Anda di halaman 1dari 19

110

BAB 5

PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang kesenjangan atau perbedaan antara tinjauan

pustaka tentang tinjauan kasus dengan asuhan keperawatan klien lansia dengan

nyeri akut pada diagnose medis Atritis Reumatoid. Adapun kesenjangan atau

kesamaan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus sebagai berikut yang

meliputi konsep dasar 1) pengkajian, 2) diagnose keperawatan, 3) intervensi, 4)

implementasi, 5) evaluasi

5.1. Pengkajian

1. Identitas

Pada tinjauan pustaka meliputi nama, umur, tempat tanggal lahir, alamat, jenis

kelamin, suku, agama, pendidikan, status perkawinan, no.telepon, orang yang

paling dekat dengan lansia, hubungan dengan lansia, alamat keluarga. Sedangkan

pada tinjauan kasus meliputi nama : Ny. G, umur 70 tahun, tempat tanggal lahir :

Mojokerto, 1945, alamat : Dlanggu, Mojokerto, jenis kelamin : perempuan, suku :

Jawa, agama : Islam, status perkawinan : kawin, no. telepon/ HP : -, orang yang

paling dekat dihubungi : Tn. S, hubungan dengan lansia : Suami, alamat keluarga :

tinggal di Panti Werdha. Sehingga hal ini tidak terdapat kesenjangan antara

tinjauan pustaka dan tinjauan kasus.

2. Status kesehatan saat ini

Menurut (Muttaqin, 2008) pada umumnya keluhan utama artritis reumatoid

adalah nyeri pada daerah persendian yang mengalami masalah. Untuk


111

memperoleh pengkajian yang lengkap tentang nyeri klien, perawat dapat

menggunakan metode PQRST. Provoking incident : hal yang menjadi faktor

presipitasi nyeri adalah peradangan sendi, quality of pain : nyeri yang dirasakan

atau digambarkan klien bersifat menusuk, region, radiation, relief : nyeri dapat

menjalar atau menyebar, dan nyeri terjadi di sendi yang mengalami masalah,

severity (scale) of pain : nyeri yang dirasakan ada diantara 3 – 6 yaitu nyeri

sedang, time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk

pada malam hari atau siang hari. Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan hasil

keluhan utama : klien mengatakan nyeri pada persendian lutut dan punggung,

provoking incident : nyeri pada persendian lutut dan punggung, quality of pain :

sifat nyeri seperti tertusuk –tusuk, hilang timbul, region : pada persendian lutut

dan punggung, severity (scale) of pain : skala nyeri 6, time : nyeri bertambah

apabila dipakai beraktivitas, dan apabila berubah posisi dari tidur ke duduk dan

duduk ke berdiri atau sebaliknya. Sehingga hal ini tidak ada kesenjangan antara

tinjauan pustaka dan tinjauan kasus.

3. Riwayat kesehatan sekarang

Menurut (Muttaqin, 2008) Pada klien artritis reumatoid, stadium awal

biasanya ditandai dengan gangguan keadaan umum berupa malaise, penurunan

berat badan, rasa capek, sedikit panas, dan anemia. Gejala lokal yang terjadi

berupa pembengkakan, nyeri, dan gangguan gerak pada sendi metakarpofalangeal.

Gejala awal terjadi pada sendi. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi

tangan, pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku, pergelangan kaki, sendi bahu,

serta sendi panggul, dan biasanya bersifat bilateral/ simetris. Akan tetapi, kadang
112

artritis reumatoid dapat terjadi pada satu sendi. Sedangkan pada tinjauan kasus

klien mengatakan sejak beberapa tahun yang lalu sering sakit pada persendian

lututnya dan nyeri pada punggung sejak 1 bulan yang lalu, klien mengatakan

kesulitan bangun dari tidur ke duduk dan duduk ke berdiri karena nyeri pada

persendian lutut dan punggungnya, upaya klien dalam mengurangi nyeri biasanya

diberi minyak gosok atau balsem dan mengkonsumsi obat piroxicam dan asam

mefenamat yang diberikan oleh petugas kesehatan yang ada di Panti Werdha.

Sehingga hal ini tidak ada kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus,

karena artritis rheumatoid menyerang sendi lutut.

4. Riwayat kesehatan dulu

Menurut (Muttaqin, 2008) pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan

penyebab yang mendukung terjadinya artritis reumatoid. Penyakit tertentu seperti

penyakit diabetes menghambat proses penyembuhan artritis reumatoid. Masalah

lain yang perlu ditanyakan adalah apakah klien pernah dirawat dengan masalah

yang sama. Sering klien ini menggunakan obat antireumatik jangka panjang

sehingga perlu dikaji jenis obat yang digunakan (NSAID, antibiotik, dan

analgesik). Sedangkan pada tinjauan Klien mengatakan dulu pernah jatuh kepleset

dan sekarang persendian lutut dan punggungnya nyeri, klien mengatakan ia tidak

memiliki penyakit yang menular (HIV, TBC), dulu klien pernah mengkonsumsi

obat piroxicam dan asam mefenamat yang diberikan oleh petugas kesehatan yang

ada di Panti Werdha untuk mengurangi nyeri. Sehingga hal ini tidak ada

kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus, karena dulu klien pernah
113

mengkonsumsi obat analgesic ( piroxicam dan asam mefenamat) untuk

mengurangi nyeri.

