Anda di halaman 1dari 26

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi Hipertensi
Ada beberapa definisi tentang hipertensi menurut beberapa ahli, yaitu
sebagai berikut :
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal
tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari suatu
periode (Udjianti, 2013). Sedangkan Klabunde (2015) menyatakan bahwa, istilah
“hipertensi” digunakan untuk peningkatan tekanan darah sistolik atau diastolik di
atas nilai normal. Tekanan arteri disebut normal jika tekanan sistolik berkisar
antara 90 - 120 mmHg, sedangkan tekanan diastolik berkisar antara 80 – 90
mmHg.

Klabunde (2015) menyatakan bahwa, tekanan sistolik berkisar antara 120-


139 mmHg, sedangkan tekanan diastolik diantara 80 – 89 mmHg dianggap
sebagai prehipertensi. Disebut hipertensi jika tekanan sistolik ≥140 mmHg dan
diastolik ≥90 mmHg. Sedangkan menurut Manurung (2016) Hipertensi atau
tekanan darah tinggi merupakan tekanan darah di atas nilai normal. Tekanan darah
normal berada antara sistolik 130 - 140 mmHg dan diastolik antara 70-90 mmHg.

Hipertensi sering disebut silent disease karena tidak menimbulkan gejala


dan baru timbul gejala setelah muncul komplikasi di jantung dengan munculnya
serangan jantung, di otak dengan timbulnya serangan stroke, di mata
menimbulkan retinopati hipertensi, dan di ginjal dengan terjadinya nefrotik
hipertensi (Purnomo, Arisetijono, Munir, & Rachmatiar, 2017 : 18). Hipertensi
atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan angka
kesakitan/morbiditas dan angka kematian/mortalitas (Dalimartha, Purnama,
Sutarina, Mahendra, & Darmawan, 2008 : 8).

8
9

Berdasarkan uaraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hipertensi


merupakan suatu penyakit yang sering dialami oleh masyarakat, dimana tekanan
darah sistolik ≥140 mmHg, dan tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Penyakit
hipertensi dapat terjadi pada orang dewasa maupun lansia, baik perempuan
maupun laki-laki. Penyakit hipertensi akan menimbulkan dampak yang tidak baik
seperti stroke, gagal ginjal, bahkan kematian jika tidak ditangani dengan cepat.

2.1.2 Klasifikasi Hipertensi


The Eighth Joint National Committee (JNC-8) guidelines Bell (2015)
mengklasifikasikan tekanan darah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa (≥ 18 tahun)
Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah
Darah (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal ≤ 120 ≤ 80
Prahipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi Derajat 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi Derajat 2 ≥ 160 ≥ 100
Sumber : JNC-8 guidelines (Bell, 2015).

2.1.3 Etiologi
LeMone, Burke, dan Bauldoff, (2016) menyatakan bahwa, penyebab
hipertensi dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu :

a. Hipertensi Primer atau Hipertensi Esensial


Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah tekanan darah sistemik yang
naik secara persisten. Lebih dari 90% penderita hipertensi primer yang
penyebabnya tidak dapat diidentifikasi, namun ada beberapa faktor yang
diperkirakan berkaitan dengan hipertensi primer, yakni sebagai berikut (LeMone,
Burke, & Bauldoff, 2016 : 1267-1270) :

1) Riwayat Keluarga
Berbagai studi menunjukkan hubungan genetik hingga 40% pada penderita
hipertensi primer. Individu yang mempunyai riwayat keturunan hipertensi
dikeluarga, maka akan beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi.
10

2) Usia
Insiden hipertensi naik seiring dengan peningkatan usia. Penuaan
mempengaruhi baroreseptor yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah
serta kelenturan arteri. Ketika arteri menjadi kurang lentur, tekanan dalam
pembuluh darah meningkat. Hal ini sering kali tampak jelas sebagai
peningkatan tekanan darah sistolik seiring penuaan.

3) Ras
Hipertensi primer lebih sering dan lebih berat pada orang berkulit hitam
dibanding dengan orang berlatar belakang etnik lain.

4) Asupan Mineral
Asupan natrium tinggi sering kali dikaitkan dengan retensi cairan. Asupan
kalium, kalsium, dan magnesium yang rendah juga berperan pada hipertensi
yang tidak diketahui mekanismenya. Perbandingan asupan natrium dan
kalium tampak berperan penting, kemungkinan lewat efek peningkatan
asupan kalium terhadap ekskresi natrium.

5) Kegemukan
Kegemukan sentral (deposit sel lemak di abdomen), ditentukan oleh
peningkatan perbandingan pinggang ke panggul, mempunyai korelasi lebih
kuat dengan hipertensi dibanding indeks massa atau tebalan lipatan kulit.

6) Stress
Stress fisik dan emosional menyebabkan kenaikan sementara tekanan darah,
tetapi peran stres pada hipertensi primer kurang jelas. Tekanan darah
normalnya berfluktasi selama siang hari, yang naik pada aktivitas,
ketidaknyamanan, atau respon emosional seperti marah. Stress yang sering
atau terus menerus dapat menyebabkan hipertrofi otot polos vaskular atau
mempengaruhi jalur integratif sentral otak.

7) Resistensi Insulin
Resistensi insulin dengan hiperinsulinemia akibatnya dikaitkan dengan
hipertensi lewat efeknya pada sistem saraf simpatis, otot polos vaskular,
11

pengaturan natrium dan air ginjal, serta perubahan transpor ion melewati
membran sel.

8) Konsumsi Alkohol Berlebihan


Konsumsi teratur tiga kali alkohol atau lebih dalam sehari dapat
meningkatkan risiko hipertensi.

b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah kenaikan tekanan darah yang terjadi akibat proses
dasar yang dapat diidentifikasi. Penyakit ini hanya 5% hingga 10% dari kasus
hipertensi yang diidentifikasi. Penyakit ginjal adalah penyebab tersering tekanan
darah tinggi yang diidentifikasi. Penyebab umum lain hipertensi yang dapat
diidentifikasi pada dewasa mencakup penyakit renovaskular (penurunan aliran
darah ke ginjal), gangguan korteks adrenal, feokromositoma, koarktasi aorta, dan
apnea tidur (Huether & McCance, 2008 dalam LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016
: 1283).

