Anda di halaman 1dari 8

Pemeriksaan Fisik Neurlogi Sistem Motorik

1. Pengertian

Sistem motorik adalah sistem yang bertanggung jawab terhadap kerja kelompok-kelompok otot,
yaitu inisisasi gerakan volunter dan terampil. Serabut serabut motorik bersama sama input yang
berasal dari sistem-sistem yang terlibat dalam kontrol gerakan yang meliputi sistem
ekstrapiramidal, vestibular, serebellar dan propioceptive afferent semuanya bergabung didalam
badan-badan sel neuron pada cornu anterior medulla spinalis. Dari sel cornu anterior impuls
dibawa ke otot.

2. Terdapat 3 hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan sistem motorik :


 Masa otot
 Tonus otot
 Kekuatan otot
3. Ada 5 Tahap Pemeriksaan
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Pemeriksaan gerakan pasif
4. Pemeriksaan gerakan aktif
5. Koordinasi gerakan

A. Inspeksi
Sikap
Perhatikan sikap secara keseluruhan dan sikap tiap bagian tubuh. Bagaimana sikap pasien waktu
berdiri, duduk, berbaring, bergerak, dan berjalan.
Jika pasien berdiri, perhatikan sikap dan posisi badannya, baik secara keseluruhan maupun
sebagian. Bila ia jalan, tampaknya seolah-olah hendak jatuh ke depan; gerakan asosiatifnya
terganggu, lengan kurang dilenggangkan, dan terlihat tremor kasar, terutama di tangan. Pada
anak dengan distrofia muskulorum progresiva terlihat lordosis yang jelas; bila ia berjalan,
panggul seolah-olah berputar dengan maksud agar berat badan berpindah ke tungkai yang
sedang bertumpuh. Pada penderita hemiparese oleh gangguan sistem piramidal, lengan berada
dalam sikap fleksi, sedangkan tungkai dalam ekstensi.
Bila ia berjalan, tungkai membuat gerak sirkumdiksi. Pada pasien dengan paraparese jenis
sentral, cara berjalannya seperti gunting, yaitu tungkai seolah-olah menyilang. Penderita dengan
gangguan di serebelumberjalan dengan kaki mengangkang, demikian juga penderita tabes
dorsalis. Selain itu, penderita tabes dorsalis selalu melihat ke bawah memperhatikan kaki dan
jalannya, sebab kalau tidak, ia akan jatuh. Pasien polineuritis berjalan seperti ayam, yaitu
tungkai difleksikan tinggi-tinggi pada persendian lutut, supaya dapat mengangkat kakinya yang
kurang mampu melakukan dorsofleksi.
Gerakan bagian tubuh perlu diperhatikan dan dibandingkan. Pada anak yang sedang meronta
atau orang dewasa yang gelisah, bagian yang paretis terlihat kurang digerakkan.

Bentuk : Perhatikan adanya deformitas.


Ukuran
Perhatikan apakah panjang badan tubuh sebelah kiri sama dengan yang kanan. Orang dewasa
yang mengalami lumpuh sejak masa kanak-kanak, ukuran ekstremitas yang lumpuh lebih
pendek daripada yang sehat. Kemudian perhatikan besar (isi) kontur (bentuk) otot. Adakah
atrofi atau hipertrofi. Perhatikan kontur (bentuk) otot. Pada atrofi besar otot berkurang dan
bentuknya berubah. Kelumpuhan jenis perifer disertai oleh hipotrofi atau atrofi.
Perhatikan besarnya otot, bandingkan dengan otot sisi lainnya. Bila dicurigai adanya atrofi,
ukurlah kelilingnya. Pengukuran dilakukan dengan menyebutkan tempat di mana dilakukan
pengukuran. Biasanya digunakan tonjolan tulang sebagai patokan. Misalnya 3 cm di atas
olekranon, atau patella atau tonjolan lainnya. Setelah itu perhatikan pula bentuk otot. Hal ini
dilakukan dalam keadaan otot beristirahat dan sewaktu berkontraksi. Bila didapatkan atrofi,
kontur biasanya berubah atau berkurang.
Pada keadaan pseudo-hipertrofi, ukuran otot tampak lebih besar, namun tenaganya kurang. Hal
ini disebabkan karena jaringan otot diganti oleh jaringan lemak atau jaringan ikat. Hal ini
didapatkan pada distrofia muskulorum progresiva, dan terjadi di otot betis dan gluteus.

