Anda di halaman 1dari 21

Aspek Hukum dan Medikolegal Terhadap Kasus Anak Dibawah

Umur yang Dibawa Lari

Ria Brillianta Widyarta

102017247

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jakarta Barat

Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

e-mail: anastasia.widyarta@yahoo.com

_________________________________________________________________________

Pendahuluan

Sejak zaman tradisional hingga era media sosial facebook dan twitter, kejahatan
melarikan perempuan di bawah umur terus terjadi. Seperti kita ketahui anak di bawah umur
adalah dimana seseorang di bawah umur 18 tahun, dan masih dalam tanggung jawab penuh orang
tua nya, dalam kasus skenario kali ini didapatkan bahwa seorang anak perempuan berusia 14 tahun
dibawa lari oleh teman laki-lakinya yang berusia 18 tahun. Maka dari itu dalam makalah ini akan
dibahas tentang aspek hukum, medikolegal, serta pemeriksaan forensik apabila adanya kasus
persetubuhan. Pemeriksaan harus yakin akan semua bukti yang ditemukannya karena berbeda
dengan di klinik ia tidak lagi mempunyai kesempatan untuk melakukan pemeriksaan ulang guna
memperoleh lebih banyak bukti. Terutama bila korban masih anak-anak, hendaknya
pemeriksan itu tidak sampai menambah trauma psikis yang sudah dideritanya.

Pembahasan

Aspek Hukum1

Pelarian Anak Perempuan Dibawah Umur

1. Pasal 332 ayat (1) KUHP


 Barang siapa membawa pergi seorang perempuan yang belum dewasa tanpa

1
dikehendaki orangtuanya atau walinya tetapi dengan persetujuan perempuan
itu baik di dalam maupun di luar perkawinan diancam hukuman maksimal 7
tahun.
 Menaikkan hukuman menjadi 9 tahun jika perbuatan membawa lari perempuan
dilakukan dengan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan
maksud untuk memastikan penguasaannya atas perempuan itu, baik di dalam
maupun di luar perkawinan.
Secara khusus Indonesia telah memiliki atauran yang mengatur perlindungan terhadap
anak. Aturan tersebut yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2001 tentang Perlindungan
Anak dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan Undang-Undang ini,
seseorang yang melakukan penculikan anak dapat dijerat dengan Pasal 83 Jo Pasal 76F
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang ancaman pidananya paling lama 15
tahun.1 Selengkapnya bunyi Pasal 83 yaitu:
“Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76F dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
dan denda paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)”.
Sedangkan Pasal 76F berbunyi:
“Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan atau
turut serta melakukan penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan anak.
KUHP juga mengatur tentang pidana penculikan anak, yaitu:
- Pasal 330 KUHP ayat (1) dan (2)
- Pasal 331 KUHP

Perkosaan
Menurut KUHP Pasal 285 perkosaan adalah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
menyetubuhi seorang wanita di luar perkawinan. Termasuk dalam kategori kekerasan disini
adalah dengan sengaja membuat orang pingsan atau tidak berdaya (Pasal 89 KUHP).
Hukuman maksimal untuk delik perkosaan ini adalah 12 tahun penjara.2

Persetubuhan diluar perkawinan


Persetubuhan diluar perkawinan antara pria dan wanita yang berusia diatas 15 tahun tidak
dapat dihukum kecuali jika perbuatan tersebut dilakukan terhadap wanita yang dalam
keadaan pingsan atau tidak berdaya. Untuk perbuatan yang terakhir ini pelakunya dapat

2
dihukum maksimal 9 tahun penjara (Pasal 286 KUHP) jika persetubuhan dilakukan
terhadap wanita yang diketahui atau sepatutnya dapat diduga berusia dibawah 15 tahun
atau belum pantas dinikahi maka pelakunya dapat diancam hukuman penjara maksimal 9
tahun. Untuk penuntutan ini harus ada pengaduan dari korban atau keluarganya (Pasal 287
KUHP). Khusus untuk yang usianya dibawah 12 tahun maka untuk penuntutan tidak
diperlukan adanya pengaduan.2
Perzinahan

Perzinahan adalah persetubuhan antara pria dan wanita diluar perkawinan, dimana salah
satu diantaranya telah kawin dan Pasal 27 BW berlaku baginya. Khusus untuk delik ini
penuntutan dilakukan oleh pasangan dari yang telah kawin tadi yang diajukan dalam 3
bulan disertai gugatan cerai/pisah kamar/pisah ranjang. Perzinahan ini diancam dengan
hukuman penjara selama maksimal 9 bulan.2

