Anda di halaman 1dari 22

SISTEM RUJUKAN BERJENJANG

BAB I
PENDAHULUAN

Hak untuk hidup yang memadai terutama dalam hal kesehatan dan
kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui
oleh segenap bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, falsafah dan
dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 juga mengakui hak asasi warga atas
kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD 45 pasal 28H dan pasal 34, dan
diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti dengan UU 36/2009 tentang
Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak
yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program
jaminan kesehatan sosial (Kemenkes, 2013).
Untuk mewujudkan komitmen konstitusi di atas, pemerintah bertanggung
jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) bagi kesehatan perorangan. Pemerintah memberikan jaminan
melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan
Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, skema-skema tersebut masih
terfragmentasi, terbagi- bagi. Biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit
terkendali (Kemenkes, 2013).
Untuk mengatasi hal itu, pada 2004, dikeluarkan Undang-Undang No.40
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan
bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
(Kemenkes, 2013).
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara
penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara
jaminan sosial.Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah jaminan berupa
perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan
dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan

2
kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh
pemerintah (Kemenkes, 2013).
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia
merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan
Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan
Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar
semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka
dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak (Kemenkes,
2013).
Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) tersebut adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan. Untuk itu dalam makalah ini kami akan membahas lebih lanjut
tentang BPJS Kesehatan (Kemenkes, 2013).

3
BAB II
TUNJAUAN PUSTAKA

I. SISTEM RUJUKAN BERJENJANG


Sistem rujukan kesehatan yang ada di Indonesia pada Era Jaminan Kesehatan
Nasional memastikan seluruh masyarakat Indonesia di tahun 2019 telah
masuk dalam jaminan kesehatan dan BPJS sebagai pelaksana jaminan
kesehatan tersebut. FKTP, klinik pratama dan dokter umum pribadi bertindak
sebagai lini pertama dalam penanganan kesehatan, kasus-kasus tertentu yang
tidak mampu diselesaikan tuntas oleh lini pertama diselesaikan dengan sistem
tujukan
a. Definisi
Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab
pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal
yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi
kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan (BPJS Kesehatan,
2014).
b. Ketentuan Umum
a. Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:
1) Pelayanan kesehatan tingkat pertama;
2) Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan
3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
b. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan
kesehatan dasar yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat
pertama.
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan
spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi
spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan
spesialistik.

4
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan
sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter
gigi sub spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi
kesehatan sub spesialistik.
e. Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun
vertikal.
f. Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan
kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat
memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien
karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang
sifatnya sementara atau menetap.
g. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan
kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat
pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi
atau sebaliknya.(BPJS Kesehatan, 2014)
c. Tatacara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang
a. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang
sesuai kebutuhan medis, yaitu:
1) Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas
kesehatan tingkat pertama.
2) Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien
dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua.
3) Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya
dapat diberikan atas rujukan dari faskes primer.
4) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
b. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung
ke faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis
dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya
tersedia di faskes tersier.

5
c. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam
kondisi:
1) Terjadi keadaan gawat darurat
2) Bencana
3) Kekhususan permasalahan kesehatan pasien
4) Pertimbangan geografis
5) Pertimbangan ketersediaan fasilitas
d. Pelayanan oleh bidan dan perawat
1) Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan
pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter
dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat
pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan
permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi
dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat
pertama.

Sumber: BPJS Kesehatan, 2014

6
II. JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
a. Definisi
Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang
bersifat wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta
atas resiko sosial ekonomi yang menimpa mereka atau anggota
keluarganya (UU SJSN No. 40 Tahun 2004).Sistem Jaminan Sosial
Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program Jaminan Sosial oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan (Kemenkes, 2013).Jaminan sosial adalah bentuk
perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Dengan demikian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang
dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN). SJSN ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi
Kesehatan Nasional yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan UU
No.40 Tahun 2004 (Kemenkes, 2013).

b. Manfaat jaminan kesehatan nasional:


