Anda di halaman 1dari 10

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKANTORAN

Pengertian
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah surat keputusan kepala KPP mengenai pajak
terutang yang harus dibayar dalam 1 (satu) tahun pajak.

Kapan berlakunya Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkantoran yang dikenakan
oleh pemerintah daerah ?
Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan perkantoran masih dikenakan Pajak Pusat paling lambat
sampai dengan 31 Desember 2013 atau sampai ada ketentuan Peraturan Daerah tentang Pajak
Bumi dan Bangunan yang terkait dengan Perdesaan dan Perkantoran yang diberlakukan di
daerah masing-masing.

Apakah yang dimaksud dengan Bumi dan BAngunan dalam Pajak Bumi dan Bangunan
Pedesaan dan Perkotaan?
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan
yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan
yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Bumi : Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman
serta laut wilayah Indonesia.
Contoh : Sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang, dll.
Bangunan : Konstruksi teknik yang ditan\am atau diletakkan secara tetap pada tanah dan
atau perairan.
Contoh : Rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat
perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain
yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai,
dll.

Objek Pajak Apakah Yang Tidak Dikenakan PBB Pedesaan dan Perkotaan?
Objek pajak yyang tidak dikenakan PBB Pedesaan dan Perkotaan adalah objek pajak yang :
1. Digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan;
2. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh
keuntungan, seperti masjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan
lain-lain.
3. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
4. Merupakan hutan lidung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan
yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak.
5. Digunakan oleh perwakilan diplomatic berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
6. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan
peraturan Menteri Keuangan.

Siapakah yang termasuk Subjek Pajak dan Wajib Pajak PBB Pedesaan dan Perkotaan?
Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata :
1. Mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau;
2. Memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau;
3. Memiliki bangunan, dan/atau;
4. Menguasai bangunan, dan/atau;
5. Memperoleh manfaat atas bangunan.
Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.
Bagaimana cara mendaftarkan Objek PBB Pedesaan dan Perkotaan?
Pemerintah daerah melalui Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) melakukan pendataan objek
PBB Pedesaan dan Perkotaan menggunakan formulir SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak).
SPOP yang telah diisi dan ditandatangani oleh Wajib Pajak kemudian disampaikan kepada
Kepala Daerah yang wilayah kerjanya meliputi objek pajak.
Berdasarkan SPOP, Kepala Daerah menerbitkan SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang).
Apabila Wajib Pajak setelah ditegur secara tertulis oleh Kepala Daerah tidak juga menyampaikan
SPOP atau berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan ternyata jumlah pajak yang terutang
lebih besar yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan Wajib Pajak, maka Kepala
Daerah dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD).
Apakah Dasar Pengenaan PBB Perkotaan dan Pedesaan?
Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP ditetapkan setiap 3 (tiga)
tahun kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan
wilayah. Penetapan besarnya NJOP dilakukan oleh Kepala Daerah.
Kapan dan Di Manakah PBB Pedesaan dan Perkotaan Terutang?
PBB Pedesaan dan Perkotaan terutang menurut keadaan objek pajak pada tanggal 1 januari dan
terutang di wilayah daerah yang meliputi letak objek pajak.
Berapakah Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak PBB Pedesaan dan Perkotaan?
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) paling rendah Rp. 10.000.000,00
untuk setiap wajib pajak. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
Berapakah Tarif PBB Pedesaan dan Perkotaan?
Besarnya tariff PBB Pedesaan dan Perkotaan paling tinggi sebesar 0,3%
Bagaimanakah Cara Menghitung PBB Pedesaan dan Perkotaan?
Rumus penghitungan PBB Pedesaan dan Perkotaan = Tarif x (NJOP-NJOPTKP)
Contoh :
Wajib Pajak A mempunyai objek pajak berupa :
1. Tanah seluas 800 m2 dengan harga jual Rp. 300.000,00/m2
2. Bangunan seluas 400 m2 dengan nilai jual Rp. 350.000,00/m2
3. Taman seluas 200 m2 dengan nilai juall Rp. 50.000,00/m2
Besarnya pokok pajak yang terutang adalah sebagai beikut :
1. NJOP Bumi : 800 x Rp. 300.000,00 = Rp. 240.000.000,00
2. NJOP Bangunan
a. Rumah dan Garasi 400 x Rp. 350.000,00 = Rp. 140.000.000,00
b. Taman 200 x Rp. 50.000,00 = Rp. 10.000.000,00
c. Pagar (120 x 1,5) x Rp. 175.000,00 = Rp. 31.500.000,00 (+)
Total NJOP Bangunan = Rp. 181.500.000,00
NJOPTKP = Rp. 10.000.000,00 (-)
Nilai Jual Bangunan Kena Pajak = Rp. 171.500.000,00
3. Nilai Jual Objek Pajak Keena Pajak = Rp. 411.500.000,00
4. Tarif pajak efektif yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah 0,2%
5. PBB terutang : 0,2% x Rp. 411.500.000,00 = Rp. 823.000,00

