Anda di halaman 1dari 13

BAHAN AJAR 6

Mata kuliah : Teori sastra


Kode Mata Kuliah : 212216
Semester / Kelas : I / A,B,C dan D
Pertemuan Minggu ke- : 6
Waktu : 3X50 menit
Pengampu : Dra. Elyusra, M.Pd.

Standar Kompetensi :
3. Mendefinisikan konsep-konsep dalam lingkup
sistem sastra
sebagai konvensi sastra memberikan contoh,
serta menjelaskan
keterkaitan antarkonsep tersebut.

Kompetensi Dasar :
3.4 Menjelaskan peranan pemahaman
kerangka kesejarahan
sastra dalam proses pemahaman karya
sastra
3.5 Menjelaskan peranan pemahaman jenis
sastra sebagai
konvensi sastra dalam proses
pemahaman karya sastra
3.6 Menjelaskan peranan pemahaman aliran
sastra sebagai
konvensi sastra dalam proses
pemahaman karya sastra

1. Pendahuluan
Selain tiga konvensi yang telah dibahas pada perkuliahan
sebelunnya, masih ada tiga konvensi sastra lagi yang harus kita
ketahui dan pahami agar dapat menginterpretasi atau memberi
makna karya sastra. Tiga hal itu adalah kerangka kesejarahan:
hubungan intertekstual, jenis sastra, dan aliran sastra. Maksud ketiga
konvensi tersebut dijelaskan secara singkat berikut ini.

I. Materi

I.1 Kerangka Kesejarahan: Hubungan


Intertekstual

Selain tiga konvensi di atas dibutuhkan untuk memahami karya


sastra, ada satu hal lagi yang harus diperhatikan, yaitu kerangka
kesejarahan: hubungan antartekstual, yakni hubungan satu karya sastra
dengan karya sastra yang yang lain. Hubungan tersebut adalah hubungan
suatu karya sastra yang sedang dipahami dengan karya atau teks yang
dicipta sebelumnya pada periode sebelumnya maupun dengan karya atau
tek yang sezaman. Penjelasan lebih lanjut tentang hal ini sebagaimana
dikemukakan oleh Pradopo (2002:55) berikut ini:
“ Di samping konvensi bahasa dan sastra, untuk memproduksi
makna karya sastra pembaca (kritikus) tidak boleh melupakan kerangka
kesejarahan karya sastra yang dibaca atau dikritik itu. Hal ini mengingat
bahwa karya sastra tidak lahir dalam kekosongan sastra dan budaya
(Teeuw, t980: 11; 1983:4, 8). Karya sastra diciptakan mengikuti kon-
vensi-konvensi karya-karya sastra yang ditulis sebelumnya, di samping juga
menyimpangi konvensi sastra yang sudah ada, atau menentang karya
sastra sebelumnya, baik mengenai pikiran yan g dikedepankan maupun
konvensi estetikanya. Oleh karena itu, dalam memberikan makna karya
sastra, seharusnya kritikus mengingat kerangka kesejarahan karya
sastra itu. Dalam arti, ia harus melihat sejarah sastra untuk dapat
meletakkan karya sastra yang dikritik pada posisi yang setepatnya di
antara karya sastra sebelumnya, sezaman, dan sesudahnya, di samping
meletakkan karya sastra itu dalam kerangka keseluruhan karya sastra
pengarang itu sendiri (Cf. Teeuw, 1980:24). Dengan demikian, kritikus
akan dapat memberikan makna sepenuhnya kepada sebuah karya sastra
berdasarkan posisi kesejarahannya.
Dalam kaitannya dengan usaha memberi makna sebuah karya
sastra dengan jalan menyejajarkannya dengan karya sastra sebelumnya
yang menunjukkan adanya pertalian, adalah apa yang disebut dengan
hubungan intertekstual, yaitu hubungan antarteks.
Dasar intertekstualitas adalah prinsip persamaan (vraisdmhahle ) teks
yang satu dengan teks yang lain sebagai dikemukakan Culler
(1977:139). Ia mengemukakan pendapat Julia Kristeva bahwa setiap
teks itu merupakan penyerapan dan transformasi teks-teks lain, setiap
teks itu merupakan mosaik kutipan-kutipan dari teks lain. Hu bungan
ini dapat berupa persamaan atau pertentangan (Cf. Teeuw,
1983:65). Dikeniu, iala-n Riffaterre (1978:11, 23) bahwa sajak -
(tieFs-) yang menjadi latar penciptaan sebuah karya sastra (teks)
yang lain itu disebut hipogram. Karya sastra yang menjadi hipogram
diserap dan ditransformasikan ke dalam teks sastra sesudahnya
yang menunjukkan adanya persamaan itu. Dengan menjajarkan
sebuah teks dengan teks yang menjadi hipogramnya, maka makna
teks tersebut menjadi jelas, baik teks itu mengikuti atau
menentang hipogramnya. Begitu juga, situasi yang dilukiskan
menjadi lebih terang hingga dapat diberikan makna sepenuhnya.”