1. Manfaat medis, berupa pelayanan kesehatan.
Pelayanan Kesehatan yang dijamin terdiri atas :
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan
non spesialistik yang mencakup:
1. administrasi pelayanan;
2. pelayanan promotif dan preventif;
3. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
4. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non
operatif;
5. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
6. transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis;
7. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat
pratama; dan

7
8. rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis.
b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan
kesehatan yang mencakup:
1. administrasi pelayanan;
2. pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh
dokter spesialis dan subspesialis;
3. tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah
sesuai dengan indikasi medis;
4. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
5. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan
indikasi medis;
6. rehabilitasi medis;
7. pelayanan darah;
8. pelayanan kedokteran forensik klinik;
9. pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di Fasilitas
Kesehatan;
10. perawatan inap non intensif; dan
11. perawatan inap di ruang intensif.
c. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri
Dalam hal diperlukan, selain pelayanan kesehatan di atas, peserta
juga berhak mendapatkan pelayanan berupa alat kesehatan.
2. Manfaat non medis, meliputi :
a. Akomodasi
Manfaat akomodasi berupa layanan rawat inap
Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas
Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS
Kesehatan (Kemenkes, 2013; Perpres No.111 Tahun 2013).

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan


promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan
bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis.

8
Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian
pelayanan :
a. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan
mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih
dan sehat.
b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri
Pertusis Tetanus dan Hepatitis B (DPT HB), Polio, dan Campak.
c. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi,
dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi
keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi
dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk
mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko
penyakit tertentu (Kemenkes, 2013).
Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif,
masih ada manfaat yang tidak dijamin meliputi:
a. Tidak sesuai prosedur;
b. Pelayanan di luar Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS,
kecuali dalam keadaan darurat;
c. Pelayanan Kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan
kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja
atau hubungan kerja;
d. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan
kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung
oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas;
e. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;
f. Pelayanan kesehatan bertujuan estetik;
g. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas;
h. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi);
i. Gangguan kesehatan/ penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau
alkohol;

9
j. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat
melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri;
k. Pengobatan komplementer, alternatif, dan tradisional, termasuk
akupuntur, sin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif
berdasarkan penilaian teknologi kesehatan;
l. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan
(eksperimen);
m. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;
n. Perbekalan kesehatan RT;
o. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat,
KLB/wabah;
p. Biaya pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat
dicegah;
q. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan Manfaat
Jaminan Kesehatan yang diberikan (Perpres No.111 Tahun 2013).

c. Landasan Hukum
1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1), (2), (3)
2) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 ayat (1), (2) atas dasar
diterbitkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional
3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial
4) PP Nomor 101/2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI)
5) Perpres Nomor 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan
(bpjs-kesehatan.go.id, 2014)

10
III. FASILITAS KESEHATAN DALAM JKN
a. Persyaratan Fasilitas Kesehatan
Menurut Permenkes No.71 tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan
pada jaminan kesehatan nasional persyaratan yang harus dipenuhi bagi
fasilitas kesehatan rujukan tingkat pertama terdiri atas :
1) Klinik Pratama atau yang setara harus memiliki :
1. Surat ijin Operasional
2. Surat ijin Praktik (SIP) / bagi dokter/dokter gigi dan Surat Ijin
Praktik atau Surat Ijin Kerja (SIP/SIK) bagi tenaga kesehatan lain
3. Surat Ijin Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker dalam hal klinik
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian
4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Badan
5. Perjanjian kerja sama dengan jejaring jika diperlukan
6. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait
dengan Jaminan Kesehatan Nasional
2) Praktik Dokter atau Dokter Gigi harus memiliki :
1. Surat Ijin Praktik
2. Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP)
3. Perjanjian kerjasama dengan laboratorium, apotek dan jejaring
lainnya
4. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait
dengan Jaminan Kesehatan Nasional
3) Puskesmas atau yang setara harus memiliki :
1. Surat Ijin Operasional
2. Surat Ijin Praktik (SIP) bagi Dokter / Dokter Gigi, Surat Ijin Praktek
Apoteker (SIPA) bagi Apoteker, dan Surat Ijin Praktik atau Surat
Ijin Kerja (SIP/SIK) bagi tenaga kesehatan lainnya
3. Perjanjian kerja sama dengan jejaring jika diperlukan
4. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait
dengan Jaminan Kesehatan Nasional