1) Penyakit Ginjal
Setiap penyakit yang mempengaruhi aliran darah ginjal (stenosis arteri
renalis) atau fungsi ginjal (gagal ginjal) dapat menyebabkan hipertensi.

2) Koarktasi Aorta
Koarktasi aorta merupakan kelainan bawaan yang umumnya ditandai dengan
penyempitan arteri yang membawa darah beroksigen dari jantung ke seluruh
tubuh (aorta) yang menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan
mengakibatkan peningkatan tekanan darah.

3) Gangguan Endokrin
Disfungsi kelenjar adrenal (kelenjar yang mengeluarkan hormon penting
langsung ke dalam aliran darah) kelenjar adrenal terbagi menjadi dua bagian,
yaitu medula adrenal (bagian dalam adrenal yang dikelilingi korteks) dan
korteks adrenal (bagian luar kelenjar adrenal).
12

4) Gangguan Neurologis
Peningkatan tekanan intrakranial dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah
saat tubuh berupaya untuk mempertahankan aliran darah serebral (tumor otak,
ensefalitis, dan gangguan psikiatris).

5) Pemakaian Obat-obatan
Pemakaian kontrasepsi estrogen dan oral dapat menyebabkan hipertensi,
seperti kokain dan metamfetamin, meningkatkan resistensi vaskular, dan
curah jantung sehingga meningkatkan hipertensi.

6) Kehamilan
Preeklamsia (hipertensi pada saat kehamilan), merupakan hipertensi yang
berkembang dan terjadi pada saat kehamilan, namun akan segera menghilang
dengan kelahiran bayi atau janin. Faktor penyebab dari preeklamsia belum
diketahui dengan jelas.

Sedangkan Udjianti (2010 : 102-103) menyatakan bahwa, hipertensi


berdasarkan penyebabnya juga terbagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :
a. Hipertensi Esensial atau Hipertensi Primer.
Merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi esensial yang
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui
penyebabnya (idiopatik). Beberapa faktor diduga berkaitan dengan
berkembangnya hipertensi esensial seperti berikut ini :

1) Genetik
Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi, berisiko tinggi
untuk mendapatkan penyakit ini.

2) Jenis kelamin dan Usia


Laki-laki berusia 33-50 tahun dan wanita pasca menopause berisiko tinggi
untuk mengalami hipertensi.
13

3) Diet
Konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan dengan
berkembangnya hipertensi.

4) Berat Badan
Berat badan atau obesitas (≥25% di atas BB ideal) dikaitkan dengan
berkembangnya hipertensi.

5) Gaya Hidup
Merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah bila gaya
hidup menetap.

b. Hipertensi Sekunder
Terdapat 10% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi sekunder. Yang
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang
ada sebelumnya, seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Faktor pencetus
munculnya hipertensi sekunder, yaitu penggunaan kontrasepsi oral, coarctation
aorta, neurogenik (tumor otak, ensefalitis, dan gangguan psikiatri), kehamilan,
peningkatan volume intravaskular, luka bakar, dan stress.

2.1.4 Faktor Risiko Hipertensi


Dalimartha, Purnama, Sutarina, Mahendra, dan Darmawan (2008 : 21-23)
menyatakan bahwa, seseorang yang menderita hipertensi akan memiliki
penderitaan yang lebih berat jika semakin banyak faktor risiko yang menyertai.
Hampir 90% penderita hipertensi tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Para
ahli membagi dua kelompok faktor risiko pemicu timbulnya hipertensi, yaitu
faktor yang tidak dapat dikontrol, dan faktor yang dapat dikontrol. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit hipertensi meliputi :

a. Faktor yang Tidak Dapat Dikontrol


1) Riwayat Keturunan
Sekitar 70% - 80% penderita tekanan darah tinggi dapat terjadi apabila
riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua.
14

2) Jenis Kelamin
Hipertensi lebih mudah menyerang kaum laki-laki dari pada perempuan,
karena kemungkinan laki-laki banyak memiliki faktor pendorong terjadinya
hipertensi, seperti stres, kelelahan, makan tidak terkontrol, merokok, dan lain
sebagainya. Adapun hipertensi pada perempuan peningkatan risiko terjadi
setelah massa menopause (sekitar di atas 45 tahun).

3) Umur
Pada umumnya, hipertensi cenderung menyerang pria usia di atas 31 tahun,
sedangkan pada wanita setelah usia 45 tahun (menopause).

b. Faktor yang Dapat Dikontrol


1) Kegemukan
Faktor ini mempunyai kaitan erat dengan kejadian hipertensi dikemudian hari,
karena daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas
dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita hipertensi
dengan berat badan normal.

2) Konsumsi Garam Berlebihan


Garam mempunyai sifat menahan air. Konsumsi garam yang berlebihan akan
meningkatkan tekanan darah. Sebaiknya hindari pemakaian garam yang
berlebihan atau makanan yang diasinkan.

3) Kurang Olahraga atau Aktivitas Fisik


Olahraga juga dapat mengurangi atau mencegah obesitas serta mengurangi
asupan garam ke dalam tubuh. Meskipun tekanan darah meningkat ketika
sedang berolahraga karena jantung memompakan darah keseluruh tubuh lebih
cepat, namun jika berolahraga secara teratur akan lebih sehat dan memiliki
tekanan darah yang lebih rendah daripada seseorang yang tidak melakukan
olahraga. Olahraga aerobik yang dilakukan secara teratur dapat memperlancar
peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah.
15

4) Merokok dan Konsumsi Alkohol


Hipertensi juga dirangsang oleh adanya nikotin yang terkandung dalam rokok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nikotin dapat meningkatkan
penggumpalan dalam pembuluh darah. Nikotin juga dapat menyebabkan
terjadinya pengapuran pada dinding pembuluh darah. Efek dari konsumsi
alkohol juga merangsang hipertensi karena adanya peningkatan sintesis
katekholamin yang dalam jumlah besar dapat memicu kenaikan tekanan darah.

2.1.5 Patofisiologi
Udjianti (2010 : 103 - 105) menyatakan bahwa, patofisiologi tekanan darah
sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah jantung) dengan total
tahan perifer. Cardiac output atau curah jantung diperoleh dari perkalian antara
stroke volume dengan heart rate (denyut jantung). Pengaturan pertahanan perifer
dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon.

Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah


antara lain sistem baroreseptor arteri pengturan volume cairan tubuh, sistem
renin angiostensin dan autoregulasi vaskular. Baroreseptor aerteri terutama
ditemukan di sinus carotid, tapi juga dalam aorta dan dinding ventrikel kiri.
Baroreseptor ini memonitor derajat tekanan arteri. Sistem baroreseptor
meniadakan peningkatan tekanan arteri melalui mekanisme perlambatan jantung
oleh respon vagal (stimulus parasimpatis) dan vasodilatasi dengan penurunan
tonus simpatis (Udjianti, 2010 : 103-105).

Oleh karena itu, refleks kontrol sirkulasi meningkatkan tekanan arteri


sistemik bila tekanan baroresptor meningkat. Alasan pasti mengapa kontrol ini
gagal pada hipertensi belum diketahui. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan re-
setting baroreseptor sehingga tekanan meningkat secara tidak adekuat, sekalipun
tekanan tidak ada (Udjianti, 2010 : 103-105).

Perubahan volume cairan mempengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila tubuh


mengalami kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat melalui mekanisme
fisiologi kompleks yang mengubah aliran balik vena ke jantung dan
16

mengakibatkan peningkatan curah jantung. Bila ginjal berfungsi secara adekuat,


peningkatan tekanan arteri mengakibatkan diuresis dan penurunan tekanan darah.
Kondisi patologis yang mengubah ambang tekanan pada ginjal dalam
mengekskresikan garam dan air akan meningkatkan tekanan arteri sistemik
(Udjianti, 2010 : 103-105).

Renin dan angiostensin memegang peranan penting dalam pengaturan


tekanan darah. Ginjal memproduksi renin yaitu suatu enzim yang bertindak pada
substrat protein plasma untuk memisahkan angiostensi I, yang kemudian diubah
oleh converting enzym dalam paru menjadi bentuk angiostensi II kemudian
menjadi angiostensin III. Angiostensi II dan angistensin III mempunyai aksi
vasokonstriktor yang kuat pada pembuluh darah dan merupakan mekanisme
kontrol terhadap pelepasan aldosteron (Udjianti, 2010 : 103-105).

Aldosteron sangat bermakna dalam hipertnsi terutama pada aldoteronisme


primer. Melalui peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, angiostensin II dan III
juga menpunyai efek inhibiting atau penghambatan pada ekskresi garam (natrium)
dengan akibat peningkatan tekanan darah. Sekresi renin yang tidak tepat diduga
sebagai penyebab meningkatnya tahanan perifer vaskular pada hipertensi esensial
(Udjianti, 2010 : 103-105).

Peningkatan tekanan darah terus menerus pada klien hipertensi esensial


akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-organ vital.
Hipertensi esensial mengakibatkan hyperplasia medial (penebalan) arteriole-
arteriole. Karena pembuluh darah menebal, maka perfusi jaringan menurun dan
mengakibatkan kerusakan organ tubuh. Hal ini menyebabkan infark miokard,
stroke, gagal jantung, dan gagal ginjal (Udjianti, 2010 : 103-105).

Autoregulasi vaskular merupakan mekanisme lain yang terlibat dalam


hipertensi. Autoregulasi vaskular adalah suatu proses yang mempertahankan
perfusi jaringan dalam tubuh relatif konstan. Jika aliran berubah, proses-proses
autoregulasi akan menurunkan tahanan vaskular dan mengakibatkan pengurangan
aliran, sebaliknya akan meningkatkan tahanan vaskular sebagai akibat dari
peningkatan aliran. Autoregulasi vaskular nampak menjadi mekanisme penting
17

dalam menimbulkan hipertensi berkaitan dengan overload garam dan air


(Udjianti, 2010 : 103-105).

2.1.6 Manifestasi Klinis


Gejala umum yang sering muncul akibat hipertensi tidak sama pada setiap
orang, bahkan kadang timbul tanpa gejala. Secara umum gejala yang dikeluhkan
oleh penderita hipertensi, yaitu pusing, mudah marah, telinga berdenging,
mimisan (jarang), sulit tidur, sesak napas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah,
mata berkunang-kunang/penglihatan kabur (Dalimartha, Purnama, Sutarina,
Mahendra, & Darmawan, 2008 : 12).

2.1.7 Komplikasi Hipertensi


Komplikasi yang tidak terkontrol atau tidak diobati, dapat menimbulkan
keadaan-keadaan yang menyebabkan kematian dan kecacatan seperti (Dalimartha,
Purnama, Sutarina, Mahendra, & Darmawan, 2008 : 13-14) :

a. Penyakit Jantung Koroner


Penyakit ini sering dialami penderita hipertensi sebagai akibat dari tejadinya
pengapuran pada dinding pembuluh darah jantung. Penyempitan lubang
pembuluh darah jantung dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah pada
beberapa bagian otot jantung. Hal ini menyebabkan rasa nyeri di dada dan
dapat berakibat gangguan pada otot janutng. Bahkan dapat menyebabkan
timbulnya serangan jantung.

b. Gagal Jantung
Tekanan darah tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih berat untuk
memompa darah. Kondisi tersebut dapat berakibat otot jantung akan menebal
dan meregang sehingga daya pompa otot menurun. Pada akhirnya, dapat
terjadi kegagalan kerja jantung secara umum. Tanda-tanda adanya komplikasi
yaitu sesak napas, napas putus-putus (pendek), dan terjadi pembengkakan
pada tungkai serta bawah kaki.
18

c. Kerusakan pembuluh Darah Otak


Beberapa penelitian di luar negeri mengungkapkan bahwa hipertensi menjadi
penyebab utama pada kerusakan pembuluh darah otak. Ada dua jenis
kerusakan yang ditimbulkan, yaitu pecahnya pembuluh darah dan rusaknya
dinding pembuluh darah. Dampak akhirnya, seseorang bisa mengalami stroke
dan kematian.

d. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan peristiwa dimana ginjal tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Terdapat dua jenis kelainan ginjal akibat hipertensi,
yaitu nefrosklerosis benigna (terjadi pada hipertensi yang berlangsung lama
sehingga terjadi pengendapan fraksi-fraksi plasma pada pembuluh darah
akibat proses menua. Hal ini akan menyebabkan daya permeabilitas dinding
pembuluh darah berkurang), sedangkan nefrosklerosis maligna merupakan
kelainan ginjal yang ditandai dengan naiknya tekanan dasto lik di atas 130
mmHg yang disebabkan terganggunya fungsi ginjal.