Sebagai sebuah contoh dapatlah dikemukakan sajak Chairil Anwar yang


berjudul "Penerimaan" (1959:36) yang menyerap dan mentransformasikan sajak
Amir Hamzah yang berjudul´”Kusangka” (1959:19).

2.2 Jenis Sastra


Sebelum kita tetapkan tentang pengertian genre beserta
cakupannya. Rene Wellek & Austin Warren mengatakan bahwa
"Teori genre adalah suatu prinsip keteraturan: sastra dan sejarah
sastra diklasifika sikan tidak berdasarkan waktu atau tempat
(periode atau pembagian sastra nasional), tetapi berdasarkan tipe
struktur atau susunan sastra tertentu" ( 1989:299). Pada bagian
ini yang akan dibicarakan adalah genre sastra sebagai suatu karya
sastra. Dari definisi di atas dapat disimpul.kan bahwa karya-karya
sastra yang ada diklasifikasikan ke dalam suatu kelas atau
kelompok berdasarkan struktur atau susunan sastra tersebut.
Berkenaan dengan klasifikasi atau pembagian sastra
telah begitu banyak kita kenal. Pembagian itu dimulai dari
pembagian secara garis besar atau secara umum sampai kepada
pembagian berdasarkan ciri-ciri khusus suatu karya sastra. Dari
pembagian yang sudah ada kita mengenal bentuk sastra puisi,
fiksi, dan drama. Seorang kri.tikus abad ke-18, Thomas Hankins
membagi drama Inggris ke dalam beberapa species, yakni
misteri, moraliti, tragedi, dan komedi. Pada abad ke-18, prosa
dianggap terdiri dari dua species, yaitu novel dan romansa(Well.ek &
Warren,1989). Dalam kesusastraan Indonesia ke dalam jenis
prosa tercakup cerita pendek (cerpen), novel dan roman. Novel.
menurut sudut pandang dan terra yang digarap dibedakan atas novel
kedaerahan, novel psikologi, novel sosial, novel gotik, novel sejarah,
novel detektif, dan novel biografi ( Eddy,1991). Pembagian manakah
di antara pembagian-pembagian di atas yang disebut sebagai
genre? Pembagian sastra atas bentuk puisi fiksi, dan drama
disebut dengan "pembagian pokok”. Prosa fiksi yang terdiri dari
tiga species;
S,
cerpen, novel, dan roman inilah yang disebut sebagai "genre"_~~(,{(yit~ Sedangkan,
pembedaan novel atas novel kedaerahan, novel psikolo
kita tetapkan tentang pengertian genre beserta cakupannya.
Rene Wellek & Austin Warren mengatakan bahwa "Teori genre
adalah suatu prinsip keteraturan: sastra dan sejarah sastra
diklasifika-- sikan tidak berdasarkan waktu atau tempat (periode
atau pembagian sastra nasional), tetapi berdasarkan tipe struktur
atau susunan sastra tertentu" ( 1989:299). Pada bagian ini yang
akan dibicarakan adalah genre sastra sebagai suatu karya sastra.
Dari definisi di atas dapat disimpul.kan bahwa karya-karya sastra
yang ada diklasifikasikan ke dalam suatu kelas atau kelompok
berdasarkan struktur atau susunan sastra tersebut.
Berkenaan dengan klasifikasi atau pembagian sastra
telah begitu banyak kita kenal. Pembagian itu dimulai dari
pembagian secara garis besar atau secara umum sampai kepada
pembagian berdasarkan ciri-ciri khusus suatu karya sastra. Dari
pembagian yang sudah ada kita mengenal bentuk sastra puisi,
fiksi, dan drama. Seorang kri.tikus abad ke-18, Thomas Hankins
membagi drama Inggris ke dalam beberapa species, yakni
misteri, moraliti, tragedi, dan komedi. Pada abad ke-18, prosa
dianggap terdiri dari dua species, yaitu novel dan romansa(Well.ek &
Warren,1989). Dalam kesusastraan Indonesia ke dalam jenis
prosa tercakup cerita pendek (cerpen), novel dan roman. Novel.
menurut sudut pandang dan terra yang digarap dibedakan atas novel
kedaerahan, novel psikologi, novel sosial, novel gotik, novel sejarah,
novel detektif, dan novel biografi ( Eddy,1991). Pembagian manakah
di antara pembagian-pembagian di atas yang disebut sebagai
genre? Pembagian sastra atas bentuk puisi fiksi, dan drama
disebut dengan "
1-

pembagian pokok". Prose fiksi yang terdiri dari tiga species;


