Anda di halaman 1dari 14

BAB III

TATA KERJA

3.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : timbangan analitik,
spatula, labu erlenmeyer, beaker glass, oven, gelas ukur, batang pengaduk, water
bath, pH meter digital, pipet tetes, pipet volume, evaporator, sentrifuse, vortex,
cawan krim, viscometer Brokkfield, tabung reaksi, stopwatch, penggaris, spidol,
kertas label, aluminium foil, tisu, silika gel 60 F254, bejana elusi, pipa kapiler, kaca
objek, kertas saring, tabung reaksi, mortir dan stamper, lampu UV 366 nm, botol timbang,
eksikator, mikroskop, pH meter, anak timbang 5,10,15,20 dan 30 gram.

3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : adeps lanae, air suling,
asam stearate, etanol 96%, rimpang kunyit (Curcuma domestica rhizome), gliserin,
metil paraben, propil paraben, paraffin cair, span 60, cetil alcohol, tween 60, pereaksi
Dragendorff, pereaksi Mayer, asam klorida pekat, amil alkohol, serbuk magnesium,
asam klorida 2N, larutan besi (III) klorida, pereaksi Stiasny, natrium asetat, natrium
hidroksida, eter, ammonia 25%, kloroform, asam asetat, asam sulfat pekat, ammonia
10%, methanol, metilen biru, dan buffer pH 7

3.3 Metode Penelitian


3.3.1 Karakterisasi Simplisia
A. Uji Makroskopik
Dilakukan pengamatan morfologi dengan mengamati keadaan fisik
simplisia tanpa menggunakan alat.
B. Uji Mikroskopik
Dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang derajat perbesarannya
disesuaikan dengan keperluan untuk mempelajari anatomi dan histologi sediaan
rimpang. Dibuat sediaan rimpang yang langsung diamati dalam media air di
bawah mikroskop. Selanjutnya dilakukan reaksi warna dalam medium
kloralhidrat (dipanaskan) dengan pewarnaan floroglusin HCl. Sediaan yang
diamati adalah irisan melintang rimpang kunyit.

C. Identifikasi Serbuk
Serbuk diidentifikasi berdasarkan fragmen pengenal yaitu butir pati,
gumpalan tidak beraturan zat warna kuning sampai kuning coklat, parenkim
dengan sel sekresi, fragmen pembuluh tangga dan pembuluh jala, fragmen
rambut penutup warna kuning dan tidak terdapat serabut (Depkes RI, 1977).

D. Penetapan Kadar Abu


Lebih kurang 2 gram sampai 3 gram zat yang telah digerus ditimbang
seksama. Dimasukkan dalam krus porselen yang telah dipijarkan dan ditara.
Dipijarkan perlahan-laha hingga arang habis, didinginkan dan ditimbang. Jika
dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, disaring
melalui kertas saring bebas abu. Sisa dan kertas saring dipijarkan dalam krus
yang sama. Dimasukkan filtrat ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot
tetap, ditimbang. Dihitung kadar abu terhadap bahan yang telah diekringkan di
udara (Depkes RI, 1989).

E. Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam


Abu yang diperoleh pada Penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25
mL asam klorida encer P selama 5 menit, dikumpulkan bagian yang tidak larut
dalam asam, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas,
dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Dihitung kadar air yang tidak larut
dalam asam terhadap bahan yang dikeringkan di udara (Depkes RI, 1989).
F. Penetapan Kadar Abu Yang Larut Air
Dalam krus yang emngandung abu total, ditambahkan 25 mL air dan
dididihkan selama 5 menit. Zat yang tidak larut disaring dengan menggunakan
krus sinterglas atau dengan kertas saring bebas abu. Dicuci dengan air panas dan
dipijarkan dalam krus selama 15 menit pada suhu tidak lebih dari 450oC. Bobot
residu dikurangkan dengan bobot abu total. Dihitung bobot abu tang tidak larut
dalam air dalam mg per g terhadap bahan yang dikeringkan di udara (Depkes RI,
1989).

G. Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Air


Serbuk dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam 5,0 gram serbuk
dengan 100 mL air kloroform P, menggunakan labu sumbat sambil berkali-kali
dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring,
diuapkan 20 mL filtrate hingga kering dalam cawan dangkal berdasarkan rata
yang telah ditara, dipanaskan sisa pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Dihitung
kadar dalam persen sari yang larut dalam air, dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (Depkes RI, 1989).

H. Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Etanol


Serbuk dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam 5,0 gram serbuk
dengan 100 mL etanol (95%), menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali
dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan 18 jam. Disaring cepat
dengan menghindarkan penguapan etanol (95%), diuapkan 20 mL filtrate hingga
kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, dipanaskan sisa pada
suhu 105oC hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam persen sari yang larut
dalam etanol (95%), dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara
(Depkes RI, 1989).
I. Penetapan Kadar Air
Disiapkan sebuah labu 500 mL dihubungkan dengan pendingin air balik
dengan pertolongan alat penampung. Tabung penerima 5 mL, berskala 0,1 mL.
Sejumlah toluene P, dikocok dengan sedikit air, dibiarkan memisah, dibuang
lapisan air suling.
Dibersihkan tabung penerima dan pendingin dengan air, dikeringkan
dalam lemari asam. Ke dalam labu kering dimasukkan sejumlah zat yang
ditimbang seksama yang diperkirakan mengandung 2 mL sampai 4 mL air. Jika
zat berupa pasta, ditimbang dalam sehelai lembaran logan dengan ukuran yang
sesuai dengan leher labu. Untuk zat yang dapat menyebabkan gejolak mendadak,
ditambahkan pasir kering yang telah dicuci secukupnya hingga mencukupi dasar
labu atau sejumlah tabung kapiler, panjang lebih kurang 100 mm yang salah satu
ujungnya terturup. Dimasukkan lebih kurang 200 mL toluene ke dalam labu, alat
dihubungkan. Dituang toluene ke dalam tabung penerima melalui alat pendingin.
Labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit.
Setelah toluene mulai mendidih, disuling dengan kecepatan lebih
kurang 2 tetes tiap detik hingga sebagian besar air tersuling, kemudian dinaikkan
kecepatam penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling,
bagian dalam pendingin dicuci dengan toluena sambil dibersihkan dengan sikat
tabung yang disambungkan pada sebuah kawat tembaga dan telah dibasahi
toluena. Penyulingan dilanjutkan selama 5 menit. Dibiarkan tabung penerima
dingin hingga suhu kamar. Jika ada tetes air yang melekat pada dinding tabung
penerima, digosok dengan karet yang diikatkan pada sebuah kawat tembaga dan
dibasahi dengan toluena hingga tetes air turun. Setelah air dan toluena memisah
sempurna, volume air dibaca. Dihitung kadar air dalam % (Depkes RI, 1989).

J. Penetapan Susut Pengeringan


Susut pengeringan adalah kadar bagian yang menguap suatu zat. Kecuali
dinyatakan lain, suhu penetapan adalah 105oC dan susut pengeringan ditetapkan
sebagai berikut : Ditimbang seksama 1 gram sampai 2 gram zat dalam bobot
timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu
penetapan selama 30 menit dan telah ditara. Jika zat berupa hablur besar,
sebelum ditimbang digerus dengan cepat hingga ukuran butiran lebih kurang 2
mm. Zat ditarakan dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol, hingga
merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm, dimasukkan ke
dalam ruang pengering, dibuka tutupnya, dikeringkan pada suhu penetapan
hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, dibiarkan botol dalam keadaan
tertutup mendingin dalam eksikator pada suhu kamar. Jika suhu lebur zat lebih
dari suhu penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu 5o dan 10o dibawah suhu
leburnya selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada suhu penetapan selama
waktu yang ditentukan atau hingga bobot tetap (Depkes RI, 1989).

