ن
'Kami Dengar dan Kami Patuh'
Kalimat sami’na wa ato’na sering sekali kita dengar di pesantren-pesantren dan ketika seorang
imam memerintahkan untuk meluruskan barisan shof kepada makmumnya ketika hendak melaksanakan
sholat berjama’ah.
Kalimat sami’na wa ata’na pada dasarnya adalah kalimat sederhana yang bermakna sangat dalam.
Yakni tentang ketaatan kepada seorang pemimpin, dan lebih jauh lagi tentang kepemimpinan itu sendiri.
Karena pentingnya kepemimpinan dalam Islam, maka dalam bepergianpun kita diminta untuk menunjuk
seorang pemimpin.
صنلىَّ اللنهل ععلعنيِبه عوعسلنعم عقاَعل إبعذا عخعرعج ثععلثعة بف عسعفدر فعينليِليعؤيملروا أععحعدلهنم ب ععنن أعبب عسعبيِدد انللندبر ي
ي أعنن عرلسوُعل اللنه ع
Apabila ada tiga orang yg keluar dalam suatu perjalanan, maka hendaknya mereka menunjuk salah
seorang dari mereka sebagai pemimpin! [HR. Abudaud No.2241]
Penunjukkan seorang pemimpin di hadits diatas semata-mata tidak hanya sebagai formalitas saja.
Tetapi setelah seseorang telah ditunjuk sebagai pemimpin, maka anggota lainnya wajib taat kepada
pemimpin yang ditunjuknya.
Di dalam al-Qur’an dikenal tiga macam konsep jawaban tentang judul diatas, yakni :
1. Jawaban orang mukmin, sami’na wa atho’na (kami dengar, kami taat) [ QS An-Nur: 51-52 dan QS Al-
Baqarah: 285].
2. Jawaban Bani Israil/Yahudi, sami’na wa ‘ashoina (kami mendengar, tapi tdk menaati) [QS. Al-
Baqarah: 93].
3. Jawaban orang munafik, sami’na wa hum laa yasma’uun (mereka berkata: “kami dengar” padahal
mereka tidak mendengarkan) [QS Al-Anfaal: 20-21].