Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Tremor merupakan gerakan involunter yang paling sering ditemukan, di mana

pada penyakit Parkinson menjadi gejala yang paling membingungkan antara lain karena

terpisah dari bradikinesia dan rigiditas, dapat memberat pada sisi berlawanan dari sisi

bradikinesia yang dominan (wrong-sided tremor), penanda penyakit yang benigna, tidak

berhubungan dengan banyaknya defisiensi dopamin di substansia nigra, serta

responsnya terhadap pengobatan dopamin tidak sebaik gejala lainnya.1 Model klasik

lebih menekankan peranan ganglia basalis dalam memodulasi fungsi kortikal melalui

sirkuit striato-thalamokortikal yang mengalami disfungsi dan menyebabkan bradikinesia

serta rigiditas, namun tidak dapat menjelaskan tremor istirahat pada Parkinson. 1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Parkinson Disease

Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif sistem

ekstrapiramidal yang merupakan bagian dari Parkinsonism yang secara patologis

ditandai oleh adanya degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra pars

kompakta (SNC) yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (lewy

bodies). Parkinsonism adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor pada waktu

istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural akibat penurunan

dopamin dengan berbagai macam sebab. 1,2

2.2 Epidemiologi Parkinson’s Disease

Proporsi penduduk Lanjut Usia (≥ 60 tahun) di Indonesia semakin

bertambah, yaitu 5,4 % pada tahun 1980 menjadi 6,1% pada tahun 1995.1

Proporsi penduduk Lanjut Usia di Propinsi Jawa Tengah tahun 2000 6,1 % dan

6,3% pada tahun 2001.2 Peningkatan ini antara lain karena keberhasilan program

pembangunan nasional khususnya pembangunan kesehatan sehingga berhasil

meningkatkan angka harapan hidup, dari usia 52,41 tahun pada tahun 1980

menjadi usia 67,97 tahun pada tahun 2000. Peningkatan proporsi penduduk Lanjut

Usia mempunyai konsekuensi tersendiri, sebagai akibat menurunnya fungsi tubuh

menyebabkan makin tingginya penyakit degeneratif pada kelompok usia tersebut.

Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang paling lazim setelah

penyakit Alzheimer, dengan insidens di Inggris kira-kira 20/100.000 dan

2
prevalensinya 100-160/100.000. Prevalensinya kira-kira 1 % pada umur 65 tahun

dan meningkat 4-5% pada usia 85 tahun.1

2.3 Etiologi Parkinson Disease 3

Penyebab penyakit parkinson belum diketahui, tetapi penyakit sindrome rigiditas-

akinetik lainnya. Walaupun lebih jarang, telah diketahui penyebabnya seperti pada

tabel dibawah ini :

No. Etiologi
1 Diturunkan
Penyakit wilson
2 Trauma
Sindrom “ punch – drunk”- cedera kepala kronik pada petinju – pasien
dengan gambaran parkinsonian sering disertai gejala kerusakan serebelar
dan defisit kognitif (dimensia pugilistika)
3 Inflamasi
Parkinsonisme pascaensefalitis – terjad setelah epidemi ensefalitis letargik
setelah perang dunia pertama, pada pasien terjadi keadaan rigiditas-
akinetik kronik dengan gambaran karakteristik tertentu, terutama krisis
okulogiri.
4 Neoplasma
Tumor ganglia basalis dengan hemiparkinsonisme kontralateral, sangat
jarang
5 Vaskular
Infark lakunar multipel kadang dapat menyebabkan gambaram
pseudoparkinsonian, tetapu basanya disertai disfungsi piramidal dan
kognitif.
6 Obat – obatan
Neuroleptik
Antiemetik
Amiodaron
7 Toksin
Keracunan karbon monoksida kronik
8 Idiopatik
Penyakit parkinson

3
2.4 Patofisiologi Parkonson Disease 1

Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena

penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta substansia

nigra sebesar 40 – 50% yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy

bodies). Lesi primer pada penyakit Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang

mengandung neuromelanin di dalam batang otak, khususnya di substansia nigra

pars kompakta, yang menjadi terlihat pucat dengan mata telanjang.

