Anda di halaman 1dari 24

Kematian Akibat Keracunan CO

Forensik 2

Kelompok C4

 David (102012036)
 Diana Atmaja (102012047)
 Ferina Evangeline (102012101)
 M. Tri Sudiro (102012178)
 Imelda Gunawan (102012205)
 Stanley Timotius (102012320)
 Febe Ardila Valentina (102012330)
 Carissa Puteri (102012446)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
PENDAHULUAN

Ilmu kedokteran forensik disebut juga ilmu kedokteran kehakiman, merupakan salah satu
mata ajaran wajib dalam rangkaian pendidikan kedokteran di Indonesia, dimana peraturan
perundangan mewajibkan setiap dokter baik dokter, dokter spesialis kedokteran forensik,
spesialis klinik untuk membantu melaksanakan pemeriksaan kedokteran forensik bagi
kepentingan peradilan bilamana diminta oleh polisi penyidik. Dengan demikian, dalam
penegakan keadilan yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia, bantuan dokter
dengan pengetahuan Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal yang dimilikinya amat
diperlukan. Cabang toksikologi dalam ilmu forensic adalah untuk mempelajari sumber,sifat serta
khasiat racun,gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan serta kelainan yang didapatkan pada
korban yang meninggal saat dilakukan autopsi. Racun adalah zat yang bekerja pada tubuh secara
kimiawi dan fisiologik tetapi dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan bahkan
menyebabkan kematian.1
KASUS
Suatu hari anda didatangi penyidik dan diminta untuk membantu mereka dalam memeriksa suatu
tempat kejadian perkara ( TKP ). Menurut penyidik, TKP adalah sebuah rumah yang cukup besar milik
seorang pengusaha dan istrinya ditemukan meninggal dunia didalam kamarnya yang terkunci didalam.
Anaknya yang pertama kali mencurigai hal itu ( pukul 08.00 ) karena si ayah yang biasanya bangun
untuk lari pagi, hari ini belum keluar dari kamarnya. Ia bersama dengan pak ketua RT melaporkannya
kepada polisi.
Penyidik telah membuka kamar tersebut dan menemukan kedua orang tersebut tiduran ditempat
tidurnya dan dalam keadaan mati. Tidak ada tanda – tanda perkelahian diruang tersebut, segalanya masih
tertata rapi sebagaimana biasa, tutur anaknya. Dari pengamatan sementara tidak ditemukan luka – luka
pada kedua mayat dan tidak ada barang yang hilang. Salah seorang penyidik ditelpon oleh petugas
asuransi bahwa ia telah dihubungi oleh anak si pengusaha berkaitan dengan kemungkinan klaim
asuransi jiwa pengusaha tersebut.

I. Identifikasi Istilah
-
II. Rumusan Masalah

KELOMPOK PBL – C4
Page 2
 Sepasang suami istri ditemukan meninggal di tempat tidur didalam kamar yang terkunci dari
dalam tidak ditemukan tanda kekerasan, tanda pekelahian dan tidak ada barang yang hilang
 Petugas asuransi telah dihubungi oleh anak pengusahaan
III. Hipotesis
Sepasang suami istri ditemukan meninggal di tempat tidur didalam kamar yang terkunci dari
dalam tidak ditemukan tanda kekerasan, tanda pekelahian dan tidak ada barang yang hilang.

PEMBAHASAN

Aspek hukum prosedur medikolegal


Prosedur medikolegal adalah tata cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek
yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis besar prosedur
medikolegal mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dan
pada beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran.2
Ruang lingkup prosedur medikolegal adalah pengadaan visum et repertum, pemberian
keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian keterangan ahli di dalam
persidangan, kaitan visum et repertum dengan rahasia kedokteran, penerbitan surat kematian dan
surat keterangan medik, pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka (psikiatri forensik), dan
kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan penyidik.2
Kejahatan Terhadap Nyawa
Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk
melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan,
ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum,
diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh
tahun.

KELOMPOK PBL – C4
Page 3
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara
seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Dasar Pengadaan Visum et Repertum


Pasal 133 KUHAP
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan
diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang
dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
Pasal 134 KUHAP
1. Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga
korban.
2. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya
tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang
diberi tahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
Pasal 135 KUHAP
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat,
dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (2) dan
pasal 134 ayat (1) undang-undang ini.

