Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan

masyarakat (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional). Sesuai dengan amanat undang-undang sisdiknas seperti tersebut di atas,

menanamkan perilaku sopan santun pada peserta didik merupakan salah satu unsur

pokok dalam pendidikan.

Pendidikan anak merupakan tanggungjawab bersama antara orang tua dan

sekolah. Orang tua tidak dapat sepenuhnya membebankan proses pendidikan anaknya

pada sekolah. Oleh karena itu kerjasama antara sekolah dan orang tua di rumah bahkan

masyarakat lingkungan dimana anak tinggal dalam mendidikan anak agar berkembang

dan membentuk karakter siswa yang kuat.

Idealnya proses pendidikan yang berlangsung di sekolah dapat menghasilkan

anak didik yang tidak hanya memiliki kompetensi bidang kognitif semata atau pandai

secara intelektual namun hendaknya juga memiliki akkhlak mulia. Dengan bekal

akhlak mulia ini anak akan berkembang menjadi anak yang baik dan akan menjadi

dewasa kelak memiliki karakter yang kuat bermanfaat bagi nusa dan bangsa.

Dewasa ini perkembangan kemajuan pendidikan sejalan dengan ilmu

pengetahuan dan teknologi, sehingga perubahan akhlak pada anak sangat dipengaruhi
oleh pendidikan formal, informal dan non-formal. Penerapan pendidikan akhlak pada

anak sebaiknya dilakukan sedini mungkin agar kualitas anak yang berakhlak mulia

sebagai bekal khusus bagi dirinya, umumnya bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan

agama.

Betapa banyak faktor penyebab terjadinya kenakalan pada anak-anak yang

dapat menyeret mereka pada moral dan pendidikan yang buruk dalam masyarakat, dan

kenyataan kehidupan yang pahit penuh dengan “kegilaan”, betapa banyak sumber

kejahatan dan kerusakan yang menyeret mereka dari berbagai sudut dan tempat

berpijak. Tak terkecuali terhadap penggunaan bahasa sehari-hari baik di lingkungan

rumah maupun sekolah. Tanpa disadari, budaya bahasa sopan dan santun yang

seharusnya menjadi ciri khas bangsa Indonesia saat ini seakan mulai terkikis, bahkan

di dalam lingkungan sekolah yang idealnya mengharuskan setiap orang yang berada

di lingkungan tersebut untuk bertutur kata dan berbahasa yang sopan dan santun.

Tanpa kita sadari, budaya bahasa sopan dan santun selama ini pada diri setiap

siswa seakan luput dari pengawasan. Betapa tidak, meskipun penerapan bahasa yang

baik melalui pembelajaran bahasa dan agama diterapkan di sekolah. Namun demikian

pelaksanaan dari pembelajaran melalui beberapa mata pelajaran tersebut lebih

mengutamakan pada aspek pengetahuan, sehingga penilaian pencapaian kompetensi

juga pada aspek pengetahuan, bukan pada aspek penerapan yang ditunjukkan pada

sikap siswa. Oleh karena itu, mungkin fokus penilaian pada mata pelajaran tersebut

perlu ditambahkan dengan penilaian aspek efektif melalui pengamatan dari guru.

Indikator-indikator penilaian yang berkaiatan dengan pembentukan karakter siswa

khususnya penggunaan bahasa sopan dan santun perlu dibuat agar arah dari
pembentukan karakter siswa lebih mudah dilakukan dan terukur. Kondisi ini juga

diperparah dengan minimnya pengawasan orang tua terhadap penggunaan bahasa anak

dalam pergaulannya sehari-hari.

Untuk itu, perlu adanya suatu upaya efektif melalui pembiasaan dan

pengawasan budaya bahasa sopan dan santun pada anak dari semua pihak baik di

lingkungan sekolah maupun di rumah.

B. Permasalahan

Kondisi seperti yang dijelaskan pada latar belakang di atas juga terjadi di SDN

2 Kualasimpang. Penulis sebagai salah satu guru di sekolah tersebut, melihat dan

menilai bahwa penggunaan bahasa sopan dan santun mulai terkikis pada diri siswa

SDN 2 Kualasimpang. Kondisi seperti ini akan berkembangan menjadi lebih buruk

jika tidak dilakukan suatu upaya efektif dalam membudayakan bahasa sopan dan

santun pada diri siswa dalam pergaulannya sehari-hari baik di lingkungan sekolah

maupun di rumah.

Selain itu, bercermin pada diri sendiri sebagai guru, peneliti menyadari bahwa

selama ini minim dalam mengawasi penggunaan bahasa siswa dalam pergaulannya di

lingkungan SDN 2 Kualasimpang. Hal ini juga mungkin dialami oleh guru dan warga

sekolah yang lain di SDN 2 Kualasimpang.