Perbuatan cabul2

Seseorang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, maka ia diancam dengan
hukuman penjara maksimal 9 tahun (Pasal 289 KUHP). Hukuman perbuatan cabul lebih
ringan, yaitu 7 tahun saja jika perbuatan cabul ini dilakukan terhadap orang yang sedang
pingsan, tidak berdaya, berumur dibawah 15 tahun atau belum pantas dinikahi dengan atau
tanpa bujukan (Pasal 290 KUHP). Perbuatan cabul yang dilakukan terhadap orang yang
belum dewasa oleh sesama jenis diancam hukuman penjara maksimal 5 tahun (Pasal 291
KUHP). Perbuatan cabul yang dilakukan dengan cara pemberian, menjanjikan uang atau
barang, menyalahgunakan wibawa atau penyesatan terhadap orang yang belum dewasa
diancam dengan hukuman penjara maksimal 5 tahun (Pasal 293 KUHP). Perbuatan cabul
yang dilakukan terhadap anak, anak tiri, anak angkat, anak yang belum dewasa yang di
bawah pengawasan, pemeliharaan, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya,
dengan bujang atau bawahan yang belum dewasa diancam dengan hukuman penjara
maksimal 7 tahun. Hukuman yang sama juga diberikan pada pegawai negeri yang
melakukan perbuatan cabul dengan bawahan atau orang yang penjagaannya dipercayakan
kepadanya, pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat
pekerjaan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau
lembaga sosial yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke
dalamnya (Pasal 294 KUHP). Orang yang dengan sengaja menyebabkan atau

3
memudahkan, menjadi penghubung bagi perbuatan cabul terhadap korban yang belum
cukup umur diancam dengan hukuman penjara maksimal 5 tahun (Pasal 295 KUHP). Jika
perbuatan ini dilakukan sebagai pencarian atau kebiasaan maka ancaman hukumannya satu
tahun 4 bulan atau denda paling banyak Rp. 15.000,-

Prosedur Medikolegal3, 4

1. Kewajiban Dokter Membantu Peradilan

a. Pasal 133 KUHAP



Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli
kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.3

Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan
luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.3

Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah
sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap
mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilakban dengan
cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.3
Penjelasan Pasal 133 KUHAP - Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran
kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan oleh
dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan.3
b. Pasal 179 KUHAP3

Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan
sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan
sebenar-benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

2. Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan Dan Manfaatnya4

a. Pasal 183 KUHAP


 Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa
suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

4
melakukannnya.
b. Pasal 184 KUHAP
 Alat bukti yang sah adalah (1) keterangan saksi, (2) keterangan ahli, (3) surat,
(4) petunjuk, dan (5) keterangan terdakwa. Sedangkan hal yang secara umum
sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
c. Pasal 186 KUHAP
 Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
d. Pasal 180 KUHAP
 Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di
sidang pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat
pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
 Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum
terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim
memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.
 Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian
ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2).
 Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh
instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang
mempunyai wewenang untuk itu.

3. Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter4

a. Pasal 216 KUHP


 Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang
dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi
sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi
kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula
barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau
menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak
sembilan ribu rupiah.
 Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut
ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi
tugas menjalankan jabatan umum.
 Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka
pidanya dapat ditambah sepertiga.
b. Pasal 222 KUHP
 Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau
5
menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah.
c. Pasal 224 KUHP
 Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli
atau jurubahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang
menurut undang-undang ia harus melakukannnya:
i. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-
lamanya 9 bulan.
ii. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya
6 bulan.
d. Pasal 522 KUHP
 Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau
jurubahasa, tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda
paling banyak sembilan ratus rupiah.
Anamnesis

Anamnesis merupakan suatu yang tidak dapat dilihat atau ditemukan oleh dokter sehingga
bukan merupakan pemeriksaan objektif oleh karena itu seharusnya tidak dimasukkan
dalam Visum et Repertum. Anamnesis dibuat terpisah dan dilampirkan pada Visum et
Repertum dengan judul “keterangan yang diperoleh dari korban”. Dalam mengambil
anamnesis, dokter meminta pada korban untuk menceritakan segala sesuatu tentang
kejadian yang dialaminya dan sebaiknya terarah. Anamnesis terdiri dari bagian yang
bersifat umum dan khusus. Anamnesis umum meliputi pengumpulan data tentang umur,
tanggal dan tempat lahir, status perkawinan, siklus haid untuk anak yang tidak diketahui
umurnya, penyakit kelamin dan penyakit kandungan serta adanya penyakit lain seperti
epilepsi, katalepsi, sincope, dll. Cari tahu pula apakah pernah bersetubuh? Kapan
persetubuhan yang terakhir? Apakah menggunakan kondom? Hal khusus yang perlu
diketahui adalah waktu kejadian: tanggal dan jam. Bila waktu antara kejadian dan
pelaporan kepada yang berwajib berselang beberapa hari/minggu, dapat diperkirakan
bahwa peristiwa itu bukan peistiwa perkosaan tetapi persetubuhan yang pada dasarnya
tidak disetujui oleh wanita yang bersangkutan. Karena berbagai alasan, misalnya
perempuan itu merasa tertipu, cemas akan menjadi hamil atau selang beberapa hari baru
diketahui oleh ayah/ibunya karena ketakutan mengaku bahwa ia telah disetubuhi dengan
paksa. Jika korban benar telah diperkosa biasanya akan segera melapor. Tetapi saat
pelaporan yang terlambat mungkin juga disebabkan karena korban diancam untuk tidak

