Anda di halaman 1dari 3

Teater Tradisional Arja

(1) Pengertian
Arja merupakan seni teater yang bersifat kearakyatan dan sangatkompleks karena
merupakan perpaduan dari berbagai jenis kesenian yang hidup di Bali, seperti seni tari, seni
drama, seni vokal, seni instrumentalia, puisi, seni peran, seni pantomim, seni busana, seni rupa
dan sebagainya. Semua jenis seni yang bersatu dalam Arja dapat saling menyatu dan padu,
sehingga satu sama lain tidak saling merugikan. Perpaduan ini amat menyatu dan padu, seperti
halnya seni suara yang bertangga nada slendro/pelog menjadi tembang yang sangat merdu dan
menarik, sedangkan sebagai pendukung dan penagasan ceritera dilakukan melalui monolog dan
dialog.
Sesungguhnya Arja adalah perpaduan antara dua pendukung teater, yaitu gagasan yang
datang dari para pendukung (pemain) dan penonton. Seperti bentuk teater tradisi Bali lainnya,
arja merupakan bentuk teater yang penekanannya pada tari dan nyanyi. Semacam gending yang
terdapat di daerah Jawa Barat (Sunda), dengan porsi yang lebih banyak diberikan pada bentuk
nyanyian (tembang). Apabila ditelusuri, arja bersumber dari gambuh yang disederhanakan unsurunsur tarinya, karena ditekankan pada tembangnya. Tembang (nyanyian) yang digunakan
memakai bahasa Jawa Tengahan dan bahasa Bali halus yang disusun dalam tembang macapa.
Nama Arja ini di duga berasal dari bahasa Sansekerta Reja yang mempunyai arti keindahan, Arja
adalah jenis opera khas Bali yang merupakan sebuah drama tari yang dialognya ditembangkan
secara macapat.
(2) Sejarah Perkembangan Teater Arja
Arja diduga berkembang sejak sekitar tahun 1814, yaitu pada pemerintahan I Dewa Gde Sakti di
Puri Klungkung, saat diadakannya upacara Pelebon yang dilakukan oleh I Gusti Ayu
Karangasem. Upacara Pelebon besar-besaran ini dihadiri oleh berbagai kalangan, termasuk rajaraja seluruh Bali. Pada saat itu atas prakarsa I Dewa Agung Mangis asal Gianyar dan Dewa
Agung Jambe digelarkan untuk pertama kalinya Arja. Ketika itu Arja dikenal dengan nama

Dadap dan lakon yang dipertunjukkan adalah Limbur. Dadap adalah nama sejenis pohon dan
juga berarti perisai. Pohon Dadap adalah kayu sakti, sebagai lambing pembersihan atau alat
penyucian yang harus ada dalam setiap upacara di Bali.
Waktu itu Arja digelar dengan tata cara wayang lemah untuk upacara pelebon, dengan memakai
dahan dadap sebagai tiang kelir. Sejalan dengan wayang lemah maka tokoh-tokoh Arja pun
dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan yang baik dan yang buruk. Tembang Arja adalah
tembang Lelawasan, sejenis kidung atau tembang Gambuh. Arja tidak menggunakan gamelan
dan semua tokoh diperankan oleh pria, sehingga di Singaraja dan Gianyar disebut Arya Doyong.
Menurut mereka yang mengetahui, sejak itu Arja menyebar ke seluruh Bali. Menjelang
berakhirnya abad XX munculah Arja dimana keseluruhan pemainnya adalah laki - laki yang
sering di sebut dengan Arja Muani ( arja laki - laki ) yang di sambut dengan antusias oleh
masyarakat.
(3) Fase-Fase Perkembangan Teater Arja
Tiga fase penting dalam perkembangan Arja adalah:
1. Arja Doyong (Arja tanpa iringan gamelan, dimainkan oleh satu orang).
2. Arja Gaguntangan (memakai gamelan Gaguntangan dengan jumlah pelaku lebih dari satu
orang)
3. Arja Gede (dibawakan oleh antara 10 sampai 15 pelaku dengan struktur pertunjukan yang
sudah baku seperti yang ada sekarang.
Gamelan yang biasa dipakai mengiringi Arja disebut Gaguntangan yang bersuara lirih dan merdu
sehingga dapat menambah keindahan tembang yang dilantunkan oleh para penari).
Biasanya arja selalu diiringi dengan menggunakan gamelan geguntangan yang bersuara lirih dan
merdu sehingga dapat menambah keindahan tembang yang dilantunkan oleh para penari.
(4) Unsur-Unsur Teater Arja
Sumber lakon Arja yang utama adalah cerita Panji (Malat), kemudian
lahirlah sejumlah cerita seperti Bandasura, Pakang Raras, Linggar Petak, I
Godogan, Cipta Kelangen, Made Umbara, Cilinaya dan Dempu Awang
yang dikenal secara luas oleh masyarakat.
Arja juga menampilkan lakon-lakon dari cerita rakyat seperti
Jayaprana, Sampik Ingtai, Basur dan Cupak Grantang serta beberapa lakon
yang diangkat dari cerita Mahabharata dan Ramayana. Lakon apapun yang
dibawakan Arja selalu menampilkan tokoh-tokoh utama yang meliputi
Inya, Galuh, Desak (Desak Rai), Limbur, Liku, Panasar, Mantri Manis,
Mantri Buduh dan dua pasang punakawan atau Panasar kakak beradik
yang masing - masing terdiri dari Punta dan Kartala. Hampir semua daerah
di Bali masih memiliki grup-grup Arja yang masih aktif.
Menjelang berakhirnya abad XX lahir Arja Muani, pemainnya semua
pria, sebagian memerankan wanita. Arja ini disambut dengan sangat
antusias oleh masyarakat karena, menghadirkan komedi segar
(5) Fungsi Teater Arja
Menurut fungsinya Arja digolongkan ke dalam kelompok Tari
Balih-balihan. Sebagai suatu bentuk teater Arja dipengaruhi oleh Gabuh
dan mempunyai uger-uger atau pola yang mencerminkan zaman Puri.
Arja menyajikan ceritera kerajaan dan perwatakannya sangat

dipengaruhi oleh adanya kasta. Arja berfungsi sebagai hiburan bagi


masyarakat yang berperan serta dalam berbagai upacara keagamaan,
kemudian juga berkembang untuk kepentingan amal, hiburan di pasar
malam dan kepentingan lainnya.
Sebagai suatu pertunjukan Arja mempunyai makna juga untuk
pendidikan. Biasanya masyarakat sesudah menonton Arja berhari-hari
akan menirukan nyanyian dan lelucon yang ditampilkan oleh kelompok
yang baru saja mereka lihat. Gerakan-gerakan lucu atau ungkapan tentang
kejadian-kejadian yang menggelitik akan mereka ulangi dalam pergaulan
sehari-hari. Dengan demikian Arja merupakan suatu medua komunikasi
yang sangat ampuh untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan.
Ceritera-ceritera Arja sangat beragam, dari Ceritera Panji, Ceritera
Rakyat, Ceritera Mahabarata, Ramayana dan sebagainya berkembang
sampai ceritera-ceritera keseharian, semuanya dapat dijala dan dijalin
menjadi suatu pertunjukan yang sekaligus seni, yang dapat membuat orang
sejenak melupakan segala permasalahan keluarga, pekerjaan dan lainnya
yang dialami pada siang hari sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai