Proses penuaan (aging process) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan–lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang di derita. Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh. Setiap individu mengalami proses penuaan (aging process) pada organ tuubuh yang berbeda-beda. proses penuaan terbagi menjadi dua yaitu penuaan primer dan sekunder. Penuaan primer adalah proses oleh seluruh tubuh yang sifatnya bertahap, tidak terhindarkan, dan umum dialami manusia. Penuaan sekunder mengarah pada proses yang mempengaruhi tingkat penuaan primer, sebagai akibat dari suatu kondisi penyakit diantaranya pemaparan lingkungan fisik yang tidak sehat, dan penyalahgunaan yang termasuk di dalam kontrol manusia seperti stres ditempat kerja, paparan racun dari lingkungan (Widyanto, 2014). Berdasarkan data Susenas 2014, jumlah rumah tangga lansia sebanyak 16,08 juta rumah tangga atau 24,50 persen dari seluruh rumah tangga di Indonesia. Rumah tangga lansia adalah yang minimal salah satu anggota rumah tangganya berumur 60 tahun ke atas. Jumlah lansia di Indonesia mencapai 20,24 juta jiwa, setara dengan 8,03 persen dari seluruh penduduk Indonesia tahun 2014. Jumlah lansia perempuan lebih besar daripada laki- laki, yaitu 10,77 juta lansia perempuan dibandingkan 9,47 juta lansia laki-laki dengan jumlah lansia yang tinggal di perdesaan sebanyak 10,87 juta jiwa lebih banyak daripada lansia yang tinggal di perkotaan sebanyak 9,37 juta jiwa (Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2014). Populasi Lansia di Kota Malang termasuk cukup tinggi. Menurut hasil sesnsus tahun 2010, jumlah Lansia umur >60 tahun mencapai 8,5%. Persentase tersebut lebih tinggi dibanding persentase nasional yang hanya mencapai 7,6%. Hal tersebut terjadi karena dipengaruhi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup, dimana usia harapan hidup di Kota Malang sudah mencapai 65 tahun (Suriastini N, dkk. 2012) Lanjut usia atau lansia merupakan individu yang berada dalam tahapan usia late adulthood atau yang dimaksud dengan tahapan usia dewasa akhir, dengan kisaran usia 60 tahun keatas (Puteh, 2015). Menurut Widyanto (2014), lansia sering mengalami perubahan- perubahan pada fungsi kognitif, psikososial, dan biologis. Perubahan fungsi berupa fungsi kognitif pada lansia seperti perubahan daya ingat, perubahan fungsi intelektual, dan perubahan kemampuan untuk belajar. Perubahan fungsi psikososial, perubahan ini lebih berdampak pada kepuasan hidup lansia. Penurunan fungsi lima panca indera, perubahan sistem muskulosekeletal seperti penurunan massa otot pada lansia, perubahan penuaan pada otak, perubahan pola tidur dan perubahan sistem neurologis seperti dimensia, delirium, dan stroke. Seiring dengan bertambahnya usia, kualitas tidur pada kebanyakan lansia cenderung berubah, episode tidur dengan pergerakan mata yang cepat atau disebut REM (Rapid eye Movement) cenderung memendek. Terdapat penurunan progresif pada tahap tidur dengan pergerakan mata yang tidak cepat atau NREM (Non Rapid eye Movement) 3 dan 4, atau tidur yang dalam. Seorang lansia yang terbangun lebih sering pada malam hari dan membutuhkan banyak waktu untuk tertidur (Dariah, 2015). Terapi yang digunakan untuk meningkatkan kualitas tidur pada lansia dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan pemberian terapi farmakologi dan non farmakologi. Terapi farmakologi meliputi obat anti ansietas dan obat anti depresi yang sesuai dari advis dokter, sedangkan untuk terapi non farmakologi meliputi terapi pembatasan tidur, terapi control stimulus, terapi pencatatan waktu tidur (sleep diary), serta terapi komplementer meliputi pengobatan herbal, terapi teknik relaksasi (progresif, meditasi, yoga, hipnotis), pijat refleksi, terapi medan magnet, serta terapi bekam dan akupuntur (Firdaus, 2011). Salah satu terapi komplementer yang diterapkan dalam penelitian ini untuk meningkatkan kualitas tidur lansia adalah terapi pijat refleksi. Berdasarkan hasil penelitian Nugroho (2012), efektifitas pijat refleksi kaki dan hipnoterapi terhadap penurunaan tekanan darah pada pasien hipertensi di dapatkan hasil bahwa pijat refleksi kaki dapat menurunkan tekanan darah, dari 60 responden di dapat nilai penurunan tekanan darah systole sebesar 23,5 mmHg dan diastole sebesar 8,42 mmHg dan terdapat perbedaan keefektifan pengaruh pijat refleksi kaki dan hipnoterapi terhadap penurunan tekanan darah, hal ini terbukti dengan didapatkannya nilai signifikasi (p) < 0,05. Pijat refleksi merupakan suatu teknik yang dapat memperlancar peredaran darah, memberikan rasa rileks pada tubuh, menghilangkan stress, menghilangkan rasa lelah dan letih, dengan melakukan tekanan pada titik tertentu. Ketika jaringan otot kontraksi saat masase akan membuat sistem saraf disekitar area dimasase juga ikut tertekan dan jaringan otot rileks maka saraf juga akan teregang, sehingga meningkatkan aktivitas parasimpatis untuk mengeluarkan neurotransmitter seperti hormon endorphin, serotonin, asetilkolin. Melalui respon yang dihasilkan oleh otak : peningkatan level serotonin dapat mengurangi efek psikis dari stress dan mengurangi efek psiko seperti hipertensi, hormon yang dikeluarkan medula adrenal pada massa stress yaitu norepineprin dan epineprin yang dilepaskan oleh kelenjar adrenal dalam darah dapat meningkatkan respon “fight and fight” (Aziz M. 2013) Berdasarkan fenomena di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “pengaruh terapi pijat refleksi terhadap kualitas tidur pada lansia di Panti Griya Asih Lawang”.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut “Adakah Pengaruh Terapi Pijat Refleksi Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Panti Griya Asih Lawang?”.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum Tujuan penelian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi pijat refleksi terhadap kualitas tidur pada lansia di Panti Griya Asih Lawang. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi kualitas tidur lansia di panti Griya Asih Lawang sebelum diberikan terapi relaksasi otot progresif 2. Mengidentifikasi kualitas tidur lansia di panti Griya Asih Lawang sesudah diberikan terapi relaksasi otot progresif 3. Menganalisis pengaruh terapi pijat refleksi terhadap kualitas tidur pada lansia di Panti Griya Asih Lawang sebelum dan sesudah di berikan terapi.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Responden Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang Pengaruh Terapi Pijat Refleksi Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia 1.4.2 Bagi Peneliti Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian serta dapat mengetahui tentang Pengaruh Terapi Pijat Refleksi Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia. 1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan Sebagai tambahan referensi dan bahan informasi bagi pelayan kesehatan untuk memberikan terapi pijat refleksi terhadap kualitas tidur pada lansia 1.4.4 Bagi Instansi Kesehatan Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan suatu program dalam meningkatkan pemberian terapi pijat refleksi terhadap kualitas tidur pada lansia. 1.4.5 Bagi Masyarakat Meningkatkan pengetahuan para pembaca terhadap pengaruh terapi pijat refleksi terhadap kualitas tidur pada lansia dan dapat menerapkan terapi pijat refleksi ini untuk membantu meningkatkan kualitas tidur lansia.