Disusun Oleh:
Kelompok II (Dua)
1. Wilda Yati Harahap 4151121075
2. Yeyen Widianto 4153121076
3. Yona Riska A. Ritonga 4151121077
4. Yudi Baskara Damanik 4151121078
5. Yuni Choirun N. Siregar 4151121079
6. Tukma Sari Putri Nst 4152121045
Kelas: Fisika Reguler E 2015
Dosen Pengampu:
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala nikmat yang
dilimpahkan-Nya kepada penyusun sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Manusia dalam Konsepsi Islam: Manusia sebagai
Khalifah Allah di Bumi ini tepat waktu.
Penyusun berterima kasih kepada Bapak Drs. Ramli, MA. selaku dosen
pengampu mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah memberi arahan
dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini terdiri dari tiga bab, dimana bab I memuat latar belakang,
batasan masalah, tujuan pembahasan, dan manfaat pembahasan. Bab II berisi
pembahasan, dan bab III memuat kesimpulan dan saran. Pada bab II dibahas
beberapa sub-materi, meliputi eksistensi manusia, dimensi-dimensi kemanusiaan,
martabat manusia, dan tanggungjawab manusia. Namun, penjelasan yang
disajikan dalam makalah ini masih sangat sederhana, sehingga disarankan kepada
pembaca untuk menggunakan referensi lain demi menambah wawasan mengenai
materi ini.
Sebagai manusia yang pengalamannya masih terbatas, penyusun tentunya
masih meninggalkan jejak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh
karena itu,penyusun mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca,
khususnya dari dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Agama Islam demi
perbaikan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan diatas, penulis tertarik untuk
membahas lebih lanjut mengenai kewajiban manusia dalam mengembang
tanggungjawab sebagai khalifah di bumi Allah ini.
1.4 Manfaat
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk para pembaca.
Melalui studi kasus yang dipaparkan, pembaca dapat memahami tugas-tugas
manusia di bumi sebagai khalifah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Adam sebagai bapak manusia merupakan makhluk ideal dan terbaik yang
diciptakan Allah. Oleh sebab itu, Allah mempercayakan Adam dan keturunannya
untuk memimpin dan mengelola bumi. Dengan kata lain, manusia diangkat Allah
sebagai khalifah di bumi. Khalifah dapat berarti pengganti atau wakil, yakni
manusia sebagai pengganti Allah untuk memakmurkan dan mensejahterakan
bumi-Nya. Idealisasi khalifah Allah adalah idealisme kehendak dan sifat-sifat
kemuliaan-Nya. Jika Allah bersifat rahman, maka manusia harus memiliki sifat
kasih terhadap semua makhluk Allah. Demikian juga dengan sifat-sifat
3
kesempurnaan Allah yang lainnya, seyogianya dimiliki oleh khalifah Allah untuk
menjalankan tugasnya tersebut.
Allah menganugerahkan sesuatu yang khusus kepada manusia, yakni akal.
Pemberian khusus tersebut dapat membantu manusia mengelola bumi,
memakmurkannya, dan menjadikannya dinamis, terus maju dan berkembang
menuju peradaban manusia yang tinggi. Potensi-potensi ini tidak dimiliki
makhluk lain kecuali manusia sebagai makhluk multi dimensi. Oleh sebab itu,
Allah hanya mempercayakan pengelolaan bumi kepada manusia, sebagai makhluk
terbaik yang diciptakan-Nya. Selain akal, Allah juga memberikan wahyu
sebagaipedoman hidup (hidayah) bagi manusia melalui Nabi dan Rasul, agar
manusia meraih kebahagiaan material dan spiritual dalam hidupnya.
Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami
4
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging,
dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu
Kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (al-
Mu’minun: 12-14)
Halterpenting dari sejumlah dimensi yang dimiliki manusia adalah al-
jasad, ar-ruh, al-‘aql, dan an-nafs.Al-jasad dalam bahasa Indonesia disebut tubuh
atau jasad, merupakan salah satu dimensi yang dapat dijelaskan secara saintifik,
karena terdiri atas unsur-unsur material yang dapat disaksikan oleh panca indera.
Sedangkan ruh adalah sesuatu yang tidak dapat diindera, berifat spiritual dan gaib.