6
melapor kepada polisi. Dari data ini dokter dapat mengerti mengapa ia tidak dapat
menemukan lagi spermatozoa atau tanda-tanda lain dari persetubuhan. Tanyakan pula di
mana tempat kejadiannya. Sebagai petunjuk dalam pencarian trace evidence yang berasal
dari tempat kejadian, misalnya rumput, tanah dan sebagainya yang mungkin melekat pada
pakaian atau tubuh korban. Sebaliknya petugaspun dapat mengetahui di mana harus
mencari trace evidence yang ditinggalkan oleh korban dan pelaku. Perlu diketahui apakah
korban melawan. Jika korban melawan maka pada pakaian mungkin ditemukan robekan,
pada tubuh korban mungkin ditemukan tanda-tanda bekas kekerasan dan pada kelamin
mungkin terdapat bekas perlawanan. Kerokan kuku mungkin menunjukkan adanya sel-sel
epitel kulit dan darah yang berasal dari pemerkosa yang bisa diketahu lewat pemeriksaan
laboratorium forensilk. Cari tahu apakah korban pingsan. Ada kemungkinan korban
menjadi pingsan karena ketakutan tetapi mungkin juga korban dibuat pingsan oleh laki-laki
pelaku dengan pemberian obat tidur atau obat bius. Dalam hal ini jangan lupa untuk
mengambil urin dalam darah untuk pemeriksaan toksikologi. Tanyakan apakah terjadi
penetrasi dan ejakulasi? Apakah setelah kejadian, korban mencuci, mandi dan mengganti
pakaian.5

Pemeriksaan Fisik5
 Pemeriksaan seluruh tubuh korban
Pemeriksaan pakaian perlu dilakukan dengan teliti. Pakaian diteliti helai demi helai,
apakah terdapat robekan lama atau baru sepanjang jahitan atau melintang pada pakaian,
kancing terputus akibat tarikan, bercak darah, air mani, lumbur dan sebagainya yang
mungkin berasal dari tempat kejadian. Catat apakah pakaian dalam keadaan rapi atau
tidak, benda-benda yang melekat dan pakaian yang mengandung trace evidence dikirim
ke laboratorium kriminologi untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Pemeriksaan tubuh korban meliputi pemeriksaan umum: lukiskan penampilannya
(rambut dan wajah), rapi atau kusut, keadaan emosional, tenang atau sedih/gelisah, dsb.
Adakah tanda-tanda bekas kehilangan kesadaran atau diberikan obat tidur/obat bius,
apakah ada needle marks. Bila ada indikasi jangan lupa untuk mengambil urin dan
darah. Adakah tanda-tanda bekas kekerasan, memar, atau luka lecet pada daerah mulut,
leher, pergelangan tangan, lengan, paha bagian dalam pinggang. Dicatat pula tanda
perkembangan alat kelamin sekunder, pupil, reflex cahaya, pin point pupil, tinggi dan
berat badan, tekanan darah, keadaan jantung, paru dan abdomen.
 Pemeriksaan khusus alat genitalia

7
Pemeriksaan daerah genitalia meliputi ada tidaknya rambut kemaluan yang saling
melekat menjadi satu karena air mani yang mengering, gunting untuk pemeriksaan
laboratorium. Cari pula bercak air mani di sekitar alat kelamin, kerok dengan sisi
tumpul scalpel atau swab dengan kapas lidi yang dibasahi dengan larutan garam
fisiologis.
 Pada vulva, teliti adanya tanda-tanda bekas kekerasan seperti hiperemis,
edema, memar dan luka lecet goresan kuku. Introitus vagina apakah
hiperemis/edema? Dengan kapas lidi diambil bahan untuk pemeriksaan
sperma dari vestibulum.
 Periksa jenis selaput dara, adakah rupture atau tidak. Bila ada, tentukan
rupture baru atau lama dan catat lokasi rupture tersebut, teliti apakah sampai
ke insertion atau tidak. Tentukan besar orifisium, sebesar ujung jari
kelingking/jari telunjuk/2 jari. Sebagai gantinya boleh juga ditentukan ukuran
lingkaran orifisium, dengan cara ujung kelingking atau telunjuk dimasukkan
dengan hati-hati ke dalam orifisium sampai terasa tepi selaput dara menjepit
ujung jari, beritanda pada sarung tangan dan lingkaran pada titik itu diukur.
Ukuran pada seorang perawan kira-kira 2,5 cm. lingkaran yang
memungkinkan persetubuhan dapat terjadi menurut Voight adalah minimal 9
cm. Harus diingat bahwa persetubuhan tidak selalu disertai dengan deflorasi.
Pada rupture lama, robekan menjalar sampai ke insertion disertai adanya parut
pada jaringan di bawahnya. Rupture yang tidak sampai ke insertion bila sudah
sembuh tidak dapat dikenali lagi.
 Periksa pula apakah frenulum labiorum pudenda dan commisurra labiorum
posterior utuh atau tidak. Periksa vagina dan cerviks dengan speculum, bila
keadaan alat genitalia mengijinkan. Adakah tanda penyakit kelamin.
 Lakukan pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium. Untuk
pemeriksaan cairan mani dan sel mani dalam lendir vagina, lakukan dengan
mengambil lendir vagina menggunakan pipet Pasteur atau ambil dengan ose
batang gelas, atau swab. Bahan diambil dari forniks posterior, bila mungkin
dengan speculum.
 Pada anak-anak atau bila selaput dara utuh, pengambilan bahan sebaiknya
dibatasi dari vestibulum saja.
 Pemeriksaan terhadap kuman N. gonorrhea dari secret urether (urut dengan
jari) dan dipulas dengan pewarnaan gram. Pemeriksaan dilakukan pada hari
ke-I, III, V dan VII. Jika pada pemeriksaan didapatkan N. gonorrhea berarti