KELOMPOK PBL – C4
Page 4
Pasal 179 KUHAP
1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakirnan atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan
dalam bidang keahliannya.1,2
Sanksi Hukum bila Menolak
Pasal 216 KUHP
Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yag diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam
dengan pidana penjara selama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak
Sembilan Ribu Rupiah.
Pemeriksaan Mayat untuk Peradilan
Pasal 222 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara palling lama
Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Empat Ribu Lima Ratus Rupiah.
Permintaan Sebagai Saksi Ahli
Pasal 179 (1) KUHAP
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
Pasal 224 KUHP
Barangsiapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang
dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus
dipenuhinya, diancam dalam perkara pidana dengan penjara paling lama Sembilan
Bulan.1,2

KELOMPOK PBL – C4
Page 5
Pembuatan Visum et Repertum bagi tersangka ( VeR Psikiatris)
Pasal 120 KUHAP
1. Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang
yang memiliki keahlian khusus.
Pasal 180 KUHAP
1. Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan saksi ahli dan dapat pula minta
agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
Pasal 53 UU Kesehatan
Tenaga kesehatan untuk kepentingan pembuktian dapat melakukan tindakan medis
terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang
bersangkutan.2
Keterangan Ahli
Pasal 1 Butir 28 KUHAP
 Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan seorang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan. (pengertian keterangan ahli saecara umum)
Alat Bukti Sah
Pasal 183 KUHAP
 Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindakan
pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Pasal 184 KUHAP
 Alat bukti yang sah adalah:
(a) keterangan saksi, (b) keterangan ahli, (c) Surat, (d) petunjuk,
(e) keterangan terdakwa
Keterangan ahli diberikan secara lisan
Pasal 186
 keterangan ahli adalah apa yang ahli nyatakan di sidang pengadilan.

Keterangan ahli diberikan secara tertulis


KELOMPOK PBL – C4
Page 6
Pasal 187 KUHAP
 Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan
atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: (c) surat keterangan dari seorang ahli yang
memuat pendapat bedasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan yang
diminta secara resmi daripadanya.2

Pemeriksaan Tanatologi
1. Livor mortis
Livor mortis atau lebam mayat terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah kematian akibat
berentinya sirkulasi dan adanya gravitasi bumi . Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan dan
terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan. Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam.
Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap 8-12 jam.
Lebam jenazah normal berwarna merah keunguan. Tetapi pada keracunan sianaida (CN) dan
karbon monoksida (CO) akan berwarna merah cerah (cherry red).3
2. Rigor Mortis
Rigor mortis atau kaku jenazah terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan untuk
memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi relaksasi otot. Namun karena pada saat
kematian terjadi penurunan cadangan ATP maka ikatan antara aktin dan myosin akan menetap
(menggumpal) dan terjadilah kekakuan jenazah. Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem
semakin bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. Kemudian setelah itu akan
berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya. Pada 12 jam setelah kekakuan
maksimal (24 jam postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada lagi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan. Makin tinggi suhu
tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah. Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi
fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.
Hal-hal yang perlu dibedakan dengan rigor mortis atau kaku jenazah adalah:
1. Cadaveric Spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap sesudah
kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat
sebelum mati.
2. Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas sehingga serabut otot
memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya pada mayat yang tersimpan dalam ruangan dengan
pemanas ruangan dalam waktu yang lama.

KELOMPOK PBL – C4
Page 7
3. Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin sehingga terjadi pembekuan
cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan sampai otot.
3. Body Temperature
Pada saat sesudah mati, terjadi karena adanya proses pemindahan panas dari badan ke benda-
benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi. Penurunan suhu
badan dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan pakaian. Bila suhu lingkugan rendah,
badannya kurus dan pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun lebih cepat. Lama kelamaan
suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan.
Perkiraan saat kematian dapat dihitung dari pengukuran suhu jenazah perrektal (Rectal
Temperature/RT). Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung rumus PMI (Post Mortem Interval)
berikut.
4. Decomposition
Pembusukan jenazah terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan kerja
bakteri. Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai dari daerah sekum
menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan
lainlain. Gas yang terjadi menyebabkan pembengkakan. Akibat proses pembusukan rambut mudah
dicabut, wajah membengkak, bola mata melotot, kelopak mata membengkak dan lidah terjulur.
Pembusukan lebih mudah terjadi pada udara terbuka suhu lingkungan yang hangat/panas dan
kelembaban tinggi. Bila penyebab kematiannya adalah penyakit infeksi maka pembusukan
berlangsung lebih cepat.