11
4) Rumah Sakit kelas D Pratama atau yang setara harus memiliki :
1. Surat Ijin Operasional
2. Surat Ijin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik
3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Badan
4. Perjanjian kerja sama dengan jejaring jika diperlukan
5. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait
dengan Jaminan Kesehatan Nasional
Persyaratan yang harus dipenuhi bagi Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat
lanjutan terdiri atas:
1) Klinik utama atau yang setara harus memiliki:
1. Surat Ijin Operasional;
2. Surat Ijin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik;
3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan;
4. Perjanjian kerja sama dengan laboratorium, radiologi, dan jejaring
lain jika diperlukan; dan
5. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait
dengan Jaminan Kesehatan Nasional.
2) Rumah sakit harus memiliki:
1. Surat Ijin Operasional;
2. Surat Penetapan Kelas Rumah Sakit;
3. Surat Ijin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik;
4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan;
5. perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan;
6. sertifikat akreditasi; dan
7. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan
Jaminan Kesehatan Nasional.
(Depkes, 2013)
b. Hak dan Kewajiban Fasilitas Kesehatan
Perjanjian kerja sama antara Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan
memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak yang tercantum dalam
Permenkes No 71 tahun 2013.

12
Hak Fasilitas Kesehatan paling sedikit terdiri atas:
a. mendapatkan informasi tentang kepesertaan, prosedur pelayanan,
pembayaran dan proses kerja sama dengan BPJS Kesehatan
b. menerima pembayaran klaim atas pelayanan yang diberikan kepada
Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak dokumen klaim
diterima lengkap.
Kewajiban Fasilitas Kesehatan paling sedikit terdiri atas:
a. memberikan pelayanan kesehatan kepada Peserta sesuai ketentuan
yang berlaku; dan
b. memberikan laporan pelayanan sesuai waktu dan jenis yang telah
disepakati.

c. Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi


Sesuai dengan UU No.29 tahun 2004 dokter atau dokter gigi dalam
melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak:
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas
sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar
prosedur operasional
c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau
keluarganya
d. menerima imbalan jasa.
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai kewajiban:
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai
keahlian atau kemampuan yang lebihbaik, apabila tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan
juga setelah pasien itu meninggal dunia

13
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali
bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran atau kedokteran gigi.
(Depkes, 2004)

d. Hak dan Kewajiban Puskesmas


Kewajiban puskesmas belum diatur secara jelas dalam undang-
undang. Namun, dalam peraturan Menteri Kesehatan No. 128 tentang
Kebijakan Dasar Puskesmas, diatur tentang upaya kesehatan wajib, fungsi
dan tugas, dan azas penyelenggaraan puskesmas yang konteksnya hampir
mirip dengan kewajiban puskesmas, yakni:
a. Menggerakan Pembangunan Kesehatan Berwawasan Kesehatan
 Berupaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah
kerjanya agar menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan
kesehatan
 Aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari
penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya
 Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit
tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan.
b. Berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan
masyarakat :
 Memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri
sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat
 Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan
termasuk pembiayaan
 Ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan
program kesehatan
c. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan mencakup:

14
 Pelayanan kesehatan perorangan
 Pelayanan kesehatan masyarakat.
d. Melakukan koordinasi dengan sektor terkait dalam pemberian
pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit Umum, Posyandu, Polindes
dan jaringan pelayanan kesehatan lain dan dalam fungsi pembinaan
(Dinkes Kabupaten dan Kantor Kecamatan)
e. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di
wilayah kerjanya
f. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan
pemerataan kesehatan yang diselenggarakan
g. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat beserta lingkungannya
h. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar
terwujud derajat kesehatan yang setinggi- tingginya
Hak puskesmas belum di atur secara khusus dalam perundang-
undangan. Namun ada beberapa hal yang hampir merujuk kepada hak
puskesmas, yaitu puskesmas berhak untuk diperkuat oleh Puskesmas
Pembantu, Puskesmas Keliling, Posyandu, dan Poskesdes dalam
melaksanakan tugas di wilayah kerjanya.