2.1.8 Penatalaksanaan
Padila (2013) menyatakan bahwa, penatalaksaan pada penderita hipertensi
terbagi menjadi 2, yaitu :
a. Penatalaksanaan Farmakologi
Pengobatan farmakologi meliputi, obat diuretik, beta blocker, Ca antagonis,
serta ACE inhibitor.

b. Penatalaksanaan Non Farmakologi


1) Pengaturan Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a) Diet rendah garam, misalnya dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr.
b) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh.
c) Diet kaya buah dan sayur.
d) Diet tinngi kalium.
19

2) Penurunan Berat Badan


Penurunan berat badang dapat mengurangi tekanan darah, kemungkinan
dengan mengurangi beban kerja jantung dan volume sekuncup juga
berkurang.

3) Latihan Fisik
Olahraga secara teratur seperti berjalan, lari, berenang, dan bersepeda sangat
bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki keadaan
jantung. Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak 3-4 kali dalam satu
minggu sangat dianjurkan untuk menurunkan tekanan darah. Olahraga
meningkatkan kadar LDL, yang dapat mengurangi terbentuknya
arterosklerosis akibat hipertensi.

4) Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat


Berhenti merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol, penting untuk
mnegurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui dapat
menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja
jantung.

5) Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
a) Teknik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu teknik yang dipakai untuk menunjukkan pada
subjek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek
dianggap tidak normal. Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk
mengatasi gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
b) Teknik Relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau teknik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita
untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks.
20

6) Pendidikan Kesehatan
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien
tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga klien dapat
mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

2.2 Aktivitas Fisik


2.2.1 Definisi Aktivitas Fisik
WHO (2010) menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh
yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas
fisik yang tidak ada atau kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor risiko
independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan
menyebabkan kematian secara global. Sedangkan Farizati dalam Khomarun,
Wagyuni, dan Nugroho (2013) menyatakan bahwa, aktivitas fisik adalah setiap
gerakan tubuh yang membutuhkan energi untuk mengerjakannya.

Aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur serta melibatkan gerakan


tubuh berulang-ulang dapat meningkatkan kebugaran jasmani (Farizati dalam
Khomarun, Wagyuni, & Nugroho, 2013). Aktifitas fisik adalah setiap gerakan
tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi atau pembakaran kalori
(Kemenkes RI, 2015).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat di simpulkan bahwa aktivitas fisik


merupakan aktivitas atau gerakan tubuh yang dilakukan secara berulang-ulang,
dimana tubuh memerlukan otot-otot rangka serta pengeluaran energi saat
bergerak. Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dan kontiniu dapat
menguatkan atau menyehatkan badan, serta mampu mengobati berbagai penyakit
seperti penyakit jantung, diabetes melitus, serta hipertensi.

2.2.2 Aktivitas Fisik Aerobik/Olahraga Aerobik


Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana yang
dilakukan oleh seseorang dengan sadar untuk meningkatkan kemampuan
fungsional, sesuai dengan tujuanya melakukan olahraga (Giriwijoyo & Sidik,
2012 : 37). Sedangkan aktivitas aerobik merupakan aktivitas yang memerlukan
21

persentase besar kelompok otot yang bekerja dengan tingkat intensitas sedang.
Aerobik berarti membakar kalori dalam tubuh, dan tubuh memerlukan aliran
oksigen ke otot (Divine, 2012: 18-19).

Olahraga aerobik dapat menyebabkan denyut jantung dan pernapasan


meningkat. Peningkatan ini menyebabkan permintaan oksigen lebih banyak pada
tingkat otot yang bekerja. Untuk mendapatkan oksigen yang diperlukan, bernapas
lebih cepat akan menghantarkan lebih banyak oksigen melewati aliran darah
setiap menit (Divine, 2012: 18-19).

Olahraga yang dipercaya membantu meningkatkan kesehatan adalah


berasal dari jenis aerobik, karena olahraga atau aktivitas jenis ini dapat
memberikan kesempatan pada jantung untuk berlatih sedikit diatas kemampuan
yang ada karena memiliki tekanan darah tinggi (Triangto, 2012 dalam Astuti
2016). Olahraga yang bersifat aerobik adalah olahraga dengan sifat penggunaan
otot-ototnya dalam melakukan latihan lebih dari 3 menit atau relatif berlangsung
lama. Adapun olahraga yang bersifat aerobik meliputi lari, jogging, bersepeda,
berjalan kaki, dan senam aerobik (Surbakti, 2014).

Secara umum olahraga tidaklah sekedar bermanfaat untuk membina


kesegaran jasmani saja, akan tetapi dapat pula mengobati beberapa jenis penyakit,
diantaranya penyakit jantung, diabetes melitus, dan hipertensi (Surbakti, 2014).

2.2.3 Jalan Kaki


Jalan kaki merupakan aktivitas fisik alami bagi kehidupan sehari-hari.
Secara umum, aktivitas fisik jalan kaki adalah suatu aktivitas fisik ringan dengan
risiko cedera yang rendah, tetapi mampu memberikan banyak manfaat bagi
kesehatan tubuh. Setiap langkah yang dilakukan dapat berdampak besar bagi
kesehatan tubuh. Aktivitas jalan kaki dapat membuat tubuh jauh lebih bugar dan
sehat (Gichara, 2009 : 2).

a. Manfaat Jalan Kaki


Gichara (2009) menyatakan bahwa, pada dasarnya setiap aktivitas fisik
yang dilakukan secara berkelanjutan dalam jangka wkatu yang panjang dapat
22

melatih kesegaran jasmani, begitu juga dengan jalan kaki. Selain melatih
kesegaran jasmani, oksigen yang dihirup dan diedarkan saat berjalan kaki akan
memperlancar sirkulasi darah sehingga tubuh menjadi tidak cepat lelah, tubuh
lebih cepat kembali ke kondisi normal, dan dapat mengurangi stress atau depresi.
Jalan kaki merupakan olahraga yang murah dan menyehatkan.