3.3.2 Skrining Fitokimia


A. Identifikasi Golongan Alkaloid
Sejumlah lebih kurang 1 g serbuk dilembabkan dengan 5 mL amonia
25% dalam mortir. Setelah itu ditambahkan 20 mL kloroform gerus dan
disaring. Filtrat berupa larutan organik digunakan untuk percobaan
selanjutnya. Sebagian larutan ini diteteskan pada kertas saring yang telah
ditetesi peraksi Dragendorff. Terbentuknya warna merah atau jingga
menunjukkan adanya alkaloid. Sisa larutan organik diekstraksi 2 kali dengan
asam klorida (1:10 v/v). Kedalam dua tabung reaksi yang masing-masing
berisi 5 mL larutan organik tersebut ditambahkan beberapa tetes pereaksi
Dragendorff dan pereaksi Mayer. Terbentuknya endapan merah dengan
pereaksi Dragendorff atau endapan putih dengan pereaksi Mayer
membuktikan adanya alkaloid (Farnsworth, 1966)

B. Identifikasi Golongan Flavonoid


Sejumlah lebih kurang 1 g serbuk dididihkan dalam 100 mL air panas
selama 5 menit kemudian disaring. Terhadap 5 mL filtrat ditambahkan serbuk
magnesium, 1 mL asam klorida pekat dan 2 mL alkohol kemudian dikocok
kuat, dibiarkan memisah. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya
warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth,
1966).

C. Identifikasi Golongan Saponin


Sebanyak 10 mL larutan percobaan pada identifikasi flavonoid
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kocok kuat secara vertikal selama 10
detik. Terbentuknya busa setinggi 1-10 cm yang stabil dalam waktu kurang
lebih 10 menit dan tidak hilang pada penambahan setetes asam klorida 2 N
menunjukkan adanya saponin (Farnsworth, 1966).

D. Identifikasi Golongan Tanin


Sejumlah lebih kurang 1 g serbuk ditambahkan 100 mL air, dididihkan
selama 15 menit, didinginkan dan disaring dengan kertas saring, kemudian
filtrat dibagi menjadi dua bagian. Kedalam filtrat pertama ditambahkan
larutan besi (III) klorida 1% terbentuk warna hijau biru atau hijau kehitam-
hitaman menunjukkan adanya senyawa golongan tanin. Kedalam filtrat yang
kedua ditambahkan 15 mL pereaksi Stiasny (formaldehid 30% : asam klorida
pekat 2:1), dipanaskan di atas penangas air, terbentuknya endapan warna
merah muda menunjukkan adanya tanin katekuat. Selanjutnya endapan
disaring, filtrat dijenuhkan dengan natrium asetat, ditambahkan beberapa tetes
larutan besi (III) klorida 1% terbentuknya warna biru tinta menunjukkan
adanya tanin galat (Farnsworth, 1966).

E. Identifikasi Golongan Kuinon


Sebanyak lebih kurang 1 g serbuk dididihkan dalam 10 mL air selama
5 menit kemudian disaring. Filtratnya sebanyak 5 mL ditambahkan natrium
hidroksida 1 N. Terbentuknya warna merah menunjukkan adanya kuinon
(Farnsworth, 1966).
F. Identifikasi Golongan Steroid dan Triterpenoid
Sejumlah 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 mL eter selama 2
jam (dalam wadah tertutup rapat), kemudian disaring dan diambil filtratnya.
Dari filtrat tersebut diambil senyak 5 mL, diuapkan dalam cawan penguap
hingga diperoleh residu. Selanjutnya kedalam residu tersebut ditambahkan 2
tetes larutan asam asetat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya warna
merah, hijau, ungu dan akhirnya biru menunjukkan adanya senyawa steroid
dan triterpenoid (Farnsworth, 1966).