/1'

S,
cerpen, novel, dan roman inilah yang disebut sebagai "genre"_~~(,{(yit~ Sedangkan,
pembedaan novel atas novel kedaerahan, novel psikolo
Pembag egoian karya sastra yang lain, dilakukan dengan
berdasar k an kr it e r i a-kr i te r i a te rt e nt u. Pe mbag i an in i pun
ban yak versinya, dan masing-masing pembagian dilakukan atas
kriteriakriteria yang bervariasi pula.
Aristoteles menerapkan tiga kriteria atas sastra Yunani
klasik. Namun, satu hal yang menari.k bahwa teori itu juga cocok
untuk sastra lain- Penggolongan karya sastra atas tiga kriteria itu
adalah sebagai berikut.

a. "media of representation" (sarana perwujudannya); 1.prosa;


2.puisi: a.karya hanya memanfaatkan satu matra (metrum) saja
(misalnya epik,contoh Indonesia:syair)-
b-karya memanfaatkan lebih dari satu matra (misalnya
tragedi, kakawin);
dalam pembagian ini pads prinsipnya tidak dibedakan antara sastra
dan bukan sastra!)

b. "objects of representation" (objek perwujudan)-. yang menjadi objek pads


prinsipnya selalu manusia, tetapi ada tiger kemungkinan:
l.manusia rekaan lebih agung dari manusia nyata:tragedi,epik Homerus; cerita
Panji;
2.manusia rekaan lebih hina dari manusia nyata: komedi;lenong;
3.manusia rekaan sama dengan manusia nyata:Cleophon
(seandainya roman pads waktu itu sudah ada pasti-
lah roman digolongkan Aristoteles dalam katagori
ini!).
. "media of representation" (sarana perwujudannya); 1.prosa;

2.puisi: a.karya hanya memanfaatkan satu matra (metrum) saja

(misalnya epik,contoh Indonesia:syair).

b.karya memenfaatkan lebih dari satu matra (misalnya

tragedi, kakawin);

dalam pembagian ini pada prinsipnya tidak dibedakan antara sastra

dan bukan sastra!)

. "media of representation" (sarana perwujudannya); 1.prosa;

2.puisi: a.karya hanya memanfaatkan satu matra (metrum) saja

(misalnya epik,contoh Indonesia:syair).

b.karya memenfaatkan lebih dari satu matra (misalnya

tragedi, kakawin);

dalam pembagian ini pada prinsipnya tidak dibedakan antara sastra

dan bukan sastra!)


misalnya sebuah monolog panjang atau sebuah teks didaktik.

ii) teks dramatik; bila berbagai pelbagai bersama-sama berbicara.Termasuk


juga ke dalam jenis ini sebuah dialog tertulis yang tidak dipentaskan-
Ciri khas d r a m a a d a l a h s a 'iii) Teks naratif; bila terutama satu orang
berbicara, tetapi dia dapat "mempersilahkan" pelaku-pelaku lain
untuk berbicar, yang juga berarti pembicara pertama mengutip kata-
kata para pelaku- Ciri khas t e k s n a r a t i f i n i a da l a h ad an y a
k e t i d ak sa m a an antarara

