Anda di halaman 1dari 35

1

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Konsep Dasar Artrhritis Rheumatoid


2.2.1 Pengertian Artrhitis Rheumatoid
Arthritis Rheumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik

dengan manifestasi utama Poliartrhitis progresif dan melibatkan seluruh organ

tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien arthritis reumatoidterjadi setelah penyakit ini

berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresivitasnya. Pasie dapat pula

menunjukkan gejala konstitusionalberupa kelemahan umum, cepat lelah, atau

gangguan nonartikular lain (Aspiani,2014).


Artrhitis Rheumatoid adalah kumpulan gejala (syndrom) yang berjalan

secara kronik dengan ciri : radang non spesifik sendi perifer (di luar axis skeletal),

biasanya simetris, mengakibatkan kerusakan yang progrsif (makin lama makin

rusak), tergolong penyakit yang tidak diketahui penyebabnya, awal radang sering

disertai stres baik fisik maupun emosi (Aspiani,2014).


Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit inflamasi non bakterial

yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta

jaringan ikat sendi secara simetris (Nurarif et al,2015)


Tabel 2.2 Sendi yang terlibat pada Rheumatoid Artrhitis:
Sendi yang terlibat Frekuensi keterlibatan (%)
Metacarpophalangeal (MCP) 85
Pergelangan Tangan 80
Proximal Interphalangial (PIP) 75
Lutut 75
Metatarssophalangeal (MTP) 75
Pergelangan Kaki 75
Bahu 60
Midfoot (tarsus) 60
Panggul (Hip) 50
Siku 50
Acromioclavikular 50
Vertebra Servikal 40
Temporomandibular 30
2

Sternoclavikular 30

2.3.2 Etiologi Artrhitis Rheumatoid


Penyebab Arthtitis Rheumatoid belum diketahui secara pasti walaupun

banyak hal mengenai patogenesisnya telah terungkap. Faktor genetik dan

beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit

ini. Kecendrungan wanita untuk menderita Artrhitis Rheumatoid dan sering

dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan

terdapatanya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap penyakit ini. Walaupun demikian karena pembenaran

hormon estrogen eksternal tidak pernah menghasilkan perbaikan sebagaimana

yang diharapkan, sehingga kini belum berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal

memang merupakan penyebab penyakit ini (Aspiani,2014).


Sejak tahun 1930, infeksi telah diduga merupakan penyebab Artrhitis

Rheumatoid. Dugaan faktor infeksi timbul karena umunya omset penyakit ini

terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai gambaran inflamasi yang

mencolok. Walaupun hingga kini belum berhasil dilakukan isolasi satu organisme

dan jaringan sinovial, hal ini tidak menyingkirkan kemungkinan bahwa terdapat

suatu komponen peptidoglikanatau endotoksin mikroorganismeyang dapat

mencetuskan terjadinya Artrhitis Rheumatoid. Agen infeksius yang diduga

merupakan penyebab Artrhitis Rheumatoid antara lain bakteri, mikoplasma atau

virus (Aspiani,2014).
Hipotesis terbaru tentang penyebab penyakit ini adalah adanya faktor

genetik yang akan menjurus pada penyakit setelah terjangkit beberapa penyakit

virus, seperti infeksi virus Epstein-Barr. Heat Shock Protein (HSP) adalah

sekelompok protein berukuran sedang (60-90 kDa) yang dibentuk oleh seluruh

spesies sebagai respin terhadap stres. Walaupun telah diketahui terdapat hubungan
3

antara Heat Shock Poteindan sel T pada pasien Atrhitis Rheumatoid namun

mekanisme hubungan ini belum diketahui dengan jelas (Aspiani,2014).

2.2.3 Manifestasi Klinis Artrhitis Rheumatoid

Gejala awal terjadi pada berbagai sendi sehingga disebut poli artrhitis

rheumatoid. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan,

pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku, pergelangan kaki, sendi bahu serta

sendi panggul dan biasanya bersifat bilateral / simetris, tetapi kadang-kadang

hanya terjadi pada satu sendi disebut artrhitis rheumatoid mono-artikular.

1. Stadium awal
Malaise, penurunan BB, rasa capek, sedikit demam dan anemia. Gejala

lokal yang berupa pembengkakan, nyeri dan gangguan gerak pada sendi

matakarpofalangeal.
Pemeriksaan fisik : tenosinofitas pada daerah ekstensor pergelangan

tangan dan fleksor jari-jari. Pada sendi besar (misalnya pada sendi lutu)

gejala peradangan sendi lokal berupa pembengkakan nyeri serta tanda-

tanda efusi sendi.


2. Stadium lanjut
Kerusakan sendi dan deformitas yang bersifat permanen, selanjutnya

timbul ketidakstabilan sendi akibat ruptur tendo/ligamen yang

menyebabkan deformitas rheumatoid yang khas. Berupa deviasi ulnar jari-

jari, deviasi radial/volar pergelangan tangan serta valgus lutut dan kaki.

Untuk menegakkan diagnosis dipakai kriteria diagnosis dari ACR 1987 dimana

untuk mendiagnosis AR diperlukan 4 dari 7 kriteria tersebut.

Kriteria 1-4 tersebut harus minimal diderita selama 6 minggu.

