Anda di halaman 1dari 2

yang berlebih-lebihan yang akhirnya dapat mengalahkan akal fikiran sehat dan rohani manusia,

sehingga akibatnya ia tidak bisa menunaikan risalah kemanusiaannya dalam hidup ini.

Dengan puasa diri seseorang dilatih untuk menundukkan dorongan kekuasaan nafsu yang
berlebihan terhadap materi dan juga sebagai upaya untuk membebaskan diri dari cengkeraman
nafsu birahi yang membabi buta tanpa terkendali.

Itulah sebabnya Rasulullah S.A.W menunaikan ibadah puasa ini sebagai “JIHAD AKBAR” jihad
besar atau perjuangan kuat untuk menundukkan bahwa nafsu yang bercokol dalam diri manusia dan
sekaligus sebagai sebagai senjata ampuh untuk melawan rayuan setan dengan segala tipu dayanya.
Rasulullah S.A.W dalam hadistnya memperingatkan kita dengan sabdanya

Bencana pertama yang melanda umat ini (umat Islam) setelah Nabi tiada atau wafat, adalah perut
kenyang/nafsu makan yang berlebihan manakala perut mereka kekenyangan, badan-badan mereka
akan menjadi gemuk, akibatnya hati (nurani) mereka akan rapuh, sementara nafsu syahwatnya
mereka semakin menggelora atau menggebu-gebu (HR. Bukhori)

Nilai ibadah puasa menurut Syeikh Mahdi Abdul Hamid Musthofs dalam kitabnya,
ALMU’ADHOM menjelaskan bahwa dalam timbangan islam, nilai ibadah puasa itu demikian berat
dan sarat, sesuai dengan bunyi hidist Nabi melalui hadist dari Abu Hurairah sebagai berikut:

“puasa itu adalah separuh dari sabar, sedangkan sabar itu sendiri berdasarkan hadis Nabi yang
diriwayatkan dalam Ibnu Mas’ud, bahwa puasa itu separuh dari iman. Jika puasa sebagai dari sabar
dan sabar itu setengah dari iman maka konklusinya adalah puasa itu seperempat iman”. Sifat sabar
itu sendiri nilainya demikian besar dan utama dan orang-orang yang sabar akan diberi pahala yang
tak terhingga oleh Allah SWT sesuai dengan Firman-Nya:

Katakanlah “Hai hamba-hambaku yang beriman bertaqwalah kepada Tuhanmu” orang-orang yang
berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumu Allah itu luas, sesungguhnya hanya
orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.

Maka tidak heran bila ibadah puasa mendapat penghormatan demikian tinggi dari Allah
dengan menyadarkannya kepada dzat diri Allah sendiri, karena puasa itu merupakan rahasia antara
hamba dengan Tuhannya, sehingga penentuan pahalanya pun mutlak ada di tangan-Nya dan tanpa
dibatasi. Dalam Hadist Qudsi Allah bersabda:

َ ُّ‫ّل لَ ُّهُ آ َد َُّم ابْن‬


ُّ ‫ع َملُّ ُك‬
‫ل‬ َُّ َ‫الصي‬، ُ‫بهُّ أَ ْجزي َوأَنَا لي فَإنَ ُّه‬، ‫ُجنَةُّ َوالصيَا ُُّم‬
َُّ ‫ام إ‬
Seluruh amal anak cucu Adam adalah baginya, kecuali puasa karena puasa adalah BagiKu dan Aku
sendiri yang akan menentukan batasan pahalanya baginya (HR. Bukhori)

Dalam hadist tersebut Allah menganngap puasa itu adalah sebagai milik-Nya, ini sebagai
penghormatan, walaupun ibadah-ibadah yang lain juga milik-Nya dan sebagai pengabdian seseorang
hamba kepada Tuhannya, dan nilai puasa yang demikian tinggi itu harus dapat diraih keutamaannya,
bila benar-benar dijadikan sebagai arena pendidikan dan latihan mental danpensucian rohani bila
dijadikan sesuai dengan adab-adab dan hukum-hukumnya secara benar, sesuai dengan yang
dicontohkan oleh Rssulullah S.A.W jauh dari sikap riya’ dan sum’ah sehingga diharapkan akan
memberikan manfaat dan berdampak positif yang dirasakan refleksinya dalam diri orang yang
berpuasa dan dalam masyarakat secara luas selanjutnya mendapat keridhoan Allah SWT.

Oleh karena itu dalam melaksanakan ibadah puasa ini, agar kita mendapatkan Rahmat,
maghfirah dan bebas dari adzab api neraka dan melaksankannya kita dituntut untuk melakukan
prinsip sebersih-bersihnya, niat dan ibadah dengan sebenar-benarnya, karena hal tersebut
merupakan landasan yang paling pokok agar dapat meraih keridhoan Allah SWT.

Anda mungkin juga menyukai