Anda di halaman 1dari 13

Penanganan Patient Safety pada Kasus Infeksi Menular di Rumah Sakit

Zefanya Merryani

102012308

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jln. Arjuna Utara No.6, Duri Kepa,Kb.Jeruk,Jakarta Barat

thara.zefanya@yahoo.com

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mutu pelayanan di rumah sakit pada saat ini masih belum memadai. “Mutu
merupakan gambaran total sifat dari suatu jasa pelayanan yang berhubungan dengan
kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan. Mutu dalam pelayanan di rumah
sakit berguna untuk mengurangi tingkat kecacatan atau kesalahan”.1,2

Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit.
Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan di rumah sakit dan hal itu
terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit. Sejak awal tahun 1900 Institusi rumah sakit
selalu meningkatkan mutu pada tiga elemen yaitu struktur, proses, dan outcome dengan
berbagai macam program regulasi yang berwenang misalnya antara lain penerapan Standar
Pelayanan Rumah Sakit, ISO, Indikator Klinis dan lain sebagainya. Namun harus diakui,
pada pelayanan yang berkualitas masih terjadi Kejadian Tidak Diduga (KTD).1

Keselamatan pasien adalah “suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman. Sistem tersebut meliputi assament risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan pasien koma, pelaporan dan analisis accident, kemampuan belajar dari
accident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko”.1

1
PEMBAHASAN
Pengertian Patient safety
Patient safety didefinisikan sebagai upaya menghindari, mencegah dan memperbaiki
hasil yang merugikan pasien atau cidera akibat dari proses perawatan kesehatan.
Patient safety melibatkan sistem operasional dan sistem pelayanan yang
meminimalkan kemungkinan kejadian adverse event/ error dan memaksimalkan langkah-
langkah penanganan bila error telah terjadi.Sistem ini mencegah terjadinya cedera yg
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tdk mengambil tindakan
yang seharusnya diambil (KKP-RS(Solusi live-saving keselamatan pasien rumah sakit).
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen resiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko.2
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.Sistem
tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak
lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko.2,3
Tujuh Standar Patient Safety
Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety
Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA, tahun 2002), yaitu: 3,4
1. Hak pasien
Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana &
hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
Kriterianya adalah :
1) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
2) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan

2
3) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan
benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau
prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD.
2. Mendidik pasien dan keluarga
RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien. Kriterianya adalah:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien
adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada system dan mekanisme
mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
1) Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur
2) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
3) Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi
antar tenaga dan antar unit pelayanan. Kriterianya adalah :
1) koordinasi pelayanan secara menyeluruh
2) koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
3) koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
4) komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif
KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP. Kriterianya adalah :
1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai
dengan ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
2) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
3) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis

3
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standarnya adalah :
1) Pimpinan dorong dan jamin implementasi program Keselamatan Pasien melalui penerapan
“7 Langkah Menuju Keselamatan Pasien RS ”.
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko Keselamatan
Pasien dan program mengurangi KTD.
3) Pimpinan dorong dan tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit dan individu
berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang Keselamatan Pasien
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat utk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan Keselamatan Pasien.
5) Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinyadalam meningkatkan kinerja RS
& Keselamatan Pasien.
Kriterianya adalah :
1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien
2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi
4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang
terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar
dan jelas untuk keperluan analisis
5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden
6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola
pelayanan
8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk
mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien

6. Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien


Standarnya adalah :
1) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup
keterkaitan jabatan dengan Keselamatan Pasien secara jelas.

