Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DIABETES MELITUS

DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG

DISUSUN OLEH:

SILVIA RAHMAWATI
NIM. P1337420916029

PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2017

A. Definisi
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi
defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa
darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma
klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara
absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai


oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000).

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai


oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth,
2002).

Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial


yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary,2009).

B. Epidemiologi

Prevalensi diabetes diantara kaum lanjut usia sangat tinggi. Diantara individu
yang berusia lebih dari 65 tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II. Angka ini
mencakup 15% populasi pada panti lansia.

C. Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi
terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas
glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.

Selain itu, pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan
karena mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan
penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum
dapat digolongkan ke dalam dua besar:
 Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan
fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak
berfungsi dengan baik).
 Gaya hidup(life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum
alkohol, dll.)
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi
penyebab terjadinya diabetes mellitus.

Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi
tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis.
Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang
sering merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan
anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari
proses penuaan itu sendiri.

D. Klasifikasi
 Diabetes melitus tipe I:

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui
proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:

a) Mudah terjadi ketoasidosis


b) Pengobatan harus dengan insulin
c) Onset akut
d) Biasanya kurus
e) Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
f) Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
g) Didapatkan antibodi sel islet
 Diabetes melitus tipe II:

Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin


relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin. Karakteristik DM tipe II:

a) Sukar terjadi ketoasidosis


b) Pengobatan tidak harus dengan insulin
c) Onset lambat
d) Gemuk atau tidak gemuk
e) Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
f) Tidak berhubungan dengan HLA
g) Tidak ada antibodi sel islet
h) 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
i) ± 100% kembar identik terkena

E. Manifestasi Klinis

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia


umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang
ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau
bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan,
akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi
polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu
pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan
saraf.

Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,


sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan
komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan
penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot
(neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan
lazim.

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering


ditemukan adalah :

a. Katarak j. Neuropati viseral

b. Glaukoma k. Amiotropi

c. Retinopati l. Ulkus Neurotropik

d. Gatal seluruh badan m. Penyakit ginjal

e. Pruritus Vulvae n. Penyakit pembuluh darah


perifer
f. Infeksi bakteri kulit
o. Penyakit koroner
g. Infeksi jamur di kulit
p. Penyakit pembuluh darah otak
h. Dermatopati
q. Hipertens
i. Neuropati perifer

F. Patofisiologi

Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu


memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin
adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin
tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap
berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.

Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan
predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu
oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu
sendiri.

Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin
normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang
sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi
meningkat.

G. Pathways
H. Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas


insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler
serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal.

Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :


a) Diet

Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75%
Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes.
Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis,
tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor insulin.

b) Latihan

Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan


sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia
secara fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada
tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu
menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau
berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang
sangat baik untuk para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat
secara langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar
glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan
meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.

c) Pemantauan

Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa secara
rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk
mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada
lansia.

d) Terapi (jika diperlukan)

Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif
hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan
untuk mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah
ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.

e) Pendidikan
 Diet yang harus dikomsumsi
 Latihan
 Penggunaan insulin
I. Pemeriksaan Diagnostik
 Glukosa darah sewaktu
 Kadar glukosa darah puasa
 Tes toleransi glukosa

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:

 Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)


 Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
 Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

J. Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang


termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA),
dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam
komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati,
dislipidemia, dan hipertensi.

· Komplikasi akut

 Diabetes ketoasidosis

Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin


yang berat pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan
tersebut termasuk sangat sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA
dapat dicetuskan oleh infeksi ( penyakit).

· Komplikasi kronis

 Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh
retina. Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya
aliran darah retina. Respon terhadap iskemik retina ini adalah
pembentukan pembuluh darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat
rapuh sehingga mudah pecah dan dapat mengakibatkan perdarahan
vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio retina atau berulang
yang mengakibatkan kebutaan permanen.

 Nefropati diabetic

Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis


yang nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom
Kommelstiel-Wilson. Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan
proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson
ditemukan hanya pada DM.

 Neuropati

Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic


yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.

 Displidemia

Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.

 Hipertensi

Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,


mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2,
hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat
mungkin diketahuin dan ditangani karena bisa memperberat retinopati,
nepropati, dan penyakit makrovaskular.