Dalam kondisi normal (fisiologik), pelepasan dopamin dari ujung saraf

nigrostriatum akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2

(inhibitorik) yang berada di dendrit output neuron striatum. Output striatum

disalurkan ke globus palidus segmen interna atau substansia nigra pars retikularis

lewat 2 jalur yaitu jalur direk reseptor D1 dan jalur indirek berkaitan dengan

reseptor D2 . Maka bila masukan direk dan indirek seimbang, maka tidak ada

kelainan gerakan.

Pada penderita penyakit Parkinson, terjadi degenerasi kerusakan

substansia nigra pars kompakta dan saraf dopaminergik nigrostriatum sehingga

tidak ada rangsangan terhadap reseptor D1 maupun D2. Gejala Penyakit

Parkinson belum muncul sampai lebih dari 50% sel saraf dopaminergik rusak dan

dopamin berkurang 80%.

Reseptor D1 yang eksitatorik tidak terangsang sehingga jalur direk

dengan neurotransmitter GABA (inhibitorik) tidak teraktifasi. Reseptor D2 yang

inhibitorik tidak terangsang, sehingga jalur indirek dari putamen ke globus palidus

segmen eksterna yang GABAergik tidak ada yang menghambat sehingga fungsi

inhibitorik terhadap globus palidus segmen eksterna berlebihan. Fungsi inhibisi

dari saraf GABA ergik dari globus palidus segmen ekstena ke nukleus

4
subtalamikus melemah dan kegiatan neuron nukleus subtalamikus meningkat

akibat inhibisi.

Terjadi peningkatan output nukleus subtalamikus ke globus palidus

segmen interna / substansia nigra pars retikularis melalui saraf glutaminergik yang

eksitatorik akibatnya terjadi peningkatan kegiatan neuron globus palidus /

substansia nigra. Keadaan ini diperhebat oleh lemahnya fungsi inhibitorik dari

jalur langsung ,sehingga output ganglia basalis menjadi berlebihan kearah

talamus. Saraf eferen dari globus palidus segmen interna ke talamus adalah

GABA ergik sehingga kegiatan talamus akan tertekan dan selanjutnya rangsangan

dari talamus ke korteks lewat saraf glutamatergik akan menurun dan output

korteks motorik ke neuron motorik medulla spinalis melemah terjadi hipokinesia.

Skema teori ketidakseimbangan jalur langsung dan tidak langsung Keterangan

Singkatan :

1. D2 : Reseptor dopamin 2 bersifat inhibitorik

2. D1 : Reseptor dopamin 1 bersifat eksitatorik

3. SNc : Substansia nigra pars compacta

5
4. SNr : Substansia nigra pars retikulata

5. GPe : Globus palidus pars eksterna

6. GPi : Globus palidus pars interna

7. STN : Subthalamic nucleus

8. VL : Ventrolateral thalamus = talamus

2.5 Gejala Klinis Parkinson Disease 1,3,4,5

1. Gejala Awal Parkinson Disease

a. Sedikit gemetar jari, tangan, kaki, atau bibir

b. Kekakuan atau kesulitan berjalana

c. Kesulitan untuk keluar dari kursi

d. Sulit menulis dengan tangan

e. Postur bungkuk

f. Sebuah wajah seperti “ topeng “, membeku dalam ekspresi serius.

2. Gejala Tremor

Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi

metakarpofalangeal, kadang kadang tremor seperti menghitung uang logam

(pil rolling). Pada sendi tangan fleksi ekstensi atau pronasi supinasi, pada kaki

fleksi ekstensi, pada kepala fleksi ekstensi atau menggeleng, mulut membuka

menutup, lidah terjulur tertarik tarik. Tremor terjadi pada saat istirahat dengan

frekuensi 4-5 Hz dan menghilang pada saat tidur. Tremor disebabkan oleh

hambatan pada aktivitas gamma motoneuron. Inhibisi ini mengakibatkan

hilangnya sensitivitas sirkuit gamma yang mengakibatkan menurunnya

kontrol dari gerakan motorik halus.