8
bukti adanya kontak seksual dengan seorang penderita, bila pada pria tertuduh
juga ditemukan N. gonorrhea ini merupakan petunjuk yang cukup kuat. Jika
terdapat ulkus, secret perlu diambil untuk pemeriksaan serologic atau
bakteriologic. Pemeriksaan kehamilan dan pemeriksaan toksikologik terhadap
urin dan darah juga dilakukan bila ada indikasi.
 Pemeriksaan pria tersangka dapat dilakukan terhadap pakaian, catat adanya
bercak semen, darah, dsb. Bercak semen tidak mempunyai arti dalam
pembuktian sehingga tidak perlu ditentukan. Darah mempunyai nilai karena
kemungkinan berasal dari darah deflorasi. Di sini penentuan golongan darah
penting untuk dilakukan. Mungkin dapat ditemukan tanda bekas kekerasan
akibat perlawanan oleh korban. Untuk mengetahui apakah seorang pria baru
melakukan persetubuhan, dapat dilakukan pemeriksaan ada tidaknya sel epitel
vagina pada glans penis.
 Pemeriksaan terhadap sel epitel vagina pada glans penis dapat dilakukan
dengan menekankan kaca objek pada glans penis daerah korona atau
frenulum, kemudian diletakkan terbalik di atas cawan yang berisi larutan
lugol. Uap iodium akan mewarnai lapisan pada kaca objek tersebut.
Sitoplasma sel epitel vagina akan berwarna coklat tua karena mengandung
glikogen. Warna coklat tadi cepat hilang namun dengan meletakkan kembali
lagi. Pada sediaan ini dapat pula ditemukan adanya spermatozoa tetapi tidak
mempunyai arti apa-apa. Perlu dilakukan pemeriksaan secret uretra untuk
menentukan adanya penyakit kelamin.
 Rambut dan barang bukti lain yang ditemukan diperlakukan serupa. Jika
dokter menemukan rambut kemaluan yang lepas dari badan wanita, dokter
harus mengambil beberapa helai rambut kemaluan dari wanita dan laki-laki
sebagai bahan pembanding.
 Ruptur selaput dara
Bedakan celah bawaan dari rupture dengan memperhatikan sampai ke
insertion selaput dara. Celah bawaan tidak mencapai insertion sedangkan
rupture dapat sampai ke dinding vagina. Pada vagina akan ditemukan parut
bila rupture sudah sembuh, sedangkan rupture yang tidak mencapai bais tidak
akan menimbulkan parut. Rupture akibat persetubuhan biasanya ditemukan di
bagian posterior kanan atau kiri dengan asumsi bahwa persetubuhan
dilakukan dengan posisi saling berhadapan.
Pemeriksaan Penunjang5
Menentukan adanya sperma:
9
1. Bahan pemeriksaan: cairan vagina
Metoda: tanpa pewarnaan
Hasil yang diharapkan: Sperma yang masih bergerak.
Metoda: dengan pewarnaan (Pewarnaan dengan Malachite-green)
Hasil yang diharapkan: Bagian basis kepala sperma berwarna ungu, bagian hidung
merah muda.
2. Bahan pemeriksaan: pakaian
Metoda:
- Pakaian yang mengandung bercak diambil sedikit pada bagian tengahnya
(konsentrasikan sperma terutama di bagian tengah)
- Warnai dengan pewarnaan BAEECHI selama 2 menit
- Cuci dengan HCl 1%
- Dehidrasi dengan alkohol 70%, 85%, dan alkohol absolut
- Bersihkan dengan Xylol
- Keringkan dan letakkan pada kertas saring
- Dengan jarum, pakaian yang mengandung bercak diambil benangnya 1-2 helai,
kemudian diurai sampai menjadi serabut-serabut pada gelas objek
- Teteskan canada balsem, ditutup dengan gelas penutup lihat di bawah
mikroskop dengan pembesaran 500 kali.
Hasil yang diharapkan: Kepala sperma berwarna merah, bagian ekor biru muda.
Kepala sperma tampak menempel ada serabut-serabut benang.
Menentukan adanya air mani5
1. Asam fosfatase
Bahan pemeriksaan: cairan vaginal
Hasil yang diharapkan: Warna ungu timbul dalam waktu kurang dari 30 detik,
berarti asam fosfatase berasal dari prostat, berarti indikasi besar; warna ungu timbul
kurang dari 65 detik, indikasi sedang.
2. Kristal kholin
Bahan pemeriksaan: cairan vaginal
Hasil yang diharapkan: Kristal-kristal kholin-peryodida tampak berbentuk jarum-
jarum yang berwarna coklat.
3. Kristal spermin
Bahan pemeriksaan: cairan vaginal
Metoda:
10
- Berberio
- Cairan vaginal ditetesi larutan asam pikrat, kemudian lihat dibawah mikroskop
Hasil yang diharapkan: Kristal-kristal spermin pikrat akan berbentuk rhombil atau
jarum kompas yang berwarna kuning kehijauan.
4. Inhibisi asam fosfatase dengan L(+) asam tartat
Bahan pemeriksaan: pakaian
Metoda:
- Pakaian yang diduga mengandung bercak air mani dipotong kecil dan
diekstraksi dengan beberapa tetes aquades
- Pada dua helai kertas saring diteteskan masing-masing satu tetes ekstrak; kertas
saring pertama disemprot dengan reagens 1, yang kedua disemprot dengan
reagens 2
- Bila pada kertas saring pertama timbul warna ungu dalam waktu satu menit
sedangkan ada yang kedua tidak terjadi warna ungu, maka dapat disimpulkan
bahwa bercak pada pakaian yang diperiksa adalah bercak mani
- Bila dalam jangka waktu tersebut warna ungu timbul pada keduanya, maka
bercak pada pakaian bukan bercak air mani, asam fosfatase yang terdapat
berasal dari sumber lain
5. Reaksi dengan asam fosfat
6. Sinar –UV; visual; taktil; dan penciuman
Menentukan adanya kuman N.gonorrheae (GO)5
Bahan pemeriksaan: sekret urethrae dan sekret cervix uteri
Metoda: pewarnaan gram
Hasil yang diharapkan: Kuman N.gonorrheae
Menetukan adanya kehamilan5
Bahan pemeriksaan: urine
Metoda:
- Hemagglutination inhibition test (Pregnosticon)
- Agglunitation inhibition test (Gravindex)
Hasil yang diharapkan: Terjadinya aglutinasi pada kehamilan
Menentukan adanya racun (toksikologi)5
Bahan pemeriksaan: urine atau darah
Metoda:
- TLC
11
- Mikrodifusi
Hasil yang diharapkan: Adanya obat yang dapat menurunkan atau menghilangkan
kesadaran.
Penentuan golongan darah5
Bahan pemeriksaan: cairan vaginal yang berisi air mani dan darah
Metoda:
- Serologi (ABO grouping tes)
Hasil yang diharapkan: Golongan darah dari air mani berbeda dengan golongan darah si
korban.

