Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pailit dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai keadaan yang merugi,
bangkrut. Sedangkan dalam kamus hukum ekonomi menyebutkan bahwa, liquidation, likuidasi:
pembubaran perusahaan diikuiti dengan proses penjualan harta perusahaan, penagihan piutang,
pelunasan utang, serta penyelesaian sisa harta atau utang antara pemegang saham. Beberapa
definisi tentang kepailitan telah di terangkan didalam jurnal Penerapan Ketentuan Kepailitan
Pada Bank Yang Bermasalah yang ditulis oleh Ari Purwadi antara lain: Freed B.G Tumbunan
dalam tulisannya yang berjudul Pokok-Pokok Undang-Undang Tentang Kepailitan sebagaimana
diubah oleh Perpu No. 1 Tahun 1998 disebutkan bahwa “Kepailitan adalah sita umum yang
mencakup seluruh kekayaan debitur untuk kepentingan semua krediturnya. Tujuan kepailitan
adalah pembagian kekayaan debitur oleh kurator kepada semua kreditur dengan memperhatikan
hak-hak mereka masing-masing”. Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU),
“Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana
diatur dalam undang-undang ini.
Yang dapat dinyatakan mengalami kepailitan adalah debitur yang sudah dinyataka tidak
mampu membayar utang-utangnya lagi. Pailit dapat dinyatakan atas: a. permohonan dibitur
sendiri (pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan); b. permohonan satu atau lebih krediturnya (pasal 2 ayat
(1) UU Kepailitan Tahun); c. pailit harus dengan putusan pengadilan (pasal 3 UU Kepailitan); d
Pailit bisa atas permintaan kejaksaan untuk kepentingan umum (pasal 2 ayat (2) UU Kepailitan);
e. bila dibiturnya bank, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia (pasal 2
ayat (3) UU Kepailitan); f. Bila debiturnya Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kriling dan
Penjamin, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pailit hanya dapat diajukan
oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) (Pasal 2 ayat (4) UU Kepailitan); g. dalam hal
debiturnya Perusahaan Asuransi, perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik
Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat
diajukan oleh Menteri Keuangan (Pasal 2 ayat (5) UU Kepailitan). Sedangkan tujuan pernyataan
pailit adalah untuk mendapatkan suatu penyitaan umum atas kekayaan debitur (segala harta
benda disita atau dibekukan) untuk kepentingan semua orang yang menghutangkannya
(kreditur).
Proses terjadinya kepailitan sangatlah perlu diketahui, karena hal ini dapat menentukan
keberlanjutan tindakan yang dapat dilakukan pada perseroan yang telah dinyatakan pailit. Salah
satu tahap penting dalam proses kepailitan adalah tahap insolvensi.Yaitu suatu perusahaan yang
sudah tidak mampu membayar hutang-hutangnya lagi.Pada tahap insolvensi penting artinya
karena pada tahap inilah nasib debitur pailit ditentukan. Apakah harta debitur akan habis dibagi-

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 Page 1


bagi sampai menutup utangnya, ataupun debitur masih dapat bernafas lega dengan diterimanya
suatu rencana perdamaian atau rekunstruksi utang. Apabila debitur sudah dinyatakan insolvensi,
maka debitur sudah benar-benar pailit, dan hartanya segera akan dibagi-bagi, meskipun hal-hal
ini tidak berarti bahwa bisnis dari perusahaan pailit tersebut tidak bisa dilanjutkan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses terjadinya kepailitan?


2. Bagaimana upaya hukum terhadap kepailitan?
3. Contoh kasus pailit batavia air dan bagaimana penyelesaiannya?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses terjadinya kepailitan.


2. Untuk mengetahui upaya hukum terhadap kepailitan.
3. Untuk memaparkan dan menganalisis kasus pailit yang terjadi pada Batavia Air dan
penyelesaiannya.

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 Page 2


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kepailitan


Dalam pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Undang-undang Kepailitan dan PKPU), “kepailitan”
diartikan sebagai sita umum atas semua kekayaan Debitur Pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Menurut
kamus, pailit berarti “bangkrut” atau “jatuh miskin”.Dengan demikian maka kepailitan adalah
keadaan atau kondisi dimana seseorang atau badan hukum tidak mampu lagi membayar
kewajibannya (Dalam hal ini utangnya) kepada si piutang.
Tampak bahwa inti kepailitan adalah sita umum atas kekayaan debitor.Maksud dari
penyitaan agar semua kreditor mendapat pembayaran yang seimbang dari hasil pengelolaan asset
yang disita.Dimana asset yang disita dikelola atau yang disebut pengurusan dan pemberesan
dilakukan oleh curator.
Dalam hal terjadi kepailitan, yaitu Debitur tidak dapat membayar utangnya, maka jika
Debitur tersebut hanya memiliki satu orang Kreditur dan Debitur tidak mau membayar utangnya
secara sukarela, maka Kreditur dapat menggugat Debitur ke Pengadilan Negeri dan seluruh harta
Debitur menjadi sumber pelunasan utangnya kepada Kreditur. Namun, dalam hal Debitur
memiliki lebih dari satu Kreditur dan harta kekayaan Debitur tidak cukup untuk melunasi semua
utang kepada para Kreditur, maka akan timbul persoalan dimana para Kreditur akan berlomba-
lomba dengan segala macam cara untuk mendapatkan pelunasan piutangnya terlebih dahulu.
Kreditur yang belakangan datang kemungkinan sudah tidak mendapatkan lagi pembayaran
karena harta Debitur sudah habis.Kondisi ini tentu sangat tidak adil dan merugikan Kreditur yang
tidak menerima pelunasan.Karena alasan itulah, muncul lembaga kepailitan dalam hukum.
Lembaga hukum kepailitan muncul untuk mengatur tata cara yang adil mengenai pembayaran
tagihan-tagihan para Kreditur dengan berpedoman pada KUHPer, terutama pasal 1131 dan 1132,
maupun Undang-undang Kepailitan dan PKPU.

Pasal 1131 KUHPer:


“Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun
yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan perorangan debitur itu.”

Pasal 1132 KUHPer:


“Barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya; hasil penjualan
barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara
para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.”

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 Page 3


Dari dua pasal tersebut, dapat kita simpulkan bahwa pada prinsipnya pada setiap individu
memiliki harta kekayaan yang pada sisi positif di sebut kebendaan dan pada sisi negatif disebut
perikatan. Kebendaan yang dimiliki individu tersebut akan digunakan untuk memenuhi setiap
perikatannya yang merupakan kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan.
Dasar Hukum (Pengaturan) Kepailitan di Indonesia:
 UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran;
 UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
 UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
 UU No. 42 Tahun 1992 Tentang Jaminan Fiducia
 Pasal- Pasal yang Terdapat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yaitu Pasal
1131-1134.
 Dan beberapa Undang-Undang Lainnya yang mengatur Mengenai BUMN (UU No.19
Tahun 2003), Pasar Modal( UU No. 8 Tahun 1995), Yayasan (UU No.16 Tahun 2001 )
Koperasi (UU No. 25 Tahun 1992)

2.2 Syarat Kepailitan


Hal ini dijelaskan dalam Pasal 2 ayat ( 1 ) UUK :
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak mambayar lunas sedikitnya
satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih
kreditornya.”
Menurut pasal 2 ayat (1) Undang-undang Kepailitan dan PKPU di atas, supaya pasal 1131
dan 1132 KUHP berlaku sebagai jaminan pelunasan utang Kreditur, maka pernyataan pailit
tersebut harus dilakukan dengan putusan Pengadilan yang terlebih dahulu dimohonkan kepada
Pengadilan Niaga. Menurut Gunawan Widjaja, maksud dari permohonan dan putusan pailit
tersebut kepada Pengadilan adalah untuk memenuhi asas publisitas dari keadaan tidak mampu
membayar Debitur. Asas tersebut dimaksudkan untuk memberitahukan kepada khalayak umum
bahwa Debitur dalam keadaan tidak mampu membayar, dan hal tersebut memberi kesempatan
kepada Kreditur lain yang berkepentingan untuk melakukan tindakan. Dengan demikian, dari
pasal tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa dikabulkannya suatu pernyataan pailit jika
dapat terpenuhinya persyaratan kepailitan sebagai berikut:
1. Debitur tersebut mempunyai dua atau lebih Kreditur
Untuk melaksanakan Pasal 1132 KUHPer yang merupakan jaminan pemenuhan pelunasan
utang kepada para Kreditur, maka pasal 1 ayat (1) Undang-undang Kepailitan dan PKPU
mensyaratkan adanya dua atau lebih Kreditur.Syarat ini ditujukan agar harta kekayaan Debitur
Pailit dapat diajukan sebagai jaminan pelunasan piutang semua Kreditur, sehingga semua
Kreditur memperoleh pelunasannya secara adil.Adil berarti harta kekayaan tersebut harus dibagi
secara Pari passu dan Prorata.Pari Passu berarti harta kekayaan Debitur dibagikan secara
bersama-sama diantara para Kreditur, sedangkan Prorata berarti pembagian tersebut besarnya
sesuai dengan imbangan piutang masing-masing Kreditur terhadap utang Debitur secara
keseluruhan.

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 Page 4


Dengan dinyatakannya pailit seorang Debitur, sesuai pasal 22 jo. Pasal 19 Undang-undang
Kepailitan dan PKPU, Debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan
mengurus kekayaannya yang dimasukkan ke dalam kepailitan. Terhitung sejak tanggal putusan
Pengadilan, Pengadilan melakukan penyitaan umum atas seluruh harta kekayaan Debitur Pailit,
yang selanjutnya akan dilakukan pengurusan oleh Kurator yang diawasi Hakim Pengawas. Dan
bila dikaitkan dengan pasal 1381 KUHPer tentang hapusnya perikatan, maka hubungan hukum
utang-piutang antara Debitur dan Kreditur itu hapus dengan dilakukannya “pembayaran” utang
melalui lembaga kepailitan.
2. Debitur tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan
dapat ditagih.
Gugatan pailit dapat diajukan apabila Debitur tidak melunasi utangnya kepada minimal
satu orang Kreditur yang telah jatuh tempo, yaitu pada waktu yang telah ditentukan sesuai dalam
perikatannya.Dalam perjanjian, umumnya disebutkan perihal kapan suatu kewajiban itu harus
dilaksanakan.Namun dalam hal tidak disebutkannya suatu waktu pelaksanaan kewajiban, maka
hal tersebut bukan berarti tidak dapat ditentukannya suatu waktu tertentu. Pasal 1238 KUHPer
mengatur sebagai berikut:
“Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau
berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus
dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
Adapun criteria yang harus dipenuhi, yakni debitur mempunyai atau lebih kteditur dan
tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Rumusan utang
dijelaskan dalam Pasal 1 butir 6 UUK menyebutkan utang adalah kewajiban yang dinyatakan
atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia atau mata uang asing,
baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari, yang timbul karena perjanjian
atau UU dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada
Kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitur.

Adapun syarat yang lain dalam kepailitan yaitu :

 Pailit berarti pemogokan pembayar atau kemacetan pembayaran.


 Debitur dalam keadaan berhenti membayar, dengan putusan hakim dia dinyatakan pailit.
 Putusan pailit akan diucapkan hakim, bila secara sumir terbukti adanya peristiwa atau
keadaan yang menunjukan adanya keadaan berhenti membayar dari debitur.
 Sumir terbukti berarti untuk pembuktian tidak berlaku peraturan pembuktian yang biasa
( buku IV KUHPerdata ).
Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik
dalam mata uang Indonesia atau mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan
timbul dikemudian hari yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib
dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat
pemenuhan dari harta kekayaan debitur.

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 Page 5


2.3 Asas Utama Undang-Undang Kepailitan
1) Cepat
Proses kepailitan lebih sering digunakan oleh pelaku usaha, sehingga memerlukan
keputusan yang cepat.
2) Adil
Melindungi kreditur dan debitur yang beritikad baik serta pihak ketiga yang tergantung
dengan usaha debitur.
3) Terbuka
Keadaan insolven suatu badan hukum harus diketahui oleh masyarakat sehingga tidak
akan menimbulkan efek yang negative dikemudian hari, dan mencegah debitur yang
beritikad buruk untuk mendapatkan dana dari masyarakt dengan cara menipu.
4) Efektif
Keputusan pengadilan harus dapat dieksekusi dengan cepat, baik keputusan penolakan
permohonan pailit, keputusan pailit, keputusan perdamaian ataupun keputusan PKPU.

2.4 Tujuan hukum kepailitan


1. Agar debitur tidak membayar utangnya dengan sukarela walaupun telah ada putusan
pengadilan yang menghukumnya supaya melunasi utangnya, atau karena tidak mampu
untuk membayar seluruh hutangnya, maka seluruh harta bendanya disita untuk dijual
dan hasil penjualan itu dibagi-bagikan kepada semua krediturnya menurut besar
kecilnya piutang masing-masing, kecuali ada alasan-alasan yang sah untuk
didahulukan;
2. untuk menghindarkan kreditur pada waktu bersamaan meminta pembayaran
kembali piutangnya dari si debitur;
3. Menghindari adanya kreditur yang ingin mendapatkan hak istimewa yang menuntut
hak-haknya dengan cara menjual sendiri barang milik debitur, tanpa memperhatikan
kepentingan kreditur lainnya;
4. Menghindarkan kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh si debitur sendiri,
misalnya debitur melarikan atau menghilangkan semua harta kekayaannya dengan
maksud melepaskan tanggung jawabnya terhadap para kreditur, debitur
menyembunyikan harta kekayaannya, sehingga para kreditur tidak akan mendapatkan
apa-apa.
5. Menghukum pengurus yang karena kesalahannya telah mengakibatkan perusahaannya
mengalami keadaan keuangan yang buruk sehingga perusahaan mengalami keadaan
insolvensi.

2.5 Fungsi Undang-Undang Kepailitan


1. Mengatur tingkat Prioritas dan urutan masing-masing piutang para kreditor.
2. Mengatur tata cara agar seorang debitur dapat dinyatakan pailit.
3. Mengatur tata cara menentukan kebenaran mengenai adanya suatu piutan kreditur.
4. Mengatur mengenai sahnya piutang atau tagihan.
5. Mengatur mengenai jumlah yang pasti dari piutang.
6. Mengatur bagaimana cara membagi hasil penjualan harta kekayaan debitur untuk
pelunasan piutang masing-masing kreditur berdasarkan urutan tingkat prioritasnya.
7. Untuk eksekusi sita umum oleh pengadilan terhadap harta debitur sebelum pembagian
hasil penjualan.

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 Page 6


8. Mengatur upaya perdamaian yang ditempuh oleh debitur dengan keditur sebelum
pernyataan pailit dan sesudah pernyatan pailit.

2.6 Pihak yang Dapat Mengajukan Kepailitan


Selain oleh Kreditur dan Debitur sendiri, suatu permohonan pailit dapat diajukan oleh
pihak-pihak lain seperti yang disebutkan dalam pasal 2 Undang-undang Kepailitan dan PKPU.
Mereka adalah:
1. Kejaksaan untuk kepentingan umum.
Yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan negara
dan/atau kepentingan masyarakat luas.
2. Bank Indonesia dalam hal Debitur adalah bank
Pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap suatu bank sepenuhnya merupakan
kewenangan Bank Indonesia. Pengajuan tersebut semata-mata didasarkan atas penilaian
kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu
dipertanggungjawabkan. Kewenangan Bank Indonesia untuk mengajukan permohonan
kepailitan ini tidak menghapuskan kewenangan Bank Indonesia terkait dengan ketentuan
mengenai pencabutan izin usaha bank, pembubaran badan hukum, dan likuidasi bank
sesuai peraturan perundang-undangan.
3. Badan Pengawas Pasar Modal (BPPM) dalam hal Debitur adalah Perusahaan Efek, Bursa
Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
Permohonan pailit juga dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BPPM)
karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat
yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal.
Badan Pengawas Pasar Modal juga mempunyai kewenangan penuh dalam hal pengajuan
permohonan pernyataan pailit untuk instansi-instansi yang berada di bawah
pengawasannya, seperti halnya kewenangan Bank Indonesia terhadap bank.
4. Menteri Keuangan dalam hal Debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang
kepentingan publik.

2.7 Pihak yang dapat Dijatuhkan Pailit

1. wanita yang bersuami.


Pernyataan kepailitan disini karena dia telah menikah maka seluruh harta suami dan istri
telah menjadi satu bila tidak ada perjanjian pisah harta.
Setiap perempuan yang bersuami yang melaksanakan pekerjaan tetap pada suatu
perusahaan ia pun dapat dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri tempat ia melakukan
pekerjaan atau oleh pengadilan negeri tempat kediamannya.
Dalam Pasal 3 peraturan kepailitan dijelaskan bahwa : “ kepailitan terhadap wanita yang
bersuami hanya dapat dinyatakan pailit berdasarkan :
a. Hutang Istri itu sendiri secara pribadi harus bertanggung jawab karena adanya
izin dari suaminya.
b. Hutang Istri, dalam hal istri dengan izin yang tegas atau izin secara diam-diam
dari suami.
c. Hutang Istri dalam hal istri tersebut sebelum ia kawin dan hutang rumah tangga.

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 Page 7


2. Kepailitan harta peninggalan
Mengenai harta peninggalan dari seorang yang telah meninggal dunia dapat pula
dinyatakan pailit berdasarkan Pasal 197 peraturan Kepailitan. Untuk itu para ahli waris
harus dipanggil melalui juru sita untuk didengar tentang adanya permohonan itu
3. Kepailitan Firma dan CV
Dalam Hal ini peraturan kepailitan menegaskan sebagai berikut :
Bahwa terhadap suatu perseroan Firma, didalam pelaporan tersebut harus memuat nama,
dan tempat kediaman masing2 Persero yang secara tanggung menanggung terikat untuk
seluruh Hutang2 Firma.
4. Kepailitan PT
Dengan Dinyatakannya PT (badan Hukum ) Pailit maka organ-organ badan hokum
tersebut kehilangan haknya untuk mengurus dan berbuat bebas terhadap kekayaan badan
hukum itu

2.8 Akibat Kepailitan


1. Kepailitan meliputi seluruh harta kekayaan debitur pada saat pernyataan pailit diucapkan serta
segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Kecuali tempat tidur,pakaian, alat-alat
pertukangan, buku-buku yang diperlukan dalam pekerjaan,makanan dan minuman untuk satu
bulan, alimentasi atau uang yang diterima dari pendapatan anak-anaknya.
2. Debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus harta kekayaannya
yang termasuk dalam harta pailit. Sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan ( sejak
pukul 00.00 waktu setempat ).
3. Kepailitan hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri pribadi debitur pailit.
4. Harta pailit diurus dan dikuasai curator untuk kepentingan semua kreditur dan debitur. Hakim
pengawas memimpin dan mengawasi pelaksanaan jalannya kepailitan.
5. tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit harus diajukan oleh atau
terhadap curator.
6. Segala perbuatan debitur yang dilakukan sebelum dinyatakan pailit, apabila dapat dibuktikan
bahwa perbuatan tersebut secara sadar dilakukan debitur untuk merugikan kreditur maka
dapat dibatalkan oleh curator atau kreditur atau gugatan yang diajukan curator demi
menyelamatkan keutuhan harta pailit demi kepentingan kreditur (Aktiopauliana ).
7. Hibah dapat dibatalkan sepanjang merugikan harta kepailitan ( boedel pailit ). Missal
penghibahan 40 hari menjelang kepailitan dianggap dibuat untuk merugikan para kreditur.
 Perikatan selama kepailitan yang dilakukan debitur apabila perikatan tersebut
menguntungkan bisa diteruskan. Namun apabila perikatan tersebut dapat merugikan,
maka kerugian sepenuhnya ditanggung oleh debitur secara pribadi atau perikatan tersebut
dapat dimintakan pembatalan.
 Kepailitan suami atau istri yang kawin dalam satu persatuan harta, diperlakukan sebagai
kepailitan persatuan harta tersebut.

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 Page 8


2.9 Cara Penundaan Kepailitan

Cara penundaan kepailitan ini dapat ditempuh dengan mekanisme pengajuan perdamaian.
Debitur pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua Kreditur atau
melakukan PKPU.
 Jika pengesahan perdamaian telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kepailitan
berakhir.
 Kurator wajib mengumumkan perdamaian tersebut dalam Berita Negara Republik
Indonesia dan paling sedikit 2 surat kabar harian.
 Jika tidak ditentukan lain, Kurator wajib mengembalikan kepada Debitur semua benda,
uang, buku dan dokumen yang termasuk harta pailit dengan tanda terima yang sah.

2.10 Prosedur Permohonan Pailit


Bagaimana prosedur permohonan pailit? Hal ini diatur dalam pasal 6 UUK,yaitu sebagai berikut
:
1. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada ketua pengadilan.
2. Penitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan yang
bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal
pendaftaran.
3. Penitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi institusi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3),(4) dan ayat (5) jika dilakukan tidak sesuai
dengan ketentuan dalam ayat-ayat tersebut.
4. Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada ketua pengadilan paling
lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
5. Dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan pernyataan
pailit didaftarkan,pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang.
6. Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyatan pailit diselenggarakan dalam jangka
waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
7. Atas permohonan debitur dan berdasarkan alasan yang cukup, pengadilan dapat menunda
penyelenggaraan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sampai dengan paling
lambat 25 (dua puluh lima) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.

2.11 Upaya Hukum

Jika para pihak tidak puas terhadap keputusan pengadilan niaga, dapat mengadakan upaya
hukum, yakni kasasi. Dijabarkan dalam Pasal 11 UUK, yang mengemukakan :

1. Upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit
adalah kasasi ke MA.
2. Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lambat 8
(delapan) hari setelah tanggal putusan yang domohonkan kasasi diucapkan, dengan
mendaftarkan kepada panitera pengadilan yang telah memutus permohonan pernyataan
pailit.

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 Page 9


3. Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selain dapat diajukan oleh
debitor dan kreditor yang merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama, juga
dapat diajukan oleh kreditur lain yang bukan merupakan pihak pada persidangan tingkat
pertama yang tidak puas terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit.
4. Panitera mendaftar permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang bersangkutan
diajukan dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani
panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.

2.12 Putusan Pailit

Jika pengadilan menerima permohonan pailit,diangkat curator untuk melaksanakan tugas


pengurusan dan atau pemberesan atas harta pailit. Curator dapat ditunjuk oleh :
a. Debitor atau kreditor
b. Pengadilan
Curator adalah pihak yang diberi tugas untuk melakukan pengurusan dan atau pemberesan atas
harta pailit. Dalam melakukan tugasnya, kurator :
1. Tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih
dahulu kepada debitur atau salah satu organ debitur, meskipun dalam keadaan diluar
kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan;
2. Dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, semata – mata dalam meningkatkan nilai harta
pailit. Bila dalam melakukan pinjaman dari pihak ketiga curator perlu membebani harta pailit
dengan hak tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya, maka pinjaman
tersebut harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan hakim pengawas.
Curator yang dimaksud di atas terdiri dari 2 macam, yaitu :
1. Balai Harta Peninggalan (BHP)
2. Curator lainnya yaitu perseorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia
yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau
membereskan harta pailit dan telah terdaftar pada departemen Kehakiman.

2.13 Berakhirnya Kepailitan


Suatu kepailitan dapatdikatakan berakhir apabila telah terjadi hal-hal sebagai berikut.

a. Perdamaian
Debitur pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua
kreditor.Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan segera setelah
selesainya pencocokan piutang. Keputusan rencana perdamaian diterima apabila disetujui dalam
rapat kreditor oleh lebih dari seperdua jumlah kreditor konkuren yang hadir dalam rapat dan
yang mewakili paling sedikit dua pertiga dari jumlah seluruh piutang konkuren yang diakui atau
untuk sementara diakui oleh kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.
Apabila lebih dari seperdua jumlah kreditor yang hadir dalam rapat kreditor dan mewakili
paling paling sedikit seperdua dari jumlah piutang kreditor yang mempunyai hak suara
menyetujui untuk menerima rencana perdamaian, dalam jangka waktu paling sedikit delapan hari
setelah pemungutan suara pertama diadakan, harus diselenggarakan pemungutan suara kedua.
Pada pemungutan suara kedua kreditor tidak terikat pada suara yang dikeluarkan pada
pemungutan suara pertama.

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 Page 10


Dalam setiap rapat kreditor wajib dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Hakim
Pengawas dan panitera pengganti.
Berita acara rapat tersebut harus memuat:
1. Isi perdamaian
2. Nama kreditor yang hadir dan berhak mengeluarkan suara dan menghadap
3. Suara yang dikeluarkan
4. Hasil pemungutan suara, dan
5. Segala sesuatu yang terjadi dalam rapat (pasal 154 UU No. 37 Th 2004)

Setiap orang yang berkepentingan dapat melihat dengan Cuma-Cuma berita acara rapat
yang disediakan paling lambat tujuh hari setelah tanggal berakhirnya rapat di Kepaniteraan
Pengadilan.
Isi perdamaian yang termuat dalam berita acara perdamaian harus dimohonkan
pengesahan kepada pengadilan yang megeluarkan keputusan kepailitan.Pengadilan harus
mengeluarkan penetapan pengesahan paling lambat tujuh hari sejak dimulainya sidang
pengesahan.
Namun demikian, pengadilan wajib menolak pengesahan apabila:
1. Harta debitur, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan suatu benda,
jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian
2. Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin, dan
3. Perdamaian itu terjadi karena penipuan, atau persengkongkolan dengan satu atau lebih
kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan
apakah debitur atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai perdamaian. (pasal 159 ayat
(2) UU No.37 Th 2004).

Selanjutnya, dalam hal permohonan pengesahan perdamaian ditolak, baik kreditor yang
menyetujui rencana perdamaian maupun debitur pailit, dalam jangka waktu delapan hari setelah
putusan pengadilan diucapkan dapat mengajukan kasasi. Sebaliknya, dalam hal rencana
perdamaian sisahkan atau dikabulkan, dalam jangka waktu delapan hari setelah putusan
pengadilan diucapkan dapat diajukan kasasi oleh:

1. Kreditor yang menolak perdamaian atau yang hadir pada saat pemungutan suara.
2. Kreditor yang menyetujui perdamaian setelah mengetahui bahwa perdamaian tersebut
dicapai berdasarkan alasan yang tercantum dalam pasal 159 ayat (2) UU No. 37 Th 2004
diatas.

b. Insolvensi
Insolvensi merupakan fase terakhir kepailitan. Insolvensi adalah suatu kejadian di mana
harta kekayaan (boedel) pailit harus dijual lelang di muka umum, yang hasil penjualannya akan
dibagikan kepada kreditor sesuai dengan jumlah piutangnya yang disahkan dalam akor.

Dengan adanya insolvensi tersebut, Zainal Asikin menulis bahwa curator/Balai Harta
Peninggalan mulai mengambil tindakan yang menyangkut pemberesan harta pailit,yaitu:

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 Page 11


1. Melakukan pelelangan atas seluruh harta pailit dan melakukan penagihan terhadap
piutang piutang si pailit yang mungkin ada di tangan pihak ketiga, di mana penjualan
terhadap harta pailit itu dapat saja dilakukan di bawah tangan sepanjang mendapat
persetujuan dari Hakim Komisaris
2. Melanjutkan pengelolaan perusahaan si pailit apabila dipandang menguntungkan, namun
pengelolaan itu harus mendapat persetujuan Hakim Komisaris
3. Membuat daftar pembagian yang berisi: jumlah uang yang diterima dan dikeluarkan
selama kepailitan, nama-nama kreditor dan jumlah tagihan yang disahkan, pembayaran
yang akan dilakukan terhadap tagihan tersebut
4. Melakukan pembagian atas seluruh harta pailit yang telah dilelang atau diuangkan itu.
5. Dengan demikian, apabila insolvensi sudah selesai dan para kreditor sudah menerima
piutangnya sesuai dengan yang disetujui, kepailitan itu dinyatakan berakhir. Debitur
kemudian akan kembali dala keadaan semula, dan tidak lagi berada di bawah pengawasan
curator/Balai Harta Peninggalan.

2.14 Contoh Kasus

Batavia Air Pailit

1. Kronologi Kepailitan Batavia Air

a) Peristiwa menjelang pailitnya Batavia Air


Utang ini bermula dari keinginan Batavia Air untuk mengikuti tender pelayanan haji
dengan menyewa (leasing) dua pesawat Airbus A330 dari ILFC. Namun, dari total kontrak
leasing selama 9 tahun, sudah 3 tahun berturut-turut Batavia Air kalah tender di Kementerian
Agama untuk mengangkut jemaah haji. Dalam gugatan ILFC, Batavia Air memiliki tagihan
sebesar USD 440rb di tahun pertama, USD 470rb di tahun kedua, USD 500rb di tahun ketiga dan
ke empat, dan USD 520rb di tahun kelima dan keenam. Keseluruhan utang dari ILFC sebesar
USD 4,68 juta ini memiliki tanggal jatuh tempo di 13 Desember 2012. Selain gugatan dari ILFC,
Batavia Air juga memiliki utang sebesar USD 4,94 juta kepada Sierra Leasing Limited yang
jatuh tempo di 13 Desember 2012 juga. Analisa dari OSK Research Sdn Bhd di bulan Oktober
2012 memperkirakan total utang Batavia Air sebesar USD 40juta. Sebagai perusahaan swasta
(private corporation) Batavia Air juga tidak memiliki kewajiban untuk memberikan laporan
keuangan nya secara publik, sehingga dalam hal ini juga sulit untuk memberikan menyimpulkan
kondisi keuangan Batavia Air.
Menurut Dudi Sudibyo, permasalahan ini diperparah dengan ketidak pedulian Batavia Air
dalam mendayagunakan kedua pesawat A330 ini untuk melayani rute-rute lain selama
menganggur. Barangkali yang juga kurang dipublikasikan di media cetak adalah adanya
kenaikan persyaratan deposit Travel Agent di Batavia Air per bulan April 2012. Persyaratan
minimum deposit yang sebelumnya sebesar 7.500.000, diubah menjadi minimum 15.000.000
rupiah. Kenaikan deposit ini hanya ditunjang dengan alasan untuk mengurangi “ribet” nya
administrasi penambahan deposit.

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 Page 12


Di bulan Oktober 2012, Air Asia telah mengajukan rencana untuk mengakuisisi Batavia
Air senilai USD 80juta. Rencana akuisisi ini menjadi polemik yang cukup populer di Indonesia
karena kekuatiran akan masuk nya pihak luar ke dalam industri penerbagan Nusantara. Namun
tidak lama berselang, rencana tersebut kandas dengan keputusan Air Asia untuk membatalkan
transaksi tersebut dikarenakan “risiko bisnis dan penurunan pendapatan”.
Menurut Dirjen Perhubungan Udara, Herry Bakti, seusai gagal nya akuisisi Batavia Air
oleh Air Asia, rute Batavia Air telah berkurang secara drastis, yang awal nya 64 rute, menjadi 44
rute saja. Namun di tengah pengurangan rute ini, airlines domestik lain malah memperlihatkan
penambahan rute yang cukup signifikan, terutama Air Asia, yang mulai merambah ke rute-rute
strategis Batavia Air, seperti Semarang-Singapura yang sebelumnya hanya dilayani oleh Batavia
Air.
Di penghujung akhir Januari 2013, Batavia Air mulai mengalami penurunan secara drastis,
terutama diakibatkan oleh tuntutan pailit oleh ILFC. Kepercayaan calon penumpang pun mulai
berkurang, banyak penumpang kuatir akan terulang nya peristiwa tutup nya Adam Air dan
Mandala Air. Dalam penutupan dua airlines tersebut, tiket yang sudah dibeli oleh penumpang
banyak yg hilang tanpa pengembalian uang. Beberapa hoax messages pun juga banyak beredar di
BBM, terutama yang menyangkut akan segera ditutup nya Batavia Air oleh Dirjen Perhubungan.
Tepat sehari menjelang keluarnya putusan pailit oleh pengadilan negeri Jaksel (30 Jan
2013), sempat terjadi pengajuan pencabutan gugatan pailit oleh ILFC. Namun pengajuan
pembatalan ini telah ditolak langsung oleh Batavia Air dikarenakan Batavia Air sudah merasakan
dampak penurunan kepercayaan publik secara drastis. Batavia Air pun mengakui semua utang-
utangnya tersebut. Dengan penolakan ini maka putusan pengadilan negeri Jaksel berlanjut
menjadi pailit bagi Batavia Air.

b) Proses penyelesaian pailit oleh kurator


Penyelesaian pailit Batavia Air telah diputuskan untuk diurus oleh empat kurator, antara lain
Turman M Panggabean, Permata Nauli Daulay, Andra Reinhard Sirait, dan Alba Sumahadi.
Kantor kurator bertempat di Ruko Cempaka Mas B-24, Jl. Letjen Suprapto, Jakarta Pusat.
Beberapa aktifitas yang sudah terjadwal ada sebagai berikut:

 15 Feb 2013: Rapat Kreditur di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada pukul 09:00,
 18 Feb 2013: Mengundang kreditur non-tiket dan agen untuk mengajukan tagihan
kreditur dan pajak di Kantor Kurator,
 18 Feb – 1 Maret 2013: Penumpang Batavia Air bisa muendaftarkan diri sebagai kreditur
Batavia Air,
 14 Maret 2013: Verifikasi dan pencocokan piutang di kantor Kurator.
Namun untuk para pemegang tiket calon penumpang, salah satu Kurator Batavia Air (Turman
Panggabean) sudah menyatakan bawah penggantian tiket calon penumpang dapat dilakukan
dengan syarat ada investor baru. Jadi sepertinya sudah pupus harapan bagi pemegang tiket untuk
bisa mendapatkan uang refund atau pengembalian.

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 Page 13


c) Akibat pailitnya Batavia Air bagi penumpang dan agen travel
Akibat putusan pailit Batavia, beberapa asosiasi travel agent sudah mencatatkan kerugian
mencapai milliaran rupiah. Asosiasi Travel Agen Indonesia (Asita) Jakarta dengan anggota
sekitar 1500 agen, memperkirakan dana deposit yang hilang mencapai 20 milliar rupiah.
Sementara itu, Astindo Sulawesi Tengah mencatat kerugian uang deposit mencapai 500 juta
rupiah.
Pasca penutupan Batavia Air, beberapa airlines telah menawarkan bantuan bagi
penumpang Batavia Air dengan booking ulang secara cuma-cuma. Tiger Airways (dan Mandala
Airlines) telah menawarkan rebooking gratis untuk rute-rute tertentu (CGK-SG, CGK-PKB,
CGK-Padang, dan CGK-SUB). Express Air juga mengakomodir penumpang Batavia Air untuk
rute Yogyakarta – Pontianak secara gratis.

d) Langkah kedepan untuk mencegah terulangnya Batavia Air


Escrow Account untuk deposit travel agent dan tiket yang belum terpakai. Dengan
terjadinya kasus pailit Batavia Air, Astindo (Assosiasi Perusahaan Penjual Tiket Penerbangan)
mendesak Departemen Perhubungan untuk membuat peraturan baru dimana deposit travel agent
dan deposit tiket yang belum terpakai untuk ditempatkan dalam escrow account atau akun
penjaminan yang terpisah dari operasional perusahaan penerbangan. Sehingga dalam kasus-kasus
pailit seperti Batavia Air, deposit tersebut dapat diamankan secara terpisah.
Proposal yang kedua adalah kerja sama dari Asosiasi Travel yang telah ada, antara lain
Astindo, Asita, maupun assosiasi-assosiasi lain nya, untuk membuat sebuah “early detection
system”. Early detection ini dapat menggunakan beberapa indikasi, antara lain: pengurangan rute
penerbangan secara signifikan, utang yang mulai gagal bayar, analisa perbandingan uutang
dengan aset perusahaan, dll. Dengan fasilitas seperti ini, iuran tahunan assosiasi-assosiasi yang
terkadang berjumlah cukup besar menjadi lebih berguna.

2. Analisis Hukum / Yuridis


Proses pailit Batavia Air ini dilaksanakan atas suatu dasar hukum, yaitu UU No. 37 tahun
2004, yang mengatur tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang. Proses
awal pailit dimulai dari permohonan pailit yang diajukan oleh ILFC. Permohonan ini telah
memenuhi syarat dalam pasal 2 ayat (1) dan pasal 8 ayat (4) UU No. 37 tahun 2004, yaitu adanya
utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih, dan adanya kreditur lain. Karena itulah, permohonan
ini ditindaklanjuti oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Lalu, proses pembuktian juga memiliki
dasar hukum yang kuat, yaitu sesuai dengan pasal 164 HIR. Bukti tersebut yaitu berupa
pengakuan yang dilontarkan oleh Batavia Air atas utang-utang yang dimilikinya.
Tak ada kemampuan Batavia dalam membayar utangnya disebabkan karena force majeur,
yaitu kalah tender pelayanan transportasi ibadah haji dan umroh ini. Hal ini menjadi biang kerok
tersendatnya pembayaran. Karena, pesawat yang disewa tersebut diperuntukkan melayani
penumpang yang hendak melakukan ibadah haji dan umrah ke Mekah-Madinah. Sehingga,
sumber pembayaran sewa pesawat berasal dari pelayanan penumpang yang melakukan ibadah
haji dan umrah. Akan tetapi, dalil force majeur ini tidak dapat dibuktikan dan disetujui karena

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 Page 14


tidak tercantum dalam perjanjian utangnya dengan ILFC. Perjanjian ini merupakan dasar hukum
bagi pelaksanaan utang piutang kedua pihak tersebut. Namun nyatanya, Batavia Air tidak dapat
membuktikan dalil tersebut. Untuk itu, majelis hanya mempertimbangkan apa yang dapat
dibuktikan saja.
Kepailitan Batavia Air juga memiliki dasar hukum yang kuat, yaitu surat putusan
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No.77/pailit/2012/PN.NIAGA.JKT.PST tertanggal 30 Januari
2013.

3. Komentar
Proses pembuktian yang dilakukan terhadap Batavia Air terbilang mudah karena Batavia
Air sendiri mengakui utang-utangnya tersebut. Akan tetapi, alasan Batavia Air tidak bisa
membayar utang-utangnya karena force majeur ditolak oleh pengadilan. Lalu, ketika dilakukan
verivikasi jumlah utang, terdapat perbedaan antara jumlah utang Batavia Air menurut ILFC dan
SLL. Pada akhirnya, perbedaan jumlah utang tersebut tidak menghalangi dijatuhkannya putusan
pernyataan pailit dikarenakan hakim hanya melihat fakta adanya pengakuan utang. Apabila
nantinya terdapat perbedaan jumlah utang, maka dapat diselesaikan oleh kurator pada masa
pencocokan utang.
Pemberhentian operasi Batavia Air ini menimbulkan tanda tanya dari berbagai pihak, salah
satunya adalah situs hukumonline.com. Ketika ditanya hukumonline.com untuk belajar dari
kasus Telkomsel agar tetap beroperasi, Raden Catur Wibowo, kuasa hukum Batavia Air,
mengatakan bahwa kasus tersebut berbeda. Pasalnya, industri penerbangan tidak sama dengan
industri telekomunikasi. Akibat dari permohonan pailit ini, semua pemilik pesawat telah menarik
pesawat-pesawatnya, Alhasil, Batavia hanya memiliki 14 pesawat yang diberdayakan. “Dan itu
sangat berat hanya mengoperasikan 14 pesawat. Kalau sudah ditarik, apa yang mau kita
operasikan,” pungkas Catur usai persidangan.
Menurut Suharto Abdul Majid, Ketua Forum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI),
kepailitan Batavia Air dinilai mencurigakan. Ada dua poin penting mengenai kecurigaannya
terhadap kepailitan Batavia Air. Yang pertama, berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, setiap perusahaan penerbangan diwajibkan memiliki
dana cadangan yang memadai. Dalam hal ini berarti bahwa dalam struktur keuangan maskapai
penerbangan ada bank garansi yang menjamin. Suharto menuturkan, dengan adanya garansi
tersebut, jika terjadi sesuatu seperti kepailitan, sudah ada jaminan bank yang dapat melunasi
utang perusahaan penerbangan. Ia yakin Batavia Air memiliki dana cadangan. Tetapi nyatanya,
kasus kepailitan Batavia Air tidak dapat dihindari. Lalu yang kedua, kepailitan Batavia Air ini
terbilang tiba-tiba. Menurut Suharto, jangka waktu penyelesaian utang Batavia Air tergantung
kemauan perusahaan penerbangan itu. Suharto mengatakan, jangka waktu penyelesaian utang
bisa dilakukan dalam satu bulan, bahkan satu tahun. "Peluang sengaja dipailitkan, bisa saja," kata
Suharto.
Terlepas dari semua persepsi dan dugaan yang telah diarahkan kepada kasus kepailitan
Batavia Air, nyatanya kasus kepailitan Batavia Air ini telah menjadi suatu luka dalam industri
transportasi udara di Indonesia yang tidak dapat dihindari. Untuk itu, perlu dilakukan perbaikan
sistem keuangan maskapai penerbangan, yang harus dimulai dari regulasi oleh pemerintah.

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 Page 15


4. Kesimpulan Kasus
Dengan adanya putusan dari Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, yaitu berupa surat putusan
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No.77/pailit/2012/PN.NIAGA.JKT.PST tertanggal 30 Januari
2013, maka secara hukum PT. Metro Batavia, yang merupakan perusahaan maskapai
penerbangan Batavia Air, dipailitkan. Dan mulai berhenti beroperasi sejak tanggal 31 Januari
2013 pukul 00:00, sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 37 tahun 2004 pasal 24 ayat (2).

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 Page 16


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas, maka dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan
intisari permasalahan, adalah sebagai berikut :
1. Proses pengajuan permohonan pailit diajukan oleh pengadilan yang berwenang yaitu
pengadilan niaga yang berdomisili daerah tempat kedudukan debitur itu berada. Pengajuan
permohonan pailit diajukan oleh kreditur sebagaimana yang diatur pada pasal 2 UU No 37
Tahun 2004. Permohonan pengajuan pailit diajukan kepada pengadilan melalui panitera.
Panitera mendaftarkan permohonan kepailitan kepada ketua pengadilan niaga dalam jangka
waktu paling lambat 1 hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan. Dalam jangka
waktu paling lambat 2 hari terhitung sejak tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan
pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang. Sidang pemeriksaan atas
permohonan kepailitan diselenggarakan paling lambat 20 hari sejak permohonan. Tahap
putusan atas permohonan kepailitan dikabulkan atau diputus oleh hakim apabila fakta atau
keadaan secara sederhana terbukti memenuhi persyaratan pailit. Putusan pailit harus
diucapkan paling lambat 60 hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan
dimana berdasarkan pada asas peradilan, cepat, sederhana, dan biaya murah, putusan tersebut
wajib diajukan kepada jurusita.
2. Pengurus perseroan bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kepailitan perseroan,
jika kepailitan perseroan tersebut disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian dari pengurus
perseroan. Namun pengurus tidak dapat dibebani tanggung jawab apabila dapat
membuktikan kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; telah melakukan
pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan
perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; tidak mempunyai benturan
kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan;
dan telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 Page 17


3.2 Saran

Dalam menghindari terjadinya kepailitan perusahaan-perusahaan di Indonesia, terutama


industri penerbangan udara, perlu adanya campur tangan pemerintah dalam hal regulasi struktur
keuangan perusahaan, misalnya peraturan mengenai jumlah dana cadangan yang harus dimiliki
perusahaan. Lalu, pemerintah juga harus memiliki instrumen yang kuat untuk menilai kinerja
perusahaan, misalnya melalui pembentukan tim khusus untuk mengevaluasi laporan keuangan
yang masuk dari perusahaan. Hal ini karena, bisa saja laporan keuangan yang dibuat oleh suatu
perusahaan berbeda-beda tergantung dari kebutuhannya. Lalu, menurut Suharto, pemerintah
harus memperketat pengawasan terhadap kinerja keuangan atau aspek bisnis perusahaan
penerbangan. Suharto pun menyarankan Kementerian Perhubungan untuk menyusun kriteria
kesehatan keuangan perusahaan penebangan, sehingga secara dini bisa diketahui indikasi ke arah
kebankrutan maskapai.
Hal ini dilaksanakan agar kasus kepailitan perusahaan-perusahaan di Indonesia, terutama
maskapai penerbangan bisa dicegah dan tidak sampai terjadi.

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 Page 18


DAFTAR PUSTAKA

http://madthomson.blogspot.co.id/2014/06/tugas-makalah-kepailitan-fakultas-hukum.html
http://unjalu.blogspot.co.id/2011/03/hukum-kepailitan_30.html
http://fundandfantasy.blogspot.co.id/2013/12/kasus-kepailitan-batavia-air.html

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 Page 19

Anda mungkin juga menyukai