Proses-Proses Spesifik pada Jenazah Karena Kondisi Khusus


1. Mummifikasi
Mummifikasi terjadi pada suhu panas dan kering sehingga tubuh akan terdehidrasi dengan
cepat. Mummifikasi terjadi pada 12-14 minggu. Jaringan akan berubah menjadi keras, kering, warna
coklat gelap, berkeriput dan tidak membusuk.
2. Adiposera
Adiposera adalah proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak dan berminyak
yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh postmortem. Lemak akan terhidrolisis menjadi asam
lemak bebas karena kerja lipase endogen dan enzim bakteri.
Faktor yang mempermudah terbentuknya adipocere adalah kelembaban dan suhu panas.
Pembentukan adipocere membutuhkan waktu beberapa minggu sampai beberap bulan. Adipocere
relatif resisten terhadap pembusukan.
3. Pengosongan Lambung
KELOMPOK PBL – C4
Page 8
Pengosongan lambung dapat dijadikan salah satu petunjuk mengenai saat kematian. Karena
makanan tertentu akan membutuhkan waktu spesifik untuk dicerna dan dikosongkan dari lambung.
Misalnya sandwich akan dicerna dalam waktu 1 jam sedangkan makan besar membtuhkan waktu 3
sampai 5 jam untuk dicerna.3

CARA MATI :
 Alamia (sakit)
 Pembubuhan
 Bunuh diri
 Kecelakaan
 Tak diketahui

SEBAB MATI :
 Asphyxia
 Gangguan sirkulasi otak
 Shock
 Kerusakan batang otak/sumsum tulang belakang

Identifikasi Personal

Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup maupun mati,
berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut. Identifikasi forensik merupakan usaha
untuk mengetahui identitas seseorang yang ditujukan untuk kepentingan forensik, yaitu
kepentingan proses peradilan. Tujuan dari identifikasi forensik adalah:

 Kebutuhan etis dan kemanusiaan.


 Pemastian kematian seseorang secara resmi dan yuridis.
 Pencatatan identitas untuk keperluan administratif dan pemakaman.
 Pengurusan klaim di bidang hukum publik dan perdata.
 Pembuktian klaim asuransi, pensiun dan lain-lain.
 Upaya awal dalam suatu penyelidikan kriminal.

KELOMPOK PBL – C4
Page 9
Peran identifikasi forensik adalah:
 Pada orang hidup :
- Semua kasus medikolegal.
- Orang yang didakwa pelaku pembunuhan.
- Orang yang didakwa pelaku pemerkosaan.
- Identitas bayi baru lahir yang tertukar, untuk menentukan siapa orang tuanya.
- Anak hilang.
 Pada jenazah, dilakukan pada keadaan:
- Kasus peledakan.
- Kasus kebakaran.
- Kecelakaan kereta api atau pesawat terbang.
- Banjir.
- Kasus kematian yang dicurigai melanggar hukum.
Pada kasus ini,korban pengusaha dan istri yang meninggal ini telah dikenali oleh si anak dan pak
ketua RT yang melaporkan ke polisi. Tetapi identifikasi forensic tetap harus dilakukan pada
jenazah karena kasus kematian mereka dicurigai melanggar hukum karena si anak dikatakan
telah menelpon pihak asuransi beberapa hari sebelum kejadian bertanyakan mengenai klaim
asuransi bapanya. Terdapat kemungkinan mereka diracun karena tiada unsur-unsur perkelahian
di TKP.3,4

Pemeriksaan di TKP

Pemeriksaan di TKP penting untuk menentukan penyebab kematian dan cara kematian. Yang
diperhatikan di TKP adalah seperti berikut :

 Apakah ada sisa obat/sisa bubuk/pembungkus obat/alat suntik?


 Apakah ada sisa muntahan? Bagaimana dengan bau,sifat dan warnanya?
 Apakah ada gelas/alat minum yang lain/surat?
 Mengumpul keterangan
o Kapan kali terakhir orang bertemu dengan korban?
o Apakah korban ada penyakit semasa hidupnya?

KELOMPOK PBL – C4
Page 10
o Apakah korban mengambil obat tertentu?
o Sisa obat dihitung
 Mengumpul barang bukti
o Kumpul obat dan pembungkusnya
o Ambil sampel sisa muntahan
o Periksa tempat sampah sekiranya ada benda yang mencurigakan3

Pemeriksaan Luar & Dalam Pada Mayat

Pemeriksaan luar

1. Pakaian : perhatikan adanya bercak ,bau,dan distribusi


a. pembunuhan (bercak tidak beraturan /disiram )
b. bunuh diri (bercak beraturan pada tangan dari atas keatas kebawah )
c. kecelakaan (tidak khas)
2. Lebam mayat : perhatikan warna
a. merah terang (keracunan sianida kontak dengan benda suhu dingin )
b. Cherry pink (CO)
c. coklat kebiruan (anilin,nitrobenzena,kina,potassium-chiorate dan acetanilide )
d. hijau (H2S)
3. Bercak ,warna dan distribusi sekitar mulut :
a. yodium (kulit menjadi hitam)
b. nitrat (kulit menjadi kuning )
c. zat korosif (luka bakar merah-coklat)
d. distribusi menginformasikan cara kematian.3,4,5

4. Bau dari mulut dan hidung :


a. sianida bau (amandel)
b. insektisida (bau minyak tanah )
c. bau malation (bau kutu busuk )
d. amonia ,alkohol,lisol,eter,klorofom, dan asam karbolat (bau khas )
5. Perubahan kulit
KELOMPOK PBL – C4
Page 11
a. Keracunan arsen kronis  hiperpigmentasi/melanosis dan keratosis pada telapak
tangan dan kaki
b. Keracunan perak(Ag) kulit abu-abu kebiruan
c. Keracunan tembaga dan fosfor  kulit kekuningan karena hemolisis
6. Kelainan lain :
a. bekas suntikan ( keracunan narkotika ,barbiturate)
b. keluarnya busa dari hidung dan mulut (keracuanan morfin)

Pemeriksaan dalam

Bila pada pemeriksaan luar tidak tercium bau racun,maka rongga tengkorak dibuka dahulu untuk
mengelakkan bau viscera dari rongga perut menyelubungi bau racun. Bau
sianida,alkohol,kloroform dan eter tercium paling kuat di rongga tengkorak.

1. Pembukaan rongga tengkorak : perhatikan bau dan warna jaringan otak


 cherry red : CO
 coklat akibat terbentuknya metHb
2. Pembukaan rongga dada perhatikan warna dan bau
3. Pembukaan rongga perut ,perhatikan warna dan bau serta kelainan pada lambung
untuk racun yang ditelan ,seperti :
 Hiperemi
o keracunan zat korosif : hiperemi di kurvatura mayor
o tembaga : hiperemi dan warna biru kehijauan
o asam sulfat : hiperemi dan warna kehitaman
 Perlunakan
o keracunan zat korosif : ulkus rapuh ,tipis,dikelilingi tanda peradangan
 Perforasi
o hanya pada keracunan asam sulfat pekat
 Kelainan pada lambung akibat zat korosif dibedakan :
o Korosif anorganik asam  mukosa lambung mengkerut ,coklat
hitam,kesan kering dan hangus terbakar

KELOMPOK PBL – C4
Page 12
o Korosif anorganik basa mukosa lambung lunak ,sembab ,basah,merah /
coklat,kesan pada perabaan licin seperti sabun
o Korosif organik golongan fenol  pseudomembran warna abu-abu
kebiruan
o Korosif organik golongan formaldehidmukosa membran mengkerut
,mengeras ,warna kelabu
 Pada keracunan bentuk gas akan timbul perubahan pada saluran napas :
o sembab ,hiperemi,iritasi ,kongesti
 Pada keracunan racun yang berkerja pada SSP
o tanda asfiksia
o ciri khusus seperti pada keracunan strikinin tubuh korban melengkung
4. Pemeriksaan urin akan timbul perubahan warna
 keracunan asam pikrat pekat (urin hijau kecoklatan )
 sulfat kronis dan barbital (urin merah anggur)
 fenol atau salisilat (urin hijau kecoklatan/hijau gelap )
 keracunan zat yang membentuk metHb (urin merah-coklat /coklat kehitaman )

Kriteria diagnosis

1. Adanya kontak antara korban dengan racun


2. Adanya tanda-tanda dan gejala yang sesuai dengan akibat dari racun yang diduga
3. Harus dapat dibuktikan bahwa sisa benda bukti adalah racun yang dimaksud
4. Dari bedah mayat harus dapat disingkirkan sebab kematian lain dan kelainan harus sesuai
dengan kelainan akibat racun yang diduga
5. Dibuktikan adanya racun dan metabolitnya dari analisis toksikologik pada darah dan urin
atau cairan dan jaringan tubuh lain.

Visum et Repertum (VeR)

Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter,berisi temuan dan
pendapat berdasarkan keilmuannya tentang hasil pemeriksaan medis terhadap manusia atau
bagian dan tubuh manusia baik hidup maupun mati, atas permintaan tertulis(rasmi) dari penyidik

KELOMPOK PBL – C4
Page 13
yang berwenang (atau hakim untuk visum et repertum psikiatrik) yang dibuat atas sumpah atau
dikuatkan dengan sumpah demi kepentingan peradilan.

Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal
184 KUHP. Visum et Repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana
terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana ia menguraikan segala sesuatu tentang hasil
pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap
sebagai pengganti barang bukti. Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat
dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan.
Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan
ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa
yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma
hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia. 10

Ketentuan umum pembuatan visum et repertum adalah:


 Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa.

 Bernomor, bertanggal dan bagian kiri atasnya dicantumkan kata ―Pro Justitia‖.

 Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tanpa singkatan dan tidak
menggunakan istilah asing.

 Ditandatangani dan diberi nama jelas pembuatannya serta dibubuhi stempel instansi
tersebut.3
Aspek asuransi jiwa

Asuransi adalah suatu sistem perlindungan terhadap suatu risiko kerugian pada individu
dengan cara mendistribusikan atau membagi beban kerugian tersebut kepada individu-individu
lain dalam jumlah besar sesuai dengan law of averages. Peserta asuransi tersebut berkewajiban
membayar sejumlah premi dan konsekuensinya ia berhak memperoleh kompensasi sejumlah
tertentu yang diperjanjikan dalam polis apabila ia terkena risiko yang dipertanggungkan. Klaim
asuransi, baik asuransi jiwa ataupun asuransi kerugian, dapat saja merupakan hasil dari
fraud ataupun abuse, sedemikian rupa sehingga memerlukan penyelidikan forensik terlebih
dahulu sebelum ditentukan claimabilitynya. Fraud dalam asuransi adalah klaim asuransi dengan

KELOMPOK PBL – C4
Page 14
niat untuk menipu atau mengambil keuntungan dari perusahaan asuransi. Pada asuransi
kematian, calon peserta diminta untuk memasukkan data kesehatannya, dengan atau tanpa
pemeriksaan kesehatan sebelumnya, yang akan dijadikan data awal kesehatan peserta. Polis
suatu asuransi jiwa umumnya memberlakukan ketentuan tertentu sebagai persyaratan,
pembatasan dan pengecualian pertanggungan.
Peserta asuransi kematian yang memiliki data kesehatan yang normal atau memiliki
jumlah pertanggungan yang besar dan kemudian mendadak meninggal dunia tidak lama setelah
penutupan asuransi biasanya merupakan kasus yang layak diteliti (suspicious death or
contestable death claim). Kecurigaan adanya fraud atau abuse semakin menguat apabila sebab
kematiannya ternyata adalah penyakit fatal yang telah menahun atau sebab kematiannya
menjurus ke arah kesengajaan. Kedokteran forensik harus dilibatkan dalam kasus yang
meragukan seperti kematian yang dicurigai akibat unsur kesengajaan meskipun ditutupi seolah
suatu kecelakaan, identitas korban yang meragukan, jumlah pertanggungan yang sangat besar,
hubungan yang tidak jelas antara peserta asuransi dengan pembayar premi, dan kejanggalan
lainnya. Kejahatan di bidang asuransi kematian dapat saja dibarengi dengan kejahatan lain,
seperti pemalsuan identitas, pembunuhan atau bunuh diri.

Dalam penyelesaian klaim asuransi kematian terdapat 3 hal penting yang harus
diperhatikan, yaitu :

(1) adanya penutupan polis asuransi kematian bagi tertanggung

(2) meninggalnya si tertanggung

(3) bukti bahwa benar tertanggung telah meninggal.

Umumnya isu utama yang muncul adalah identitas jenasah serta sebab kematian dan cara
kematiannya. Fakta menunjukkan bahwa sertifikat kematian cukup mudah diperoleh oleh karena
tidak adanya ketentuan di Indonesia yang mengatur tentang kewajiban pemeriksaan jenasah
untuk kepentingan sertifikasi kematian dan tidak adanya lembaga khusus yang berwenang
menerbitkan sertifikat kematian. Dengan demikian, sertifikat kematian dapat diperoleh tanpa
harus melalui pemeriksaan jenasah, bahkan tanpa harus diketahui penyebab kematiannya

KELOMPOK PBL – C4
Page 15
ataupun pemastian identitas si mati. Peraturan hanya mengatur tentang formalitas sertifikasi
kematian yang memiliki banyak celah untuk dilanggar.