G. Identifikasi Golongan Kumarin


Sejumlah 1 g serbuk simplisia dalam tabung reaksi (volume 20 mL)
ditambahkan 10 mL pelarut kloroform dan dipasang corong (yang berisi
lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air) pada mulut tabung kemudian
dipanaskan selama 20 menit diatas penangas air kemudian didinginkan,
selanjutnya disaring dengan kertas saring, filtrat diuapkan pada cawan
penguap sampai kering, sisa ditambahkan air panas sebanyak 10 mL
kemudian didinginkan. Larutan dimasukan kedalam tabung reaksi dan
ditambahkan 0,5 mL larutan amonia 10% kemudian diamati dibawah sinar
lampu ultraviolet maka terjadi fluoresensi warna biru atau hijau, menunjukkan
adanya golongan senyawa kumarin (Farnsworth, 1966).

3.3.3 Karakterisasi Ekstrak


A. Ekstraksi Simplisia
Proses pembuatan ekstrak kunyit menggunakan metode maserasi. Masing-
masing bubuk kunyit ditimbang sebanyak 250 g, dilarutkan dengan pelarut
etanol sebanyak 1250 mL. Campuran serbuk kunyit dengan pelarut kemudian
dishaker sebanyak 2 kali selama 5 menit dan dimaserasi selama 2 x 24 jam.
Larutan disaring menggunakan kertas whatman no 42. Filtrat yang didapat
kemudian dievaporasi menggunakan rotary vakum evaporator dengan tujuan
untuk menguapkan pelarut yang bercampur dengan bahan saat proses ektraksi
(Harini, et al., 2012).

B. Karakterisasi Ekstrak
1. Organoleptis Ekstrak
Diamati bentuk, aroma dan warna ekstrak kental yang diperoleh
(Depkes RI, 2000).

2. Penetapan Susut Pengeringan


Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 gram sampai 2 gram
dan dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya
telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum
ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang, dengan menggoyangkan
botol, hingga merupakan lapisan setebal kurang lebih 5 mm sampai 10 mm.
kemudian dimasukkan kedalam ruang pengeringan, buka tutupnya, keringkan
pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan
botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar
(Depkes RI, 2000).

3. Penentuan Kadar Cemaran Mikroba


a. Uji Angka Lempeng Total
Disiapkan 5 buah tabung atau lebih yang masing-masing telah diisi
dengan 9 mL pengencer PDF (Pepton Dilution Fluid). Dari hasil
homogenisasi pada penyiapan contoh dipipet pengenceran 10 -1 sebanyak
1 mL ke dalam tabung PDF pertama hingga diperoleh pengenceran 10-2
dan dikocok hingga homogeny. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga
10-6 atau sesuai dengan yang diperlukan. Dari setiap pengenceran dipipet
1 mL ke dalam cawan petri dan dibuat duplo. Kedalam tiap cawan petri
dituang 15-20 mL media PCA (45±1o). segera cawan petri digoyang dan
diputar sedemikian rupa hingga suspensi tersebar merata. Untuk
mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji control (blangko).
Pada satu cawan hanya diisi 1 mL pengencer dan media agar, dan pada
cawan yang lain diisi pengencer dan media. Setelah media memadat,
cawan petri diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 24-48 jam dengan
posisi terbalik. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitng (Depkes
RI, 2000).
b. Uji Angka Kapang dan Khamir
Disiapkan 3 buah tabung yang masing-masing diisi 9 mL ASA.
Dari hasil homogenisasi pada penyiapan contoh dipipet 1 mL
pengenceran 10-1 ke dalam tabung ASA pertama hingga diperoleh
pengenceran 10-2, dan dikocok sampai homogen. Dibuat pengenceran
selanjutnya hingga 10-4. Dar masing-masing pengenceran dipipet 0,5 mL,
dituang pada permukaan PDA, segera digoyang dan diputar agar suspensi
tersebar merata dan dibuat duplo. Untuk mengetahui sterilitas media dan
pengencer, dilakukan uji blangko. Ke dalam satu cawan petri dituangkan
media dan dibiarkan memadat. Ke dalam satu cawan petri lainnya
dituangkan media dan dibiarkan memadat. Seluruh cawan petri diinkubasi
pada suhu 20-25oC selam 5-7 hari. Sesudah 5 hari inkubasi, dicatat
jumlah koloni jamur yang tumbuh, pengamatan terakhir pada inkubasi 7
hari. Koloni ragi dibedakan karena bentuknya kecil-kecil putih hamper
menyerupai bakteri. Lempeng Agar yang diamati adalah lempeng dimana
terdapat 0-50 koloni kapang/khamir (Depkes RI, 2000).