Risiko cedera saat jalan kaki pun sangat kecil. Itulah alasan sebagian
besar orang memilih olahraga jalan kaki dan masih banyak alasan lainnya yang
mendorong seseorang untuk melakukan olahraga jalan kaki. Manfaat jalan kaki
bagi tubuh antara lain, dapat menyehatkan jantung, otot dan persendian,
kekompakan tulang, kelancaran metabolisme tubuh, kestabilan otot tubuh, serta
dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga jalan kaki yang dilakukan secara
teratur dapat menguatkan otot jantung sehingga kerja jantung menjadi lebih
efisien (Gichara, 2009 : 2-3).

Jalan kaki yang dilakukan dengan teknik yang benar secara teratur selama
seumur hidup dapat menurunkan risiko serangan jantung dan penyakit pembuluh-
pembuluh koroner. Jalan kaki juga dapat menjaga kebugaran tubuh karena dapat
menguatkan otot-otot tubuh, ligamen, tendon, tulang, serta mengencangkan otot-
otot kaki (Gichara, 2009: 2-3).

Dengan berolahraga jalan kaki secara teratur, berbagai sistem organ dalam
tubuh dapat mengatur kadar gula darah secara lebih baik sehingga banyak
penderita diabetes yang melakukan olahraga jalan kaki yang mengurangi
kebutuhan insulin. Jalan kaki merupakan olahraga yang ideal untuk menjaga
bobot tubuh karena dapat meningkatkan penggunaan kalori dalam tubuh,
mengendalikan nafsu makan, dan membakar lemak. Jika jumlah kalori yang
digunakan untuk berjalan kaki sama dengan jumlah kalori yang dikonsmsi,
jumlah kalori dalam tubuh akan tetap stabil sehingga bobot tubuh akan
terpelihara. Berikut adalah beberapa manfaat jalan kaki : (Gichara, 2009 : 4 – 10)
23

1) Manfaat jalan kaki bagi tubuh secara fisik :


a) Mengurangi risiko terkena penyakit
Semakin teratur melakukan olahraga jalan kaki, semakin keil kemungkinan
terserang berbagai macam penyakit. Olahraga jalan kaki yang dilakukan
dengan benar dan teratur dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan kekebalan
tubuh terhadap berbagai penyakit. Salah satu manfaat jalan kaki secara teratur
dan terukur adalah melindungi tubuh dari penyakit kanker.

b) Meningkatkan kesehatan jantung


Jantung adalah organ vital bagi manusia. Penyakit jantung saat ini menjadi
salah satu penyebab kematian terbesar di berbagai negara. Oleh karena itu, kita
harus menjaga kesehatan jantung sedini mungkin. Salah satu upaya memelihara
kesehatan jantung yaitu dengan berjalan kaki secara teratur. Saat berjalan kaki,
otot jantung dipacu untuk bekerja lebih cepat dan berbagai lemak yang
menempel pada dinding pembuluh darah pun akan terbakar sehingga sirkulasi
darah menjadi lebih lancar.

Terbakarnya lemak yang mengendap di pembuluh darah akan menurunkan


risiko hipertensi (tekanan darah tinggi) yang merupakan salah satu penyebab
penyakit jantung. Bagi penderita hipertensi, olahraga jalan kaki yang teratur dan
terencana dapat menurunkan tekanan darah dan membuat jantung bekerja lebih
optimal, juga akan membuat pikiran lebih relaks. Aktivitas jalan kaki baru bisa
disebut sebagai olahraga jika dilakukan secara kontinu, minimal 30 menit setiap
harinya.

Untuk memberikan hasil yang lebih baik, jalan kaki sebaiknya dilakukan
paling sedikit 3 kali dalam seminggu minimal 30 menit. Lebih baik lagi bila
aktivitas jalan kaki dilakukan sebanyak 4-5 kali dalam seminggu. Intensitas jalan
kaki harus cukup, yaitu hingga denyut nadi mencapai 60-80% dari denyut nadi
maksimal (DNM). Untuk mengetahui denyut nadi maksimal, kurangilah angka
220 dengan umur (contoh : 220 – 40 = 180) denyut nadi latihan adalah antara 60%
x 180 = 108 dpm (denyut per menit) sampai dengan 80% x 180 = 144 dpm.
24

c) Meningkatkan kelenturan tubuh


Jalan kaki dapat melatih otot-otot sehingga gerakan tubuh menjadi lebih lentur.
Jalan kaki dapat mebuat otot-otot kaki menjadi lebih kuat. Saat berjalan, bukan
hanya kaki saja yang bergerak, tangan pun melakukan gerakan ayunan
sehingga akan merangsang seluruh bagian otot pada tangan dan kaki. Hal ini
akan meningkatkan elastisitas otot tubuh dan menambah kelenturan hampir di
seluruh tubuh.

d) Menguatkan otot dan tulang


Otot dan tulang akan terjaga kekuatannya. Tidak hanya untuk memelihara
kekuatan otot dan tulang, jalan kaki dapat menjadi terapi yang baik bagi yang
pernah mengalami sakit tulang sehingga dapat membantu kesembuhan dan
memulihkan kondisi otot dan tulang. Risiko cedera saat melakukan olahraga
jalan kai terhitung sangat kecil sehingga olahraga ini efektif untuk menjaga dan
memulihkan otot dan tulang yang sakit.

Gichara (2009) menyatakan bahwa, di samping menguatkan otot dan tulang,


jalan kaki juga memiliki berbagai manfaat lain bagi otot dan tulang, yakni sebagai
berikut :

(1) Mencegah rematik


Jalan kaki yang dilakukan secara teratur akan membuat otot-otot pada
persendian menjadi lebih kuat dan stabil hingga dapat mengurangi pergerakan
sendi dan menghilangkan rematik. Namun bagi penderita rematik, ada baiknya
untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum memulai olahraga
jalan kaki agar hasil lebih optimal, dan terarah.

