PENDAHULUAN
1
2
hanya 35%. WHO (2011) menyatakan bahwa untuk kawasan Asia penyakit ini
telah membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya.
Hal ini menandakan satu dari tiga orang yang menderita tekanan darah
tinggi. Untuk pria maupun wanita terjadi peningkatan jumlah penderita dari 18%
menjadi 31% pada pria dan 16% menjadi 29% pada wanita (WHO, 2011). Data
statistik terbaru menyatakan bahwa terdapat 24,7% penduduk Asia dan 25,8%
penduduk Indonesia yang berusia ≥18 tahun keatas mengalami hipertensi pada
tahun 2013 (WHO, 2015).
Data dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru menunjukkan bahwa dari tahun
2010 - 2017, hipertensi selalu menjadi permasalahan yang serius, yaitu kejadian
hipertensi selalu berada di urutan ke 2 dari 10 penyakit terbesar Puskesmas di kota
Pekanbaru. Pada tahun 2010 terdapat jumlah kasus hipertensi sebanyak 12.781
kasus, tahun 2011 sebanyak 22.369 kasus, tahun 2012 sebanyak 26.841 kasus,
tahun 2013 sebanyak 23.309 kasus, tahun 2014 sebanyak 26.452 kasus, tahun
3
2015 sebanyak 14.418 kasus, tahun 2016 sebanyak 35.419 kasus, dan tahun 2017
sebanyak kasus 23.382 kasus. Gambaran tingginya jumlah kasus hipertensi juga
terjadi di wilayah Puskesmas Payung Sekaki, yakni terdapat di urutan pertama
diantara 20 Puskesmas Kota Pekanbaru dengan jumlah kasus hipertensi
berdasarkan data Dinkes Kota Pekanbaru tahun 2016 terdapat 4.723 kasus, dan
tahun 2017 terdapat 3.708 kasus di wilayah Puskesmas Payung Sekaki.
Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya hipertensi antara lain usia, jenis
kelamin, keturunan, obesitas, konsumsi garam yang berlebih, merokok, konsumsi
alkohol, serta kurangnya aktivitas fisik atau olahraga. Kurangnya aktivitas fisik
merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara
keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010).
Penatalaksanaan hipertensi bertumpu pada pilar pengobatan standar dan merubah
gaya hidup yang meliputi mengatur pola makan, mengatur koping stress,
mengatur pola aktivitas, menghindari alkohol, dan rokok (Dalimartha, 2008).
penyebab hipertensi. Selain itu, aktivitas fisik yang teratur dapat menurunkan
tekanan sistolik sebesar 10 mmHg dan tekanan diastolik 7,5 mmHg.
Latihan jalan kaki merupakan salah satu aktivitas fisik/olahraga aerobik yang
sangat berpengaruh dan akan mendapatkan hasil positif terhadap tingkat
kebugaran dan kesehatan jika dilakukan dengan terprogram, sistematis, dan
terstruktur. Semakin lama waktu yang digunakan, maka semakin menguntungkan
respon yang teradaptasi, terutama untuk menurunkan tekanan darah. Ambang
minimum respons terkait dosis olahraga pada tekanan darah biasanya sekitar 30
menit dan dilakukan beberapa kali per minggu (minimal 3x seminggu) dan
dilakukan minimal selama 2 – 6 minggu (Divine, 2012).
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Dimeo di Brazil pada tahun 2012 yang
menunjukkan bahwa olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah
sekitar 7-12 mmHg. Pada penelitian yang dilakukan oleh Khomarun, Wahyuni,
dan Nugroho (2013) menunjukkan hasil TD setelah aktivitas berjalan berada pada
rentang angka sekitar 5-10 mmHg setelah dilakukan intervensi selama 8 minggu.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Surbakti (2014) yang menunjukkan adanya
6
penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi setelah dilakukan jalan kaki
selama 30 menit.
170 mmHg. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - Juni tahun 2018 yang
bertempat di wilayah kerja Puskesmas Payung Sekaki Kota Pekanbaru. Penelitian
ini dilakukan dengan cara memberikan intervensi jalan kaki 30 menit yang
dilakukan 3x seminggu selama 2 minggu. Peneliti merasa perlu melakukan
penelitian ini, karena masih banyak masyarakat yang menderita hipertensi tidak
mengetahui bahwa aktivitas fisik jalan kaki dapat menurunkan tekanan darah
pada penderita hipertensi.