 Kaki diabetic

Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati,
iskemia, dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya
sensori pada kaki mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus.
Perubahan mikrovaskuler dan makrovaskuler dapat mengakibatkan
iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa
menyebabkan gangrene dan amputasi.

 Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60


mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat
hipoglikemik oral. Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima
pengobatan insulin eksogen atau hipoglikemik oral.

K. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Riwayat Kesehatan Keluarga

 Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?

b. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya

 Berapa lama klien menderita DM?

 Bagaimana penanganannya?

 Mendapat terapi insulin jenis apa?

 Bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak?

 Apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya?

c. Aktivitas/ Istirahat :

 Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

d. Sirkulasi
 Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah?

e. Integritas Ego

 Stress, ansietas

f. Eliminasi

 Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare

g. Makanan / Cairan

 Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,


haus, penggunaan diuretik.

h. Neurosensori

 Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,


gangguan penglihatan.

i. Nyeri / Kenyamanan

 Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)

j. Pernapasan

 Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)

k. Keamanan

 Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

2. Diagnosa Keperawatan

a) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


peningkatan metabolisme protein, lemak.
b) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai
dengan tugor kulit menurun dan membran mukasa kering.

c) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik


(neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.

d) Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.

e) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.

f) Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.

3. Perencanaan Keperawatan

a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


peningkatan metabolisme protein, lemak.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan


nutrisi pasien dapat terpenuhi.

Dengan Kriteria Hasil :

 Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat

 Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya

Tindakan / intervensi

1. Timbang berat badan sesuai indikasi. Untuk mengkaji pemasukan


makanan yang adekuat.

2. Tentukan program diet, pola makan, dan bandingkan dengan


makanan yang dapat dihabiskan klien. Untuk mengidentifikasikan
kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.

3. Auskultrasi bising usus, catat nyeri abdomen atau perut kembung,


mual, muntah dan pertahankan keadaan puasa sesuai inndikasi.
Dimana hiperglikemi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
menurunkan motilitas atau fungsi lambung (distensi atau ileus
paralitik).
4. Berikan makanan cair yang mengandung nutrisi dan elektrolit.
Selanjutnya memberikan makanan yang lebih padat. Dimana
pemberian makanan melalui oral lebih baik diberikan pada klien
sadar dan fungsi gastrointestinal baik.

5. Identifikasi makanan yang disukai. Untuk kerja sama dalam


perencanaan makanan.

6. Libatkan keluarga dalam perencanaan makan. Untuk meningkatkan


rasa keterlibatannya, memberi informasi pada keluarga untuk
memahami kebutuhan nutrisi klien.

7. Observasi tanda hipoglikemia (perubahan tingkat kesadaran, kulit


lembap atau dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas,
sakit kepala, pusing). Dimana pada metabolism kaborhidrat (gula
darah akan berkurang dan sementara tetap diberikan tetap diberikan
insulin, maka terjadi hipoglikemia terjadi tanpa memperlihatkan
perubahan tingkat kesadaran.

8. Lakukan pemeriksaan gula darah dengan finger stick. Untuk analisa


di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat daripada memantau
gula dalam urine.

9. Pantau pemeriksaan laboratorium (glukosa darah, aseton, pH,


HCO3). Dimana gula darah menurun perlahan dengan penggunaan
cairan dan terapi insulin terkontrol sehingga glukosa dapat masuk ke
dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Saat ini, kadaar aseton
menurun dan asidosis dapat dikoreksi.

10. Berikan pengobatan insulin secara teratur melalui iv. Dimana insulin
regular memiliki awitan cepat dan dengan cepat pula membantu
memindahkan glukosa ke dalam sel. Pemberian melalui IV karena
absorpsi dari jaringan subkutan sangat lambat.

11. Berikan larutan glukosa ( destroksa, setengah salin normal). Dimana


larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa
gula darah sekitar 250 mg /dl. Dengan metabolism karbohidrat
mendekati normal, perawatan diberikan untuk menghindari
hipoglikemia.

12. Konsultasi dengan ahli gizi. Bermanfaat dalam penghitungan dan


penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai


dengan tugor kulit menurun dan membran mukasa kering.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan


cairan atau hidrasi pasien terpenuhi

Dengan kriteria Hasil :

 Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital


stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler
baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam
batas normal.

Tindakan / Intervensi

1. Kaji riwayat klien sehubungan dengan lamanya atau intensitas dari


gejala seperti muntah dan pengeluaran urine yang berlebihan. Untuk
membantu memperkirakan kekurangan volume total. Adanya proses
infeksi mengakibatkan demam dan keadaan hipermetabolik yang
meningkatkan kehilangan air.

2. Pantau tanda – tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah


ortostatik. Hipovolemi dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
Perkiraan berat ringannya hipovolemi saat tekanan darah sistolik turun
≥ 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk atau berdiri.

3. Pantau pola napas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau


pernapasan yang berbau keton. Perlu mengeluarkan asam karbonat
melalui pernapasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis
respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. Napas bau aseton
disebabkan pemecahan asam asetoasetat dan harus berkurang bila
ketosis terkoreksi.
4. Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu
napas, adanya periode apnea dan sianosi. Hiperglikemia dan asidosis
menyebabkan pola dan frekuensi pernapasan normal. Akan tetapi
peningkatan kerja pernapasan, pernapasan dangkal dan cepat serta
sianosis merupakan indikasi dari kelelahan pernapasan atau kehilangan
kemampuan melalui kompensasi pada asidosis.

5. Pantau suhu, warna kulit, atau kelembapannya. Demam, menggigil, dan


diaphoresis adalah hal umum terjadi pada proses infeksi, demam
dengan kulit kemerahan, kering merupakan tanda dehidrasi.

6. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane


mukosa. Merupakan indicator tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi
yang adekuat.

7. Pantau masukan dan pengeluaran. Memperkirakan kebutuhan cairan


pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan terapi yang diberikan.

8. Ukur berat badan setiap hari. Memberikan hasil pengkajian terbaik dari
status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam
memberikan cairan pengganti.

9. Pertahankan pemberian cairan minimal 2500 ml/hari. Mempertahankan


hidrasi atau volume sirkulasi.

10. Tingkatkan lingkungan yang menimbulkan rasa nyaman. Selimuti klien


dengan kain yang tipis. Menghindari pemanasan yang berlebihan
terhadap klien lebih lanjut dapat menimbulkan kehilangan cairan.

11. Kaji adanya perubahan mental atau sensori. Perubahan mental


berhubungan dengan hiperglikemi atau hipoglikemi, elektrolit
abnormal, asidosis, penurunan perfusi serebral, dan hipoksia. Penyebab
yang tidak tertangani, gangguan kesadaran menjadi predisposisi
aspirasi pada klien.

12. Observasi mual, nyeri abdomen, muntah, dan distensi lambung.


Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung
sehinnga sering menimbulkan muntah dan secara potensial
menimbulkan kekurangan cairan dan elektrolit.

13. Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema,


peningkatan berat badan, nadi tidak teratur, dan distensi vaskuler.
Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi menimbulkan
kelebihan cairan dan gagal jantung kronis.

14. Berikan terapi cairan sesuai indikasi: Normal salin atau setengah
normal salin dengan atau tanpa dekstrosa. Tipe dan jumlah cairan
tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon klien secara
individual.

15. Albumin, plasma, atau dekstran. Plasma ekspander (pengganti)


dibutuhkan jika mengancam jiwa atau tekanan darah sudah tidak dapat
kembali normal dengan usaha rehidrasi yang telah dilakukan.

16. Pasang kateter urine. Memberikan pengukuran yang tepat terhadap


pengeluaran urine terutama jika neuropati otonom menimbulkan retensi
atau inkontinensia.

c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik


(neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi


komplikasi.

Dengan Kriteria Hasil :

 menunjukan peningkatan integritas kulit

 Menghindari cidera kulit

Tindakan / intervensi

1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna,turgor,vaskuler,perhatikan


kemerahan. Menandakan aliran sirkulasi buruk yang dapat
menimbulkan infeksi
2. Ubah posisi setiap 2 jam beri bantalan pada tonjolan tulang.
Menurunkan tekanan pada edema dan menurunkan iskemia.

3. Pertahankan alas kering dan bebas lipatan. Menurunkan iritasi


dermal.

4. Beri perawatan kulit seperti penggunaan lotion. Menghilangkan k


ekeringan pada kulit dan robekan pada kulit.

5. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik. Mencegah terjadinya


infeksi.

