Pemeriksaan fisik umum secara menyeluruh pada umumnya dilakukan pada awal
(Tabel 1.6.). Rentang pemeriksaan fisik sering kali didasarkan pada kekhawatiran
utama dan gejala pasien. Contohnya, untuk remaja yang sehat tanpa adanya gejala
vital selain pengukuran tinggi, berat badan, dan tekanan darah serta penghitungan
indeks massa tubuh—dilakukan secara rutin selama sebagian besar kunjungan medis.
Dengan pasien dalam posisi telentang, harus dilakukan suatu upaya untuk
membuat pasien sesantai mungkin. Kepala harus bersandar dan disokong dengan
obstruksi usus. Auskultasi bising usus, jika dianggap perlu untuk memastikan
sifat bising usus, harus mendahului palpasi. Frekuensi bising usus dan
kualitasnya harus dicatat. Pada pasien dengan obstruksi usus, “gemuruh,” serta
Bising usus yang terkait dengan ileus dapat terjadi tidak terlalu sering namun pada pitch
Abdomen dipalpasi untuk mengevaluasi ukuran dan konfigurasi hati, limpa, dan
isi perut lainnya. Bukti kepadatan (fullness) atau pengaruh massa harus
diperhatikan. Hal ini khususnya sangat penting dalam mengevaluasi pasien yang
bagian atas dapat konsisten dengan “kue omentum (omental cake).” Keempat
kuadran harus dipalpasi dengan hati-hati untuk setiap bukti massa, kekokohan,
(misalnya, searah jarum jam, dimulai pada kuadran kanan atas). Perkusi harus
digunakan untuk mengukur dimensi hati (liver). Pasien harus diminta untuk menghirup
dorsal
Kaki pasien harus bersandar dengan santai pada sanggurdi dengan tepi bagian bawah
pada ujung bawah meja sehingga vulva siap diperiksa dan spekulum dapat dimasukkan
ke dalam vagina tanpa gangguan dari meja. Mengangkat kepala dari meja
digunakan sebagai tindakan menutupi kaki pasien namun harus diturunkan ke bagian
abdomen agar dapat melihat ekspresi pasien dan memfasilitasi komunikasi. Sebelum
apa yang akan ia rasakan berikutnya: “Pertama-tama saya akan menyentuh paha
bagian dalam Anda, lalu saya akan menyentuh daerah di sekitar bagian luar vagina.”
Vulva dan daerah perineum kemudian harus diinspeksi secara teliti. Bukti-bukti lesi,
eritema, pigmentasi, massa atau ketidakteraturan harus dicatat. Kualitas kulit dan
tanda-tanda trauma seperti ekskoriasi atau ekimosis harus dicatat. Adanya lesi apa pun
yang terlihat harus dihitung dan dideskripsikan dengan teliti sehubungan dengan
karakteristik dan tampilan menyeluruh pada palpasi (yaitu, mobilitas, nyeri, dan
konsistensi). Penggambaran lokasi lesi kulit akan sangat membantu. Lesi ulseratif atau
lesi purulen vulva harus dievaluasi dan dikulturkan seperti yang dijelaskan pada bab
Pasien diminta untuk mengosongkan kandung kemihnya. Pasien harus dalam posisi
litotomi (Gambar 1.1) dan ditutupi dengan tepat. Tangan kiri atau kanan pemeriksa
A. Genital luar
1. Periksa mons pubis, labia mayor, labia minor, badan perineal dan daerah anus
setiap ketidaknormalan.
2. Pisahkan labia mayor dengan jari tengah dan telunjuk dari tangan yang telah
a. Labia minor
b. Klitoris
e. Selaput dara
f. Badan perineum
g. Anus
3. Jika dicurigai adanya penyakit kelenjar Skene, palpasi kelenjar tersebut terkait
mikroskopis dan kultur. Apabila terdapat riwayat benjolan labia, lakukan palpasi
terkait kelenjar Bartholin yang berpenyakit dengan ibu jari pada bagian posterior
labia mayor dan jari telunjuk pada orifis vagina. Selain itu, kista sebasea, jika
B. Introitus
Masih dengan labia yang dibuka menggunakan jari telunjuk dan jari tengah, mintalah
Perhatikan adanya dinding anterior vagina saat sistokel ada atau menonjol dari dinding
posterior saat rektokel atau enterokel ada. Tonjolan pada keduanya dapat menyertai
prolaps penuh pada uterus. Struktur sokongan outlet pelvis dievaluasi lebih lanjut saat
dilumasi—jika smears vagina atau serviks harus didapatkan untuk tujuan pengujian
atau jika kultur harus dilakukan. Pilih ukuran spekulum yang tepat (Gambar. 1.2), yang
lubang vagina dengan bilah miring, tertutup, dan ditekan pada perineum. Gerakkan
putar bilah ke posisi horizontal dan buka. Gerakkan spekulum hingga serviks terbuka di
antara bilah. Putar perlahan spekulum di sekitar sumbu panjang sampai seluruh
sel-sel petunjuk serta untuk mendapatkan kultur, terutama terkait gonokokus dan
klamidia.