e. Hak dan Kewajiban Klinik


Penyelenggara Klinik wajib:
a. memasang nama dan klasifikasi Klinik
b. membuat dan melaporkannya kepada dinas kesehatan daftar tenaga
medis dan tenaga kesehatan lain yang bekerja di Klinik dengan
menyertakan:
 nomor Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP)
bagi tenaga medis

15
 nomor surat izin sebagai tanda registrasi atau Surat Tanda
Registrasi (STR), dan Surat Izin Praktik (SIP) atau Surat Izin Kerja
(SIK) bagi tenaga kesehatan lain
c. melaksanakan pencatatan untuk penyakit-penyakit tertentu dan
melaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dalam rangka
pelaksanaan program pemerintah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Setiap Kinik mempunyai hak:
a. menerima imbalan jasa pelayanan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan
b. melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam mengembangkan
pelayanan
c. menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian
d. mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan
e. mempromosikan pelayanan kesehatan yang ada di Klinik sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan
(Depkes, 2014)

f. Hak dan Kewajiban Rumah Sakit


Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban :
a. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit
kepada masyarakat
b. memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi,
dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan
standar pelayanan Rumah Sakit
c. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya
d. berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana,
sesuai dengan kemampuan pelayanannya

16
e. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau
miskin
f. melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas
pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa
uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian
luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan
g. membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien
h. menyelenggarakan rekam medis
i. menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana
ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita
menyusui, anak-anak, lanjut usia
j. melaksanakan sistem rujukan
k. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi
dan etika serta peraturan perundang-undangan
l. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan
kewajiban pasien
m. menghormati dan melindungi hak-hak pasien
n. melaksanakan etika Rumah Sakit
Setiap Rumah Sakit mempunyai hak:
a. menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai
dengan klasifikasi Rumah Sakit
b. menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi,
insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
c. melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka
mengembangkan pelayanan
d. menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian
e. mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan

17
f. mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
g. mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit
yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan

18
BAB III
PEMBAHASAN

Melihat tinjauan pustaka yang sudah dipaparkan di atas dan melihat


kenyataannya yang terjadi di lapangan, sebenarnya proses rujukan yang
dilaksanakan di Puskesmas sudah sesuai dengan teori. Puskesmas berperan
sebagai Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) tingkat pertama. Dalam
pelaksanaan teknisnya, Puskesmas menerima pasien umum dan pasien yang
menggunakan fasilitas BPJS dalam wilayah kerja puskesmas Ratu Agung.
Sistem rujukan di Puskesmas sendiri ada beberapa masalah yang tampak.
Salah satu contohnya adalah tidak semua poliklinik rujukan berada pada rumah
sakit rujukan tingkat kedua (RS tipe C), seperti poliklinik ortopedi, kulit, dan
paru. Poliklinik-poliklinik tersebut hanya berada di Rumah Sakit Umum Daerah
(RS tipe B), sehingga, pasien-pasien yang dirujuk ke poliklinik tersebut langsung
dirujuk ke RS tipe B. Masalah kedua adalah beberapa poliklinik di rumah sakit
rujukan terkesan kurang konsisten dalam pelayanan pasien. Beberapa poliklinik
tersebut membuka pelayanan pada sore hari. Hal ini dirasakan merugikan pasien,
dimana rata-rata pasien ingin mendapatkan pelayanan kesehatan secepat mungkin
pada pagi hingga siang hari, sedangkan beberapa poliklinik rumah sakit rujukan
baru akan melayani rujukan pada sore hari.
Masalah lain terkait sistem rujukan dengan jaminan kesehatan adalah
mengenai kepatuhan pasien mengikuti sistem rujukan. Seperti yang kita ketahui,
sistem rujukan berjenjang ini diberlakukan salah satunya agar kasus-kasus
kesehatan yang harus ditangani di puskesmas dapat tertangani dengan baik dan
tuntas, tujuan lain adalah dapat terjadi pemerataan pasien, sehingga pasien tidak
menumpuk di satu tingkat pelayanan kesehatan sebagai contoh rumah sakit
sebagai PPK tingkat dua maupun tingkat tiga yang sudah memiliki kriteria
tersendiri dalam penanganan pasien rujukan. Namun sering sekali ternyata pasien
yang datang ke puskesmas bersikeras minta dirujuk ke rumah sakit, padahal
pasien- pasien tersebut berada pada kondisi yang memungkinkan untuk dirawat
secara tuntas tanpa dirujuk ke PPK tingkat dua.