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan yang diharapkan dapat tercapai disini adalah penggunaan bahasa sopan

dan santun pada siswa dalam pergaulannya sehari-hari di sekolah dapat menjadi suatu
budaya dan pembiasaan positif yang mencerminkan jati diri seorang pelajar yang

berakhlak mulia.

Melalui hal tersebut, diharapkan dapat memberi manfaat pada:

1. Siswa sebagai proses pembelajaran positif dalam membentuk perilaku berbahasa

yang baik dan benar.

2. Guru sebagai media evaluasi diri dalam meningkatkan kapasitasnya sebagai

pengajar dan pendidik siswa di sekolah yang tidak hanya memberikan pengajaran

sesuai kurikulum di dalam kelas, namun juga memberikan pendidikan dan

pengawasan terhadap perilaku siswa selama di sekolah, khususnya dalam

penggunaan bahasa para siswa.

3. Orang tua siswa sebagai wujud tanggung jawabnya dalam mendidik dan mengawasi

penggunaan bahasa anak seari-hari dalam pergaulannya.

D. Upaya Pemecahan Masalah

Harus disadari bahwa merubah perilaku merupakan suatu hal yang sulit,

membutuhkan kesabaran dan waktu yang lama. Namun melalui pembiasaan-

pembiasaan dan cara yang efektif efektif, maka perubahan perilaku tersebut khususnya

penggunaan bahasa sopan dan santun pada diri siswa data terwujud.

Pembentukan anak (siswa) untuk menjadi anak yang memiliki bahasa sopan

dan santun dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan di sekolah, di rumah,

dan di lingkungan tempat tinggal anak dapat ditanamkan melalui proses pembudayaan.

Dalam hal ini penulis memaparkan beberapa hal yang akan coba diterapkan dalam

upaya membudayakan perilaku berbahasa sopan dan santun pada anak:


1. Mengenal latar belakang anak

Sebelum menerapkan suatu peraturan pada anak, maka sangat perlu untuk terlebih

dahulu mengenal pribadi dan karakteristik anak. Setiap anak berbeda satu sama lain,

perbedaan itu baik karena karakteristik dan sifatnya maupun latar belakang

kehidupannya. Untuk itu, hal pertama yang harus dipelajari guru dalam upaya

membudayakan bahasa sopan dan santun pada anak adalah dengan mempelajari,

mengetahui dan memahami latar belakang anak.

2. Sosialisasi

Dalam membudayakan perilaku berbahasa sopan dan santun pada anak, perlu

dilakukan sosialisasi pada anak tentang adab/tata cara penggunaan bahasa yang

sopan dan santun. Meskipun pembelajaran bahasa sopan dan santun pada anak telah

dilakukan baik di sekolah melalui pembelajaran agama dan bahasa maupun di

rumah oleh orang tua, tingkat penerimaan dan pemahaman anak tentu berbeda-

beda. Untuk itu, perlu dilakukan sosialisasi kepada anak mengenai adab/tata cara

penggunaan bahasa yang baik. Cara sosialisasi dapat dilakukan secara lebih

sederhana dan terkesan santai, baik itu melalui komunikasi guru dengan siswa

sehari-hari di sekolah atau dengan cara memberi contoh-contoh positif kepada

siswa. Pada intinya pesan mendidik yang disampaikan guru kepada siswa dapat

diserap dan dipahami siswa tanpa harus siswa merasa diajari layaknya proses

belajar mengajar di dalam ruang kelas.


3. Memberikan wawasan dan pemahaman

Wawasan dan pemahaman perlu diberikan kepada siswa agar siswa tahu apa yang

benar dan salah. Terkait dengan upaya membudayakan bahasa sopan dan santun

pada siswa, guru harus senantiasa mengajarkan kepada anak cara berperilaku

bahasa yang sopan dan santun, sehingga wawasan dan pemahaman anak terhadap

penggunaan bahasa yang baik dapat berkembang. Pemberian wawasan dan

pemahaman ini dapat dilakukan baik selama proses belajar mengajar di kelas

maupun dalam komunikasi sehari-hari guru dengan siswa di sekolah. Guru dapat

memberikan wawasan dan pemahaman keagamaan kepada siswa tentang

bagaimana seharusnya berbahasa yang baik dan ganjaran apa yang diterima jika

berbahasa yang tidak sopan dan santun dari sudut pandang agama.

4. Melakukan pendekatan personal

Membudayakan perilaku berbahasa sopan dan santun pada siswa akan sulit

terwujud jika guru tidak melakukan pendekatan personal kepada siswa. Guru harus

giat dalam melakukan pendekatan personal kepada siswa agar mudah memahami

dan menyampaikan pendidikan pembiasaaan berbahasa yang sopan dan santun

kepada siswa.

