Anda di halaman 1dari 2

Menginang

Menginang atau menyirih adalah istilah yang dipakai untuk menyebut kebiasaan
mengunyah paduan daun sirih, pinang dan kapur. Asal usul dari tradisi menyirih tidak diketahui
dengan pasti sejak kapan tradisi ini dimulai, akan tetapi diperkirakan sudah ada sejak kurang
lebih 2000 tahun silam. Tradisi ini diperkirakan berasal dari kebudayaan India. Selain dari
India, sirih juga sudah lama dikenal oleh masyarakat di Asia – Tenggara, seperti di Malaysia,
tanaman ini disebut ‘sireh’ dan kemudian menyebar ke Indonesia. Bukti arkeologi tertua
ditemukan pada ‘Gua Roh’ di bagian utara – barat Thailand, yang diperkirakan sisa – sisa
tanaman ini berusia sejak 10.000 SM (Rooney F. Dawn, 1995). Kebiasaan ini juga berfungsi
sebagai salah satu cara untuk merawat gigi.

Diketahui bahwa daun sirih (Piper betle Linn), mengandung kandungan minyak atsiri
yang berfungsi sebagai zat antibakteri. Masyarakat Indonesia sudah sejak lama mengenal daun
sirih sebagai bahan untuk menginang dengan keyakinan bahwa daun sirih dapat menguatkan
gigi, menyembuhkan luka-luka kecil di mulut, menghilangkan bau mulut, menghentikan
pendarahan gusi, dan sebagai obat kumur. Daun sirih juga digunakan sebagai antimikroba
terhadap Streptococcus mutans yang merupakan bakteri yang paling sering mengakibatkan
kerusakan pada gigi (Hardiani Dyah Astuti dkk., 2007).

Menurut Hamzuri dkk. (1997) kebiasaan menginang tidak berbeda dengan praktek
kenikmatan lain, seperti tembakau, teh, dan kopi, sehingga penginang yang sudah kecanduan
sukar untuk menghilangkannya. Praktek menginang mempunyai efek positif karena bahan
yang dikinang mengandung antiseptik yang dapat memperkuat gigi. Disamping itu sirih yang
dikunyah dapat mengurangi bahaya karies gigi dan menjaga kesehatan mulut (Sundari dkk.,
1992). Hal ini terjadi karena daun sirih dan daun gambir mempunyai aktifitas antioksidan
(Diantini dkk., 2001). Pada abad ke-16, di Maluku telah tercatat enam jenis pinang dan sirih
yang digunakan masyarakat (Hamzuri dkk., 1997). Menurut Heyne (1987) dan Jansen et al.,
(1993), tumbuhan yang dimasukkan dalam kelompok bahan untuk menginang terutama dari
suku Arecaceae, Moraceae, Piperaceae, Sterculiaceae, Fabaceae, dan Rubiaceae.
DAFTAR RUJUKAN

Hardiani Dyah Astuti, Fransiskus Wijaya Praba, Irma Yudith Ayu, Budi Oetomo Roeslan, Loes
Sjahrudin.2007. Efek Aplikasi Topikal Laktoferin dan Piper Betle Linn pada Mukosa Mulut
Terhadap Perkembangan Karies. Majalah Ilmiah Kedokteran gigi. Universitas Triskti vol. 22
p. 1-4.

Rooney F. Dawn. 1995. Betel Chewing in South-East Asia. In: centre National de la Recherche
Scientifique (CNRS). Lyon.

Anda mungkin juga menyukai