4
2) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan
memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan
pasien.
Kriterianya adalah
1) memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan
pasien
2) mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan
memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
3) menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung
pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Standarnya adalah
1) RS merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi Keselamatan Pasien untuk
memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
2) Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriterianya adalah

1) disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk


memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.4
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien
1) Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien: Ciptakan kepemimpinan dan budaya
yang terbuka dan adil
2) Pimpin dan dukung staf anda:Bangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tetnagn
keselamatan pasien
3) Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko:Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko
serta lakukan identifikasi dan kajian hal yang potensial bermasalah
4) Kembangkan sistem pelaporan:Pastikan staf agar dengan mudah dapat melaporkan
kejadian/insiden, serta rumahsakit mengatur pelaoran kepada KKPRS
5) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien:Kembangkan cara-cara komunikasi yang
terbuka dengan pasien
6) Belajr dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien:Dorong staf untuk melakukan
analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul

5
7) Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien:Gunakan infromasi yang
ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan sistem pelayanan.5

Enam Goals Patient Safety


Pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas mewajibkan setiap Rumah Sakit
untuk mengupayakan pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien yang meliputi tercapainya 6
(enam) hal sebagai berikut:6
1. Ketepatan identifikasi pasien;
2. Peningkatan komunikasi yang efektif;
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;dan
6. Pengurangan risiko pasien jatuh

Penanganan pasien safety di area Pelayanan Rumah Sakit

a. Penanganan Pemberian obat pada pasien

Obat-obatan adalah salah satu bagian yang terpenting dalam penanganan pada pasien.
Management dengan benar untuk memastikan dalam pasien safety. Seperti, potassium
chloride (2 mEq/ml atau konsentrasi yang lebih), pothasium phosphate, Sodium chloride
(0,9%) atau dengan konsentrasi lebih), dan magnesium sulfate (50% atau konsentrasi lebih).
Kesalahan ini dapat juga muncul ketika angota staff tidak dengan benar mengorientasikan ke
unit perawatan pasien, ketika perawat kontrak dan digunakan dan tidak berorientasi dengan
benar, atau selama keadaan gawat darurat.7

High Allert Medication

High Allert Medication adalah Obat-obatan yang menyebabkan resiko tinggi memperburuk
pasien ketika diberikan kesalahan dalam pengobatan. Namun kesalahan mungkin atau tidak
mungkin lebih banyak dengan obat-obatan ini. (JCI, 2007)

Tindakan-tindakan pemberian obat dengan enam benar perlu diterapkan di rumah


sakit agar kesalahan dalam pemberian obat tidak terjadi. Pemberian obat dengan enam benar

6
diantaranya adalah tepat obat, tepat dosis, tepat waktu, tepat pasien, tepat cara pemberian,
tepat dokumentasi.7

Tindakan enam tepat dalam pemberian obat yaitu :8

1. Tepat Obat : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, menanyakan ada tidaknya
alergi obat, menanyakan keluhan pasien sebelum dan setelah memberikan obat, mengecek
label obat, mengetahui reaksi obat, mengetahui efek samping obat, hanya memberikan
obat yang didiapkan diri sendiri.

2. Tepat dosis : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek hasil hitungan
dosis dengan dengan perawat lain, mencampur/mengoplos obat.

3. Tepat waktu : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek tanggal
kadarluarsa obat, memberikan obat dalam rentang 30 menit.

4. Tepat pasien : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, memanggil nama pasien
yang akan diberikan obat, mengecek identitas pasien pada papan/kardeks di tempat tidur
pasien

5. Tepat cara pemberian : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek cara
pemberian pada label/kemasan obat.

6. Tepat dokumentasi : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mencatat


nama pasien, nama obat, dosis, cara, dan waktu pemberian obat

b. Penanganan Pasien Cidera (Jatuh)

Mencegah terjadinya jatuh pada klien diantaranya mengorientasikan klien pada saat masuk
rumah sakit dan jelaskan sistem komunikasi yang ada, hati-hati saat mengkaji klien dengan
keterbatasan gerak, supervisi ketat pada awal klien dirawat terutama malam hari, anjurkan
klien menggunakan bel bila membutuhkan bantuan, berikan alas kaki yang tidak licin,
berikan pencahayaan yang adekuat, pasang pengaman tempat tidur terutama pada klien
dengan penurunan kesadaran dan gangguan mobilitas, jaga lantai kamar mandi agar tidak
licin. Penggunaan alat seperti restrains merupakan salah satu alat untuk immobilisasi pasien.