6
3. Gejala Rigiditas

Rigiditas disebabkan oleh peningkatan tonus pada otot antagonis dan

otot protagonis dan terdapat pada kegagalan inhibisi aktivitas motoneuron otot

protagonis dan otot antagonis sewaktu gerakan pada seluruh luas gerakan dari

ekstremitas yang terlibat.

4. Gejala Bradikinesia

Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi dari

impuls optik sensorik, labirin , propioseptik dan impuls sensorik lainnya di

ganglia basalis. Hal ini mengakibatkan perubahan pada aktivitas refleks yang

mempengaruhi alfa dan gamma motoneuron.

5. Hilangnya refleks postural

Keadaan ini disebabkan kegagalan integrasi dari saraf propioseptif

dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada level talamus dan

ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan

ini mengakibatkan penderita mudah jatuh.

6. Wajah Parkinson

Seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan kurangnya

ekspresi muka serta mimik. Muka menjadi seperti topeng, kedipan mata

berkurang, disamping itu kulit muka seperti berminyak dan ludah sering

keluar dari mulut.

7. Mikrografia

Bila tangan yang dominan yang terlibat, maka tulisan secara

graduasi menjadi kecil dan rapat. Pada beberapa kasus hal ini merupakan

gejala dini.

7
8. Sikap Parkinson

Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas pada

penyakit Parkinson. Pada stadium yang lebih lanjut sikap penderita dalam

posisi kepala difleksikan ke dada, bahu membongkok ke depan, punggung

melengkung kedepan, dan lengan tidak melenggang bila berjalan.

9. Bicara

Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring,

lidah dan bibir mengakibatkan berbicara atau pengucapan kata-kata yang

monoton dengan volume yang kecil dan khas pada penyakit Parkinson.

10. Disfungsi otonom

Disfungsi otonom mungkin disebabkan oleh menghilangnya secara

progresif neuron di ganglia simpatetik. Ini mengakibatkan berkeringat yang

berlebihan, air liur banyak (sialorrhea), gangguan sfingter terutama

inkontinensia dan adanya hipotensi ortostatik yang mengganggu.

11. Gerakan bola mata

Mata kurang berkedip, melirik kearah atas terganggu, konvergensi

menjadi sulit, gerak bola mata menjadi terganggu.

12. Refleks glabela

Dilakukan dengan jalan mengetok di daerah glabela berulang-ulang.

Pasien dengan Parkinson tidak dapat mencegah mata berkedip pada tiap

ketokan. Disebut juga sebagai tanda Mayerson’s sign.

2.6 Diagnosis Parkinson Disease 1,2,4

Diagnosis penyakit Parkinson berdasarkan klinis dengan ditemukannya

gejala motorik utama antara lain tremor pada waktu istirahat, rigiditas,

8
bradikinesia dan hilangnya refleks postural. Kriteria diagnosis yang dipakai di

Indonesia adalah kriteria Hughes (1992) :

a. Possible : didapatkan 1 dari gejala-gejala utama

b. Probable : didapatkan 2 dari gejala-gejala utama

c. Definite : didapatkan 3 dari gejala-gejala utama

Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya

penyakit dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr

(1967) yaitu:

a. Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan,

terdapat gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya

terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali

orang terdekat (teman)

b. Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara

berjalan terganggu.

c. Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat

berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang.

d. Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk

jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor

dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.

e. Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu

berdiri dan berjalan walaupun dibantu.