2) Isi Abstrak
3
embagian menurut situasi bahasa dapat dijabarkan lebih Lanjut-
Baik drama atau teks cerita mempunyai isi yang Derupa
rangkaian peristiwa yang dikaitkan secara logik Ian
kronologik yang disebut sejarah atau riwayat. Namun Diri khas
ini tidak ter-dapat pada sajak-sajak- Andaikata ada berarti
kita berhadapan dengan sebuah "sajak -iaratif"_ Jika
suatu sajak menurut situasi bahasa Derupa monolog, tatapi
isinya berupa cerita, ini dapat Jisebut bentuk campuran- Ia
dapat didekati dari sudut iaratif atau puitik, atau kedua-
duanya bersama-sama
Tematik
Dalam perkembangan sejarah,berbagai tema silih berganti digemari.
Dalam sastra Indonesia terdapat beberapa tema yang selalu hadir, ada
juga yang kadang-kadang muncul. Kadang-kadang kita menyaksikan
semacam mode- Misalnya, pada tahun 20-an roman yang ditulis
banyak yang bertemakan putus cinta antara dua remaja. Namun, gejala
ini
belum memberika n cukup ala sa n untuk ber bicara jen is roman
yang bertemakan tentang putus cinta. Karena pada masa-masa berikutnya
tema ini tergeser oleh kehadiran t e m a - t e m a l a i n y a n g
c u k u p b e r v a r i a s i . Pembagian-pembagi.an tematik mustahil
disusun secara deduk si- Ada beber apa ala sa nn ya, ( i) kar ena pada
dasarnya dapat dibayangkan seribu satu tema, (ii.) penye-
baran sebuah tema terikat akan tempat dan waktu, (iii) tema-tema itu
sering tumpang tindih, dan (iv) pembagian ini tidak dapat
dihubungkan dengan pembagian ahistor ik menurut situasi bahasa
seperti telah diuraikan di atas-
Dalam teori-teori mengenai jenis-jenis sastra sejak da h u l u
memang dikaitkan situasi bahasa dengan
tematik.Demikian pada abad ke-18 terjadi pembagian klasik
a n ta r a l i r i k , e p i k , d a n d r a m a t i k t i g a j e n i s sastra itu dikaitkan
dengan tema. Dalam lirik pengungkapan perasaan pribadi
dipandang sebagai tema terpen ting- Dalam drama perbuatan yang
memuncak dalam sebuah konfl ik dianggap'pokok, sedangkan dalam
epik perbuatan dahsyat seorang leluhur yang menentukan nasib
bangsa keturunannya.
Pembagian di atas masih diperbincangkan. Namun, sampai pertengahan
abad ke-20 ini masih juga diadakan usaha untuk memberlakukan
jenis sastra secara tematik sebagai suatu patokan universal.
Pembagian karya sastra berdasarkan gaya sepanjang sejarah sastra
memang ada. Pembagian global sastra atas puisi dan prosa sebetulnya
bersifat stilistik.Dalam pandangan ini puisi dianggap teratur menurut
irama..,, Pengaruh anggapan ini terhadap sejarah sastra memang besar.
Namun, dewasa ini ciri-ciri yang dianggap khas bagi puisi dan prosa tidak
universal dan abadi.
Penbagian lain seperti, gaya tinggi yang dianggap cocok dengan seorang
ningrat sedangankan gaya rendah cocok untuk seorang petani- Dalam teori
klasik, gaya tinggi dihubungkan dengan pentas tragedi, sedangkan
gaya rendah dengan komedi-

(5) Akibat Pragmatik


Katagori akibat pragmatik adalah katagori berdasarkan
tujuan dan akibat sebuah karya sastra. Ada teks-teks yang
ingin mengajarkan sesuatu, yang meyakinkan, yang bersifat
humor, mengharukan, dan yang memberi informasi. Pembagian
serupa ini ada persoalan. Kita tak dapat memberikan kaidah-
kaidah yang berlaku umum, tujuan dan akibat tidak selalu
sama, alasannya : (i) akibat dan pengaruh terhadap pembaca
berubah dari zaman kezaman, (ii) maksud pengarang dapat
disalahartikan, dan (iii)
fungsi-fungsi pragmatik tidak mudah dikaitkan dengan
sekelompok teks tertentu. Pembagian jenis-jenis sastra
menurut dampaknya harus memenuhi dua syarat, yaitu (i)
harus dibedakan antara efek primer, atau efek dominan, dan
efek camping dan (ii) pembagian harus terikat pads suatu
periode sejarah tertentu.
(6) Bentuk Material atau Lahiriah
K a ta g ori ini berd a sa rk a n b entuk la hiria h teks y a ng
diterbi.tkan. Sebuah cerita mengisi seluruh permukaan
halaman, sedangkan dalam teks drama kita berjumpa
dengan banyak bi.dang putih, khusus bila pembicaranya
berganti, Hama pelaku dicetak sedemikian rupa. Dalam
puisi pun halaman tidak diisi sepenuhnya, bait-bait terpisah
oleh bidang putih dan kadang perwujudan lahir iah
memperlihatkan variasi-variasi lain pula.
Katagori sastra yang lainnya, yakni berdasarkan tujuh kriteria. Kriteria
itu adalah : (i.) isi, (ii) media, (iii) aliran, (iv) nilai literer, (v) zaman, (vi) asal,
dan (vii) ciri khan kebahasaan. Maksud masing-masing kriteria di atas dapat
dijelaskan sebagai berikut.
Berdasarkan isi, yakni berdasarkan tema yang dibahas. Berdasarkan
tema kita mengenal sastra sejarah, sastra sufisik, sastra didaktik, dan
sebagainya-
Media maksudnya same dengan kriteria sarana perwujudan yang
dikemukakan oleh Aristoteles di atas. Pada prose kita mengenal cerpen,
novel, dan novellet-
Aliran kesusastraan yang dianut oleh pengarang akan melahirkan
jenis-jenis sastra terrtentu. Berdasarkan aliran kesusastraan yang ada kita
mengenal sastra ekspresionistis, sastra impresionistis, sastra simbolis, sastra
didaktis, dan sebagainya.