Tabel 2.3 Kriteria Mendiagnosis RA


Kriteria Definis
Kaku Pagi Hari Kekakuan pada pagi hari pada persendian
4

dan sekitarnya sekurang-kurangnya selama


1 jam sebelum perbaikan maksimal
Artrhitis pada 3 daerah persendian Pembengkakan jaringan lunak atau
atau lebih persendian atau lebih efusi (bukan
pertumbuhan tulang) pada sekurang-
kurangnya pada 3 sendi secara bersamaan
yang diobservasi oleh seorang dokter
Artrhritis pada persendian tangan Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan
suatu persendian tangan seperti yang tertera
diatas
Artrhitis simetris Keterilbatan sendi yang sama (seperti
kriteria yang tertera 2 pada kedua belah
sisi ) keterlibatan PIP, MCP, atau MTP
bilateral.
Nodul rheumatoid Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau
permukaan ekstensor atau daerah juksta
artikuler yang diobservasi oleh seorang
dokter.
Faktor rhemautoid serum positif Terdapatnya titel abnormal faktor reumatoid
serum yang diperiksa dengan cara yang
diberikan hasil positif kurang dai 5%
kelompok kontrol yang diperiksa.
Pemeriksaan hasilnya negatif tidak
meningkirkan adanya AR.
Perubahan gambaran radiologis Perubahan gambaran radiologis yang khas
bagi Artrhitis rematoid pada pemerikaan
sinar X tangan posterior atau pergelangan
tangan yang harus menunjukkan adanya
erosi atau deklasifikasi tulang yang
verlokasi dengan sendi atau daerah yang
berdekatan dengan sendi.
Sumber : Nurarif et. al. 2015

2.2.4 Klasifikasi Rheumatoid Artrhitis

Rheumatoid Artrhitis dapat dikelompokkan berdasarkan diagnostik

sebagai berikut : kaku pagi hari, nyeri pada pergerakan atau nyeri tekan paling

sedikit satu sendi, pembengkakan karena penebalan jaringan lunak atau cairan

(bukan pembesaran tulang). Pembengkakan paling sedikit satu sendi dari masa

bebas gejala dari kedua sendi yang terkena tidak lebih dari tida bulan,
5

pembengkakan sendi yang simetris dan terkananya sedi yang sama pada kedua

sendi sisi yang timbulnya bersamaan.

Menurut Cecillia, Nasution & Isbagio tahun 2008 mengklasiikasikan RA

sebagai berikut :

1. Rehumatoid klasik
Harus terdapat 7 dari kriteria tersebut di atass. Kriteria I sampai 5

tanda dan gejala sendi harus berlangsung terus menerus paling sedikit

selama minggu. Jika ditemukan salah satu tanda dari daftar yang tidak

termasuk RA, maka penderita tidak dapat digolongkan dalam kelompok

ini.
2. Rheumatoid Definit
Harus terdapat 5 dari kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 5 tanda dan

gejala sendi harus berlangsung terus menerus paling sedikit 6 minggu.


3. Probable Rheumatoid Artrhitis
Kemungkinana RA terdapat 3 dari kriteria di atas. Paling sedikit

satu dari kriteria 1 sampai 5 tanda atau gejala sendi harus berlangsung

terus menerus paling sedikit 6 minggu.

4. Possible Rheumatoid Artrhitis


Diduga RA harus terdapat dari kriteria di atas, dan lamanya gejala

sendi paling sedikit 3 bulan. Termasuk possible rheumatoid artrhritis. Jika

memiliki ciri sebagai berikut kaku pagi hari, nyeri tekan atau nyeri gerak

dengan riwayat rekurensi atau menetap selama 3 minggu, riwayat atau

didapati adanya pembengkakan sendi, nodul subkutan (diamati leh

pemeriksaan) peningkatan Laju Endap atau C- Reaktif Protein , Iritis.

2.2.5 Patofisiologi Artrhitis Rheumatoid

Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis Artrhitis

Rheumatoid terjadi akibat rantai imunologis sebagai berikut : suatu antigen

+
4

+4 +
4
6

penyebab Artrhitis Rheumatoid yang berada pada membran sinovial, akan

diproses oleh antigen presenting cells(APC). Antigen yang telah diproses akan

dikenali dan diikat oleh sel CD bersama dengan detrminan HLA-DR yang

erdapat pada permukaan membran APC tersebut dan membentuk suatu komplek

trimoleklar. [paa tahap selanjutnya komplek antigen timolekuler terebut akan

mengekspresikan sereptor iterleukin-2 (IL-2) pada permukaaan CD . IL-2

yang disekresi akan mengakibatan terjadinya mitosis dan proliferasi sel tersebut.

Selain IL-2, CD yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lan

seperti gamma-interferon,tumor necrosis faktor β untuk (TNF-β), interleukin 3

(IL-3), interleukin 4 (IL-4), granulocyte – makrofage colonystimulating faktor

(GSM-CSF) serta berbagai mediator lain yang bekerja merangsang proliferasi dan

sktivasi sel β untuk memproduksi antibody. Setelah berikatan dengan antigen

yang sesuai antibody yang dihasilkan akan membentuk komplek imun yang akan

berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi (Noor, 2016).

Fagositosis komplek imun oleh sel radang akan disertai oleh pembentukan

dan pembebasan radikal oksigen bebas, produksi protease, kolagenase dan enzim-

enzim hidrolitik lainnya. Enzim-enzim ini akan menyebabkan destruksi jaringan

sendi, memcahkan tulang rawan, ligamentum, tendon, dan tulang pada sendi.

Proses ini diduga bagian dari suatu respon autoimun terhadap antigen yang

diproduksi secara lokal. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga

terjadi edema, proliferasi membran sinovial (Noor, 2016).

Masuknya sel radang ke dala membran sinovial akibat pengendapan

komplek imun yang menyebabkan bentuknya pannus yang merupakan elemen

paling destruktif dalam patogenesi Artrhitis Rheumatoid. Pannus merupakan


7

jaringan granulasi yang terdiri dri fibroblas dan berproliferasi, mikrovaskuler dan

berbagai jenis sel radang, pannus akan menghancurkan tulang rawan dan

mnimbulkan erosi tulang akibatnya dalah menghilangkan permukaan sendi yang

akan megganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan

mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan

kekauan kontraksi otot. Selain it juga akan timbul rasa nyeri, pemnemgkakan,

panas, eriterna dan gangguan fungsi pada sendi akibat proses inflamasi (Noor,

2016).

2.2.7 Komplikasi Artrhitis Rheumatoid

Artritis Rheumatoid (RA) sendiri tidak fatal, tetapi komplikasi penyakit

dapat mempersingkat hidup beberapa individu. Secara umum, AR progresif dan

tidak bisa disembuhkan. Dalam bebrapa waktu penyakit ini secara bertahap

menjadi kirang agresif. Namun, jika tulan dan ligamen mengalami kehancuran

dan perubahan bentuk apapun dapat menimbulkan efek yang yang permanen.