Tanda awal dan gejala Parkinson Disease kadang-kadang dapat

diberhentikan sebagai efek penuaan yang normal. Dokter mungkin harus

mengamati orang tersebut selama beberapa waktu sampai terlihat bahwa gejala

secara konsisten hadir. Biasanya dokter mencari mengocok kaki dan kurangnya

9
ayunan di lengan. Dokter kadang-kadang dapat meminta scan otak atau tes

laboratorium untuk menyingkirkan penyakit lainnya. Namun, CT dan MRI scan

otak orang dengan Parkinson Disease biasanya muncul normal.

2.7 Penatalaksanaan Parkinson Disease 1,3,4,5

Pengobatan penyakit parkinson dapat dikelompokan sebagai berikut :

1. Bekerja pada sistem dopaminergik

Cara kerja obat kelompok ini dapat dijelaskan lewat alur metabolisme dari

dopamin sebagai berikut. Tyrosin yang berasal dari makanan akan diubah secara

beruntun menjadi l-dopa dan dopamin oleh enzimya masing-masing . Kedua jenis

enzim ini terdapat diberbagai jaringan tubuh , disamping dijaringan saraf . Dopamin

yang terbentuk di luar jaringan saraf otak , tidak dapat melewati sawar darah otak .

Untuk mencegah jangan sampai dopamin tersintesa diluar otak maka l-dopa diberikan

bersama dopa-decarboxylase inhibitor dalam bentuk carbidopa dengan perbandingan

carbidopa : l-dopa = 1 : 10 ( Sinemet ) atau benzerazide : l- dopa = 1 : 4 ( Madopar).

Pada obat yang bekerja pada sistem dopaminergik terutama Levodopa

mempunyai efek samping neurotoksisitas pada penggunanan jangka panjang.

Efek samping yang timbul ini sulit diduga terjadinya. Fahn membuktikan

bahwa levodopa bersifat toksik dan menambah progesifitas dari penyakit

Parkinson. Efek samping ini dapat berupa fluktuasi motorik, diskinesia,

neuropsikiatrik. Gejala yang timbul lanjut dan tidak berespon terhadap terapi

Levodopa adalah penderita mudah jatuh, gangguan postural, “ freezing “,

disfungsi otonom, dan dementia. Gejala pada tahap lanjut ini sering dijumpai

pada penderita usia muda dan jarang didapatkan pada penderita yang mulai

mendapatkan terapi levodopa ini pada usia diatas 70 tahun.

10
2. Bekerja pada sistem kolinergik

Obat golongan antikolinergik memberi manfaat untuk penyakit parkinson ,

oleh karena dapat mengoreksi kegiatan berlebihan dari sistem kolinergik terhadap

sistem dopaminergik yang mendasari penyakit parkinson . Ada dua preparat

antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson , yaitu

thrihexyphenidyl ( artane ) dan benztropin ( congentin ). Preparat lainnya yang juga

termasuk golongan ini adalah biperidon ( akineton ) , orphenadrine ( disipal ) dan

procyclidine ( kamadrin ). Golongan anti kolinergik terutama untuk menghilangkan

gejala tremor dan efek samping yang paling ditakuti adalah kemunduran memori..

Pada obat yang bekerja pada sistem kolinergik mempunyai efek terapi jangka

panjang berupa gangguan kognitif. Efek samping ini dapat berupa halusinasi

dan gangguan daya ingat.

3. Bekerja pada glutamatergik

Diantara obat – obat glutamatergik yang bermanfaat untuk penyakit

parkinson adalah dari golongan antagonisnya , yaitu amantadine. Antagonis

glutamatergik didugamemantine, remacemide dan L menekan kegiatan berlebihan

jalur dari inti subtalamikus sampai globus palidus internus sehingga jalur indirek

seimbang kegiatannya dengan jalur direk , dengan demikian out put ganglia basalis

ke arah talamus dan korteks normal kembali . Disamping itu, diduga antagonis

glutamatergik dapat meningkatkan pelepasan dopamin, menghambat reuptake dan

menstimulasi reseptor dopamin. Obat ini lebih efektif untuk akinesia dan rigiditas

daripada antikolinergik. Pada obat yang bekerja pada Glutamatergik dapat

mempunyai efek terapi jangka panjang berupa halusinasi, insomnia, konfusi

dan mimpi buruk.