Perbandingan Pengaturan PBB Pedesaan dan Perkotaan dalam UU PBB


dengan UU PDRD
Materi UU PBB UU PDRD
Subjek Orang atau badan yang secara nyata Tidak ada perubahan
mempunyai suatu ha katas bumi, dan/atau
memperoleh manffat atas bumi, dan/atau
memiliki, menguasai dan/atau
memanfaatkan atas bangunan
Objek Bumi dan/atau bangunan Bumi dan/atau bangunan, kecuali
kawasan yang digunakan untuk
kegiatan usaha perkebunan,
perhutanan, dan pertambangan
Tarif Tunggal 0,5% Paling tingggi 0,3%
NJKP 20% s.d 100% (PP 25 Tahun 2002 Tidak ada
ditetapkan sebesar 20% atau 40%)
NJOPTKP Paling tinggi Rp. 12.000.000 per Wajib Paling rendah Rp. 12.000.000 per
Pajak wajib pajak
PBB terutang 0,5% x 20% x (NJOOP-NJOPTKP) 0,3% (maksimal) x (NJOP-
atau NJOPTKP)
0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
BEA MATERAI
DASAR HUKUM
1. UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
2. PP No. 24 Tahun 2000 tentang perubahan tariff Bea Materai dan Besarnya Batas Pengenan
Harga Nominal yang Dikenakan Bea Materai.

PENGERTIAN
1. Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang :
perbuatan keadaan/kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan.
2. Benda Materai adalah materai temple dan kertas materai yang dikeluarkan oleh Pemerintah
R.I.
3. Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Materai yang dilakukkan oleh
Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Materainya belum dilunasi
sebagaimana mestinya.
4. Termasuk : parap, teraan/cap tanda tangan / cap parap, teraan cap nama / tanda lainnya
sebagai pengganti tanda tangan.
5. Pejabat Pos adalah pejabat Perum Pos dan Giro yang diserahi tugas melayani permintaan
pemeteraian kemudian.

OBJEK BEA MATERAI


Dokumen yang dikenakan Bea Materai adalah :
a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya ( a..l. Surat Kuasa, Surat Hibah, Surat Pernyataan)
yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan,
kenyataan/keadaan yang bersifat perdata.
b. Akta-akta Notaris termasuk salinannya
c. Akta-akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya
d. Surat yang membuat jumlah uang yaitu :
1) Yang menyebutkan penerimaan uang;
2) Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening bank;
3) Yang berisi pemberitahuan saldo rekenening di bank;
4) Yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya/sebagian telah
dilunasi/diperhitungkan
e. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek
f. Dokumen yang aka digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan :
1. Surat-surat biasa dan suarat kerumahtanggaan
2. Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Materai berdasarkan tujuannya, jika jika
digunakan untuk tujuan lain / digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula.

TARIF BEA MATERAI


a. Tariff Bea Materai Rp. 6.000 untuk dokumen :
Huruf a, huruf b, huruf e, dan huruf f (PP 42 Tahun 2000 Pasal 2)
b. Untuk dokumen huruf d dan e dikenakan :
 Nominal sampai Rp. 250.000 tidak dikenakan Bea Materai
 Nominal antara Rp. 250.000 sampai Rp. 1.000.000 dikenakan Bea Materai Rp. 3.000
 Nominal di atas Rp. 1.000.000 dikenakan Bea Materai Rp. 6.000
c. Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Materai dengan tariff sebesar Rp. 3.000 tanpa batas
pengenaan besarnya harga nominal (Pasal 3 PP 24 Tahun 2000)
d. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal sampai dengan
Rp. 1.000.000 dikenakan Bea Materai Rp. 6.000
e. Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat
kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp. 1.000.000 dikenakan
Bea materai Rp. 3.000, sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 1.000.000
dikenakan bea materai dengan tariff sebesar Rp. 6.000

OBJEK YANG TIDAK DIKENAKAN BEA MATERAI


1. Dokumen yang berupa :
a. Surat penyimpanan barang
b. Konsemen
c. Surat angkutan penumpang dan barang
d. Keterangan pemindahan yang dituliskan diatas dokumen sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, b, dan c
e. Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang
f. Surat pengiriman barang untuk dijual ataas tanggungan pengirim
g. Surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat sebagaimana dimaksud
dalam huruf a sampai huruf f.
2. Segala bentuk ijazah
3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada
kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan
pembyaran itu.
4. Tanda bukti penerimaan uang Negara dari kas Negara, kas pemerintah daerah dan bank.
5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan
dengan itu dari kas Negara, kas pemerintah daerah dan bank.
6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi`
7. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh
bank, koperasi dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut.
8. Surat gadai yang diberikan oleh perusahaan umum pegadaian.
9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

SAAT DAN PIHAK YANG TERUTANG BEA MATERAI


1. Saat terutang :
a. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, pada saat dokumen diserahkan.
b. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak, pada saat selesainya dokummen dibuat.
c. Dokumen yang dibuat di luar negeri, pada saat digunakan di Indonesia.
2. Pihak yang terutang :
Bea materai terutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari
dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.