Deformitas dan rasa nyeri dalam kegiatan sehari-hari dapat terjadi atau di

alami. Sendi yang terkena bisa menjadi cacat dan kinerja tugas sehari-hari akan

menjadi sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan. Menurut satu survey, 70%

pasien dengan penyakit RA menyatakan bahwa menghambat produktifitas. Pada

tahun 2000 pada sebuah penelitian di inggris menemukan bahwa sekitar sepertiga

dari individu berhenti bekerja dalam waktu 5 tahun setelah timbulnya penyakit.

Menurut Noor (2016) AR adalah penyakit sistemis yang dapat

mempengaruhi bagian laindari tubuh selain sendi. Seperti berikut ini ;


8

1. Neuropati perifer mempengaruhi sarafyang paling sering terjadi di

tangan dan kaki. Hal ini dapat mengakibatkan kesemutan, mati rasa, atau

rasa terbakar.
2. Anemia
3. Skleritis adalah suatu peradangan pada pembuluh darah di mata

yang dapat merusakkan kornea, skleromalasia dan dalam kasus yang parah

skleritis nodular atau perforasi.


4. Infeksi. Pasien dengan RA memiliki risiko lebih tinggi untuk

infeksi. Obat-obat imunosupresif perlu dipertimbangkan


5. Masalah GI. Walaupun pasien dengan RA mungkin mengalami

gangguan usus atau perut atau bahkan kanker lambung dan kolorektal
6. Osteoporosis adalah lebih umum terjadi pada wanita post

menopause dengan AR, terutama pada area pinggul. Resiko osteoporosis

juga tampaknya lebih tinggi pada lakai-laki riayat AR yang berusia lebih

dari 60 tahun.
7. Penyakit paru , namun hubungan riwayat merokok dan resiko AR

masih perlu diteliti.


8. Penyakit jantung. AR dapat mempengaruhi pembuluh darah dan

independen meningkatkan resikjo penyakit jantung koroner iskemik.


9. Sindrom sjogren. Sisca keratokonjungtivitis adalah komplikasi

umum dari AR
10. Sindrom Ferly, kondisi ditandai oleh kombinasi spenomegali,

leukepnea dan infeksi bakteri berulang. Sindrom Felty terkadang

merespon terhadap terapi DMARD.


11. Limfoma dan kanker lainnya. Perubahan dalam sistem kekbalan

tubuh yang terkait dengan AR mungkin memainkan peran dalam resiko

lebih tinggi untuk infoma. Kanker lain mungkin terajdi pada AR termasuk

kanker prostat dan paru-paru


12. Sindrom aktivasi makrofag. Ini adalah komplikasi yang

mengancam nyawa dan membutuhkan pengobatan steroid dosis tinggi dan


9

sikloporin A. Pasien dengan AR harus menyadari gejala seperti, demam

terus-menerus, kelemahan, mengantuk, dan kelesuan

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang Artrhitis Rheumatoid

Menurut Nurarif et. al (2015) pemeriksaan penunjang AR sebagai berikut :

1. Faktor Reumatoid, fiksasi lateks, reaksi-reaksi aglutinasi


2. Laju endap darah : umumnya meingkat pesat (80-100 mm/h)

mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat.


3. Protein C-reaktif : positif selama masa eksaserbasi
4. Sel darah putih : meningkat pada waktu timbul prosaes inflamasi.
5. Haemoglobin : umunya menunjukkan anemia sedang.
6. Ig (Ig M dan Ig G) : peningkatan besar menunjukkan proses

autoimun sebagai penyabab AR


7. Sinar X dari sendi yang sendi : menunjukkan pembengkakan pada

jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang berdekatan

(perubahan awal) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil

jarak sendi dan sublukasio. Perubahan osteoartristik yang secara

bersamaan.
8. Scan radionukloida : identifikasi peradangan sinovium
9. Atroskopi langsung, aspirasi cairan sinovial
10. Biopsi membran sinovial : menunjukkan peubahan inflamasi dan

perubahan panas.

2.2.9 Penatalaksanaan

Setalah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harus

dilakukan adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antara

pasien dan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya.

1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksaan

yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin

ketaatan pasien.
10

2. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat

inflamasi yang sering jumpai. OAINS yang dapat diberikan aspirin dan

ibuprofen
3. DMARD (disease modifying antirheumatic drugs) digunakan

untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat

arthritis reumatoid. Mula khasiatnya baru terlihat 3-12 bulan kemudian.

Setelah 2-5 tahun maka efektivitasnya dalam menekan proses reumatoid

akan berkurang, jenis-jenis yang digunakan adalah klorokuin, sulfasalazin

dalam bentuk tablet, garam emas, obat imunosupresif dan imunoregulator,

kortikosteroid.
4. Riwayat penyakit alamiah
Pada umunya 25% pasien akan mengalami maniestasi penyakit yang

bersifat monosiklik (hanya mengalami satu episode AR dan selanjutnya

akan mengalami remisi sempurna). Pada pihak lain sebagian besar pasien

akan menderita penyakit ini sepanjang hidupnya dengan hanya diseselingi

oleh beberapa masa remisi yang singkat (jenis polisiklik). Sebagian kecil

lainnya akan mendrita AR yang progresif yang akan disertai penurunan

kapasitas fungsional yang menetap pada setiap eksaserbasi. Sampai saat

ini belum dijumpai obat yang bersifat sebagai disease controlling anti

reumatic therapy (DC-ART).


5. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat

kemampuan pasien AR dengan tujuan :


a. Mengurangi rasa nyeri
b. Mencegah terjadnya kekakuan dan keterbatasan gerak sendi
c. Mencegah terjadinya atrofi dan kelemhan otot
d. Mencegah terjadinya deformitas
e. Meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri
f. Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung

kepada orag lain.


11

Rehabilitasi dilaksanakan dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat,

latihan serta dengan menggunakan modalitas terapi fisis seperti pemanasan

pendinginan, peningkatan ambang rasa nyeri dengan arus listrik. (Nurarif.

et. al, 2015).

