waktu > 2 jam untuk mencapai
rumah sakit) dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan.
-Jika perdarahan berulang pertimbangkan manfaat dan resiko ibu dan janin untuk
mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Terapi Aktif (tindakan segera)
Rencanakan terminasi kehamilan jika: 1,3,5,6
Janin matur
15
Janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang mengurangi
kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali)
Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan
banyak, harus segera ditatalaksanakan secara aktif tanpa memandang
maturitas janin.
Untuk pasien dengan perdarahan aktif dan gangguan hemodinamik, tindakan segera yang
harus dilakukan adalah terminasi kehamilan dan penggantian cairan tubuh.
Selama persiapan proses terminasi kehamilan, dilakukan: 1,3,5,6
Resusitasi cairan dengan saline atau ringer laktat, 2 jalur, jarum besar (16G,
18G)
Persiapkan 4 labu darah yang sesuai golongan darah pasien
Observasi keadaan janin
Berikan O2 murni untuk semua pasien dengan hipotensi (konsumsi O2 pada
kehamilan meningkat hingga 20% dan janin sangat rentan terhadap hipoksia)
16
Cara yang terpilih adalah pemecahan selaput ketuban (Amniotomi). Indikasi amniotomi pada
plasenta previa: 1,3,5,6
Plasenta previa lateralis atau marginalis atau letak rendah, bila telah ada pembukaan
Pada primigravida dengan plasenta previa lateralis atau marginalis dengan pembukaan 4
cm atau lebih
Plasenta previa lateralis/marginalis dengan janin yang telah meninggal.
Apabila amniotomi tidak berhasil, maka terdapat 2 cara lain yang lebih keras menekan
plasenta dan mungkin pula lebih cepat menyelesaikan persalinan, yaitu pemasangan cunam
Willet, dan versi Braxton-Hicks. 1,3,5,6
Kedua cara tersebut telah ditinggalkan dalam dunia kebidanan muktahir karena seksio
caesaria jauh lebih aman. Kedua cara tersebut cenderung dilakukan pada janin yang telah
meninggal atau yang prognosis untuk hidup di luar uterus tidak baik. Cara ini, apabila akan
dilakukan, lebih tepat dilakukan pada multipara karena persalinannya dijamin lebih lancar;
dengan demikian tekanan pada plasenta berlangsung tidak terlampau lama. 1,3,5,6
Seksio sesaria; bertujuan untuk secepatnya mengangkat sumber perdarahan, dengan
demikian memberikan kesempatan kepada uterus untuk berkontraksi menghentikan
perdarahnnya, dan untuk menghindarkan perlukaan serviks dan segmen bawah uterus
yang rapuh apabila dilangsungkan persalinan pervaginam. 1,3,5,6
Indikasi seksio caesaria pada plasenta previa: 1,3,5,6
Semua plasenta previa totalis, janin hidup atau meninggal; semua
plasenta previa partialis, plasenta previa marginalis posterior, karena
perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada.
Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak
berhenti dengan tindakan-tindakan yang ada
Plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang.
II. 5. 6 KOMPLIKASI
Pada Ibu:
Perdarahan hingga syok akibat perdarahan
Anemia karena perdarahan
17
Plesentitis
Endometritis pasca persalinan
Robekan-robekan jalan lahir akibat tindakan
Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu
dibersihkan dengan kerokan.
Pada Janin:
Persalinan prematur atau lahir mati
Prolaps tali pusat
Asfiksia berat
II. 5. 7. PROGNOSIS
Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas dan morbiditas
ibu dan bayi tinggi, mortalitas ibu mencapai 8-10% dan mortalitas janin 50-80%.3
Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka kematian dan kesakitan
ibu dan perinatal jauh menurun. Kematian maternal menjadi 0,1-5% terutama disebabkan
perdarahan, infeksi, emboli udara, dan trauma karena tindakan. Kematian perinatal juga turun
menjadi 7-25%, terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli, dan persalinan
buatan (tindakan).3
II. 6. 2. KLASIFIKASI
Menurut derajat lepasnya plasenta : 1,2,3,4
· Solusio plasenta totalis, bila plasenta terlepas seluruhnya
· Solusio plasenta parsialis, bila plasenta sebagian terlepas
18
· Ruptura sinus marginalis, bila hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.