7
Alat restrain dapat manual ataupun mekanik, alat ini berguna untuk memberikan batasan pada
klien untuk bergerak secara bebas. Untuk menghindari jatuh dapat dimodifikasi dengan
memodofikasi lingkungan yang dapat mengurangi cidera seperti memberi keamanan pada
tempat tidur, toilet, dan bel. Jeruji (side rails) pada sisi tempat tidur juga dapat mencegah
terjadi cidera pada klien. Said rails dapat meningkatkan mobilisasi klien dan stabilitas di
tempat tidur pada saat klien akan bergerak dari tempat tidur ke kursi.

Delapan masalah untuk mencegah terjadinya jatuh; obat-obatan (perawat melihat efek
samping obat yang memungkinkan terjadinya jatuh), penglihatan menurun (perawat dapat
tetap menjaga daerah yang dapat menyebabkan jatuh, menggunakan kaca mata, sehingga
pasien dapat berjalan sendiri misalnya pada malam hari), (perubahan status mental) perawat
tanggap terhadap perubahan perilaku pasien, (meletakkan sepatu dan tali sepatu pada
tempatnya) perawat mengecek seluruh daerah yang dapat menyebabkan jatuh (misal sepatu
atau tali sepatu yang tidak pada tempatnya), (Jatuh di lantai) perawat mengecek penyebab
sering terjadinya jatuh., terlalu banyak furniture, daerah yang gelap, dan sedikit hidarasi
(perawat menganjurkan untuk minum 6-8 gelas per hari).9

Prinsip pengendalian infeksi di Rumah Sakit


Sterilisasi
Sterilisasi adalah pemusnahan atau eliminasi semua mikroorganisme, termasuk spora
bakteri, yang sangat resisten.
Konsep Standar Pengendalian Infeksi :
Cara paling mudah mencegah penyebaran infeksi adalah membunuh mikroorganisme
ketika mereka ada di tangan, alat dan perabot, seperti, tempat tidur pasien. Cara paling efektif
membunuh mikroorganisme adalah:
1) Antisepsis, Membunuh atau menghentikan pertumbuhan mikroorganisme.
2) Dekontaminasi, Membuat objek lebih aman dipegang sebelum pembersihan.
3) Pembersihan, Menghilangkan kotoran dan mikroorganisme dari kulit dan objek, dengan
menggunakan sabun dan air.
4) Desinfeksi kadar tinggi, Membunuh kebanyakan organisme pada objek.
5) Sterilisasi, membunuh semua mikroorganisme pada objek, misalnya peralatan
bedah.
Selain itu perawatan alat juga perlu diperhatikan, Adapaun teknik perawatan alat yakni:

8
1) Sebelum mencuci alat bedah yang digunakan jarum dan spuit yang dapat dipakai lang, dan
sarung tangan harus didekontaminasikan . Dekontaminasi dengan larutan pemutih klorin
0,5% untuk dekontaminasi virus HIV/AIDS dan hepatitis B.
2) Ketika anda mencuci objek kotor , pertama kali cuci dengan air dingin untuk melepas
material organik seperti mucus dan darah. Setelah itu cuci dengan air panas, jika perlu
gunakan sikat membersihkannya.
2.5 Self Protection
Perlengkapan pelindung diri yang dipakai oleh petugas harus menutupi bagian-bagian
tubuh petugas mulai dari kepala hingga telapak kaki.Perlengkapan ini terdiri dari tutup
kepala, masker, sampai dengan alas kaki.Perlengkapan-perlengkapan ini tidak harus
digunakan/dipakai semuanya/bersamaan, tergantung dari tingkat risiko saat mengerjakan
prosedur dan tindakan medis serta perawatan.
Tiga hal penting yang harus diketahui dan dilaksanakan oleh petugas agar tidak terjadi
transmisi mikrobapatogen ke penderita saat mengerjakan prosedur dan tindakan medis serta
perawatan, yaitu :
1) Petugas diharapkan selalu berada dalam kondisi sehat, dalam arti kata bebas dari
kemungkinan “menularkan” penyakit
2) Setiap akan mengerjakan prosedur dan tindakan medis serta perawatan, petugas harus
membiasakan diri untuk mencuci tangan serta tindakan higiene lainnya
3) Menggunakan/memakai perlengkapan pelindung diri sesuai kebutuhan dengan cara yang
tepat.
Alat atau perlengkapan pelindung diri yang digunakan/dipakai petugas adalah sebagai berikut
:
1. Sarung tangan
Terbuat dari bahan lateks atau jitril, degan tujuan :
a. Mencegah penularan flora kulit petugas kepada penderita, terutama pada saat melakukan
tindakan invasif. Jadi tujuannya untuk melindungi penderita dan sarung tangan ini disebut
sarung tangan bedah.
b. mencega risiko kepada petugas terhadap kemungkinan transmisi mikroba dari penderita.
Jadi tujuannya untuk melindungi petugas dan sarung tangan ini disebut sarung tangan
pemeriksaan. Agar arung tangan bedah maupun sarung tangan pemeriksaan dapat
dimanfaatkan dengan baik, maka sarung tangan harus steril, utuh, atau tidak robek/berlubang,
serta ukurannya sesuai dengan ukuran tangan petugas agar gerakan tangan atau jari selama
mengerjakan prosedur dan tindakan medis serta perawatan dapat bergerak bebas.

9
2. Masker
Masker merupakan alat/perlengkapan yang menutup wajah bagian bawah.Harus cukup
lebar karena harus menutup hidung, muut, hingga rahang bawah.Dengan demikian dapat
menahanpercikan cairan/lendir yang keluar dari lubang hidung maupunlubang mulut saat
petugas bicara, batuk, maupun bersin. Masker terbuat dari berbagai bahan antara lain dari
katun, kasa, kertas, atau bahan sintetis. Masker yang ideal akan terasa nyaman bila dipakai
oleh petugas, artinya enak untuk bernapas serta mampu menahan partikel yang
disebarkan/dikeluarkan saat batuk, bersin, maupun bicara. Masker yang terbuat dari bahan-
bahan diatas belum ada yang memenuhi persyaratan tersebut. Usahakan pemakaian masker
pada posisi yang tepat dengan ikatan tali yang cukup kuat dan jangan sampai turun kebawah
saat mengerjakan prosedur dan tindakan medis
3. Respirator
Respirator adalah masker jenis khusus, terpasang pada wajah, lebih diutamakan untuk
melindungi alat napas petugas. Cara kerjanya adalah mem-filter udara yang diduga tercemar
oleh mikroba patogen yang berasal dari penderita misalnya Mycobacterium tuberculosis.
Banyak digunakan di ruangan/bangsal perawatan penyakit menular.
4. Pelindung mata
Tujuan pemakaian alat ini adalah untuk melindujnghi mata petugas dari kemungkinan
percikan darah atau cairan lainnya dari penderita. Sebagai pelindung mata antara lain adalah :
a. Goggles, visor :mirip kacamata renang, dengan tali elastis dibelakangnya, merupakan
pelindung mata terbaik, tetapi mudah berkabut dan sedikkit berat.
b. kacamata dengan lensa normal atau kacamata resep dokter, cukup memadai bila digunakan
sebagai pelindung mata.
5. Tutup kepala atau kap
Digunakan untuk menutup rambut dan kepala agar guguran kulit kepala dan rambut
tidak jatuh dan masuk ke dalam luka atau sayatan jaringan sewaktu tindakan
pembedahan.Kap harus cukup besar agar semua rambut petugas tertutup, khususnya bagi
petugas wanita.
6. Gaun bedah (operasi)
Gaun ini dipakai untuk mengganti baju harian petugas. Dibuat sedikit longgar dan terdiri dari
dua potong yaitu celana dan baju dengan panjang lengan baju 7-10 cm diatas siku dan
terdapat lubang leher berbentuk huruf V.
7. Jas bedah (operasi)