11
Dari ketiga macam pengobatan mempunyai tujuan yang sama yaitu

mengurangi gejala motorik dari penyakit Parkinson. Sesuai dengan penyakit

degeneratif lainnya, obat akan terus digunakan seumur hidup. Hal ini akan

menimbulkan efek samping penggunaan obat jangka panjang yang merugikan

dan akan mempengaruhi kualitas hidup penderita Parkinson.

1. Levodopa

Pada obat yang bekerja pada sistem dopaminergik terutama

Levodopa mempunyai efek samping neurotoksisitas pada penggunanan jangka

panjang. Efek samping yang timbul ini sulit diduga terjadinya. Efek samping

ini dapat berupa fluktuasi motorik, diskinesia, neuropsikiatrik. Gejala yang

timbul lanjut dan tidak berespon terhadap terapi Levodopa adalah penderita

mudah jatuh, gangguan postural, “ freezing “, disfungsi otonom, dan

dementia. Gejala pada tahap lanjut ini sering dijumpai pada penderita usia

muda dan jarang didapatkan pada penderita yang mulai mendapatkan terapi

levodopa ini pada usia diatas 70 tahun. Pada obat yang bekerja pada sistem

kolinergik mempunyai efek terapi jangka panjang berupa gangguan kognitif.

Efek samping ini dapat berupa halusinasi dan gangguan daya ingat.

Sedangkan pada obat yang bekerja pada Glutamatergik dapat mempunyai efek

terapi jangka panjang berupa halusinasi, insomnia, konfusi dan mimpi buruk.

Carbidopa dan benserazide adalah dopa inhibitor dekarboksilase.

Mereka membantu untuk mencegah metabolisme L-dopa sebelum mencapai

neuron dopaminergik dan umumnya diberikan sebagai preparat kombinasi

carbidopa/(careldopa co-) levodopa (misalnya Sinemet, Parcopa) dan

benserazide/levodopa (co-beneldopa) misalnya Madopar. Duodopa adalah

kombinasi levodopa dan carbidopa, tersebar sebagai gel kental. Menggunakan

12
pompa portabel pasiendioperasikan, obat ini terus menerus disampaikan

melalui tabung langsung ke usus kecil bagian atas, di mana ia cepat diserap.

Ada juga Stalevo (carbidopa, levodopa dan Entacapone). Tolcapone

menghambat enzim COMT, sehingga memperpanjang efek L-dopa, dan

sebagainya telah digunakan untuk melengkapi L-dopa. Namun, karena

efeknya samping seperti gagal hati, itu terbatas dalam ketersediaannya.

Sebuah obat entacapone, serupa belum terbukti menyebabkan perubahan

signifikan fungsi hati dan menjaga inhibisi memadai COMT atas time.

2. Dopamine Agonists

Dopamin agonis bromocriptine, pergolide, pramipexole, ropinirole,

piribedil, cabergoline, apomorphine, dan lisuride yang cukup efektif. Ini

memiliki efek samping sendiri termasuk yang tercantum di atas di samping

mengantuk, halusinasi dan / atau insomnia. Beberapa bentuk agonism

dopamin telah dikaitkan dengan resiko nyata peningkatan masalah perjudian.

agonis Dopamin awalnya bertindak dengan merangsang beberapa reseptor

dopamin. Namun, mereka menyebabkan reseptor dopamin untuk menjadi

semakin kurang peka, sehingga pada akhirnya meningkatkan gejala.