19
Seperti yang sudah kita ketahui dari tinjauan pustaka, rujukan vertikal dari
tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi
dilakukan apabila pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau
subspesialistik; dan atau bila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan
dan atau ketenagaan. Dalam hal ini, Puskesmas juga sudah melakukan sesuai
dengan teori yang ada. Dari beberapa Poli yang kami kunjungi di Puskesmas,
kami mendapati bahwa dokter di Puskesmas akan merujuk pasien ke PPK tingkat
2 jika memang diperlukan rujukan, atau dengan kata lain memang karena terdapat
keterbatasan kompetensi, fasilitas tenaga peralatan, dan lain-lain.

20
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Puskesmas sudah melayani pasien BPJS dan Jamkesmas sesuai dengan
regional wilayah kerja telah ditetapkan oleh pemerintah.
2. Beberapa masalah rujukan di puskesmas ini antara lain, keterbatasan
pelayanan dan kelengkapan jenis poliklinik di rumah sakit rujukan tingkat
dua. Masalah lain termasuk pasien-pasien yang memiliki penyakit yang
seharusnya masih bisa diobati sampai tuntas di puskesmas bersikeras
meminta rujukan ke rumah sakit.
B. Saran
1. Perlu dilakukan evaluasi oleh dinas kesehatan terkait dan dinas lintas
sektor lainnya seperti dinas sosial juga seluruh pihak yang terkait seperti
tenaga kesehatan maupun masyarakat mengenai sistem rujukan dan
pembiayaan yang sudah ada di masyarakat sehingga rujukan dapat tepat
sasaran dan kalaupun ada kekurangan agar bisa segera diperbaiki unutk
meningkatkan kualitas pelayanan di masa yang akan datang.
2. Untuk pengetahuan mengenai sistem jaminan sosial kesehatan yang ada di
masyarakat dan kaitannya dengan sistem rujukan. Puskesmas sebagai
fasilitas kesehatan tingkat pertama yang tidak hanya mengedepankan
aspek kuratif dan rehabilitatif , tetapi juga dalam program aspek promotif
dan preventif contohnya saja dengan memberikan transfer ilmu kepada
masyarakat tentang mekanisme sistem rujukan yang benar melalui
mekanisme penyuluhan dan sosialisasi walaupun terkadang susah untuk
mengedukasi pasien.

21
DAFTAR PUSTAKA

BPJS Kesehatan. (2014). http://bpjs-kesehatan.go.id[diakses pada 16 November


2015].

Depkes, R.I. (2004). Undang-Undang no 29 tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran.

Depkes, R.I. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71


Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan
Nasional.

Depkes, R.I. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9


Tahun 2014 Tentang Klinik.

Depkes, R.I. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75


Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat.

Depkes, R. I. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No: 128.


Tim Penyusun Bahan Sosialisasi dan Advokasi JKN. 2014. Buku pegangan
Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial
Nasional. Jakarta. Pp: 40-41.

Kemenkes (2013). Buku Pegangan Sosialisasi JKN. Jakarta : Kemenkes RI

MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat.

Peraturan Presiden RI No.12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan

Peraturan Presiden RI No.111 Tahun 2013 tentang Peraturan Presiden Nomor 12


Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan

Presiden, R. I. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun


2009 Tentang Rumah Sakit.

Undang- Undang RI No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

22

Anda mungkin juga menyukai