5. Melakukan pengawasan

Setelah pembiasaan budaya berbahasa sopan dan santun kepada siswa diterapkan

oleh guru, maka selanjutnya guru perlu melakukan pengawasan terhadap perilaku

siswa sehari-hari dalam pergaulannya di sekolah. Pengawasan ini berfungsi sebagai

instrumen yang memastikan bahwa pembiasaan budaya berbahasa yang sopan dan

santun terlaksana sesuai harapan dalam pergaulan siswa sehari-hari, sekaligus


sebagai bahan evaluasi guru dalam menentukan tindak lanjut terhadap

perkembangan pembiasaan budaya berbahasa sopan dan santun pada siswa.

6. Menerapkan hukuman/sanksi

Penerapan hukuman/sanksi dilakukan sebagai fungsi yang memastikan siswa patuh

dan taat pada nilai-nilai pengajaran yang diberikan guru kepada siswa dalam

berbahasa sopan dan santun. Bentuk hukuman/sanksi ini dapat berupa tidak

diizinkannya siswa untuk keluar bermain pada jam istirahat atau bentuk-bentuk

hukuman lainnya yang dapat memberi efek kepatuhan pada siswa.

7. Mengintensifkan komunikasi orang tua dan guru

Pembiasaaan berbahasa sopan dan santun di sekolah juga tidak akan terwujud jika

pembiasaan yang sama tidak dilakukan oleh orang tua di rumah. Untuk itu, dalam

membudayakan berbahasa sopan dan santun, guru dan orang tua harus menjalin

hubungan komunikasi yang baik. Melalui komunikasi yang baik ini, baik guru

maupun orang tua dapat saling mengetahui dan memahami pola penggunaan bahasa

anak dan bagaimana upaya merubah perilaku bahasa anak yang buruk.

E. Hasil Yang Dicapai

Setelah penulis menerapkan cara-cara sebagaimana yang telah dipaparkan

dalam upaya pemecahan masalah di atas dan berdasarkan observasi terhadap

perkembangan siswa. Terlihat dampak positif yang muncul dimana sebagian anak

sudah mulai berubah perilaku bahasanya yang dulu sering mengucapkan kata-kata

kotor (tidak sopan), sekarang menjadi lebih sopan dan santun dalam berbahasa dengan

teman sejawatnya. Hanya saja dampaknya bisa dikatakan masih dalam skala kecil,
karena upaya pembiasaan budaya berbahasa sopan dan santun ini belum dilakukan

secara massif di sekolah dan mengingat keterbatasan waktu dalam pelaksanaannya

sampai disusunnya karya tulis ini.

Menurut penulis hal ini dapat dimaklumi karena melakukan perubahan perilaku

berbahasa anak bukanlah pekerjaan mudah. Butuh kesabaran, ketekunan dan

kegigihan semua pihak agar terwujudnya budaya berbahasa yang sopan dan santun.

Tapi penulis merasa sangat yakin bahwa dengan dukungan dan kerjasama semua

pihak hal ini dapat terwujud.


SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Membudayakan berbahasa sopan dan santun pada siswa merupakan tanggung

jawab semua pihak, baik orang tua, guru dan masyarakat, karena siswa merupakan

generasi penerus bangsa yang bertugas menjaga dan mempertahankan budaya bangsa

di masa yang akan datang. Pembudayaan ini harus dilakukan dengan menerapkan pola-

pola efektif dan sistematis. Selain itu, dibutuhkan kesabaran, ketekunan dan kegigihan

dari semua pihak agar terwujud budaya berbahasa sopan dan santun pada anak.

Selanjutnya, membangun komunikasi intensif antara guru dengan orang tua

merupakan salah satu bagian terpenting dalam merubah perilaku bahasa anak. hal ini

dikarenakan orang tua dan guru merupakan sosok yang paling utama dalam pendidikan

anak sehari-hari.

B. Saran

Adapun saran-saran yang dapat penulis paparkan adalah sebagai berikut:

1. Membudayakan bahasa sopan dan santun pada siswa harus dilakukan secara massif

oleh semua pihak, baik di lingkungan sekolah maupun di rumah.

2. Guru harus melakukan pendekatan yang lebih bersahabat dan menciptakan suasana

komunikasi dan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa, agar siswa merasa

bahwa apa yang diajarkan kepadanya adalah kebutuhannya dan timbulnya

kesadaran siswa bahwa berbahasa yang sopan dan santun adalah ciri khas dirinya

sendiri.
3. Guru dan orang tua harus senantiasa membangun dan menjalin komunikasi yang

efektif dan intensif dalam upaya membudayakan bahasa sopan dan santun pada

anak.
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Dyah Kusuma http://indteacher.wordpress.com/2009/05/06/mengasah-kecerdasan-


sopansantun/.

http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=731
05:pendi dikan-budi-pekerti&catid=85:opini&Itemid=134.

Anda mungkin juga menyukai