Hasil Interpretasi Kasus6


 Perkiraan kronologi kasus
Seorang anak perempuan berusia 14 tahun mempunyai seorang kenalan laki-laki
berusia 18 tahun dari media social dan mereka telah kenal selama 3 bulan dan bertemu
sebanyak empat kali di mall. Dan makin hari hubungan mereka semakin dekat dengan
telepon dan juga pesan sms. Pada suatu hari laki-laki tersebut menelpon anak
perempuan tersebut untuk berlibur dan jalan-jalan ke luar kota, anak laki-laki tersebut
berjanji pada anak perempuan tersebut akan menjaga dia selama mereka di luar kota
dan anak laki-laki tersebut berjanji tidak akan macam-macam dan berkata hanya ingin
jalan-jalan dan mengenal lebih dekat dengan dia. Akhirnya mereka berdua pun pergi
ke luar kota, dan anak perempuan tersebut berbohong kepada kedua orangtuanya
bahwa dia ada acara sekolah di luar kota selama tiga hari. Setelah sampai di luar kota
laki-laki tersebut menyewa sebuah vila dengan kamar terpisah selama dua hari dan
ketika siang hari mereka pergi jalan-jalan dan ketika malam ketiga pada suatu malam
lelaki tersebut memasuki kamar anak perempuan tersebut sambil memegang pisau,
laki-laki tersebut memaksa anak perempuan tersebut untuk melakukan hubungan seks
dengannya apabila dia tidak mau laki-laki tersebut akan mengancam membunuhnya.
Dan akhirnya anak perempuan tersebut menuruti kemauan teman laki-lakinya tersebut
yang baru dikenal selama 3 bulan.
 Interpretasi peristiwa dan hasil berdasarkan kasus:
 Identifikasi personal
Pada kasus ini, anak perempuan berusia 14 tahun mengaku telah disetubuhi oleh
teman laki-lakinya dengan didesak mengaku oleh orangtuanya. Dan orangtuanya
meminta dokter untuk melakukan pemeriksaan terhadap anaknya tersebut.
 Pemeriksaan yang di dapat
12
Tanda vital: nafas spontan, frekuensi nafas dua puluh kali per menit. Tekanan darah
seratus dua puluh per delapan puluh millimeter air raksa, frekuensi nadi delapan
puluh empat kali per menit. Pakaian korban tidak terdapat robekan karena korban
sudah mengganti bajunya dan korban mengaku tidak terdapat robekan pada baju
dan roknya. Pada leher kiri, ditemukan kemerahan bekas hisapan pada kulit korban
berukuran empat centimeter. Pada dada sebelah kanan, tiga centimeter ke atas dari
payudara korban ditemukan luka lecet dan memar berwarna merah kebiruan
berukuran tiga centimeter.
Pada selaput dara terdapat rupture baru searah jam dua belas, arah jam tiga dan arah
jam sembilan sebesar ujung jari kelingking. Hasil laboratorium pada kerokan kuku
menunjukkan adanya sel-sel epitel kulit dan darah. Hasil laboratorium pada cairan
vagina ditemukan gambaran sperma yang masih bergerak, basis kepala sperma
berwarna ungu, bagian hidung merah muda. Hasil laboratorium pada hasil kerokan
kulit pada paha kiri korban ditemukan ditemukan gambaran sperma yang masih
bergerak, basis kepala sperma berwarna ungu, bagian hidung merah muda.
Hasil laboratorium pada rok didapatkan gambaran kepala sperma berwarna merah,
bagian ekor biru muda, kepala sperma tampak menempel ada serabut-serabut
benang.
Visum et Repertum6
 Pihak yang berwenang meminta VeR : Penyidik
Penyidik adalah orang yang melakukan penyidikan. Penyidikan adalah tindak
lanjut setelah benar telah terjadi suatu kejadian. Adapun kategori penyidik menurut
Pasal 6 ayat (1) jo PP 27 tahun 1993 Pasal 2 ayat (1) adalah Pejabat Polisi Negara
RI yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang dengan pangkat serendah-
rendahnya Pembantu Letnan Satu. Sedangkan penyidik pembantu berpangkat
serendah-rendahnya Sersan Dua.
 Pihak yang berwenang membuat VeR : Dokter
Kemudian penyidik meminta saksi ahli dalam hal ini dokter yang bertugas sebagai
saksi ahli atau pemeriksaan yang dapat membantu penyidikan. Kewajiban dokter
melakukan pemeriksaan kedokteran forensik atas korban apabila diminta secara
resmi oleh penyidik yang diatur dalam pasal 133 KUHAP. Keterangan ahli akan
dijadikan bukti yang sah di depan sidang pengadilan (Pasal 184 KUHAP).
Pelanggaran atas kewajiban dapat dikenakan sanksi pidana (Pasal 216 atau 244
KUHP).
 Formulir Visum et Repertum Perkosaan