2.3 Konsep Dasar Nyeri

2.3.1 Pengertian Nyeri

Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan

maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi

seseoang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya

(Tamsuri,2007). Menurut International Association for Study of Pain (IASP),

Nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat

terjadinya kerusakan actual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi

terjadinya kerusakan.

2.3.2 Fisiologi Nyeri

Munculnya nyeri sangat berkaitan erat dengan reseptor dan adanya

rangsangan. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi

atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa kimiawi, listrik, atau mekanis.

Stimulasi oleh zat kimiawi diantaranya seperti histamine, bradikinin,

prostaglandin, dan macam-macam asam seperti adanya asam lambung yang

meningkat pada gastritis atau stimulasi yang dilepaskan apabila terdapat

kerusakan pada jaringan ( A.Aziz, 2008). Selanjutnya stimulus yang diterima oleh

reseptor tersebut ditransmisikan berupa impuls-impuls nyeri ke sumsung tulang

belakang oleh dua jenis serabut, yaitu serabut A (delta) yang bermielin rapat dan
12

serabut ramban serabut C. Impuls-impuls yang ditransmisikan oleh serabut delta

A, mempunyai sifat inhibitor yang ditransmisikan ke serabut C ( A.Aziz, 2008).

Nyeri merupakan campuran reaksi, emosi dan perilaku. Cara yang baik

untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu menjelaskan tiga komponen

fisiologis berikut, yakni : resepsi dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri

mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki

medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya

sampai di dalam masa abu-abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat

berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulasi nyeri sehingga

tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke kortek serebral, maka

otak menginterprestasikan kualitas nyeri dan memproses informasi tentang

pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya

mempersepsikan nyeri ( A.Aziz, 2008).

2.3.3 Klasifikasi Nyeri

Menurut Asmadi (2008), nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan

tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan.

1. Nyeri berdasarkan tempatnya :

a) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang tersa pada permukaan

tubuh misalnya pada kulit dan mukosa.

b) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh

yang lebih dalam atau pada organ-organ tubuh visceral

c) Refered pain, yaitu nyeri yang dalam yang disebabkan

karena penyakit organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan

ke bagian tubuh didaerah yang berbeda, bukan daerah asal nyari.


13

d) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan

pada sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, thalamus.

2. Nyeri berdasarkan sifatnya :

a) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu

menghilang.

b) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta

dirasakan dalam waktu yang lama.

c) Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas

tinggi dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap kurang

lebih 10-15 menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi.

3. Nyeri berdasarkan berat ringannya :

a) Nyeri ringan

b) Nyeri yang timbul dengan intensitas ringan, secara obyektif

orang yang mengalaminya masih dapat berkomunikasi dengan

baik.

c) Nyeri sedang

d) Nyeri yang timbul dengan intensitas sedang, secara

obyektif orang yang mengalaminya mendesis, menyeringai,

dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya dan

dapat mengikuti perintah dengan baik.

e) Nyeri berat

f) Nyeri yang timbul dengan intensitas berat, secara obyektif

orang yang mengalaminya tidak dapat mendeskripsikannya,

tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang.


14

4. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan :

a) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang

singkat dan berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah

nyeri diketahui dengan jelas

b) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Pola

nyeri ada yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi interval bebas dari

nyeri lalu nyeri timbul kembali. Adapula pola nyeri kronis yang terus menerus

terasa makin lama semaki meningkat intensitasnya walaupun telah diberikan

pengobatan.misalnya, nyeri karena neoplasma.

2.3.4 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

Nyeri merupakan hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi

pengalaman seseorang terhadap nyeri. Seorang perawat harus mempertimbangkan

faktor-faktor tersebut dalam menghadapi klien yang mengalami nyeri. Hal ini

sangat penting dalam pengkajian nyeri yang akurat dan memilih terapi nyeri yang

baik.

1. Usia

Menurut Potter & Perry (2005) usia adalah variable penting yang

mempengaruhi nyeri terutama pada anak dan orang dewasa. Perbedaan

perkembangan yang ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat

mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap

nyeri. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis

dan mengalami kerusakan fungsi (Tamsuri,2007).


15

2. Jenis Kelamin

Secara umum pria dan wanita tidak berbeda signifikan dalam

berespon terhadap nyeri, hanya beberapa budaya yang menganggap

bahwa seorang anak laki-laki harus lebih berani dan tidak boleh

menangis dibandingkan anak perempuan dalam situasi yang sama

ketika merasakan nyeri (Potter & perry, 2006).

3. Kultur

Kebudayaan, keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara

individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan

dan apa yang di terima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi

bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Potter & perry, 2006).

4. Ansietas

Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga

dapat menimbulkan suatu persaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak

mendapatkan perhatian maka cemas dapat menimbulkan suatu

masalah penatalaksanaan nyeri yang serius (Potter & perry, 2006).

5. Pengalaman masa lalu

Pengalaman sebelumnya, pengalaman nyeri sebelumnya tidak

selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri lebih

mudah pada masa yang akan datang.

6. Makna Nyeri

Makna seseorang terhadap nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri

dan cara seseorang beradaptasi dengan nyerinya (Prasetyo, 2010).

Individu akan mempersepsikan nyeri secara berbeda-beda. Misalnya,


16

seorang wanita yang sedang bersalin akan mempersiapkan nyeri

yang berbeda dengan seorang wanita yang merasakan nyeri karena

cedera. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan klien

berhubungan dengan makna nyeri.

7. Support keluarga dan sosial

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada

anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan,

bantuan dan perlindungan (Potter & perry, 2006).

8. Pola Koping

Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi

nyeridan sebaliknya pola koping yang maladaptif akan

menyulitkan seseorang mengatasi nyeri (Potter & perry, 2006).

9. Kelelahan

Keletihan dapat meningkatkan persepsi nyeri. Rasa keletihan

menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan

kemampuan koping. Nyeri seringkali lebih berkurang setelah

individu mengalami suatu periode tidur yang lelap dibandingkan

pada akhir hari yang melelahkan (Potter & perry, 2006).