4. Penetapan Kadar Air


Masukkan lebih kurang 10 gram ekstrak dan timbang saksama dalam
wadah yang telah ditara. Keringkan pada suhu 105°C selama 5 jam dan
ditimbang. Lanjutkan pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam sampai
perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%.
Penetapan kadar air dengan metode ini tidak sesuai untuk ekstrak yang
mempunyai kandungan minyak atsiri tinggi. Dalam hal demikian metode ini
lebih tepat disebut penetapan susut pengeringan (Depkes RI, 2000).

5. Penetapan Kadar Abu


Lebih kurang 2 g sampai 3 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang
saksama, dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara,
ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, timbang.
Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, saring
melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam
krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga
bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000).

6. Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam


Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan 25
mL asam sulfat encer P selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut
dalam asam, saring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu,
cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar
abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan di
udara (Depkes RI, 2000).

7. Kadar Senyawa Yang Larut Dalam Air


Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 mL air
kloroform LP menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok
selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selarna 18 jam. Saring,
uapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang
telah ditara, panaskan residu pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Hitung
kadar dalam persen senyawa yang larut dalam air, dihitung terhadap ekstrak
awal (Depkes RI, 2000).
8. Kadar Senyawa Yang Larut Dalam Etanol
Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 mL
etanol (95%), menggunakan labu bersumbat sambil berkali- kali dikocok
selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat
dengan menghindarkan penguapan etanol, kemudian uapkan 20 mL filtrat
hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara,
panaskan residu pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam
persen senyawa yang larut dalam etanol (95%), dihitung terhadap ekstrak
awal (Depkes RI, 2000).

9. Identifikasi Senyawa Kurkumin


Sebanyak 10,0 mg ekstrak etanol kunyit dilarutkan dalam 10,0 mL
etanol dalam labu ukur 10,0 mL. Larutan pembanding kurkumin 0,1 %
dalam etanol P, dibuat seri kadar hingga diperoleh serapan yang
mendekati serapan larutan uji (Depkes RI, 2000).
Dibuat garis pada plat silika gel 60 F254 1,5 cm dari atas dan 1,5
cm dari tepi bawah. Dibuat 2 titik pada garis bawah dengan pensil dan
diberi tanda A (ekstrak) dan B (pembanding) untuk posisi sampel yang
akan ditotolkan. Kemudian sampel dan pembanding sebanyak ± 2µm
ditotolkan pada titik tersebut. Setelah noda tersebut kering, dimasukkan
plat ke dalam wadah tertutup yang berisi kloroform : etanol : asam asetat
glasial (94 : 5 : 1) yang telah jenuh. Dibiarkan pelarut menaiki plat
perlahan-lahan. Dikeluarkan plat dan dibiarkan pelarut mengering di
udara. Kemudian plat diamati dengan lampu UV 366 nm dan dihitung
nilai Rf nya.

3.3.4 Pembuatan Krim


Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Fase minyak dibuat
dengan melebur campuran asam stearat, setil alkohol, adeps lanae, paraffin
cair, span 60. Kemudian ditambahkan propil paraben dan vitamin E,
kemudian suhu dipertahankan pada 70º C. Fase air dibuat dengan melarutkan
metil paraben dalam sebagian volume air, pada suhu 90º C dan ditambahkan
gliserin, kemudian ditambahkan tween 60 dan dipertahankan pada suhu 70ºC.
Krim dibuat dengan mencampurkan fase minyak ke dalam fase air sambil
diaduk aduk dengan kencang selama 3 menit. Kemudian ditambahkan ekstrak
etanol rimpang kunyit ( Curcuma domesticae rhizoma) diaduk hingga
homogen lalu ditambahkan sebagian volume air, dan diaduk hingga homogen.
Kemudian didiamkan selama 20 detik, lalu diaduk kembali sampai terbentuk
krim yang homogeny (Thamrin, 2012).