PENGGUNAAN DAN PLUNASAN BEA MATERAI


a. Bentuk ukkuran, warna materai temple dan kertas materai, demikian pula percetakan,
penguruan, penjualan serta penelitian keabsahannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
b. Bea Materai atas dokumen dilunasi dengan cara :
1. Menggunakan benda materai
2. Menggunakan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
c. Materai ditempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang
dikenakan Bea Materai.
d. Materai tempel direkatkan ditempat dimana tanda tangan akan dibubuhkan.
e. Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencatuman tanggal, bulan dan tahun dilakukan
dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sbagian tanda tangan di atas kertas dan
sebagian lagi di atas materai tempel.
f. Jika digunakan lebih dari satu materai temple, tanda tangan harus dibubuhkan sebagian di
atas semua materai temple dan sebagian di atas kertas.
g. Kertas materai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi.
h. Jika isi dokumen yang dikenakan Bea Materai terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya di
atas kertas materai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang masih tertinggal dapat
digunakan kertas tidak bermaterai.
i. Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud angka 1 sampai angka f tidak dipenuhi maka
dokumen yang bersangkutan dianggap tidak bermaterai.
j. Dokumen sebagaimana yang dimaksud dalam objek bea Materai tidak atau kurang dilunasi
sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200% dari bea materai yang
tidak atau kurang bayar.
k. Pemegang dokumen atas dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 10 harus melunasi bea
materai yang terhutang dengan cara pemeteraian kemudian.
l. Pejabat pemerintah, hakim, panitera, jurusita, notaris dan pejabat umum lainnya, masing-
masing dalam tugas atau jabatannya tidak dibenarkan :
1. Menerima mempertimbangkan atau menyimpan dokumen yang Bea Materainya tidak
atau kurang bayar
2. Melekatkan dokumen yang Bea Materainya tidak atau kurang dibayar sesui dengan
tarifnya pada dokumen lain yang berkaitan
3. Membuat salinan, tembusan, rangkapan atau petikan dari dokumen yang Bea Materainya
tidak atau kurang bayar
4. Memberikan keterangan atau catatan pada dokumen yang tidak atau kurang dibayar
sesuai dengan tarif Bea Materainya.
m. Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan angka 12 dkenakan sangsi administratif sesuai
dengan peundang-undangan yang berlaku.
n. Kewajiban pemenuhan Bea Materai dan denda administrasi yang terhutang menurut undang-
undang Bea Materai daluwarsa setelah lampau waktu 5 tahun, terhitung sejak tanggal
dokumen dibuat.
PELUNASAN BEA MATERAI DENGAN CARA PEMATERAIAN KEMUDIAN
Cara pelunasannya yaitu :
1. Dokumen yang digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, maka bea materai
yang terhutang dilunasi pada saat pemateraian kemudian dilakukan.
2. Dokumen yang bea materainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya, maka bea
materai yang tidak atau kurang dilunasi ditambah denda administrasi sebesar 200% dari bea
materai yang tidak atau kurang bayar.
3. Dokumen yang dibuat diluar negeri yang akan digunakan di Indonesia, apabila pemateraian
kemudian dilakukan sebelum dokumen diginakan di Indonesia, maka bea materai yang
terutang pada saat pemeteraian kemudian dilakukan.
4. Dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia, apabila pemeteraian
kemudian dilakukan setelah dokumen digunakan di Indonesia, maka bea materai yang
terutang pada saat pemeteraian kemudian dilakukan ditambah denda administrasi sebesar
200% dari bea materai yang tidak dibayar.
Mekanisme pelunasan bea materai dengan pemeteraian kemudian dapat dilakukan
dengan cara menggunakan materai tempel atau menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP)
termasuk untuk pelunasan denda administrasinya.
1. Menggunakan materai tempel, pelunasan bea materai, dengan cara menempelkan materai
tempel sebesar bea materai yang tidak atau kurang dilunasi, dengan menyerahkan dokumen
yang bea materainya akan dilunasi dengan cara pemeteraian kemudian kepada pejabat pos.
serta membayar denda sebesar 200% dari bea materai yang tidak atau kurang dibayar
menggunakan SSP.
2. Menggunakan SSP beserta pelunasan dendanya, pemegang dokumen membuat dan
menyerahkan daftar dan melunasi bea materai yang ttidak atau kurang dilunasi dengan
menggunakan SSP. Kode akun pajak yang dicantumkan dalam SSP yaitu 411611 dam kode
jenis setoran nya 100. Adapun denda dibayar sebesar 200% dari bea materai yang tidak atau
kurang dibayar juga menggunakan SSP, dengan koode akun pajak 411611 dan kode jenis
setoran 512. Dokumen disahkan oleh pejabat pos dengan membubuhkan cap “TELAH
DILAKUKAN PEMETERAIAN KEMUDIAN SESUAI DENGAN PERATURAN
MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.03/2014” disertai dengan nama NIPPOS, dan
tanda tangan pejabat pos yang bersangkutan, pada dokumen yang telah ditempeli materai
tempel dan SSP yang telah ditera Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).
Apabila pemilik dokumen atau pengguna dokumen tidak melakukan pemeteraian
kemudian, atas dokumen yang bea materainya tidak atau kurang dibayar, kantor pelayanan
pajak dimana pemilik dokumen terdaftar dapat menerbitkan :
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Jumlah Bea Materai yang ditetapkan dengan SKPKB adalah sebesar bea materai yang tidak
atau kurang dilunasi ditambah denda adminstrasi sebesar 200%, dari bea materai yang tidak
atau kurang bayar, dengan kode akun pajak SSP 411611 dan kode jenis setoran 310.
2. Menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP)
STP diterbitkan apabila dokumen yang telah dilunasi Bea Materainya namun belum melunasi
denda administrasi sebagaimana mestinya. Denda administrasi yang ditagih sbesar 200% dari
Bea Materai yang tidak atau kurang bayar dengan kode akun pajak dalam SSP 411611 dan
kode jenis setoran 300.
Dokumen atau daftar dokumen yang akan disahkan oleh pejabat pos, diserahkan oleh
pemilik dokumen dilampiri dengan SKPKB atau STP dan asli lembar kesatu SSP yang telah
ditera NTPN. Penerbitan SKPKB dan STP oleh KPP dan pelunasan bea materai dapat
digambarkan sebagai berikut :