Agonis Dopamin dapat berguna untuk pasien mengalami fluktuasi

on-off dan dyskinesias sebagai akibat dari dosis tinggi L-dopa. Apomorphine

dapat diberikan melalui injeksi subkutan menggunakan pompa kecil yang

dibawa oleh pasien. Sebuah dosis rendah secara otomatis diberikan sepanjang

hari, mengurangi fluktuasi gejala motor dengan menyediakan dosis stabil

stimulasi dopaminergik. Setelah " tantangan apomorphine" awal di rumah

sakit untuk menguji efektivitas dan sabar singkat dan pengasuh utama (sering

pasangan atau pasangan), yang terakhir dari mereka mengambil alih

13
pemeliharaan pompa. Tempat suntikan harus diganti setiap hari dan diputar

sekitar tubuh untuk menghindari pembentukan nodul. Apomorphine juga

tersedia dalam dosis yang lebih akut sebagai pena autoinjector untuk dosis

darurat seperti setelah jatuh atau hal pertama di pagi hari. Mual dan muntah

yang umum, dan mungkin memerlukan domperidone (antiemetik sebuah).

3. Uji Terapeutik

Respons terhadap terapi dapat membantu menegakkan diagnosis penyakit

parkinson arena kebanyakan pasien dengan penyakit parkinson idiopatik akan

membaik dengan pemberian obat – obatan yang memperkuat transmisi

dopaminergik. Hal ini dapat dinilai pada klinik rawat jalan, dan pasien diminta

mengisi catatan harian atau periode ‘on’dan ‘off’ setelah pemberian preparat

L-Dopa (levodopa). Catatan harian ini juga dapat membantu memanipulasi

waktu dan dosis obat. Pendekatan diagnosis lainnya adalah dengan

mengobservasi fungsi motorik pasien ( seperti pengukuran waktu berjalan)

yang diukur sebelum dan beberapa jam setelah pemberian obat L-Dopa dosis

tinggo, atau setelah pemberian agonis reseptor dopamin (pada pusat

spesialistik dapat digunakan peningkatan terhadap dosis apomorfin subkutan).

4. Terapi Pembedahan

a. Pallidotomy dan Thalamotomy

Prosedur bedah menggunakan energi radio-frekuensi untuk

menghancurkan secara permanen area seukuran kacang dalam globus

pallidus atau thalamus. Daerah ini berhubungan dengan tremor, kekakuan,

dan bradikinesia, sehingga gerakan umumnya membaik setelah operasi

dngan mengurangi ketergantungan terhadap levedopa. Namun, karena

14
operasi ini bersifat permanen, operasi tersebut kurang familiar daripada

stimulasi otak dalam.

b. Stimulasi Dalam Otak

Elektroda dapat ditanamkan ke salah satu dari tiga wilayah

otak –globus pallidus, thalamus atau inti subthalamic – pada satu atau

kedua belah pihak. Sebuah generator pulsa berjalan didada dekat tulang

selangka. Pulsa listrik merangsang otak untuk membantu mengurangi

kekakuan pasien, tremor dan bradykinesia. Ini tidak menghentikan

perkembangan penyakit parkinson atau mempengaruhi gejala lainnya.

Tidak semua orang bisa menggunakan cara ini.

c. Transplantasi Sel

Transplantsi sel dengan menggunakan subtansia nigra fetus masih

merupakan tekhnik yang subeksperimental. Perannya terhadap terapi

penyakit parkinson masih belum ditetapkan walaupun pada pasien

parkinsonisme akibat MPTP telah menunjukan perbaikan yang bermakna.

2.8 Komplikasi Parkinson’s Disease 1,3

1. Komplikasi yang berhubungan dengan obat Levodopa

a. Motorik

- Fluktuasi

a. Fenomena “ wearing off “ sederhana ( Efek anti parkinson

levodopa akan menghilang menjelang akhir dosis dalam bentuk

yang bisa diramalkan. Ini disebut juga kegagalan diakhir dosis

(end-of-dose failure)

15
b. Fenomena “ on-off” komplek ( respon pada levodopa bervariasi

dalam cara yang tidak bisa diramalkan yang tidak ada

hubungannya dengan waktu pemberian dosis. Terjadi tiba-tiba

seperti timbol lampu yang dihidup matikan )

c. Complek “on-off”

d. Delayed-on (keterlambatan dalam memulainya efek levodopa )

e. No-on (sebuah dosis levodopa tidak memberikan efek, disebut

sebagai “kegagalan dosis” (dose failure)