3.3.5 Evaluasi Krim


A. Pengamatan Organoleptis
Pengamatan organoleptis dilakukan secara visual tanpa bantuan alat
khusus, meliputi warna, tekstur, bau sediaan dan ada tidaknya pemisahan
antara fase air dan fase minyak (Kusumawati, 2015).

B. Penentuan Tipe Emulsi


Penentuan tipe emulsi ditentukan dengan ditambahkan reagen metilen
biru diamati secara maksroskopik dan mikroskopik. Pengamatan makroskopik
dilakukan secara visual dengan cara melarutkan metilen biru ke dalam
sediaan. Jika sediaan berubah menjadi warna biru merata, tipe emulsi adalah
oil in water (O/W) karena metilen biru dapat larut dalam fase air. Pengamatan
mikroskopik dilakukan menggunakan bantuan mikroskop untuk memastikan
kelarutan metilen biru dalam fase eksternal (Lachman et al., 1994).

C. Pengujian Viskositas
Pengukuran kekentalan dilakukan terhadap sediaan krim yang telah
dibuat sebelum dan setelah diberi kondisi penyimpanan dipercepat yaitu pada
suhu 5ºC dan 35ºC masing-masing selama 12 jam sebanyak 10 siklus.
Pengukuran kekentalan dilakukan dengan menggunakan viscometer (Thamrin,
2012).

D. Penentuan pH
Pengukuran pH sediaan dilakukan pada hari ke 2, 4, 8, 15, 30, 45 dan
60 setelah pembuatan dengan alat pH meter. Electrode dicuci dengan air
suling dan dikeringkan, dilakukan kalibrasi dengan larutan buffer pH 7
kemudian elektrode dicuci dan diekringkan kembali. Ditimbang sebanyak 2
gram sediaan krim, kemudian diencerkan dengan air suling bebas CO2 sampai
20 mL. selanjutnya dilakukan pengukuran pH dengan pH meter. Pengukuran
pH sediaan dilakukan dengan memasukkan elektrode ke dalam sediaan dan
angka yang ditunjukkan oleh alat dicatat. Diulangi sampai 3 kali (Minarsih,
2006).

E. Pengujian Daya Sebar


Pengujian daya sebar dilakukan pada hari ke 2, 4, 8, 15, 30, 45 dan 60
setelah pembuatan dengan alat sepasang lempeng kaca dengan tebal 4 mm dan
berat 470,5 berskala millimeter. Metode penentuannya adalah dengan
menimbang 2 gram diletakkan di atas kaca bening yang bagian bawahnya
ditempeli kertas millimeter dengan diameter 20 cm. selanjutnya sediaan
ditutup dengan kaca yang beratnya 470,5 gram, bagian atas penutup diberi
beban mulai dari beban terkecil sampai yang terbesar 0, 5, 10, 15, 20, 30 gram
kemudian diukur diameter penyebaran krimnya, setiap penambahan beban
ditunggu sampai tidak ada penyebaran dan dicatat, kemudian dilanjutkan
dengan penambahan beban berikutnya. Penambahan beban dihentikan bila
didapatkan 3 data yang sama. Dilakukan replikasi 3 kali (Minarsih, 2006).

F. Pengujian Daya Lekat


Uji daya lekat dilakukan dengan cara meletakkan krim secukupnya di
antara kedua kaca objek. Kemudian diberi beban 1 kg selama 5 menit. Kedua
objek tersebut dipisahkan dengan menarik kaca objek yang di atas dengan
beban seberat 80 g melewati sebuah kontrol, sedangkan kaca objek yang di
bawah ditahan dengan beban. Lamanya waktu yang diperlukan untuk
memisahkan kedua objek tersebut dicatat sebagai waktu lekat (Miranti, 2009).

Anda mungkin juga menyukai