(2) Memperlambat osteoporosis


Satu dari tiga wanita atau satu dari dua belas pria berpeluang terkena
osteoporosis (keropos tulang). Osteoporosis berisiko menimbulkan patah tulang
pada tangan, punggung, dan pinggang. Jalan kaki secara teratur dan benar mampu
menguatkan tulang. Khususnya pada wanita muda, jalan kaki dapat
memperlambat osteoporosis.
25

(3) Mengurangi sakit punggung


Bagi penderita yang sedang menderita nyeri punggung atau sedang dalam
masa penyembuhan akibat nyeri punggung, umumnya disarankan untuk
melakukan olahraga ringan seperti aerobik. Namun bagi penderita nyeri
punggung, olahraga aerobik ringan tetap menimbulkan nyeri sehingga penderita
cenderung berhenti berolahraga. Sebagai alternatif, umumnya penderita nyeri
punggung disarankan untuk mengganti olahraga ringan dengan berjalan kaki.

Jalan kaki dengan kecepatan rendah yang stabil dan seimbang justru akan
menjaga dan meningkatkan kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Jalan kaki ringan juga dapat mengurangi kecenderungan timbulnya
nyeri punggung di kemudian hari. Sebelum melakukan olahraga jalan kaki,
terlebih dahulu melakukan peregangan secara perlahan dan lembut untuk
meregangkan otot dan sendi-sendi agar terbiasa dengan gerakan jalan kaki.
Namun, ada baiknya sebelum peregangan terlebeih dahulu melakukan jalan ringan
selama 5 menit sebagai pemanasan.

2) Manfaat jalan kaki secara psikis


Jalan kaki dapat menjauhkan diri dari rasa gelisah dan membuat pikiran
tenang. Saat berjalan kaki, tubuh akan melepaskan hormon endofrin, yaitu
hormon antidepresi alami. Jalan kaki juga merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan rasa percaya diri sehingga dapat membantu menyebuhkan gejala
stress dan depresi, seperti rasa tegang pada bahu dan sakit kepala. Berikut ini
beberapa manfaat jalan kaki secara psikis (Gichara, 2009) :

a) Mencegah Depresi
Hasil riset beberapa ahli menemukan bahwa olahraga dapat menjadi salah
satu cara pengobaan yang efektif terhadap gejala depresi, khususnya bila
dikombinasikan dengan pengobatan medis. Jalan kaki adalah kegiatan fisik
(salah satu olahraga) yang dapat memicu pengeluaran hormon endofrin dalam
jumlah banayk sehingga dapat memberikan efek ketenangan pada tubuh secara
alami.
26

b) Menghilangkan stress
Saat ini tentunya sudah terbiasa mendengar istilah “stress” yang dianggap
sebagai ketegangan yang diakibatkan oleh kecemasan, kemarahan, atau kurang
tidur. Jika hari-hari selalu diliputi oleh kecemasan, maka kemungkinan dapat
terkena stress. Otot-otot di sekitar pelipis atau di belakang leher akan terasa
tegang ehingga timbulah sakit kepala. Jalan kaki adalah cara terbaik untuk
mengusir stress, teruama jalan kaki yang dilakukan di alam bebas, seperti
taman, hutan, sugai, atau tempat lain yang jauh dari keramaian.

2.2.4 Teknik Berjalan Kaki


Jalan kaki sebaiknya dilakukan secara wajar dan tidak berlebihan, jalan kaki
sring dianggap sebagai hal spele sehingga kurang memperhatikan teknik berjalan
kaki yang baik dan benar. Sebelum menetapkan jalan kaki sebagai olahraga yang
akan dijalani, sebaiknya perlu mengetahui terlebih dahulu berbagai hal mengenai
olahraga jalan kaki, seperti frekuensi latihan, kecepatan jalan kaki, dan lamanya
melakukan latihan agar hasilnya tetap optimal. Takaran latihan yang tepat dapat
meningkatkan daya tahan (endurance) jantung dan melancarkan pembuluh darah
(Gichara, 2009 : 26 – 36).

Frekuensi yang baik untuk berjalan kaki paling sedikit 3 kali seminggu dan
dilakukan tidak pada hari-hari yang berurutan. Akan lebih baik lagi jika dapat
meningkatkan frekuensi latihan menjadi 4-5 kali per minggu. Tentu hasil yang
diperoleh akan maksimal. Jika olahraga jalan kaki menjadi pilihan, maka ada
beberapa hal penting yang harus diperhatikan dan ketahui saat akan memulai jalan
kaki, yaitu pemanasan, sikap tubuh, langkah awal, posisi tangan, gaya berjalan,
inti olahraga jalan kaki, peregangan, dan pendinginan (Gichara, 2009).

a. Persiapan awal
1) Perlengkapan yang digunakan
Gunakan sepatu dan pakaian olahraga yang nyaman dan melindungi tubuh.
Sangat disarankan untuk menggunakan pakaian yang longgar. Sebaiknya
27

hindari pakaian yang berasal dari karet karena pakaian berbahan karet akan
menghalangi proses penguapan keringat dari kulit.
2) Lakukan pemanasan
Tubuh membutuhkan pemanasan terlebih dahulu sebelum beraktivitas
agar aktivitas yang dilakukan berjalan lancar. Pemanasan berarti menaikkan
suhu tubuh sebagai persiapan menjelang melakukan kegiatan inti. Ketika
tubuh sudah terasa panas, otot-otot pada kaki dan tubuh akan siap untuk
melakukan gerakan yang lebih berat.
Dengan demikian, tubuh tidak lagi kaku sehingga terhindar dari cedera.
Pemanasan dilakukan dengan cara berjalan kaki secara perlahan selama kira-
kira 5 menit sampai tubuh berasa cukup hangat. Setelah 5 menit, tingkatkan
gerakan langkah sampai mengurangi risiko cedera saat memulai olahraga
jalan kaki.

3) Lakukan peregangan
Setelah pemanasan, lakukan peregangan otot selama kurang lebih 5
menit. Pastikan peregangan yang dilakukan meliputi bagian otot leher,
tangan, pinggul, otot bagian atas dan bawah kaki termasuk hamstring, yaitu
otot yang berada di bagian belakang paha, serta pergelangan kaki. Berikut
beberapa hal yang harus diingat saat melakukan peregangan :
a) Lakukan peregangan secara teratur sebagai bagian dari pemanasan dan
pendinginan.
b) Lakukan peregangan pada tubuh bagian atas dan bawah (leher, tangan,
pinggul, kaki ).
c) Beri banyak waktu untuk peregangan bila masih tergolong pemula.
d) Hindari pergerakan yang berlebihan, misalnya memutar persendian
dengan arah yang tidak biasa.