Gerakan involuter (abnormal yang tidak terkendali)


Di antara gerakan abnormal yang tidak terkendali yang kita kenal ialah : tremor, khorea, atetose,
distonia, balismus, spasme, tik, fasikulasi, dan miokloni.
Gerakan abnormal dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan keadaan. Gerakan abnormal
merupakan kontraksi otot-otot volunteer yang tidak terkendali. Nilainya secara klinis dalam
menentukan diagnosis dan lokalisasi penyakit saraf dapat sangat besar, oleh karenanya harus
diamati dengan baik. Gerakan abnormal ini dapat mengenai tiap bagian tubuh. Ia timbul karena
terlibatnya berbagai bagian sistem motorik, misalnya : korteks, serabut yang turun dari korteks,
ganglia basal, batang otak dan pusat-pusatnya, serebelum dan hubungan-hubungannya,
medulla spinalis, serabut saraf perifer, atau ototnya sendiri. Sifat gerakan dipengaruhi oleh letak
lesi dan kelainan patologiknya. Lesi pada tempat yang berlainan kadang dapat menyebabkan
gerakan yang identik, dan proses patologis yang berlainan pada tempat yang sama kadang dapat
mengakibatkan bermacam bentuk gerakan abnormal.
Pada pemeriksaan gerakan abnormal kita harus mengobservasi penampilan klinisnya dan
manifestasi visualnya, menganalisis pola gerakan dan melukiskan komponen-komponennya. Bila
gerakan sesuai dengan gambaran klinik tertentu yang telah mempunyai nama, nama ini
digunakan untuk gerakan tersebut, tetapi sebaiknya ditambah dengan melukiskan gerakan
tersebut, daripada hanya memberi suatu nama saja. Kadang-kadang untuk mengetahui gerakan
abnormal ini dibutuhkan palpasi, terlebih bila gerakannya sangat lemah dan terbatas pada
sebagian dari kelompok otot.
Tremor.
Tremor ialah serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran, yang timbul
karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian. Ia dapat melibatkan satu
atau lebih bagian tubuh. Jenis tremor yang perlu kita kenal ialah : tremor normal atau fisiologis;
tremor halus (disebut juga tremor toksik) dan tremor kasar.
Khorea
Kata khorea berasal dari kata Junani yang berarti menari. Pada khorea gerak oto berlangsung
cepat, sekonyong-konyong, aritmik, dan kasar yang dapat melibatkan satu ekstremitas, separuh
badan atau seluruh badan. Hal ini dengan khas terlihat pada anggota gerak atas (lengan dan
tangan), terutama bagian distal. Pada gerakan ini tidak didapatkan gerakan yang harmonis
antara otot-otot penggerak, baik antar otot yang sinergis maupun antagonis. Bila pasien disuruh
meluruskan lengan dan tangannya, kita dapatkan hiperekstensi pada falang proksimal dan
terminal, dan pergelangan tangan berada dalam fleksi dengan sedikit dipronasikan.
Atetose
Kata atetose berasal dari kata Yunani yang berarti berubah. Berlainan dari khorea yang
gerakannya berlangsung cepat, mendadak, dan terutama melibatkan bagian distal, maka
atetose ditandai oleh gerakan yang lebih lamban, seperti gerak ular, dan melibatkan otot bagian
distal. Namun demikian hal ini cenderung menyebar juga ke proksimal. Atetosis dapat dijumpai
pada banyak penyakit yang melibatkan ganglia basal.
Balismus
Balismus (hemibalismus) ialah gerak otot yang datang sekonyong-konyong, kasar dan cepat, dan
terutama mengenai otot-otot skelet yang letaknya proksimal; sedangkan pada khorea, gerak
otot kasar, cepat, dan terutama melibatkan otot-otot yang agak distal.
Spasme
Spasmus merupakan gerakan abnormal yang terjadi karena kontraksi otot-otot yang biasanya
disarafi oleh satu saraf. Spasme klonik mulai sekonyong-konyong, berlangsung sebentar dan
dapat berulang-ulang. Spasme tonik dapat berlangsung lama dan terus menerus. Spasme klonik
menyerupai kontraksi otot yang terjadi pada waktu faradisasi. Spasme dapat timbul karena
iritasi saraf perifer atau otot, tetapi dapat juga timbul karena iritasi di suatu tempat, mulai dari
korteks sampai ke serabut otot. Contoh dari spasme ialah trismus, rhisus sardonikus, dan hiccup.
Trismus merupakan spasme tonik otot pengunyah, dan rhisus sardonikus adalah spasme tonik
pada otot fasial.