· Solusio plasenta dengan perdarahan yang keluar, perdarahan dapat menyelundup keluar
dibawah selaput ketuban.
· Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, perdarahan tersembunyi dibelakang plasenta.
19
dalam,di dinding uterus teraba nyeri tekan sehingga bagian bagian janin sulit diraba, apabila
janin masih hidup bunyi jantung sukar di dengar dengan stetoskop biasa harus dengan stetoskop
ultrasonic, terdapat fetal distress, dan hipofibrinogenemi (150 – 250 % mg/dl).
d) Kelas III : gejala berat dan terdapat hampir 24% kasus.
Solusio plasenta berat, plasenta lepas lebih dari dua pertiga permukaannya, terjadinya
sangat tiba-tiba biasanya ibu masuk syok dan janinnya telah meninggal. Gejala: ibu telah masuk
dalam keadaan syok, dan kemungkinan janin telah meninggal, uterus sangat tegang seperti papan
dan sangat nyeri, perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibu,
perdarahan pervaginam mungkin belum sempat terjadi besar kemungkinan telah terjadi kelainan
pembekuan darah dan kelainan ginjal, hipofibrinogenemi (< 150 mg/dl)
II. 6. 3. ETIOLOGI
Penyebab utama dari solusio plasenta, masih belum diketahui dengan jelas. Meskipun
demikian, beberapa hal tersebut dibawah ini diduga merupakan faktor – faktor yang berpengaruh
pada kejadiannya, antara lain: 1,3,4
1. Hipertensi essensialis atau preeklamsi
2. Tali pusat yang pendek
3. Trauma
4. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
5. Uterus yang sangat mengecil ( Hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan ganda
pada waktu anak pertama lahir ).
20
Disamping itu , ada juga pengaruh dari : 1,3,4
Umur lbu yang tua
Multiparitas
Ketuban pecah sebelum waktunya
Defisiensi asam folat
Merokok, alkohol, kokain
2. Inspeksi
· Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
· Pucat, sianosis, keringat dingin.
· Kelihatan darah keluar pervaginam.
3. Palpasi
· TFU naik karena terbentuknya retroplasenter hematoma; uterus tidak sesuai dengan tuanya
kehamilan.
· Uterus teraba tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik
waktu his maupun diluar his.
· Nyeri tekan terutama di tempat plasenta tadi terlepas.
· Bagian-bagian janin susah dikenali, karena perut (uterus) tegang.
4. Auskultasi
Sulit, karena uterus tegang. Bila denyut jantung janin terdengar biasanya diatas 140, kemudian
turun dibawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari sepertiga.
5. Pemeriksaan dalam
· Serviks bisa telah terbuka atau masih tertutup.
22
· Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his
maupun diluar his.
· Kalau ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke
bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus plasenta, ini sering dikacaukan dengan
plasenta previa.
6. Pemeriksaan umum.
· Tensi semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi
lambat laun turun dan pasien jatuh syok.
· Nadi cepat, kecil, dan filiformis.
23
8. Pemeriksaan laboratorium
- Urin,albumin (+); pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan lekosit.
- Darah
Hb menurun (anemi), periksa golongan darah, kalau bisa cross match test.
Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah
a/hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation Test) tiap 1 jam, test
kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan test kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 150 mg%).
9. Pemeriksaan plasenta
Sesudah bayi dan plasenta lahir, kita periksa plasentanya. Biasanya tampak tipis dan
cekung di bagian plasenta yang terlepas (krater) dan terdapat koagulum atau darah beku di
belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplasenter.