2.3.5 Respon Nyeri

1. Respon Psikologis Nyeri

Menurut Potter (2005), respon psikologis sangat berkaitan dengan

pemahaman klien terhadapnyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien

(Dofi, 2015).

Arti nyeri bagi setiap individu berbeda – beda , antara lain :


17

1) Bahaya atau merusak

2) Komplikasi seperti infeksi

3) Penyakit yang berulang

4) Penyakit paru

5) Penyakit yang fatal

6) Peningkatan ketidak mampuan

7) Kehilangan mobilitas

8) Menjadi tua

9) Sembuh

10) Perlu untuk penyembuhan

11) Hukuman untuk berdosa

12) Tantangan

13) Penghargaan terhadap penderita orang lain

14) Sesuatu yang harus ditoleransi

15) Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki

16) Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat

dipengaruhi tingkat pengetahuan , persepsi, pengalaman

masalalu dan juga faktor social budaya.

2. Respon Fisiologis Terhadap Nyeri

1) Stimulai simpatik ( nyeri ingan, moderat dan

superficial )

a. Silatasi saluran bronchial dan peningkatan erespirasi

rate

b. Peningkatan heart rate


18

c. Vasokontriksi perifer

d. Peningkatan nilai gula darah

e. Diaphoresis

f. Peningkatan kekuatan otot

g. Dilatasi pupil

2) Stimulus parasimpatik (nyeri berat dan dalam)

a. Muka pucat

b. Otot mengeras

c. Penurunan Heart rate

d. Nafas cepat dan irregular

e. Nausa dan vomitus

f. Kelelahan dan keletihan

3.Respon Tingkah Laku Terhadap Nyeri

1) Pernyataan verbal (mengadu, menangis, sesak nafas,

mengukur).

2) Ekspresi wajah(meringis, menggeletukkan gigi,

menggigit bibir ).

3) Gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi, ketegangan

otot, peningkatan gerakan jari dan tangan ).

4) Kontak dengan orang lain / interaksi social

(menghindari percakapan, menghindari kontak social,

penurunan rentang perhatian, focus pada aktivitas

menghilangkan nyeri).

2.3.6 Mengukur Nyeri


19

Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling

mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri

itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tekhnik ini juga dapat

memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri ( Tamsuri, 2007).

Untuk mengukurnya penderita memilih salah satu bilangan yang

menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang terakhir

kali dirasakan, dan nilai dapat dicatat pada sebuah grafik yang dibuat

menurut waktu. Intensitas nyeri sifatnya subjektif dan dipengaruhi oleh

banyak hal, seperti tingkat kesadaran, konsentrasi, jumlah distraksi dll.

Nyeri dapat diukur dengan metode sebagai berikut (Potter &

Perry, 2006):

1. Numeric Rating Scale (NRS)

Skala penilaian ini digunakan untuk menggantikan

penilaian dengan deskripsi kata, klien menilai nyeri dengan

menggunakan skala 0-10. Skala yang paling efektif digunakan saat

mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi

terapeutik. Menurut Strong, et al (2002) dalam Datak (2008), NRS

digunakan untuk mengukur intensitas nyeri sebelum dan sesudah

intervensi terapeutik. NRS mudah digunakan dan

didokumentasikan.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat


nyeri
20

Gambar 2.1 Skala Penelitian Nyeri Numeric Rating Scale

Keterangan :

0 : tidak nyeri

1-3 : nyeri ringan

4-6 : nyeri sedang

7-10 : nyeri berat

2. Visual Analog Scale (VAS)

VAS merupakan suatu garis lurus, yang mewakili intensitas

nyeri terus-menerus dan mewakili alat pendeskripsi verbal pada

setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk

mengidentifikasikan keparahan nyeri. VAS merupakan pengukur

pada memilih satu kata atau angka.

Tidak nyeri Nyeri sangat


berat

Gambar 2.2Visual Analog Scale

3. Baker Faces Scale Wong Pain Rating

Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang

berbeda, dimulai dari senyuman sampai menangis karena

kesakitan. Skala ini berguna pada pasien dengan gangguan

komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang

kebingungan atau pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal

setempat.
21

Gambar 2.3 Baker Faces Scale Wong Pain Rating

4. Verbal Rating Scale (VRS)

Pasien dinyatakan tentang derajat nyeri yang dirasakan

berdasarkan skala lima poin : tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri

sedang, nyeri berat, dan sangat berat.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri

Nyeri sangat

2.4 Konsep Terapi Musik

2.4.1. Pengertian

Musik bersumber dari kata muse, kata muse yang

kemudian diambil alih kedalam bahasa Indonesia dapat diartikan

sebagai renungan (kamus bahasa Indonesia).

Pada hakikatnya musik adalah produk pikiran, maka,

elemen vibrasi, (fisika dan kosmos) dalam bentuk frekuensi,

amplitude, dan durasi belum menjadi musik bagi manusia sampai

semua itu ditransformasi secara neurologis dan diinterpretasikan

melalui otak menjadi pitch ( nada harmoni), timbre (warna suara),


22

dinamika ( keras – lembut) dan tempo (cepat – lambat)

(Djohan,2016).

Terapi musik adalah penggunaan musik dalam lingkungan

klinis, pendidikan, dan social, bagi klien atau pasien yang

membutuhkan pengobatan (Djohan, 2006).

Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan

mental dengan angsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme,

harmoni, timbre, bentuk dan gaya yang diorganisir sedemikian rupa

hingga tercipta musik yang bermanfaat utuk kesehatan fisik dan

mental.

Word music therapy federation mengemukakan definisi

terapi musik yang lebih menyeluruh yaitu terapi musik adalah

penggunaan musik dan atau elemen music oleh seseorang terapis

musik yang telah memenuhi kualifikasi, terhadap klien atau

kelompok dalam poroses membangun komunikasi, meningkatkan

relasi interpersonal, belajar, meningkatkan mobilitas, menggunakan

ekspresi, menata diri atau untuk mencapai tujuan terapi lainya.