- Diskinesia

a. Chorea period “on” atau distonia mobil

b. Distonik postur period “off”

c. Diskinesia dua fase

d. Yo-yoing ( fluktuasi dari immobilitas berat ke diskinesia berat

secara tiba-tiba )

b. Non motorik

- Sensosik/psikiatrik

- Fenomena ssensorik (nyeri akatisia, restless leg)

- Gangguan tidur (fragmentasi tidur, mimpi buruk, mimpi yang nyata)

- Gangguan tingkah laku (hiperseksualitas, gambling)

- Halusinasi, delirium

2. Komplikasi Yang Tidak Berhubungan Dengan Penyakit

a. Penurunan kognitif yang menjurus kepada dimensia

b. Gangguan sensorik (nyeri, parestesia, akatisia nocturnal)

c. Gangguan otonom (gastrointestinal, genitorinarius, kulit, kardiovaskular,

keringat.

16
d. Perubahan mood

e. Gangguan berjalan dan jatuh

f. Gangguan bicara

Jelas bahwa prevalensi komplikasi motorik meningkat seiring dengan

waktu sejak diagnosis ditegakkan dan pengobatan dengan levodopa. Sepuluh

tahun setelah dimulaianya pengobatan, 80-100% pasien PD mengalami fluktuasi

dan diskinesia yang disebabkan levodopa. Jadi faktor-faktor resiko utama

timbulnya fluktuasi dan diskinesia adalah : keparahan penyakit, lamanya

pemberian levodopa, dosis levodopa harian dan onset PD pada usia muda.

2.9 Fluktuasi Motorik Yang Berhubungan Dengan Levodopa 1

Waters C.H. (1997) berpendapat bahwa abnormalitas motorik

dipengaruhi oleh farmakokinetik sentral dan perifer dan farmakodinamik sentral

seperti terlihat pada tabel :

Table mekanisme yang Mungkin Dari Fluktuasi Motorik Yang Berhubungan


Dengan Levodopa
Farmakokinetik perifer :
1. Pengosongan lambung yang terlambat
2. Kompetisi protein
3. Waktu paruh plasma yang pendek
Farmakokinetik Sentral :
1. Variasi dalam level dopa di stiatal mengurangi penyimpanan
2. Rusaknya neuron dopaminergik oleh racun yang dihasilkan dari
metabolism dopamine
3. Lebih cepat hilang dopamine dari celah sinaps.
Farmakodinamik sentral :
1. Perubahan reseptor dopamine
2. Perubahan profil sensitifitas reseptor dopamine

17
1. Fluktuasi “Wearing off”

Fenomena “wearing off”, suatu peningkatan pemendekan dari

periode manfaat obat mengikuti setiap dosis levodopa, dan merupakan tipe

tersering dari fluktuasi motorik yang terlihat pada PD. Terkait dengan

degenerasi sistim nigrostriatal (yang sering terjadi) yang dapat diramalkan,

terjadi 2-4 jam sesudah satu dosis levodopa (gambar 4) Waktu efektif untuk

efek anti parkinson dari levodopa berbanding terbalik dengan beratnya gejala

parkinson, suatu indeks yang dapat diduga dari derajat hilangnya sistem

dopamine nigrostriatal. Pasien yang mengalami perio-de “wearing - off”

mungkin disertai gejala sensorik, psi-kiatrik dan otonom seiring fluktuasi

motorik. parestasi, nyeri, takhikardia, berkeringat, konstipasi, sendawa dan

nafas pendek, biasanya sering terjadi selama periode “off”.