Pemeriksaan autopsi forensik harus dilakukan untuk memperoleh sebab kematian yang
pasti, yang kemudian dapat membawa ke kesimpulan tentang cara kematiannya – apakah
terdapat unsur kesengajaan. Pemeriksaan forensik juga dapat digunakan untuk memastikan
identitas korban apabila identitas korban memang menjadi isu utama. Pemeriksaan autopsi dan
identifikasi seringkali masih dapat dilakukan dan memberikan hasil meskipun peristiwa telah
lama terjadi atau korban telah dimakamkan. Pemeriksaan forensik terhadap tempat kejadian
perkara juga dapat membantu mengungkap peristiwa yang melatar-belakangi kematian
seseorang.6

Tinjauan kasus

Bentuk Keracunan Berdasarkan Motif

Salah satu tujuan pelayanan forensik klinik adalah memberikan informasi atau fakta-fakta
yang membuat terang kasus keracunan yang mencurigakan termasuk motif yang
melatarbelakangi kasus tersebut. Dalam kasus tindak pidana harus dibuktikan adanya perbuatan
yang salah (actua rheus) dan situasi batin yang melatarbelakangi tindakan tersebut (men rhea).
Motif keracunan harus ditentukan sebagai unsur men rhea, apakah timbul akibat kecerobohan
(recklessness), kealpaan (negligence) atau kesengajaan (intentional). 7,8

Secara umum, motif keracunan dapat dibedakan menjadi dua bentuk (tipe) berdasarkan
korban keracunan, yaitu:

1. Tipe S (spesific target)


Menunjukkan bahwa korban keracunan hanya orang tertentu dan biasanya antara pelaku
dan korban sudah saling kenal. Motivasi yang biasanya melatarbelakangi, antara lain:
uang, membunuh, pembunuhan lawan politik dan balas dendam. Keracunan tipe S
berdasarkan terjadinya dibagi ke dalam dua sub grup yaitu:

a. Sub grup S tipe S/S (spesific/slow) dimana keracunan terjadi secara perlahan dan
direncanakan oleh pelaku.

KELOMPOK PBL – C4
Page 16
b. Sub grup Q tipe S/Q (spesific/quick) dimana keracunan terjadi secara mendadak dan
tanpa perencanaan sebelumnya.
Pemeriksaan terhadap korban keracunan tipe S/S perlu mendapat perhatian lebih sebab
kegagalan pembuktian tanda-tanda keracunan oleh dokter sangat sering membuat kasus
tersebut menjadi kasus tersebut menjadi kasus pembunuhan yang sempurna (the perfect
murder). Pembunuhan yang sempurna adalah kematian korban yang sesungguhnya akibat
tindaan pidana tetapi dokter menyatakan sebagai kematian wajar karena faktor penyakit.
Kasus pembunuhan yang sempurna terjadi bukan karena keahlian si pembunuh, tetapi
akibat kegagalan dokter mengenali tanda-tanda keracunan pada korban.

2. Tipe R (random target)


Terjadi pada korban yang acak. Motivasi bentuk keracunan ini biasanya ego, sadistik, dan
teror. Berdasarkan kejadiannya keracunan tipe R dibagi:

a. Sub grup S tipe R/S (random/slow), terorisme merupakan salah satu benuk keracunan
tipe ini bila racun yang dipakai sebagai alat untuk menjalankan teror.
b. Sub tipe Q tipe R/Q (random/quick)7,8

Faktor yang mempengaruhi keracunan

Berbagai faktor mempengaruhi terjadinya keracunan :

1. Cara masuk.
Keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara inhalasi. Cara masuk lain,
berturut-turut ialah intravena, intramuskular, intraperitoneal, subkutan, peroral dan paling
lambat ialah bila melalui kulit yang sehat.

2. Umur.
Kecuali untuk beberapa jenis racun tertentu, orang tua dan anak-anak lebih sensitif
misalnya pada barbiturat. Bayi prematur lebih rentan terhadap obat karena eksresi melalui
ginjal belum cukup.

3. Kondisi tubuh.

KELOMPOK PBL – C4
Page 17
Penderita penyakit ginjal umumnya lebih mudah mengalami keracunan. Pada penderita
demam dan penyakit lambung, absorpsi dapat terjadi dengan lambat. Bentuk fisik dan
kondisi fisik, misalnya lambung berisi atau kosong.

4. Kebiasaan.
Sangat berpengaruh pada racun golongan alkohol dan morfin, sebab dapat terjadi
toleransi, tetapi toleransi tidak dapat menetap, jika pada suatu ketika dihentikan, maka
toleransi akan menurun lagi.
5. Waktu pemberian.
Untuk racun yang ditelan, jika ditelan sebelum makan maka absorbs terjadi lebih baik
sehingga efek akan timbul lebih cepat.

6. Kuantitas (dosis) racun.


Pada umumnya dosis racun yang besar akan menyebabkan kematian yang lebih cepat.
Tetapi pada beberapa kasus, misalnya racun tembaga sulfat dalam dosis besar akan
merangsang muntah sehingga racun keluar dari tubuh.3

Keracunan Karbon Monoksida

Karbon monoksida (CO), merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa dan mempunyai afinitas terhadap haemoglobin 210-300 kali besar bila di
bandingkan afinitas oksigen terhadap haemoglobin. CO berikatan dengan Hb secara reversible
membentuk karboksi-Hb,dengan ini menyebabkan tubuh kekurangan oksigen lalu timbul
keadaan anemic anoksia. CO juga adalah gas yang tidak merangsang selaput lendir dan lebih
ringan jisimnya dibanding oksigen hingga lebih mudah menyebar.

Gas CO terhasil dari pembakaran yang tidak sempurna dari karbon dan bahan-bahan
organic yang mengandung karbon.

KELOMPOK PBL – C4
Page 18
Tabel 1 : Saturasi CO dalam darah dan gejala yang timbul 3

Tanda dan Gejala Saturasi


COHb
Tidak ada 0-10
Rasa kencang pada dahi, mungkin sakit kepala yng ringan, pelebaran 10-20
pembuluh darah perifer
Sakit kepala, berdenyut pada pelipis 20-30
Sakit kepala hebat, penglihatan kabur, lemah, pusing, mual, muntah, 30-40
kolaps.
s.d.a dengan kemungkinan lebih besar untuk terjadi kolaps atau sinkop, 40-50
nadi dan pernafasan cepat.
Sinkop, pernafasan cepat, nadi cepat, koma-dengan serangan konvulsi 50-60
intermiten, pernafasan chyne stoke
Koma dan konvulsi intermiten, kerja jantung tertekan, pernafasan 60-70
tertekan dan mungkin terjadi kematian.
Nadi lemah, pernafasan dangkal, kegagalan pernafasan dan kematian. 70-80
Faktor yang mempengaruhi toksisitas CO

 Konsentrasi CO dalam udara


 Lama inhalasi/terpapar
 Ventilasi paru
 Kadar COHb sebelum terpapar
 Aktifitas fisik
 Penyakit yang menganggu oksigenasi jaringan
 Obatan tertentu,alcohol,morfin dan lain-lain yang menyebabkan depresi SSP3,4,5

Pemeriksaan Forensik

a.Lebam mayat

 Cherry pink lebih jelas bila kadar COHb >30%

KELOMPOK PBL – C4
Page 19
 Jaringan otot,visera dan darah berwarna cherry pink,dibedakan dengan keracunan akibat
sianida atau mayat yang didinginkan

b. Otak

 Ptekiae di substansia alba jika korban masih hidup setelah ½ jam


 Pemeriksaan mikroskopik
o Pembuluh darah kecil mengandungi trombi hialin
o Ring haemorrhage
o Ball haemorrhage
o Nekrosis kecil dikelilingi pembuluh darah yang mengandung thrombus

c. Miokardium

 Perdarahan dan nekrosis pada m.papillaris ventrikel kiri


 Pemeriksaan mikroskopik sesuai dengan infark miokard akut

d. Paru

 Pneumonia hipostatik
 Thrombosis a.pulmonalis

e. Ginjal

 Nekrosis tubuli ginjal

f. Kulit

 Eritema/vesikel/bullae dapat ditemukan pada kulit dada,perut, muka atau bagian tubuh
lain karena hipoksia pada kapiler di bawah kulit.

Pemeriksaan Laboratorium

 Secara kualitatif
o Uji dilusi alkali
o Uji formalin (Eachlolz-Liebmann)

KELOMPOK PBL – C4
Page 20
 Secara kuantitatif
o Cara Gettler-Freimuth
o Spektrofotometrik  dipakai bila korban masih hidup
o Kromatografi gas  dipakai pada mayat,darah tidak segar

Contoh Visum et Repertum

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Salemba Raya 6 Telp 3106197, Fax 3154626 Jakarta 10430

Nomor: 1234-SK III/5678/9-10. Jakarta, 13 Januari 2011

Lamp.: satu sampul tersegel

Perihal: Hasil Pemeriksaan Pembedahan----------------------------------------------------------------

Atas jenazah Tn. X-----------------------------------------------------------------------------------------