2.4.2. Manfaat Terapi Musik

Barbara Crowe, mantan presiden The National association of

music Therapy, mengatakan bahwa musik dan irama menghasilkan

efek penyembuhan karena dapat menenangkan aktivitas yang

berlebihan dari belahan otak kiri. Dan suara repetitifnya dapat

mengirimkan sinyal konstan pada korteks serta menutup masukan dari

indra yang lain, seperti penglihatan, sentuhan, dan bau, jika sensori
23

masukan menurun, kegaduhan normal belahan otak kiri dengan

pembicaraan internal, analisis, dan keputusan logis akan reda, lalu

menstimulasi bagian terdalam dari otak yang merupakan singgasana

symbol, visual, dan emosi ( Djohan, 2016).

Rachmawati (2006) mengutip pada penelitian Crithley dan

Hensen tentang musik dan otak melaporkan bahwa karna sifatnya non

verbal, musik bisa menjangkau system limbic yang secara langsung

dapat mempengaruhi reaksi emosional dan reaksi fisik manusia sepeti

detak jantung, tekanan darah, sifat nyeri dan temperature tubuh. Hasil

pengamatan mereka menyebutkan bahwa dengan mengaktifkan

aliaran ingatan yang tesimpan diwilayah corpus collosum musik

meningkatkan intergrasi seluuh wilayah otak.

Penelitian yang berkenaan dengan pengaruh music terhadap

konsidi psikologis individu telah banyak dilakukan, dan hasilnya

memperlihatkan adanya reaksi fisik dan jiwa sebagai respon terhadap

musik. Reaksitersebut dapat berupa ketenangan, relaksasi ataupun

berupa perubahan dalam ritme pernafasan, tekanan darah pada

jantung dan aliran darah. Menurut djohan (2006), terapi musik secara

khusus sangat efektif dalam tiga bidang pengobatan yaitu;

1. Sakit, kecemasan, dan depresi.

2. Cacat mental, emosi, dan fisik.

3. Gangguan neurologis.

Musik memiliki kekuatan langsung untuk mempengaruhi

kinerja kognisi, musik banyak memberikan manfaat dalam bidang


24

kesehatan, manfaat terapi musik bagi anak – anak terutama bagi

mereka yang mengalami gangguan mental,masalah perilaku,

gangguan emosi, autis, syndrome rett. Untuk orang dewasa musik

bermanfaat untuk mereka yang mengalami gangguan mental,

gangguan neurologis, masalah penyimpangan, sakit akut atau kronis.

Sedangkan untuk pengguna lainnya terapi musik juga efektif untuk

ibu – ibu yang akan melahirkan, pengelola rasa sakit, dan mereduksi

stress ( Djohan, 2016)

Menurut Susanti & Rohmah (2011), mengemukakan beberapa

gagasan berasarkan data – data hasil penelitian berkenaan dengan cara

kerja musik dalam memberikan pengaruh terhadap kehidupan

manusia dan memberikan daya penyembuh diantaranya adalah :

1. Musik menutupi bunyi atau perasaan yang tidak

menyenangkan.

2. Musik dapat memperlambat atau menyeimbangkan

gelombang otak.

3. Musik mempengarusi pernafasan.

4. Musik mempengaruhi denyut jantung, nadi, dan

tekanan darah.

5. Musik mengurangi ketegangtan otot dan memperbaiki

gerak dan koordinasi tubuh.

6. Musik mempengaruhi suhu badan.

7. Musik dapat menaikan tingkat endofrin (zat candu

otak yang dapat


25

mengurangi rasa sakit dan menimbulkan fly alamiah).

8. Musik dapat mengatur hormonal.

Menurut Djohan (2006), ada delapan alasan penggunaan terapi

music dalam kegiatan medis adalah :

1. Sebagai audioanalgesik atau penenang dan sebaliknya

untuk menimbulkan pengaruh biomedis yang positif atau

psikososial.

2. Sebagai focus latihan dan mengatur latihan.

3. Meningkatkan hubungan terapis , pasien dan keluarga.

4. Memperkuat proses belajar.

5. Sebagai stimulator auditoria tau pengaruh arus balik

atau menghilangkan kebisingan.

6. Mengatur kegembiraan dan interaksi personal yang

positif.

7. Sebagai penguat untuk kesehatan dalam hal

keterampilan fisiologis, emosi dan gaya hidup.

8. Mereduksi stress pada pikiran dan kesehatan tubuh.

Menurut Djohan (2016), penggunaan terapi musik ditentukan

oleh intervensi musical dengan maksud memulihkan, menjaga,

memperbaiki emosi, fisik, psikologi, dan kesehatan serta

kesejahteraan spiritual. Adapun elemen – elemen pokok yang di

tetapkan sebagai intervensi dalam terapi musik, yaitu :


26

1. Terapi musik digunakan untuk terapis music dalam

sebuah tim perawatan yang anggotanya termasuk tim medis,

pekerja social, psikolog, guru , atau orang tua.

2. Musik merupakan alat terapi yang utama. Musik

digunakan untuk menumbuhkan hubungan saling percaya,

mengembangkan fungsi fisik, dan mental klien melalui aktifitas

yang teratur secara terprogram. Contoh intervensi bias berupa

bernyanyi, mendengarkan musik , bermain alat music,

mengkomposisikan muskc, mengikuti gerakan music, dan

melatih imajenasi.

3. Materi musik yang di berikan akan diatur melalui

latihan – latihan sesuai arahan terapis. Intervensi musikal yang

dikembangkan akan digunakan terapis di dasarkan pada

pengetahuannya tentang pengaruh music terhadap perilaku, baik

kelemahan atau kelebihan klien sebagai sasaran terapi.

4. Terapi musik yang diterima klien disesuaikan secara

fleksibel serta dengan memperhatikan tingkat usia. Terapis

musik bekerja langsung pada sasaran dengan tujuan terapi yang

spesifik. Sasaran yang hendak dicapai termasuk komunikasi,

intelektual, motorik, emosi, dan keterampilan social.