4) Persiapkan peralatan pencegahan cedera


Siapkan alat-alat pencegahan cedera, seperti pelindung lutut, koyo, ataupun
gel panas untuk mengatasi nyeri otot saat berjalan
28

b. Saat Berjalan Kaki


Saat berjalan kaki seluruh anggota tubuh bekerja bersama-sama secara
sisematis mulai dari kepala hingga ujung kaki. Dengan mengikuti teknik dasar
berjalan kaki secara tepat, risiko cederapun dapat dihindari, bahkan jalan kaki
yang dilakukan akan terasa berbeda dibandingkan jalan kaki biasa. Sikap tubuh
yang baik akan mencegah dari risiko atau cedera lainnya.

1) Posisi kaki
Saat melangkah, kaki berubah dari sikap relaksasi (lentur) menjadi sikap
kontraksi (kaku). Kaki kemudian kembali lagi ke sikap relaksai dan bersiap
menuju langkah selanjutnya, begitulah seterusnya. Cara berjalan kaki yang
baik adalah sebagai berikut :
(a) Jejakkan tumit ke tanah terlebih dahulu
(b) Ganti langkah dari tumit ke ujung jari kaki
(c) Dorong kaki dengan ujung jari kaki
(d) Angkat kaki belakang untuk menapak dengan tumit.

2) Posisi lutut
Langkahkan kaki dengan santai (relax) saat berjalan kaki. Tekuk lutut
sedikit saat melangkah dan jangan kaku. Otot pada bagian atas betis dan lutut
sebaiknya dikendurkan dan tidak kaku saat kaki menapak dan melangkah.
Kaki yang lurus dan kaku saat melangkah dapat menimbulkan tekanan atau
ketegangan pada sendi lutut.

3) Posisi otot perut


Saat berjalan kaki, gunakan otot-otot perut untuk membantu menyangga
postur tubuh dan tulang belakang. Caranya adalah dengan menarik sedikit
otot perut (mengempiskan perut) sambil posisi tubuh benar-benar tegak saat
berjalan. Sikap tubuh yang benar saat berjalan kaki akan membantu
mempermudah pernapasan dan mencegah sakit punggung. Berikut ini sikap
tubuh yang benar saat berjalan kaki :
(a) Berdiri tegak dengan relax dan punggung jangan membungkuk
29

(b) Posisi tubuh jangan terlalu condong ke dedpan (dagu sejajar dengan
tanah) untuk mengurangi ketegangan leher dan punggung.
(c) Tarik perut kearah dalam.
(d) Kepala ditegakkan
(e) Gerakan bahu secara relax dan bebaskan dari ketegangan
(f) Posisi tangan relax dengan telapak tangan menggenggam ringan
(g) Posisi kepala tetap tegak dan berada di tengah bahu atau tidak miring,
mata fokus menatap lurus kedepan
(h) Menarik sedikit otot perut (mengempiskan perut) sambil posisi tubuh
benar-benar tegak saat berjalan
(i) Tekuk lutut saat melangkah dan jangan kaku
(j) Jejakkan tumit ke tanah terlebih dahulu
(k) Angkat kaki belakang untuk menapak

4) Posisi tanngan dan bahu


Gerakan tangan dapat memberikan keseimbangan pada gerakan kaki saat
berjalan. Gerakkanlah bahu secara relaks dan bebaskan dari ketegangan.
Posisi lengan atas lurus dengan tubuh dan posisi sikut membentuk sudut 90
derajat. Saat berjalan, lengan harus tetap bergerak maju serentak dengan
langkah kaki, tetapi posisinya berlawanan. Saat kaki kiri maju, tangan kanan
yang maju. Usahakan agar posisi tangan relaks dengan posisi telapak tangan
menggenggam ringan.
(a) Teknik gerakan dan posisi membentuk sudut 90 derajat dan ayunan
tangan saat berjalan tidak lebih tinggi dari dada
(b) Ayunkan tangan dekat tubuh
(c) Pastikan kedua tangan berayun ke depan dan ke belakang, bukan ke
samping
(d) Posisi tangan relaks dengan posisi telapak tangan menggenggam ringan

5) Posisi kepala dan leher


Jaga posisi kepala agar tetap tegak dan berada di tengah bahu atau tidak
miring dengan mata fokus menatap lurus kedepan. Posisi bahu relaks, tetapi
tetap tegak dan jangan membungkuk. Jangan menggerakkan kepala ke kiri
30

dan ke kanan atau memandang ke arah kaki karena dapat mebuat leher
tegang. Dagu sejajar tanah seolah-olah mata memandang titik yang berjarak
sekitar 5 meter di depan. Boleh melihat kebawah sekali-sekali tetapi posisi
kepala tetap tidak berubah.
6) Pernapasan
Olahraga jalan kaki merupaka olahraga aerobik yang membutuhkan
oksigen dalam jumlah cukup banyak. Ketika bejalan perlahan, tubuh tidak
membutuhkan oksigen dalam jumlah banyak. Namun, begitu mempercepat
langkah atau bejalan di jalanan mendaki atau menanjak, kebutuhan oksigen
tubuh akan meningkat. Jika tubuh kekurangan oksigen, napas akan tersengal-
sengal dan tubuh menjadi cepat lelah.
Artinya oksigen yang terisap lebih banyak serta oksigen bisa mencapai
alveoli. Caranya adalah dengan melakukan pernapasan perut.
Gembungkanlah perut saat mengambil napas. Boleh mengambil napas
melalui hidung ataupun mulut. Hal tersebut tidak menjadi masalah kerena
yang terpenting adalah memperlapang paru-paru agar dapat menampung
banyak udara.