PROJUSTITIA

Visum Et Repertum

Yang bertandatangan di bawah ini, (nama dokter), dokter ahli kedokteran forensik pada
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta, menerangkan bahawa atas permintaan dari kepolisian sektor.........dengan suratnya
nomor.......................... tertanggal....................maka dengan ini menerangkan bahwa pada
tanggal..........pukul...........bertempat di ruang bedah jenazah Bagian Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, telah melakukan pemeriksaan atas jenazah yang
menurut surat permintaan tersebut adalah:

Nama : X-------------------------------------------------------------------------

Umur : ... tahun------------------------------------------------------------------

Jenis Kelamin : Laki-laki----------------------------------------------------------------

KELOMPOK PBL – C4
Page 21
Warga negara : Indonesia----------------------------------------------------------------

Pekerjaan :---------------------------------------------------------------------

Agama :-------------------------------------------------------------------

Alamat :------------------------------------------------------------------

Hasil Pemeriksaan

I. Pemeriksaan luar.
1. Mayat tidak terbungkus.--------------------------------------------------------
2. Mayat berpakai sebagai berikut:-----------------------------------------------
3. Jari---------------------------------------------------------------------------------
4. Kaku mayat, lebam mayat------------------------------------------------------
5. Status gizi mayat-----------------------------------------------------------------
6. Dada-------------------------------------------------------------------------------
7. Rambut, alis, bulu mata---------------------------------------------------------
8. Mata-------------------------------------------------------------------------------
9. Hidung----------------------------------------------------------------------------
10. Mulut, gigi------------------------------------------------------------------------
11. Lubang hidung, telinga, mulut, lubang tubuh lain--------------------------
12. Alat kelamin----------------------------------------------------------------------
13. Pada tubuh terdapat luka-luka sebagai berikut:------------------------------
a. Pada leher mayat terdapat kesan terjerat oleh baju---------------------
b. Pada daerah ketiak kiri terdapat luka terbuka yang mengakibatkan terputusnya
pembuluh darah ketiak---------------------------------------
c. Tungkai bawah kanan dan kiri ada luka terbuka akibat kekerasan tajam---------
-----------------------------------------------------------------
14. Tulang-----------------------------------------------------------------------------
II. Pemeriksaan dalam (bedah jenazah)
15. Iga----------------------------------------------------------------------------------
16. Jantung----------------------------------------------------------------------------

KELOMPOK PBL – C4
Page 22
17. Paru--------------------------------------------------------------------------------
18. Lidah------------------------------------------------------------------------------
19. Hati--------------------------------------------------------------------------------
20. Lambung--------------------------------------------------------------------------
21. Limpa------------------------------------------------------------------------------

KESIMPULAN

Ilmu kedokteran forensic dapat membantu pihak polisi dan asuransi pada kasus kematian
yang mencurigakan yang mungkin didasari dengan pembunuhan demi klaim asuransi.
Pembunuhan yang menggunakan cara meracuni dengan gas toksik tanpa ada tanda-tanda
kekerasan maupun perkelahian bisa menyebabkan penyidik tersalah menyimpulkan sebab
kematian. Maka itu diperlukan Visum et Repertum agar mayat dapat di autopsi untuk
pemeriksaan dan hasil yang akurat. Dokter forensic seharusnya melawat ke TKP untuk mendapat
gambaran yang lebih jelas dan mengumpul bahan bukti yang mungkin dianggap kurang penting
oleh penyidik.

KELOMPOK PBL – C4
Page 23
DAFTAR PUSTAKA
1. Amir,Amri.Ilmu Kedokteran Forensik.Medan:Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran USU;2007.
2. Suryadi,Taufik. Pengantar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Buku Penuntun
Kepaniteraan Klinik Kedokteran Forensik dan Medikolegal.Banda Aceh: FK
Unsyiah/RSUDZA; 2009.
3. Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
4. Yandi, Fahriza,Riana,Elly. Buku roman forensic,Identifikasi Forensik, Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas Lambung Mangkurat ; Juli-
Agustus 2009.
5. Syaulia Andirezek. Romans forensic, Edisi 20.
6. Budi Sampurna, Peran Ilmu Forensik dalam kasus-kasus Asuransi, Indonesian Journal
of Legal and Forensic Sciences 2008; 1(1):17-20, Jakarta
7. Prof. Dr. Amri Amir, Sp.F, DFM, SH : Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi Kedua, Bagian
Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran USU, Medan, 2005, Hal : 24.
8. M. Husni Gani : Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas, Padang, Hal : 111-122.

KELOMPOK PBL – C4
Page 24

Anda mungkin juga menyukai