Lebih lanjut (Djohan,2016), menambahkan tiga

konsep utama mengenai pengaruh musik, yaitu :

1. Musik penting karena merupakan sesuatu hal yang baik.


27

2. Musik merupakan bagian dari kehidupan serta salah

satu keindahan budaya manusia, selain terdapat nilai – nilai

positif yang sangat berguna.

3. Dengan mengembangkan kemampuan musik, maka

akan dimiliki keunggulan – keunggulan yang menyertainya.

Kegiatan latihan, mendengarkan, dan menghargai music akan

meningkatkan perkembangan kognitif, fisik, emosi dan social.

1.4.3. Jenis Terapi Musik dan Pengaruh Terhadap Fisik dan Fisiologis

Menurut berbagai sumber kepustakaan, jenis musik tertentu

memiliki pengaruh terhadap fisik dan psikologis. Table berikut

menggambarkan pengaruh jenis musik yang di dengarkan oleh

manusia.

No. Jenis Musik Pengaruh Sumber


1. Musik Rock Pemicu kecenderungan merusak Merrit
diri dan keinginan bunuh diri (2003)
pada kaum remaja dan dewasa
muda.
2. Musik yang berirama Merusak system tubuh, Merrit
anapestic (tekanan di akhir) bertentangan ritme tubuh (2003)
3. Musik Hangar Bingar, Memisahkan tubuh dan jiwa Merrit
sumbang serta pemicu sifat agresif dan (2003)
menentang
.4 Musik yang bising (berasal Kegelisahan merupakan ritme Khan (2002)
dari kegelisahan) yang merusak tubuh
5. Tangga nada lydis (c’ – c ) Ditolak plato karena dianggap Plato (prier,
terlalu lunak dan kurang jantan 2002)
6. Musik Richard wagner Agresif (serdadu hitler) Merit (2003)
7. Komposisi Klasik Rite of Melemahkan otot Merrit
Spring karya Stravinsky, dan (2003)
28

lavalse karya ravel


8. Musik yang mengumbar hawa Melemahkan jiwa, agresif , Khan (2002)
nafsu dan syahwat, syair perilaku yang tidak terkendali,
ratapan dan menyesali nasib liar, budi pekertinya rendah
(rendah moral)
9. Musik waltz ( teratur, Melatih kelenturan , sesuai ritme John
penekanan pada irama tubuh. diamond
pertama ) (Merrit ,
2003)
10. Tangga nada doris (e’-e) Meniru keadaaan jiwa mereka Plato (prier ,
tangga nada mulia yang penuh kebijaksanaan 2002)
bertugas memimpin Negara.
11. Tangga nada frigeis ( d’ – d) Penuh sifat aktif, meniru Plato prier
tanda nada menyala , berapi – semangat perjuangan para (2002)
api pahlawan.
12 Musik klasik (Mozart) Kompleksitas tinggi, matematis, Bonder
terstruktur, memiliki (2002),
keseimbangan yang tinggi, A.M.S.,
dinamis, kreatif, meningkatkan Merrit
kecerdasan dan kecerdasan (2003),
spatial. Madaule
(2002)
13. Musik Gregorian Bersifat spiritual, member Madaule
kedamaian, kesadaran yang (2002) Prier
tenang. (2002)
14. Musik Tradisional Daerah Music yang mengajarkan jati diri ATM , SS,
(etnis) individu secara umum. Rachmawati
(1998)
15. Jenis musik lembut Melembutkan hati, ATM,SS,
menenangkan, melatih Rachmawati
keanggunan, reduksi stress, dan (1998)
meningkatkan produktifitas
Tabel 2.1. Jenis musik dan pengaruhnya Rachmawati (2005) dalam Susanti &

Rohmah (2011)
29

1.4.4 Terapi Musik Klasik

Musik klasik disebut juga dengan dampak Mozart yaitu

teori yang menyatakan bahwa dengan memperdengarkan musik

klasik kepada bayi ketika masih dalam kandungan. Setelah lahir atau

ketika mereka tumbuh besar akan menjadi anak – anak yang cerdas.

Secara umum, beberapa musik klasik dianggap memiliki dampak

psikofisik yang menimbulkan kesan rileks, santai, cenderung

membuat detak nadi bersifat konstan, memberi dampak

menenangkan dan menurunkan stress (Fauzi, 2006)

Kekuatan musik klasik menjadi perhatian bagi masyarakat

terutama melalui penelitian inovatif di Univercity of California pada

awal tahun 1990-an di centere for the neurobiology of leaning dan

memori di Irvine, sebuah tim peneliti mulai menuju pada efek musik

klasik terhadap anak – anak, dewasa dan lansia. Campbell, (2002)

dalam Djohan (2016).

Musik klasik dikatakan bermanfaat bagi beberapa penyembuhan

diantaranya :

1. Musik menutupi bunyi perasaan yang tidak

menyenangkan

2. Musik dapat memperlambat dan menyeimbangkan

gelombang otak

3. Musik mempengaruhi pernafsan

4. Musik mempengaruhi denyut jantung, denyut nadi,

dan tekanan darah.


30

5. Musik mengurangi ketegangan otot dan memperbaiki

gerak dan koordinasi tubuh.

6. Musik mempengaruhi suhu badan

7. Musik dapat menaikkan tingkat endofrin (zat candu

otak yang dapat mengurangi rasa sakit dan menimbulkan fly

alamiah )

8. Musik dapat mengatur hormonal

Kehebatan musik klasik ini terletak pada harmonisasi komponen

music yang dapat mempengaruhi area diotak secara tidak terduga

ternyata terlibat ketika kita melakukan interpretasi, mendengarkan

atau memainkan musik. Area inilah yang berperan pada proses

berpikir secara analitik. Musik mempengaruhi otak dan keadaan

emosi dan suasana hati seseorang. Intelegensi manusia berkaitan erat

dengan fungsi – fungsi fisiologis dari otak. Penelitian neurologis

yang dilakukan memang membuktikan bahwa terjadi peningkatan

aktivitas bagian frontal otak kanan dan bagian tempo – pariental otak

kiri pada manusia yang mendengarkan musik klasik.