Kantor pelayanan pajak tempat pemilik dokumen menyampaikan pemberitahuan


kepada kepala KPP Penerbit dokumen, apabila ditemukan dokumen yang terutang bea
materai tidak atau kurang dibayar. Pasal 13 ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP mengatur
bahwa apabila berdasrkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak
atau kurang dibayar. KPP penerbit dokumen menerbitkan SKPKB dalam hal :
1. Barang siapa dengan sengaja menggunakan, menjual, menawarkan menyerahkan,
menyediakan untuk dijual atau dimasukkan ke Negara Indonesia materai yang
mereknya,capnya, tanda tangannya, tanda sahnya atau tanda waktunya mempergunakan telah
dihilangkan seolah-olah materai itu belum dipakai dana atau menyuruh orang lain
menggunakannya dengan melawan haknya.
2. Barang siapa menyimpan bahan-bahan atau perkakas-perkakas yang diketahuinya digunakan
untuk melakukan salah satu kejahatan untuk meniru dan meemalsukan benda materai.
3. Barang siapa dengan sengaja menggunakan cara lain (sesuai pasal 7 UU Bea Materai)
dipidana penjara selama-lamanya 7 tahunn dan tindak pidana ini adalah bentuk kejahatan.
Untuk lebih mudah memahami dapat digambarkan sebagai berikut :
Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga, dalam hal
pemilik dokumen telah melunasi bea materai yang tidak atau kurang dilunasi namun belum
melunasi denda administrasi sebagaimana mestinya, dan KPP penerbit dokumen dapat
menerbitkan STP, denda tersebut sebesar 200%.
KPP pengguna dokumen, menerbitkan SKPKKB atau STP berdasarkan hasil
pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, dokumen
yang bea materainya ditetapkan dengan SKPKB atau ditagih dengan STP, dianggap telah
dilakukan pemeteraian kemudian jika telah dibayar ke kas Negara dengan menggunakan SSP
yang telah ditera NTPN dan telah dilakukan pengesahan oleh pejabat pos.
KETENTUAN PIDANA
A. Barang siapa meniru atau memalsukan materai tempel kertas materai atau meniru dan
memalsukan tanda tangan yang perlu untuk mensahkan materai
B. Barang siapa dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk diedarkan atau memasukkan
ke Negara Indonesia materai palsu, yang dipalsukan atau dibuat melawan hak.

Anda mungkin juga menyukai