Anda di halaman 1dari 2

1.

Kami tidak dapat melakukan penafsiran otentik terhadap istilah “Pengadilan ad hoc”,
karena kami tidak dapat menemukanadanyaperaturan perundang-undangan yang
mendefinisikan istilah tersebut.

Tapi, istilah “Pengadilan HAM ad hoc”ini dapat kita temui dalam UU No. 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (“UU Pengadilan HAM”) yang menjelaskan
bahwa “Pengadilan HAM ad hoc dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan
peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden dan berada di lingkungan Pengadilan
Umum” (Penjelasan Umum UU Pengadilan Ham).

Mengenai istilah ad hocsendiri, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dalam artikel


“Mahfud MD Minta UU Pengadilan Tipikor Direvisi” yang kami kutip dari situs
www.mahfudmd.com berpendapatbahwa, “ad hoc itu artinya sejak semua (semula, red)
dimaksudkan sementara sampai terjadi situasi normal.” Pendapat Mahfud MD ini sejalan
dengan pernyataan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqiedalam artikel
“Hubungan Antara Lembaga Negara Pasca Perubahan UUD 1945” yang menyebutkan (hlm
8), “...ada pula lembaga-lembaga yang hanya bersifat ad hoc atau tidak permanen.”

Berdasarkan penjelasan Mahfud MD dan Jimly Asshiddiqie tersebutdapat kita


simpulkanbahwayang dimaksud dengan Pengadilan ad hoc adalah suatu pengadilan yang
bersifat tidak permanen dan pembentukannya sejak semula dimaksudkan hanya untuk
sementara waktu dan untukmenangani peristiwa tertentu.

2. Sedangkan istilah hakim ad hoc banyak dijumpai pada peraturan perundang-undangan.


Diantaranya dalamPasal 1 angka 6 UU No. 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
atas UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum disebutkan, “Hakim ad hoc adalah
hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu
untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang pengangkatannya diatur
dalam undang-undang.”

Hal yang sama juga diatur dalam Pasal 1 angka 9 UU No. 50 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama (“UU
Peradilan Agama”), yang kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 3A ayat (3)UU
Peradilan Agama:
“Pada pengadilan khusus dapat diangkat hakim ad hoc untuk memeriksa, mengadili,
danmemutus perkara, yang membutuhkan keahlian dan pengalaman dalam bidang
tertentudan dalam jangka waktu tertentu.”

Dalam penjelasan Pasal 3A ayat (3) UUPeradilan Agama lebih jauh dijelaskan bahwa
“Tujuan diangkatnya “hakim ad hoc” adalah untuk membantu penyelesaian perkara
yangmembutuhkan keahlian khususmisalnya kejahatan perbankan syari’ah dan yang
dimaksuddalam “jangka waktu tertentu” adalah bersifat sementara sesuai dengan ketentuan
peraturanperundang-undangan.”

Sehingga, dari pengaturan-pengaturan di atas dapat disimpulkan istilah Hakim ad hoc adalah
digunakan untuk menyebut seseorang yang diangkat menjadi hakim untuk jangka waktu
tertentu yang sifatnyasementara.

Sifat sementara ini misalnya dapat kita lihat dari ketentuan Pasal 33 ayat (5)UU Pengadilan
HAMyang menentukan:

“Hakim ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diangkat untuk satu kali masa
jabatan selama 5 (lima) tahun.”

Pengaturan yang serupa juga kita temui dalam Pasal 10 ayat (5) UU No. 46 Tahun 2009
tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi(“UU Pengadilan Tipikor”) bahwa Hakim ad
hoc diangkat untuk masa jabatan selama 5(lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan.

Jadi, memang Hakim ad hoc hanya diangkat untukperiode waktu tertentu yang sifatnya
sementara. Dalam UU Pengadilan HAM dan UU Pengadilan Tipikor sifat sementara ini
dibatasi untuk periode waktu lima tahun. Lebih jauh berkaitan dengan istilah hakim ad
hocini,simak juga artikel Pengertian Hakim Karier, Hakim Nonkarier, Dan Hakim Ad
Hoc.

Anda mungkin juga menyukai