1. Fluktuasi On-Off

Fluktuasi “on-off” diciri khaskan dengan perubahan pergeseran yang

tiba-tiba dan tak terduga antara pengobatan yang tidak memadai dan ber-

lebihan, biasanya tidak ada hubungan dengan dosis/cara pemberian

pengobatan serta agak sulit mengobatinya. Perubahan gejala motorik ini

mungkin suatu hasil yang tidak langsung perubahan terminal dopamine

presinaps akibat fluktuasi kadar transmitter. Beberapa pasien juga mengalami

keadaan seperti PD “kategori sedang” karena kemunculan tremor kembali

yang bisa mengawali hilangnya kemampuan dalam mobilitas, bradikinesia dan

rigiditas.

18
2.10 Prognosis Parkinson Disease 4

PD tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal dengan sendirinya, tapi

berkembang dengan waktu. Harapan hidup rata-rata pasien PD pada umumnya

lebih rendah daripada orang yang tidak memiliki penyakit. Pada tahap akhir

penyakit, PD dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumonia, dan

jatuh yang dapat menyebabkan kematian. Perkembangan gejala pada PD dapat

berlangsung 20 tahun atau lebih. Pada beberapa orang, namun, penyakit

berlangsung lebih cepat. Tidak ada cara untuk memprediksi apa saja penyakit

akan mengambil untuk seorang individu. Dengan perawatan yang tepat,

kebanyakan orang dengan PD dapat hidup produktif selama bertahun-tahun

setelah diagnosis. Dalam setidaknya beberapa penelitian, telah diamati bahwa

mortalitas meningkat secara signifikan, dan umur panjang mengalami penurunan

antara pasien rumah jompo dibandingkan dengan hunian masyarakat patients.

19
BAB III

KESIMPULAN

Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif sistem

ekstrapiramidal yang merupakan bagian dari Parkinsonism yang secara patologis

ditandai oleh adanya degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra pars

kompakta (SNC) yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (lewy bodies).

Penyakit ini ditandai oleh tremor pada waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan

hilangnya refleks postural akibat penurunan dopamin dengan berbagai macam sebab.

Pengobatan penyakit parkinson dapat dikelompokkan , yaitu Bekerja pada

sistem dopaminergik, Bekerja pada sistem kolinergik, Bekerja pada glutamatergik. Dari

ketiga macam pengobatan mempunyai tujuan yang sama yaitu mengurangi gejala

motorik dari penyakit Parkinson. Obat – obat parkinson antara lain yang paling sering

digunakan yaitu levodopa yang akan bekerja pada syaraf dopaminergik di subtansia

nigra. Carbidopa dan benserazide adalah dopa inhibitor dekarboksilase. Mereka

membantu untuk mencegah metabolisme L-dopa sebelum mencapai neuron

dopaminergik. Obat obat dopamin agonists seperti bromocriptine, pergolide,

pramipexole, ropinirole,dll yang cukup efektif. Selain pengobatan ada juga tekhnik

pembedahan secara permanen yaitu Pallidotomy dan Thalamotomy dan perangsangan

stimulus elektroda.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Robert Silitonga. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Hidup

Penderita Penyakit Parkinson di Poliklinik Saraf RS DR KARIADI.

(tesis)Program Pendidikan Spesialis Saraf . Semarang : Universitas Diponogoro.

2007.

2. Kelompok Studi Gangguan Gerak PERDOSSI: Konsensus Tatalaksanan

Penyakit Parkinson . Edisi Revisi , 2003.

3. Ginsberg Lionel. Lecture Notes Neurologi. Ed.VIII. Jakarta : Penerbit

Airlangga.2007. hal : 100 – 111.

4. Indra P, Syahu S. Artikel Parkinson Gejala, Tahapan dan pengobatannya. 2011.

Di unduh pada tanggal 18/08/2017 di :

http://www.medicinenet.com/parkinson_disease_pictures_slideshow/article.html

5. Titiek Sunaryati. Jurnal Parkinson Disease. Surabaya : Universitas Wijaya

Kusuma.2010.

21

Anda mungkin juga menyukai