Allah mengatakan bahwa ruh manusia berasal dari ruh-Nya (al-Hijr: 29) yang
tidak mungkin bisa didefinisikan oleh akal pikiran, walaupun potensi yang
dimiliki akal sangat luar biasa. Oleh sebab itu, manusia tidak akan pernah mampu
menjawab secara tepat apa substansi ruh dan dimana tempatnya bersemayam
dalam diri manusia. Ruh adalah hal gaib yang mengandung kehidupan, sumber
petunjuk bagi jiwa, dan sumber kesadaran akal pikiran.
Akal dan hati adalah dimensi yang paling penting bagi manusia karena
dengan potensi akal dan hati, manusia menjadi makhluk mulia, berpengetahuan,
dinamis, berbudaya, dan beragama. Akal berfungsi untuk berpikir, dan hati
berfungsi untuk memahami. Berpikir dan menganalisa adalah dua unsur yang
berhubungan erat bagi akal manusia. Akal memiliki potensi besar untuk berpikir
secara objektif, memecahkan segala persoalan, mengambil hikmah, dan
mengantisipasi hubungan antar problema dengan hikmah yang terkandung di
dalamnya, baik yang bersifat positif maupun negatif bagi kehidupan. Akal juga
berfungsi untuk menerima ilmu pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang Tuhan,
dirinya, dan lingkungannya. Dengan pengetahuan yang diterima akal, manusia
dapat mewujudkan penemuan, peradaban, dan kebudayaan yang baik.
Akal merupakan ciptaan yang terbatas dan hanya dapat menampung
sesuatu sesuai dengan kapasitas dan fitrahnya. Karenanya, akal selalu dibantu oleh
dimensi lainnya, seperti perasaan, insting, kalbu, dan nafsu. Nafsu menunjuk
kepada dimensi batin yang berpotensi untuk mendorong manusia berbuat
kebaikan dan keburukan. Nafsu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu nafs al-
5
lawwamah, nafs al-ammarah, dan nafs al-mutma’innah. Nafs al-lawwamah
adalah nafsu yang menyesal disebabkan keburukan yang dilakukannya di dunia.
Nafs al-ammarah merupakan karakter nafsu yang sangat lemah, diliputi oleh hal-
hal yang bersifat negatif dan keburukan-keburukan. Sementara nafs al-
mutma’innah adalah nafsu yang cenderung kepada hal-hal yang baik dan positif.
Nafsu ini senantiasa berusaha untuk mencapai derajat yang tinggi dan mulia yang
diridai Allah, dan inilah nafsu ideal khalifah Allah untuk mengelola dan
memakmurkan bumi.
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku. (az-Zariyat: 56)
Ketika tujuan manusia diciptakan untuk beribadah kepada-Nya, maka
seyogianya ia menjadikan seluruh hidupnya dalam rangka lillahi Ta’ala (hanya
untuk Allah). Maksudnya, manusia harus menjalankan seluruh seluruh aspek
kehidupannya sesuai dengan tuntunan syariat yang dibebankan kepadanya. Ibn
Qayyim mengatakan bahwa dalam menjalankan ibadah kepada Allah sebagai
tujuan hidup manusia, maka ia harus memperhatikan dua hal. Pertama, hatinya
harus ikhlas hanya kepada Allah dan kedua harus sesuai dengan petunjuk yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad (as-sunnah).
6
Sebaik apa pun amal manusia pada lahirnya, namun tidak didasari oleh
niat dan keikhlasan, maka amal tersebut akan sia-sia. Sebab, inti suatu amal ada di
dalam hati, sementara anggota tubuh adalah perwujudan dari hati. Lawan dari niat
adalah lalai, sementara lawan dari ikhlas adalah riya. Lalai mengakibatkan amal
menjadi sia-sia dan tidak diterima, sementara menghanguskan amal.
Selain ikhlas, ibadah harus mengikuti tuntunan yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad. Jika ibadah formal tidak mengikuti tuntunan tersebut, maka akan sia-
sia. Bahkan bagi orang-orang yang membuat-buat ibadah tanpa dalil akan
mendapat ancaman api neraka.