6. Anjurkan pasien untuk menjaga agar kuku tetap pendek.


Menurunkan resiko cedera pada kulit oleh karena garukan.

7. Motivasi klien untuk makan makanan TKTP. Makanan TKTP dapat


membantu penyembuhan jaringan kulit yang rusak

d. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kelelahan dapat


teratasi.

Kriteria hasil klien dapat:

 Mengidentifikasikan pola keletihan setiap hari.

 Mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan aktivitas penyakit


yang mempengaruhi toleransi aktivitas.

 Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.

 Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam


aktivitas yang diinginkan.

Tindakan / intervensi:

1. Diskusikan kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan dan


identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan. Pendidikan dapat
memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun
klien sangat lemah.
2. Diskusikan penyebab keletihan seperti nyeri sendi, penurunan efisiensi
tidur, peningkatan upaya yang diperlukan untuk ADL. Dengan
mengetahui penyebab keletihan, dapat menyusun jadwal aktivitas.

3. Bantu mengidentivikasi pola energi dan buat rentang keletihan. Skala


0-10 (0=tidak lelah, 10= sangat kelelahan). Mengidentifikasi waktu
puncak energi dan kelelahan membantu dalam merencanakan akivitas
untuk memaksimalkan konserfasi energi dan produktivitas.

4. Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup/ tanpa


diganggu. Mencegah kelelahan yang berlebih.

5. Pantau nadi , frekuensi nafas, serta tekanan darah sebelum dan seudah
melakukan aktivitas. Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat
ditoleransi secara fisiologis.

6. Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari


sesuai kebutuhan. Memungkinkan kepercayaan diri/ harga diri yang
positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.

7. Ajarkan untuk mengidentifikasi tanda dan gejala yang menunjukkan


peningkatan aktivitas penyakit dan mengurangi aktivitas, seperti
demam, penurunan berat badan, keletihan makin memburuk.
Membantu dalam mengantisipasi terjadinya keletihan yang berlebihan.

e. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi


tanda-tanda infeksi.

Dengan Kriteria hasil :

 Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.

 Terjadi perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.

Rencana / intervensi:

1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan sperti demam,


kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulen, urine warna keruh
atau berkabut. Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya
telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi
nosokomial.

2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang


baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk
pasiennya sendiri. Mencegah timbulnya infeksi nosokomial.

3. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif. Kadar glukosa yang


tinggi dalam darah akan menjadi meddia terbaik dalam pertumbuhan
kuman.

4. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh, masase


daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dan
tetap kencang. Sirkulasi perifer bisa terganggu dan menempatkan
pasien pada peningkatan risiko terjadinya kerusakan pada kulit.

5. Berikan tisue dan tempat sputum pada tempat yang mudah dijangkau
untuk penampungan sputum atau secret yang lainnya. Mengurangi
penyebaran infeksi.

6. Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas sesuai dengan indikasi.


Untuk mengidentifikasi adanya organisme sehingga dapat memilih atau
memberikan terapi antibiotik yang terbaik.

7. Berikan obat antibiotik yang sesuai. Penanganan awal dapat mambantu


mencegah timbulnya sepsis.

f. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi


injuri.

Dengan Kriteria hasil :

 Dapat menunjukkan terjadinya perubahan perilaku untuk menurunkan


factor risiko dan untuk melindungi diri dari cidera.
 Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.

Rencana / Intervensi :

1. Hindarkan lantai yang licin. Lantai licin dapat menyebabkan risiko


jatuh pada pasien.

2. Gunakan bed yang rendah. Mempermudah pasien untuk naik dan


turun dari tempat tidur.

3. Orientasikan klien dengan ruangan. Lansia daya ingatnya sudah


menurun, sehingga diperlukan orientasi ruangan agar lansia bisa
menyesuaikan diri terhadap ruangan.

4. Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Lansia sudah


mengalami penurunan dalam fisik, sehingga dalam melakukan
aktivitas sehari diperlukan bantuan dari orang lainsesuai dengan
yang dapat ditoleransi.

5. Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi. Keterbatasan


aktivitas tergantung pada kondisi lansia
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati. Jakarta : EGC

Carpenito, Lynda Juall.1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin
asih. Jakarta : EGC

Ikram, Ainal. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut
jilid I Edisi ketiga. Jakarta : FKUI

Anda mungkin juga menyukai