PEMERIKSAAN FISIK DENGAN PALPASI DAPAT MENILAI MASSA OTOT


Massa Otot
1. Hypertropi
Hipertrofi adalah pembesaran atau pertambahan massa total suatu otot.
2. Normal
Tidak adanya kelainan pada massa total suatu otot
3. Atropi
Hipertrofi adalah pengecilan atau pengurangan massa total suatu otot.

B. PALPASI
Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi untuk menentukan
konsistensi serta adanya nyeri-tekan. Dengan palpasi kita dapat menilai tonus otot, terutama
bila ada hipotoni. Penentuan tonus dilakukan pada berbagai posisi anggota gerak dan bagian
badan.
PALPASI DAPAT MENILAI TONUS OTOT
Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian ekstremitas
tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan lutut. Pada orang
normal terdapat tahanan yang wajar.
 Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali (dijumpai pada kelumpuhan LMN).
 Hipotoni : tahanan berkurang.
 Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan, ini dijumpai pada
kelumpuhan UMN.
 Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson

.
C. PEMERIKSAAN GERAKAN PASIF
Penderita disuruh mengistirahatkan ekstremitasnya. Bagian dari ekstremitas ini kita gerakkan
pada persendiannya. Gerakan dibuat bervariasi, mula-mula cepat kemudian lambat, cepat, lebih
lambat, dan seterusnya. Sambil menggerakkan kita nilai tahanannya. Dalam keadaan normal kita
tidak menemukan tahanan yang berarti, jika penderita dapat mengistirahatkan ekstremitasnya
dengan baik, terutama anak-anak, sehingga kita mengalami kesulitan menilai tahanan.
Kadang-kadang tahanan didapatkan pada satu jurusan saja, misalnya tungkai sukar difleksikan
tetapi mudah diekstensikan. Keadaan ini misalnya didapatkan pada lesi di traktus piramidal.
Jangan lupa membandingkan bagian-bagian yang simetris. Pada gangguan sistem
ekstrapiramidal, dapat dijumpai tahanan yang sama kuatnya (rigiditas). Kadang-kadang dijumpai
keadaan dengan tahanan hilang timbul (fenomen cogwheel).

D. PEMERIKSAAN GERAKAN AKTIF


Pada pemeriksaan ini kita nilai kekuatan (kontraksi) otot. Untuk memeriksa adanya kelumpuhan,
kita dapat menggunakan 2 cara berikut :
1. Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan kita menahan gerakan
ini.
2. Kita (pemeriksa) menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh
menahan.
Contoh cara 1 : Pasien disuruh memfleksikan lengan bawahnya dan kita menghalangi
usahanya ini. Dengan demikian, dapat dinilai kekuatan otot biseps.
Contoh cara 2 : Kita (pemeriksa) ekstensikan lengan bawah pasien dan ia disuruh
menghalangi (menahan) usaha ini. Dengan demikian, dapat dinilai kekuatan otot biseps.
Jadi dengan kedua cara tersebut di atas dapat dinilai tenaga otot. Dokter umumnya
menggunakan cara 1, yaitu pemeriksa yang menahan. Bila pasien yang disuruh menahan,
ditakutkan kekuatan yang dilakukan oleh dokter terlalu besar. Bila pasien lumpuh total,
tidak sulit untuk memastikannya, namun bila ia lumpuh sebagian atau parsial, tidak mudah
memastikan atau menilainya. Tenaga orang yang normal berbeda-beda. Misalnya, tenaga
seorang atlit angkat besi jauh lebih kuat daripada tenaga seorang juru tulis. Tidak selalu
mudah membedakan parese (lumpuh) ringan dari tidak ada parese. Kita mungkin mendapat
pertolongan dari beberapa hal berikut yaitu :
1. Keluhan pasien (mungkin ia mengemukakan tenaganya berkurang).
2. Otot dibagian yang simetris tidak sama tenaganya.
3. Berkurangnya kelancaran gerakan. Parese ringan kadang-kadang ditandai oleh
menurunnya kelancaran gerakan.
4. Didapatkan gejala lain, misalnya : arefleksi, atrofi, hiperrefleksi, dan refleks patologis.