2. Neoplastik
3. Vaskular
2. Periksa serviks terkait faktor-faktor yang sama seperti yang tersebut di atas untuk
a. Pendarahan tidak biasa dari saluran serviks, kecuali selama menstruasi, ciri
c. Polip dapat timbul baik dari permukaan serviks yang menjorok ke dalam vagina
atau dari saluran serviks. Polip dapat berupa inflamasi atau neoplastik.
d. Karsinoma serviks mungkin tidak mengubah tampilan serviks secara signifikan
atau dapat muncul sebagai lesi yang mirip secara tampilan dengan inflamasi.
D. Palpasi bimanual
Organ pelvis dapat dijelaskan dengan palpasi bimanual; pemeriksa meletakkan salah
satu tangan pada dinding abdominal bagian bawah dan jari(-jari)nya (satu atau dua)
(lihat Gambar 1.3) dari tangan yang lainnya pada vagina (atau vagina dan rektum pada
pemeriksaan rektovaginal) (lihat Gambar 1.4). Baik tangan kanan maupun tangan kiri
dapat digunakan untuk palpasi vagina. Jumlah jari yang dimasukkan ke dalam vagina
harus berdasarkan seberapa banyak yang dapat dimasukkan dengan wajar, ukuran dan
keelastisan vagina, serta berat badan pasien. Misalnya, pasien dewasa, berbadan
langsing dan lebih tua mungkin yang paling baik diperiksa dengan teknik satu jari.
1. Masukkan jari telunjuk yang telah dilumasi dengan baik, namun pada beberapa
pasien masukkan jari telunjuk dan jari tengah ke dalam vagina pada aspek
perineum dan minta pasien untuk menahan. Prosedur ini dapat mengungkapkan
sampai pada serviks. Catat setiap ketidaknormalan struktur atau nyeri pada
2. Tekan tangan abdomen yang berada pada daerah infraumbilikal, dengan lembut
a. Posisi
c. Konsistensi
d. Nyeri (Tenderness)
e. Mobilitas
Tumor, jika ada, harus diperiksa lokasi, arsitektur, konsistensi, nyeri, mobilitas,
dan jumlahnya.
konsistensi, dan nyeri, khususnya mobilitas serviks. Nyeri pantulan harus di catat
dan anterior.
4. Letakkan jari(-jari) "vaginal" pada forniks lateral sebelah kanan dan tangan
cm sensitif, rapat dan dapat digerakkan dengan mudah) seringnya tidak dapat
dipalpasi. Jika ditemukan massa adneksa, periksa lokasinya terhadap uterus dan
5. Palpasi area adneksa kiri, ulangi teknik yang diuraikan sebelumnya, namun
posisikan jari vaginal pada forniks kiri dan tangan abdomen pada kuadran kiri
bawah.
6. Ikuti pemeriksaan bimanual dengan pemeriksaan rektovaginal-abdominal.
Masukkan jari telunjuk ke dalam vagina dan jari tengah ke dalam rektum dengan
7. Pada pasien yang memiliki selaput dara utuh, periksa organ pelvis dengan
teknik rektal-abdominal.
E. Pemeriksaan rektum
1. Periksa area perianal dan anus, area pilonidal (sakrokoksigeal) dan perineum
b. Lesi
2. Lubang anus sering menjadi tempat fisur, fistula dan hemoroid eksternal.
terinflamasi.
2. Minta pasien untuk "meregang" dan perhatikan bila teknik ini mampu
tersembunyi sebelumnya.
3. Palpasi area pilonidal, fosa isiorektal, perineum dan area perianal sebelum
Perhatikan adanya setiap pengerasan atau nyeri setiap yang tersembunyi pada
4. Palpasi saluran anus dan rektum dengan jari telunjuk bersarung tangan dan
telah dilumasi seluruhnya. Tempatkan pulp jari telunjuk pada lubang anal dan
cenderung akan merilekskan otot sfingter eksternal), beri tekanan ke atas hingga
sfingter terasa melengkung. Lalu dengan gerakan memutar kecil, masukkan jari
melewati saluran anus ke dalam rektum. Periksa saluran anal secara sistematis
a. Tonus otot sfingter eksternal dan cincin anorektal pada taut anorektal
b. Nyeri (biasanya disebabkan sfingter yang rapat, fisur anus, atau hemoroid
yang menyakitkan)
d. Aspek superior: Masukkan sejauh yang Anda bisa. Regangan ringan oleh
pasien dapat menyebabkan beberapa lesi, yang di luar capaian jari, untuk
darah kotor, pus atau perubahan lain dalam warna atau konsistensi. Oleskan
6. Periksa rektum
a. Dinding anterior
penanganan/manipulasi
Pada pasien dengan selaput dara yang utuh, pemeriksaan dinding anterior
pelvis.
b. Dinding lateral kanan, dinding lateral kiri, dinding posterior, aspek superior; uji
darah samar
Dimodifikasi dari