13
Formulir Visum et Repertum luka tidak sesuai untuk kasus perkosaan. Visum et
Repertum luka digunakan pada pemeriksaan terhadap korban peristiwa
penganiayaan, kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Pada bagian kesimpulan,
dokter di minta pendapatnya tentang jenis luka, jenis kekerasan penyebab dan
kualifikasi luka.
Pada peristiwa persetubuhan yang merupakan tindak kejahatan, dokter diminta
untuk mengemukakan pendapatnya apakah persetubuhan telah terjadi. Misalnya
pada perempuan bukan perawan, persetubuhan mungkin tidak menimbulkan luka
dan tidak adanya kualifikasi luka yang akan dikemukakan.

14
RS UKRIDA

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat.

Telp: 021-12345678

Jakarta, 23 Desember 2017

PRO JUSTITIA

Visum et Repertum

Yang bertanda tangan dibawah ini, dr. Sunny, Sp.F menerangkan bahwa atas permintaan
tertulis dari Kepolisian Sektor Tanjung Duren pada tanggal 22 Desember tahun 2017
dengan no surat 123/456/789 yang ditandatangani oleh Daniel, AKP. NRP : 223456177,
maka pada hari Sabtu tanggal 23 bulan Desember tahun 2017 mulai pukul satu lewat lima
belas menit Waktu Indonesia Bagian Barat di RSP UKRIDA, Jakarta Barat telah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh terhadap:

Nama : Rindana

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 17 September 2003

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 14 tahun

Agama : Kristen

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Jalan Tanjung Duren Raya no. 2

Hasil Pemeriksaan

15
1. Korban datang bersama ayahnya dalam keadaan sadar penuh, dengan keadaan
umum baik.---------------------------------------------------------------------------------------
2. Korban mengaku telah dibawa lari oleh teman laki-lakinya yang berusia delapan
belas tahun selama tiga hari ke luar kota. Korban mengaku telah disetubuhi oleh
teman laki-lakinya ketika mereka berada di luar kota, korban mengaku akan
diancam dibunuh oleh teman laki-lakinya tersebut apabila tidak mau menuruti
kemauan teman laki-lakinya
tersebut.---------------------------------------------------------
3. Pada korban ditemukan : -------------------------------------------------------------------
a. Tanda vital : nafas spontan, frekuensi nafas dua puluh kali per menit. Tekanan
darah seratus dua puluh per delapan puluh millimeter air raksa, frekuensi nadi
delapan puluh empat kali per menit.------------------------------------------------------
b. Pada leher kiri, ditemukan kemerahan bekas hisapan pada kulit korban
berukuran empat centimeter.---------------------------------------------------------------
c. Pada dada sebelah kanan, tiga centimeter ke atas dari payudara korban
ditemukan luka lecet dan memar berwarna merah kebiruan berukuran tiga
centimeter.------------------------------------------------------------------------------------
d. Pada selaput dara terdapat rupture baru searah jam dua belas, arah jam tiga dan
arah jam sembilan sebesar ujung jari kelingking.---------------------------------------
e. Hasil laboratorium pada kerokan kuku menunjukkan adanya sel-sel epitel kulit
dan
darah.-------------------------------------------------------------------------------------
f. Hasil laboratorium pada cairan vagina ditemukan gambaran sperma yang masih
bergerak, basis kepala sperma berwarna ungu, bagian hidung merah muda.-------
g. Hasil laboratorium pada hasil kerokan kulit pada paha kiri korban ditemukan
gambaran sperma yang masih bergerak, basis kepala sperma berwarna ungu,
bagian hidung merah
muda.----------------------------------------------------------------
h. Hasil laboratorium pada rok di dapatkan gambaran kepala sperma berwarna
merah, bagian ekor biru muda, kepala sperma tampak menempel ada serabut-
serabut benang.------------------------------------------------------------------------------
2. Korban dipulangkan dan dirujuk ke dokter kandungan untuk memastikan ada tidaknya
kehamilan dan dirujuk ke psikiatri untuk diberikan terapi psikososial.----------------------