10
Berbentuk jubah panjang dengan ketinggian dari bawah 10 cm di atas mata kaki,
disertai tali-tali pengikat yang ada dibelakang. Digunakan/dipakai dengan cara
menutupi/merangkap gaun bedah. Untuk memakainya, perlu bantuan orang lain. Terbuat dari
kain yang tahan cairan dan cukup ringan.Panjang lengan jas bedah melebihi pergelangan
tangan sehingga ujung lengan yang terbuka dapat ditutup oleh pangkal sarung tangan.
Terlepas dari adanya perlengkapan pellindung diri, penderita selalu dalam keadaan
terancam oleh beberapa risiko.Risiko yang diterima oleh petugas dalam bentuk
percikan/tumpahan cairan atau darah yang sangat infeksius dari tubuh penderita harus
dicegah dengan menggunakan peralatan npelindung diri agar petugas tetap aman dan
terlindungi selama menjalankan tugasnya.Kontak antara penderita dengan petugas dapat
terjadi di setiap unit kerja di rumah sakit dengan spesifikasi tersendiri, sehingga bobot risiko
(akibat) yang terjadi untuk penderita dan petugas berbeda pula.
Bagi penderita, peluang risiko terbesar dengan bobot terberat karena adanya
intervensi prosedur dan tindakan medis invasif dengan perlakuan terhadap jaringan/organ
yang bersifat manipulatif dan eksploratif. Oleh karenanya diperlukan adanya kewaspadaan
tahap demi tahap dalam mengelola penderita yang akan menjalani operasi/pembedahan. Baik
dari saat pra, intra, maupun pasca bedah. Terkait dengan proses pembedahan ini, perlu
diterapkan kewaspadaan standar yang terinci dengan baik agar semua permasalahan yang
mungkin terjadi dapat diantisipasi.10

Kesimpulan
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesment risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko. Sehingga peningkatan asuhan keperawatan yang meliputi
aspek bio, psiko, sosio, spiritual dapat terwujud dengan adanya penanganan pada pasien
safety.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan R.I(2012). Panduan nasional keselamatan pasien rumah


sakit. utamakan keselamatan pasien. Bakit Husada
2. Depertemen Kesehatan R.I (2013). Upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.
(konsep dasar dan prinsip). Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Rumah
Sakit Khusus dan Swasta
3. Kozier, B. Erb, G. & Blais, K. (2011) Professional nursing practice concept, and
prespective. California: Addison Wesley Logman, Inc.
4. Muninjaya, Gde, A.A.(2012). Manajemen kesehatan. Jakarta. EGC
5. Nursalam, (2012). Manajemen keperawatan. aplikasi dalam praktik keperawatan
profesional. Salemba Medik. Jakarta.
6. PERSI – KARS, KKP-RS. (2011). Membangun budaya keselamatan pasien rumah
sakit. Lokakarya program KP-RS. 17 Nopember 2011
7. Potter, P.A and Perry , A.G. (2011). Fundamental of nursing concept; proses and
Practice. St. Louis: Mosby. Jilid 2
8. Supranto.(2012). Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan untuk menaikkan pangsa
pasar. Jakarta: Rieneka Cipta
9. Sitorus, R. (2013). Metode praktik keperawatan pofessional di rumah sakit. penataan
struktur & proses (sistem) pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat. EGC.
Jakarta.
10. ClinicalNews,
http://www.google.co.id/search?hl=id&sa=X&oi=spell&resnum=0&ct=result&cd=1
&q=Menangani+Pasien+Safety+di+RS+Siloam&spell=1, Tanggal 15 Oktober 2017,
Pukul 16.30 Wib

12
13

Anda mungkin juga menyukai