PEMERIKSAAN GERAKAN DAPAT MENILAI KEKUATAN OTOT


Dalam praktek sehari-hari, tenaga otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0
5. (0 berarti lumpuh samasekali, dan 5 = normal).
0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; lumpuh total.
1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendian
yang harus digerakkan oleh otot tersebut.
2 : Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat (gravitas).
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang
diberikan.
5 : Tidak ada kelumpuhan (normal).

E. PEMERIKSAAN KOORDINASI GERAKAN


Koordinasi gerak terutama diatur oleh serebelum. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
gangguan utama dari lesi di serebelum ialah adanya dissinergia, yaitu kurangnya koordinasi.
Artinya bila dilakukan gerakan yang membutuhkan kerjasama antar otot, maka otot-otot ini
tidak bekerja sama secara baik, walaupun tidak didapatkan kelumpuhan. Hal ini terlihat jika
pasien berdiri, jalan, membungkuk, atau menggerakkan anggota badan. Ada 2 hal yang perlu
diperhatikan pada dissinergia ini, yaitu : gangguan gerakan dan dismetria.
Selain itu, serebelum ikut berpartisipasi dalam mengatur sikap, tonus, mengintegrasi, dan
mengkoordinasi gerakan somatik. Lesi pada serebelum dapat menyebabkan gangguan sikap dan
tonus, dissinergia atau gangguan koordinasi gerakan (ataksia). Gerakan menjadi terpecah-pecah,
dengan lain perkataan : kombinasi gerakan yang seharusnya dilakukan secara simultan (sinkron)
dan harmonis, menjadi terpecah-pecah dan dilakukan satu per satu serta kadang simpang siur.
Dissinergia ialah kehilangan kemampuan untuk melakukan gerakan majemuk dengan tangkas,
harmonis, dan lancar.
Gejala klinis yang kita dapatkan pada gangguan serebelar ialah adanya: gangguan koordinasi
gerakan (ataksia), disdiadokhokinesia, dismetria, tremor intensi, disgrafia (makrografia),
gangguan sikap, nistagmus, fenomena rebound, astenia, atonia, dan disartria.

Dismetria
Dismetria pada gerakan, yaitu gerakan yang tidak mampu dihentikan tepat pada waktunya atau
tepat pada tempat yang dituju. Sering kita jumpai adanya hipermetria, yaitu melampaui tujuan;
tetapi sesekali didapatkan juga adanya hipometria, yaitu gerakan berhenti sebelum sampai pada
tujuan, yang disebabkan karena pasien takut melampaui tujuannya.

Gangguan Gerakan
Gangguan gerakan adalah berkurangnya kerjasama antar otot. Pada orang normal, bila ia
mengedik ke belakang, pada waktu yang bersamaan ia akan memfleksikan lutut (tungkai) nya
untuk menjaga keseimbangan. Akan tetapi, pada penderita gangguan serebelar, saat
mengedikkan badannya ke belakang, ia selalu menegangkan tungkainya, sehingga ia berada
dalam bahaya akan jatuh. Selain itu, gangguan koordinasi gerakan dapat diketahui dengan
melihat adanya disdiadokokinesia.

Anda mungkin juga menyukai