II. 6. 5. PENANGANAN
1. Solutio Plasenta Ringan
Ekspektatif (Konservatif)
Prinsipnya kita hanya menunggu sampai perdarahan berhenti dan kemudian partus
spontan. Dilakukan apabila kehamilan kurang dari 36 minggu, dan keadaan hemodinamik yang
24
stabil yakni perdarahan berhenti spontan, kontraksi uterus tidak ada, perut tidak sakit, uterus
tidak tegang, janin hidup. 1,3,4
Pasien dirawat dengan tirah baring, atasi anemia, USG, dan CTG serial, berikan tokolisis
dengan syarat keadaan janin baik, lalu tunggu persalinan spontan. 1,3,4
Pemeriksaan laboratoirum darah lengkap, golongan darah, pembekuan darah harus
dilakukan
Aktif
Prinsipnya kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud agar anak segera
dilahirkan dan perdarahan berhenti. 1,3,4
Dilakukan apabila ada perdarahan berlangsung terus, uterus berkontraksi, dapat
mengancam ibu/janin, gejala solutio plasenta itu bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG
daerah solutio plasenta bertambah luas. 1,3,4
Disseminating Intravaskular Coagulophaty (DIC) harus disingkirkan, terutama pada
kasus-kasus dengan kematian janin. Bedside bleeding test dapat mengkonfirmasikan diagnosis
tersebut. 1,3,4
Apabila terdapat koagulopati, koreksi dengan fresh frozen plasma atau cryoprecipitate.
Segera setelah faktor pembekuan terkoreksi dan volume cairan tergantikan, lakukan terminasi
kehamilan. 1,3,4
Bila janin hidup, dilakukan seksio caesaria. Apabila janin mati, ketuban segera
dipecahkan (amniotomi) disusul pemberian infus oksitosin untuk mempercepat persalinan
pervaginam (dalam 6 jam). Bila kemajuan partus tidak memuaskan atau pembukaan serviks
kurang dari 5, lakukan seksio caesaria. 1,3,4
2. Solutio Plasenta Sedang dan Berat
Apabila diagnosis solutio plasenta ditegakkan, berarti perdarahan telah terjadi minimal
1000 Cc. Dengan demikian, transfusi darah harus segera dilakukan. Tekanan darah tidak
merupakan petunjuk banyaknya perdarahan karena vasospasmus sebagai reaksi dari perdarahan
ini akan meninggikan tekanan darah. 1,3,4
Untuk memperbaiki hemodinamik pasien berikan lakukan juga resusitasi cairan dengan
saline atau ringer laktat dalam 2 jalur dengan jarum besar (16G, 18G). Observasi terus keadaan
janin, dan berikan O2 murni untuk pasien dengan hipotensi. 1,3,4
25
Ketuban segera dipecahkan, tidak peduli keadaan umum pasien dan tidak peduli apakah
persalinan akan dilakukan pervaginam atau per abdominam. Amniotomi akan merangsang
dimulainya persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin yang dapat menyebabkan komplikasi
nekrosis korteks ginjal (refleks uterorenal) dan gangguan pembekuan darah. Bila perlu,
persalinan dipercepat dengan pemberian infus oksitosin. 1,3,4
Apabila persalinan tidak selesai atau diperkirakan tidak akan selasai dalam 6 jam setelah
terjadinya solutio plasenta, walaupun amniotomi dan pemberian infus oksitosin telah dilakukan,
satu-satunya cara untuk segera mengosongkan uterus ialah dengan seksio caesaria. Seksio
Caesaria tidak perlu menunggu sampai darah tersedia secukupnya, atau syok teratasi, karena
tindakan terbaik dalam mengatasi perdarahan adalah dengan segera menghentikan sumbernya.
1,3,4
Apabila perdarahan tidak dapat diatasi dengan seksio caesaria, uterus Couvelaire dengan
kontraksi tidak baik, terjadi afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia, persediaan darah atau
fibrinogen tidak ada atau tidak cukup; maka histerektomi perlu dipertimbangkan. Dapat juga
dilakukan ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi fungsi reproduksi
masih ingin dipertahankan. 1,3,4
II. 6. 6. KOMPLIKASI
Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan
lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi adalah :1
a. Perdarahan. Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak
dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah
selesai, penderita belum bebas dari bahaya perdarahan postpartum karena kontraksi
uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III, dan kelainan
pembekuan darah.
Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan oleh ekstravasasi darah di anatara otot-
otot miometrium, seperti yang terjadi pada uterus Couvelaire. Apabila perdarahan post-
partum itu tidak dapat diatasi dengan kompresi bimanual uterus, pemberian uterotonika,
maupun pengobatan kelainan pembekuan darah, maka tindakan terakhir untuk mengatasi
perdarahan postpartum itu ialah histerektomia atau pengikatan arteria hipogastrika.
26
b. Kelainan pembekuan darah. Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta yang
biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemi terjadi kira-kira 10%; sedangkan di Rumah
Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo menurut Wirjohadiwardojo (1973) terjadi pada 46% dari
134 kasus yang diselidikinya. Terjadinya hipofibrinogenemi diterangkan oleh Page
(1951) dan Schneider (1955) dengan masuknya tromboplastin ke dalam peredaran darah
ibu akibat terjadinya pembekuan darah retroplasenter, sehingga terjadi pembekuan darah
intravaskular di mana-mana, yang akan menghabiskan factor-faktor pembekuan darah
lainnya, terutama fibrinogen. Selain keterangan yang sederhana ini, masih terdapat
banyak keterangan lain yang lebih rumit.
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup-bulan ialah 450 mg%, berkisar
antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen lebih rendah dari 100 mg%, akan terjadi
gangguan pembekuan darah.
c. Oligouria dan gagal ginjal. Hanya dapat diketahui dengan pengukuran teliti pengeluaran
air kencing yang harus secara rutin dilakukan pada solution plasenta sedang, dan berat,
apalagi yang disertai perdarahan tersembunyi, pre-eklamsia, atau hipertensi menahun.
Terjadinya oligouria belum dapat diterangkan dengan jelas. Sangat mungkin
berhubungan dengan hipovolemia, dan penyempitan pembuluh darah ginjal akibat
perdarahan yang banyak. Ada pula yang menerangkan bahwa tekanan intrauterine yang
meninggi karena solution plasenta menimbulkan refleks penyempitan pembuluh darah
ginjal. Kelainan pembekuan darah berperanan pula dalam terjadinya kelainan fungsi
ginjal ini.
d. Gawat janin. Jarang kasus solusio plasenta yang dating ke rumah sakit dengan janin yang
masih hidup. Kalau pun didapatkan janin masih hidup, biasanya keadaannya sudah
demikian gawat, kecuali pada kasus solution plasenta ringan.
II. 6. 7. PROGNOSIS
Terhadap ibu
Mortalitas menurut kepustakaan 5-10%, sedangkan di RS Pringadi Medan dilaporkan
6,7%. Hal ini dikarenakan adanya perdarahan sebelum dan sesudah partus, toksemia gravidarum,
kerusakan organ terutama nekrosis korteks ginjal dan infeksi. 1,3
27
Prognosis ibu tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,
banyaknya perdarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya hipertensi menahun atau
preeklampsia, tersembunyi tidaknya perdarahan, jarak waktu antara terjadinya solutio plasenta
dan pengosongan uterus. 1
Terhadap anak
Mortalitas anak tinggi menurut kepustakaan 70-80%, sedangkan di RS Pringadi Medan
77,7%. Hal ini tergantung pada derajat pelepasan dari plasenta, bila yang terlepas lebih dari 1/3
maka kemungkinan kematian anak 100%. Selain itu juga tergantung pada prematuritas dan
tindakan persalinan. 1,3
Prognosis janin pada solutio plasenta berat hampir 100% mengalami kematian. Pada
solutio plasenta ringan dan sedang, kematian janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas
dari dinding uterus dan tuanya kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 mL biasanya
menyebabkan kematian janin. 1
Terhadap kehamilan berikutnya
Biasanya bila telah menderita penyakit vaskuler dengan solusio plasenta, maka pada
kehamilan berikutnya sering terjadio solusio plasenta yang lebih berat dengan partus prematurus
atau immaturus. 1,3
28
DAFTAR PUSTAKA
29