Ketika manusia sudah menjalankan perannya sebagai makhluk yang
mengabdi kepada Allah, maka Allah akan menjadikan-Nya sebagai hamba Allah
yang bersyukur dan bertakwa, dan ini merupakan peringkat tertinggi yang
diperoleh oleh hamba Allah.
2.2.2 Tanggungjawab Manusia
Secara garis besar, manusia memiliki dua jenis tanggungjawab, yakni
tanggungjawab sebagai hamba Allah dan tanggungjawab sebagai khalifah Allah.
Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk
mengabdi kepada Allah swt. Oleh karena itu, tanggungjawab utama manusia
adalah menjadikan dirinya dan masyarakatnya tetap berada di dalam tujuan hidup
tersebut. Tanggungjawab untuk berdakwah (mengajak manusia kepada tauhid)
tidak hanya dibebankan kepada para Rasul, melainkan kepada setiap orang
beriman sesuai dengan kadar keilmuan dan kemampuannya. Kemudian, dakwah
harus dilakukan dengan cara santun dan tidak boleh mengandung unsur
pemaksaan.
Selanjutnya, manusia sebagai khalifah Allah bertugas menerapkan
kebenaran dalam menetapkan keputusan kepada manusia, dimana khalifah harus
berlaku adil dan tidak boleh mengikuti hawa nafsunya dalam menjalankan
kepemimpinannya.
Ibn Katsir mengatakan bahwa Allah berwasiat kepada khalifah-Nya di
muka bumi untuk menerapkan hukum-hukum yang diturunkan dari sisi-Nya
kepada manusia. Allah juga mewasiatkan agar khalifah-Nya tersebut tidak
berpaling dari-Nya dan menerapkan keadilan dengan sebenarnya. Sebab, siapa
7
saja yang berpaling dan melupakan Allah di dunia, maka akan dilupakan Allah
pada hari pembalasan dan akan mendapat azab yang pedih.Berkaitan dengan hal
ini, al-Qurthubi mengatakan pula inti tugas khalifah adalah menegakkan amar
ma’ruf nahyi munkar.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
tanggungjawab manusia sebagai khalifah Allah adalah mengajak manusia
mentauhidkan Allah, menegakkan hukum-hukum-Nya, menerapkan keadilan, dan
memakmurkan bumi (Batubara, Nur, Ramli, Siregar, Nurmayani, & Matondang,
2018).
8
Tugas ke-khalifah-an menuntut adanya interaksi antara manusia dengan
sesamanya dan manusia dengan alam. Interaksi itu bersifat harmonis sesuai
dengan petunjuk petunjuk Ilahi yang tertera dalam wahyu-Nya. Inilah prinsip
pokok yang merupakan landasan interaksi antara sesama manusia dan lingkungan
sekitarnya dan keharmonisan hubungan itu pulalah yang menjadi tujuan dari
segala etika agama. Namun dalam kenyataannya banyak fenomena yang dapat
menunjukkan bahwa manusia belum dapat menempat kan diri nya sebagai
khalifah di bumi. Dalam Al-Quran ditegaskan bahwa menjadi khalifah di muka
bumi ini tidak untuk melakukan perusakan dan pertumpahan darah. Tetapi untuk
membangun kehidupan yang damai, sejahtera, dan penuh keadilan. Dengan
demikian, manusia yang melakukan kerusakan di muka bumi ini secara otomatis
mencoreng atribut manusia sebagai khalifah.
Bencana alam datang silih berganti. Bencana alam tersebut telah benar–
benar mengancam kehidupan manusia. Eksploitasi hutan dan rimba serta illegal
loging yang dilakukan oleh manusia tanpa mempertimbangkan kesinambungan
ekosistemnya menyebabkan hutan kehilangan daya dukungnya bagi konservasi
air, tanah. Kalau hal ini didiamkan, berarti kita merelakan kerusakan itu tanpa bisa
berbuat apapun untuk menghentikannya. Sebab lingkungan adalah bagian yang
tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia itu sendiri, baik masa
sekarang maupun masa yang akan datang. Tuhan tahu akan perangai manusia
tersebut, karena itu manusia diingatkan. Manusia lupa bersyukur atas segala
nikmat indahnya alam yang diciptakan Tuhan. Manusia justru kurang bersahabat
dengan alam dan lingkungannya.