7) Lama Intensitas jalan Kaki


British Heart Foundation dan organisasi kesehatan di beberapa negara
mengatakan bahwa, intensitas jalan kaki berlangsung 30 menit setiap harinya
(Gichara, 2009). American College of Sport Medicine (ACSM) yang
merupakan salah satu kiblat panduan berolahraga di dunia menganjurkan
untuk melakukan olahraga secara teratur sepanjang hidup. Hal ini agar
kesehatan dan kebugaran tubuh terjaga. Secara umum, olahraga yang teratur
adalah olahraga yang dilakukan 3-5 kali dalam seminggu minimal 30 menit
setiap kali latihan (Dalimartha, Purnama, Sutarina, Mahendra, Dermawan,
2008).

Ambang minimum respons terkait dosis olahraga pada tekanan darah


biasanya sekitar 30 menit dan dilakukan beberapa kali per minggu (minimal
3x seminggu) dan dilakukan minimal selama 2 – 6 minggu, hal ini akan
menjadi pengaruh yang bertahap. Tekanan darah selama olahraga akan
31

meningkat seiring dengan meningkatnya intensitas olahraga. Dalam waktu 2-


3 minggu akan mendapati bahwa olahraga akan menjadi lebih mudah (Divine,
2012).
Setelah kira-kira 3 minggu, program akan menjadi kebiasaan yang sehat,
yang akan dengan mudah dijadwalkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika
mengukur kembali tekanan darah istirahat antara 6-12 minggu dalam
program, maka akan terlihat penurunan tekanan darah sebesar 5-10 mmHg,
baik tekanan sistolik maupun diastolik (Divine, 2012).

8) Pendinginan
Saat berolahraga, detak jantung akan semakin meningkat. Oleh karen itu,
saat menghentikan olahraga perlu dilakukan pendinginan (cool down) untuk
mengembalikan detak jantung pada kondisi normal. Caranya adalah dengan
mengurangi intensitas kegiatan dan melakukan peregangan pada otot-otot
tubuh. Pendinginan merupakan bagian penting dari setiap program olahraga
(Gichara, 2009).

Secara perlahan-lahan, pendinginan akan menormalkan kembali detak


jantung dan pernapasan serta melenturkan otot-otot tubuh yang tegang saat
berolahraga. Dalam olahraga, ada dua teknik pendinginan, yaitu mengurangi
intensitas kegiatan dan melakukan peregangan. Mengurangi intensitas
kegiatan dengan cara berjalan lebih lambat 5-10 menit, kemudian dapat
melakukan peregangan selama 5-10 menit (Gichara, 2009).

2.3 Pengaruh Aktivitas Fisik Jalan Kaki Terhadap Penurunan Tekanan


Darah
Selama melakukan olahraga aerobik, denyut jantung dan tekanan darah
meningkat untuk memenuhi permintaan oksigen yang meningkat ditingkat otot-
otot yang bekerja. Tekanan olahraga naik seiring dengan meningkatnya denyut
jantung dan volume stroke (stroke volume), atau jumlah darah terpompa setiap
detak jantung. Dorongan setiap kontraksi jantung juga meningkat.
32

Aliran darah ke otot-otot aktif meningkat karena pembuluh darah melebar


untuk mengaktifkan jaringan tubuh dan menyempit untuk menonaktifkan jaringan
tubuh. Kapasitas penggunaan maksimal oksigen pada seseorang atau VO2
maksimun, naik saat menjadi lebih bugar. Tekanan darah saat istirahat menjadi
lebih baik melalui olahraga aerobik rutin, karena tubuh beradaptasi untuk
melakukan aktivitas yang lebih berat atau beban kerja yang berlebihan dengan
menumbuhkan lebih banyak pembuluh darah untuk memenuhi permintaan darah
dan oksigen otot-otot yang bekerja. Volume plasma meningkat, yang
memungkinkan lebih banyak darah kembali ke jantung, yang kemudian
memungkinkannya memompa volume darah yang lebih besar dalam setiap
volume stroke. Keluaran jantung kemudian meningkat, baik saat istirahat maupun
olahraga (Divine, 2012).

Penurunan resistensi aliran darah terjadi selama berolahraga sampai setelah


berolahraga, yang menyebabkan tekanan darah sistolik dan diastolik turun sampai
22-24 jam setelah berolahraga. Olahraga secara teratur memungkinkan memiliki
waktu yang lebih banyak dengan tekanan darah yang rendah. Untuk mendapatkan
manfaat dari olahraga ini diperlukan waktu paling tidak 2 minggu atau kadang-
kadang sampai 6 minggu (Divine, 2012).

Terdapat keterkaitan antara olahraga atau aktivitas fisik dengan hipertensi,


hubungannya adalah sebagai berikut ( Dalimartha, Purnama, Sutarina, Mahendra,
Dermawan, 2008) :
a. Individu yang kurang aktif mempunyai risiko menderita hipertensi 30-50%
lebih besar dari pada individu yang aktif bergerak.
b. Sesi olahraga rata-rata menurunkan tekanan darah 5-7 mmHg. Pengaruh
penurunan tekanan darah dapat berlangsung 22-24 jam setelah berolahraga.
c. Pengaruh olahraga jangka panjang (4-6 bulan) menurunkan tekanan darah.
d. Penurunan tekanan darah sebanyak 2 mmHg, baik sistolik maupun diastolik,
mengurangi risiko terhadap stroke sampai 14-17% dan risiko terhadap penyakit
kardiovaskuler sampai 9%.
33

e. Pada individu dengan kelebihan berat badan, sangat dianjurkan untuk


menurunkan berat badan dengan olahraga dan diet rendah kalori. Penurunan
berat badan 4,5 kg dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.

2.4 Kerangka Teori


Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, maka kerangka teoritis yang
menjabarkan aktivitas fisik jalan kaki dan penurunan tekanan darah penderita
hipertensi pada skema 2.3 berikut :

Skema 2.3 Kerangka Teori

Aktivitas Fisik Jalan Kaki Hipertensi

Aktivitas fisik jalan kaki adalah Hipertensi merupakan


suatu aktivitas fisik ringan peningkatan tekanan darah
dengan risiko cedera yang sistolik atau diastolik di atas
rendah, tetapi mampu nilai normal (≥140/90 mmHg).
memberikan banyak manfaat
bagi kesehatan tubuh.

(Sumber : Gichara, 2009 : 2) (Sumber : Klabunde, 2015 : 244)

Anda mungkin juga menyukai