Kesimpulan

16
Pada anak perempuan berusia empat belas tahun ini,ditemukan tanda-tanda telah terjadi
persetubuhan dan kekerasan pada tubuh korban yang menimbulkan gangguan psikososial
bagi anak perempuan tersebut. ------------------------------------------------------------------------

Penutup

Demikian Visum et Repertum ini saya buat dengan sesungguhnya dan menggunakan
pengetahuan saya sebaik-baiknya berdasarkan sumpah dokter sesuai dengan lembaran
negara No. 350 tahun 1937 untuk dipergunakan bilamana perlu.

Jakarta. 23 Desember 2017

Dokter pemeriksa

dr. Sunny, Sp.F

NIP: 81899056

Terapi Psikososial7

Pelecehan seksual pada anak dalam bentuk tindakan meraba-raba dan mengadakan
hubungan kelamin (penetrasi), hubungan seks anal atau perilaku pornografi, dilakukan oleh
orang yang sama atau berbeda kelaminnya,dapat juga berupa incest.

Penyebab:
• Pelaku pernah mengalami hal yang sama
• Pelaku tergolong pedofilia
• Pelaku juga melakukan penganiayaan fisik pada anak

Pengenalan
Indikator telah terjadinya penganiayaan (pelecehan) seksual:
- Anak menderita penyakit hubungan seksual (PHS)
- Ada infeksi vagina yang berulang pada anak dibawah 12 tahun
- Anak mengeluh nyeri pada alat kelaminnya, ada perdarahan atau discharge, pakaian
dalam robek atau ada bercak darah
- Ditemukan cairan mani disekitar mulut, genitalia, anus atau pakaian.
- Terdapat gangguan dalam pengendalian BAB, BAK, selain memar pada badannya
Fase pertama atau akut (beberapa hari setelah kejadian):
- Anak sering menangis atau diam sama sekali.
- Anak merasa tegang, takut, khawatir, malu, terhina, dendam dan sebagainya

17
Fase kedua atau adaptasi:
- Rasa takut atau marah dapat dikendalikan dengan represi atau rasionalisasi
Fase ketiga atau fase reorganisasi
- depresi yang dapat berlangsung lama
- sering sulit tidur, mimpi buruk dan sulit melupakan kejadian yang telah menimpanya
- takut melihat orang banyak atau orang yang berada dibelakangnya
- takut terhadap hubungan seksual
Dampak Penganiayaan Seksual terhadap Anak:
Gangguan/masalah kejiwaan yang dapat timbul:
1. Pelbagai gejala kecemasan seperti misalnya fobia, insomnia dan sebagainya dan
dapat juga berupa Gangguan Stres Pasca Trauma.
2. Gejala disosiatif dan histerik.
3. Rasa rendah diri dan kecenderungan untuk bunuh diri yang menunjukkan
terdapatnya depresi.
4. Keluhan somatik seperti enuresis, enkoporesis serta keluhan somatik lainnya.
5. Gangguan perilaku seksual : masturbasi, sexual hyeraousal.

Peranan LSM7

Lembaga swadaya masyarakat adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan
atau sekelompok orang yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat
tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Peran LSM dalam kasus
pemerkosaan anak di bawah umur untuk melindungi korban dengan bekerjasama dengan
pihak polisi. Selain itu, perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana perkosaan
dapat dilakukan selama proses peradilan yang dapat dilihat dalam uraian sebagai berikut:
1. Sebelum sidang peradilan
Perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana perkosaan,
pertama kali diberikan oleh polisi pada waktu korban melapor.
Saat ini Polri telah membentuk suatu Ruang Pelayanan Khusus
yang diawaki oleh Polwa yang terwadahi dalam satu Unit khusus
yang berdiri sendiri untuk menangani kasus kekerasan terhadap
perempuan dan anak. Ruang pelayanan khusus adalah sebuah
ruang khusus yang tertutup dan nyaman di kesatuan Polri, dimana
perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan atau
pelecehan seksual dapat melaporkan kasusnya dengan aman
kepada Polwan yang empatik, penuh pengertian dan professional.
Dalam hal menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan
anak khususnya kasus tindak pidana perkosaan, polisi menjalin
kerjasama dengan Instansi terkait dan LSM. Dalam memeriksa