Maka Al-Quran menyebutkan bahwa kerusakan di alam akibat ulah
kejahatan manusia. Sehingga berbagai akibat dari perusakan itu ditanggung oleh
manusia juga. Hal ini tampak jelas dalam firman Allah:
9
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan
yang benar (QS: Ar-Rum: 41)
Ayat diatas menjelaskan bahwa, kerusakan yang kita rasakan saat ini baik
di darat maupun di laut merupakan akibat dari kegiatan, aktivitas atau kebijakan
manusia yang tidak mengindahkan pada keberlangsungan kehidupan. Namun
kenyataan yang terjadi, manusia tidak dapat menjalan apa yang diperintahkan di
dalam ayat tersebut.
Sudah menjadi rutinitas tiap tahun ketika musim hujan tiba maka sering
terjadi bencana alam yang melanda di sebagian besar wilayah negara ini, baik itu
berupa banjir maupun tanah longsor. Hal tersebut menimbulkan keresahan dan
kepanikan yang luar biasa. Pada klimaknya ketika alam sudah marah, siapakah
yang salah? alamkah atau manusia yang terlalu serakah? Sebagian masyarakat
menyalahkan alam yang dianggap sudah tidak lagi bersahabat. Padahal kalau kita
pikir jernih, kejadian itu tidak lepas dari ulah tangan manusia yang tidak peduli
lagi dengan keserasian alam yang diciptakan oleh Tuhan. Untuk memenuhi
ambisinya, manusia dengan serakahnya menggunduli hutan, melakukan illegal
loging, mengganti areal pertanian dengan areal pemukiman dan lain lain sehingga
alam tidak dapat lagi kita saksikan seperti sediakala.
Dalam hadist rasullulah bersabda mengenai larangan melakukan
perusakan hutan ataupun illegal loging seperti dibawah ini.
Artinya:
dari Jabir berkata, Nabi bersabda: sesungguhnya Ibrahim memaklumkan
Mekkah sebagai sebagai tempat suci dan sekarang aku memaklumkan
Madinah yang terletak diantara dua lava mengalir (lembah) sebagai tempat
suci. Pohon–pohonnya tidak tidak boleh dipotong dan binatang–
binatangnya tidak boleh diburu. (HR. Muslim)
Bahkan di hadis yang lain ditambahkan, Rasulullah juga melarang buang
air besar di lubang binatang dan di bawah pohon berbuah. Apresiasi Nabi
10
terhadap kelestarian lingkungan amatlah jelas. Sisi gelap manusia terhadap alam
sebagaimana disinyalir Tuhan diatas, kiranya menyadarkan manusia akan
kekhilafannya itu. Jangankan merusak lingkungan seperti menebang pohon
sembarangan (illegal loging), mengganggu atau mencemari alam sekitar saja tidak
dibenarkan (Masruri, 2014).
11
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Allah berfirman kepada para malaikat ketika akan menciptakan Adam, “
sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi”. (Al-
Baqarah:30). Banyak kaum muslimin yang keliru dalam memahmi ayat ini,
makna khalifah yang sebenarnya adalah kaum yang akan menggantikan satu sama
lain, kurun demi kurun , dan generasi demi generasi.( Ibnu Katsir).
Jadi tugas-tugas manusia sebagai khalifah dimuka bumi Allah yang paling
utama yaitu untuk beribadah kepada Allah, lalu manusia juga diberi tugas untuk
mengurus dunia, yang artinya manusia bertanggungjawab penuh atas
kemakmuran dunia. Dengan kata lain, manusia tidak boleh merusak apapun yang
ada didunia ini, baik itu kerusakan alam, maupun kerusakan yang lain.
3.2.Saran
Dengan adanya manusia dalam konsepsi Islam dan manusia sebagai
khalifah diatas muka bumi diatas, pembaca diharapkan mampu mengembangkan
segala potensi yang dimiliki oleh mahasiswa serta memberi wawasan yang lebih
dalam mengenal manusia dalam konsepsi Islam dan manusia sebagai khalifah
diatas muka bumi dan mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
12
DAFTAR PUSTAKA
13
14