Efek terapi musik klasik pada nyeri adalah distraksi terhadap

pikiran tentang nyeri , menurunkan kecemasan menstimulusi ritme

nafas lebih teratur, menurunkan ketegangan tubuh, memberikan

gambaran positif pada visual imageri, relaksasi, dan meningkatkan

mood yang positif, mendorong kemajuan pasien selama masa

pengobatan dan pemulihan (Schou, 2008).


31

Rachmawati (2006) dalam Roewijoko (2007) menjelaskan bahwa

gelombang suara musik yang dihantarkan ke otak berupa energy

listrik melalui jaringan syaraf yang akan membangkitkan gelombang

otak yang di bedakan atas frekuensi alpha, beta, tetha dan delta.

Arifin (2006) mengatakan bahwa musik klasik

menghasilkan gelombang alpha sehingga lebih banyak pengaruhnya

dalam relaksasi.

1.4.5 Tekhnik Pemberian Musik Klasik

Suara adalah suatu fenomena alam. Karena itu, suara

hamper selalu dianggap sebagian dari ilmu fisika, dan dijelaskan dari

sudut pandang ilmu eksata. Manusia dapat mendengar suara karena

mempunyai alat penerima suara dan bunyi yaitu telinga.

Pendengaran manusia dimulai sejak janin berusia 16 minggu dan

berlangsung sepanjang hidup. Kemampuan manusia untuk

mendengar suara sangat terbatas, telinga normal umumnya hanya

dapat mendengarkan bunyi yang memiliki frekuensi antara 20 Hz –

20.000 Hz.

Suara musik mudah di dengar dan dinikmati. Menurut Djohan 2006,

ada beberapa hal yang akan ikut berpengaruh terhadap bagaimana

musik tersebut di cerna dan diterima antara lain :

a. Bagaimana jenis dan klasifikasi gangguan

pendengaran yang di derita, apakah ringan, sedang atau berat.


32

b. Apakah ada alat bantu yang digunakan dan apa

jenisnya.

Menurut Djohan 2006, biasanya pendrita gangguan sensorik

pada saraf pendengaran memiliki kepekaan menangkap suara dengan

frekuensi rendah. Kelompok ini lebih dapat menangkap suara dengan

pitch (mengorganisir pitch) rendah seperti bas atau baritone.

Pengukuran pitch dapat menggunakan garpu tala. Musik harus di

dengarkan minimal 15 menit supaya mendapatkan efek terapeutik.

(Nillson,2009)

Menurut Djohan 2016, tekhnik pemberian terapi musik adalah

sebagai berikut :

Table 2.2 SOP pemberian terapi musik klasik

SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)


TERAPI MUSIK KLASIK

PENGERTIAN Terapi musik merupakan salah satu terapi kesehatan yang tekhniknya
menggunakan musik yang di dengarkan sebagai alat untuk memperbaiki,
merelaksasikan dan memelihara keadaan mental ataupun emosi, jenis musik
yang digunakan dalam terapi ini adalah musik klasik.
TUJUAN 1. Mengurangi nyeri
2. Merangsang fungsi otak
3. Meningkatkan fungsi kognitif
4. Meningkatkan relaksasi fisik dan psikologi
5. Mengurangi ketegangan otot
PETUGAS Peneliti
PERSIAPAN 1. Headset
ALAT 2. HP/MP4
3. Musik klasik Mozart
PROSEDUR 1. Tahap pra Interaksi
PELAKSANAA 1) Mempersiapkan musik
N 2) Mencari tempat yang nyaman dan tidak ramai
2. Tahap Orientasi
1) Memberikan salam dan senyuman
2) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
3) Inform contsen dan menanyakan kesiapan klien sebelum
melakukan tindakan
33

3. Tahap kerja
1) Menjaga privacy klien
2) Mengatur klien dalam posisi senyaman mungkin (duduk,
atau berbaring)
3) Minta klien untuk memilih salah satu jenis musik klasik
yang sudah di sediakan.
4) Minta klien untuk memakai headset yang sudah di sediakan
5) Mendengarkan musik membutuhkan waktu 15 menit
6) Putarkan lagu musik klasik
7) Diam beberapa saat (3 – 5 menit) agar terjadi sinkronisasi
ritmis dengan dunia luar
8) Intruksikan pada klien untuk memejamkan mata dan tarik
nafas dalam, ke luar dan lepaskan, biarkan nafas tenang mengikuti
alunan lagu dan pikiran menemukan kenyamanan irama suara.
9) Instruksikan pada klien untuk mengikuti alunan suara
seolah-olah musik merambat naik mulai dari kaki kemudian paha,
panggul,punggung dan seolah-olah dari tangan merambat naik
hingga keduanya bertemu di dada, lanjutkan alunan suara dari
dada ke fikiran, sambut lagu yang masuk kefikiran, lepaskan
semua keresahan dan rasa sakit. Dan nikmati hingga keadaan
fikiran menjadi tenang
10) Matikan musik beri jeda waktu (5 menit) untuk klien
merasakan ketenangan.
11) Rapikan alat.
4. Tahap Terminasi
1) Evaluasi respon dan kondisi klien
2) Perubahan Intensitas nyeri Rheumatoid arthritis
3) Akhiri terapi , beri motivasi pada klien dan ucapkan salam.
34

Rheumatoid
Arthritis

Terapi Musik

Suara berkumpul di
batang otak.Batang
otak menerjemahkan
melalui jaringan syaraf pada otak dan akan jenis suara, dan
membangkitkan gelombang otak yaitu menerima sinyal
frekuensi alfa pendengaran

Gelombang suara di transmisikan ke


pembentukkan retikuler dengan Relaksasi
neurotransmitter untuk merangsang
tubuh mengeluarkan hormone
endorphine

Nyeri
berkurang
35

Gambar 2.8. Ilustrasi musik yang diterima oleh telinga di salukan ke


otak sebagai data digital sehingga otak merespon sesuai
dengan isi data digital dan mempengaruhi nyeri.

Anda mungkin juga menyukai