18
korban, Polwan melakukan pendekatan psikologis korban
perkosaan yang antara lain sebagai berikut:
a. Pendekatan psikologis yang dilakukan
- Dengan mengenali reaksi-reaksi
- Korban setelah perkosaan
- Perempuan yang mengalami perkosaan selain menderita luka fisik juga mengalami
penderitaan secara psikis. Kehidupan akan menjadi porak poranda dan tidak menutup
kemungkinan korban perkosaan akan menjadi hamil atau terkena penyakit kelamin.
Selain itu korban perkosaan juga dapat ditinggal kekasih/suami dan bahkan tidak
diakui oleh keluarganya karena dianggap membawa sial atau aib. Untuk dapat
membantu dan juga memperoleh masukan sebanyak-banyaknya untuk pelaksanaan
tugas kepolisian terlebih dahulu harus dipahami perasaan atau reaksi yang ada pada diri
korban sesudah perkosaan terjadi.
- Pada umumnya korban perkosaan akan mengalami trauma psikis yang intensif dan
berat yang sulit untuk dipulihkan. Korban akan mengalami depresi yang akan ditandai
oleh adanya obsesi tentang perkosaan, mungkin ia akan merasa bahwa ia tidak mampu
untuk mengendalikan lingkungannya dan bahkan dirinya sendiri.
- Ia sangat membutuhkan dorongan yang kuat pada masa-masa seperti ini, dukungan
juga diperlukan selama pemeriksaan dan persidangan apabila si korban memutuskan
untuk menuntut pelaku perkosaan. Yang terutama sangat dibutuhkan oleh korban
adalah bicara dan ia membutuhkan seseorang untuk mendengarkannya untuk
menerimanya dan membantunya merubah perasaan tentang apa yang terjadi padanya.
Korban mungkin takut pada situasi-situasi yang mengingatkannya pada perkosaan, dan
dia sangat membutuhkan dukungan orang lain pada saat seperti ini.
b. Pendekatan psikologis yang perlu diperhatikan waktu korban melapor.
Dalam setiap kasus perkosaan, korban selalu mengalami stress dan trauma sehingga
besar kemungkinan dia akan memproyeksikan sikap dan emosi negatifnya kepada
kaum laki-laki. Situasi tersebut sangat tidak menguntungkan dalam proses pemeriksaan
dan penyelidikan oleh polisi jika yang memeriksa adalah polisi pria. Oleh karena itu
banyak pakar menyarankan perlunya Polwan untuk penanganan kasus perkosaan.
2. Setelah sidang pengadilan
Setelah pelaku dijatuhi hukuman oleh hakin, maka sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) huruf
h Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006, maka korban berhak mendapatkan
perlindungan antara lain sebagai berikut:
a. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan;
b. Mendapatkan identitas baru;
c. Mendapatkan tempat kediaman baru;
d. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan.
e. Mendapatkan nasihat hukum; dan/atau
19
f. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan
akhir.
Selama ini sebelum ada aparat yang memberikan perlindungan secara maksimal, upaya
negara untuk memberikan perlindungan dengan peraturan perundang-undangan pun
belum maksimal. Hanya pendamping yang memberikan layanan bagi perempuan
korban perkosaan saja yang selama ini bergerak maksimal. Meskipun sudah ada
Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban, tetapi apa yang ada di dalamnya
belum dilaksanakan oleh aparat penegak hukum. Dari uraian di atas bagaimana korban
diperlakukan selama proses peradilan pidana, masih ada beberapa aparat hukum yang
dalam memperlakukan korban pada kasus perkosaan belum berspektif perempuan.
Penanganan kasus perkosaan juga terlampau panjang karena harus mengikuti prosedur
hukum yang membuat korban menjadi enggan berhadapan dengan hukum yang
prosedurnya melelahkan.

Kesimpulan

Pada korban anak perempuan ini ditemukan adanya luka memar pada pipi kiri dua
centimeter di bawah mata, luka cakar pada lengan kanan, luka bekas gigitan pada payudara
kanan dan kiri, memar pada paha kanan bagian dalam. Dari hasil pemeriksaan alat kelamin
ditemukan luka lecet dan luka memar pada alat kelamin anak perempuan tersebut. Dari
hasil pemeriksaan sinar ultraviolet ditemukan bercak air mani di sekitar paha kanan bagian
dalam. Pada pemeriksaan cairan mani dan pemeriksaan sperma pada korban positif
sehingga disimpulkan korban telah mengalami persetubuhan dan tindak kekerasan.
Daftar Pustaka
1. Bahasa hukum: melarikan perempuan di bawah umur”. Diunduh dari
www.hukumonline.com, 23 Desember 2017.
2. Irianto S. Perempuan dan hukum, menuju hukum yang berperspektif kesetaraan dan
keadilan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta; 2006.h.58-9.
3. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja T D. Bioetik dan hukum kedokteran pengantar
bagi mahasiswa kedokteran dan hukum. Pustaka Dwipar. Jakarta; 2007.
4. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 1994.
5. Ilmu kedokteran forensik. Edisi Pertama. Bagian Kedokteran Forensik FK Uni.
Indonesia. Jakarta; 2001.
6. Amir A. Ilmu kedokteran forensik. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal FK USU. Medan; 2007.

20
7. Wahid, Abdul, Irfan M. Perlindungan korban kekerasan seksual avokasi atas hak
asasi perempuan. Refika Aditama. Bandung; 2001.

21

Anda mungkin juga menyukai