Kriteria ni.lain literer, yakni pembagian sastra


berdasarkan bobot kesastraan atau kadar literer yang
dikandung oleh sebuah karya sastra. Berdasarkan kriteria
ini, dapat disebut novel popular, novel picisan, dan
novel yang berbobot sastra.
Berdasarkan zaman, berarti mengelompokkan karya sastra yang ada
berdasarkan zaman karya sastra itu diciptakan.Dalam sastra Indonesia
dikenal puisi lama, puisi baru, puisi modern, dan puisi kontemporer.
Berdasarkan asal, berarti memperhatikan pada tempat asal karya
sastra tersebut, dalam hal ini merujuk kepada negara. Secara umum,
dalam sastra Indonesia ada sastra asing dan ada sastra daerah. Selain
itu juga dikenal sastra Arab, sastra sastra

tikan untuk penggolongan ini adalah bahasa yang digunakan


pengarang atau stilistikanya. Sastra yang termasuk ke dalam
kriteria ini seperti puisi mantra, puisi mbeling, dan s Inggris, dan
sebagainya.
Terakhir kriteria ciri khas kebahasaan. Unsur yang
diperhaebagainya.
Demikianlah pembicaraan tentang genre sastra dan
katagorisasi sastra. Keberadaan kedua teori ini dalam
kesusastraan sampai seat ini tetap dibutuhkan. Namun, dalam
pemakaiannya masih diperlukan peninjauan lebih lanjut,
terutama terhadap penyesuaiannya dengan tempat dan masa
karya sastra yang akan dikelompokkan itu.

I.2 Aliran Sastra

2.4 Teks ( Sastra )

a) Pengertian Teks
Karya-karya sastra yang diciptakan sastrawan berjudul
sebuah teks. Yang dimaksud dengan teks ialah ungkapan bahasa
yang menurut isi, sintaksis, dan pragmatiknya merupakan suatu
kesatuan.

b) Ciri-ciri Teks sastra


Menurut Jan Van Luxemburg (1984:86-89) sebuah teks
mempunyai ciri-ciri:
(1) Pragmatik: menyangkut perbuatan, ungkapan bahasa, pembicaraan
dalam konteks sosial tertentu dalam satu kesatuan.
(2) sintaksis: unsur-unsur bahasa yang memperlihatkan suatu
pertautan.
(3) Semantik: Merupakan terra yang berfungsi merumuskan makna
simbolik unsur-unsur bahasa teks. Tema bisa eksplisit dan
implicit.

c) Fungsi Teks
Menurut Jacobson teks berfungsi sebagai pesan dalam
situasi komunikasi. Tindak komunikasi ditentukan oleh lima
faktor, yaitu:
(1) Pemancar dan Penerima
(2) Pesan
(3) Konteks
(4) Kode:perwujudan dari pesan
(5) Saluran

d) Jenis Teks
Luxemburg membagi teks atas 3 jenis, yaitu:
(1) Teks acuan, yaitu teks yang mengacu pada
suatu konteks ( dunia nyata atau yang mungkin
ada).
(2) Teks ekspresif, teks yang mengungkapkan
perasaan, pertimban
(3) gan, pengalaman batin, dan sebagainya.
Misalnya, cerita fiksi, puisi lirik.
(4)
3) Teks persuasif , teks yang berfungsi mempengaruhi
pendapat, perasaan, umpamanya Man dan resensi.

d) Isi Teks Sastra


- sastra merupakan cermin / gambar mengenai kenyataan, tepi dunia

melukiskan banyak hal yang dalam kenyataan tak pernah ada.

- sekalipun seorang pengarang mengungkapkan days khayalnya dengan

menciptakan tokoh-tokoh yang tidak ada, yang hidup dalam ling -

kungan khayalan, namun tetap ada kaitan -kaitan tertentu antara tokoh-

tokoh dan perbuatan mereka, yang dapat dimengerti oleh pembaca


dan dapat diterima berdasarkan pengertian mengenai dunia nyata.

Anda mungkin juga menyukai