5. Riwayat keluarga

Menurut (Muttaqin, 2008) perlu dikaji tentang genogram klien, sedangkan

pada tinjauan kasus klien merupakan anak ke 2 dari 5 bersaudara, semuanya sudah

meninggal dan orang tuanya juga sudah meninggal. Klien tinggal sekamar dengan

suaminya. Sehingga hal ini tidak ada kesenjangan antara tinjauan pustaka dan

tinjauan kasus.

6. Riwayat pekerjaan

Menurut (Muttaqin, 2008) perlu dikaji tentang pekerjaan saat ini klien, jarak

dari tempat tinggal, alat transportasi yang digunakan, apa saja sumber –sumber

pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan, sedangkan pada tinjauan kasus

Pasien sudah tidak bekerja lagi dan hanya mengandalkan dari pemberian donatur

orang –orang yang berkunjung ke panti werdha Mojopahit-Mojokerto. Sehingga

hal ini tidak ada kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus.

7. Riwayat kesehatan keluarga

Menurut (Muttaqin, 2008) perlu dikaji tentang adakah keluarga dari generasi

terdahulu yang mengalami keluhan yang sama dengan klien, sedangkan pada

tinjauan kasus klien mengatakan di dalam anggota keluarga sebelumnya ada yang

menderita nyeri pada persendian, suami klien mempunyai penyakit diabetes

melitus kurang lebih sejak 8 tahun yang lalu. Sehingga hal ini tidak ada

kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus, karena di dalam anggota

keluarga sebelumnya ada yang menderita nyeri pada persendian.


114

8. Riwayat lingkungan hidup

Pada tinjauan pustaka perlu dikaji tentang tipe tempat tinggal, jumlah kamar,

kondisi tempat tinggal, derajat privasi. Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan

tipe tempat tinggal permanen, jumlah kamar 8, kondisi tempat tinggal agak sedikit

kotor, pencahayaan cukup terang, jendela dibuka setiap hari, jumlah orang yang

tinggal di rumah 14 orang ( laki –laki = 8 orang, perempuan = 6 orang), derajat

privasi kurang, orang terdekat adalah suami. Sehingga hal ini tidak terdapat

kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus.

9. Riwayat rekreasi

Pada tinjauan pustaka perlu dikaji tentang hobi/minat klien, keikutsertaan

lansia dalam keanggotaan organisasi, liburan/ perjalanan. Sedangkan pada

tinjauan kasus klien memiliki hobi nonton tv, selama di panti werdha klien tidak

pernah liburan. Sehingga hal ini tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan

pustaka dan tinjauan kasus.

10. Sistem pendukung

Pada tinjauan pustaka perlu dikaji tentang petugas kesehatan terdekat, jarak

dari tempat tinggal, makanan yang dihantarkan, perawatan sehari –hari yang

dilakukan keluarga sedangkan pada tinjauan kasus dipanti werdha memilik 2

orang perawat dan 1 bidan, rumah sakit terdekat RSI sakinah, pelayanan di panti

cukup baik, apabila klien sakit biasanya diberikan obat yang ada di klinik yang

ada di panti werdha, makanan yang dihantarkan yaitu nasi, lauk, sayur, kopi, teh,

susu, kolak kacang hijau, perawatan sehari hari yaitu klien diukur tekanan
115

darahnya setiap hari dan diberikan terapi berjemur setiap pagi. Sehingga hal ini

tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus.

11. Tinjauan Sistem

a. Keadaan umum

Pada tinjauan pustaka meliputi cukup, lemah sedangkan pada tinjauan kasus

didapatkan keadaan umum klien baik. Sehingga hal ini terdapat kesenjangan

antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus.

b. Tingkat kesadaran

Pada tinjauan pustaka tingkat kesadaran meliputi : composmentis, apatis,

somnolen, supor, koma dan GCS meliputi E (eye), V (verbal), M (motoric),

sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan tingkat kesadaran klien adalah

composmentis dan GCS klien 15 E4 V5 M6. Sehingga hal ini tidak terdapat

kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus.

c. Tanda –tanda vital

Pada tinjauan pustaka tanda –tanda vital meliputi : tekanan darah, RR, suhu,

nadi sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan hasil tekanan darah 130/80 mmhg,

RR 20x/ menit, suhu 36,6º C, nadi 82 x/ menit, BB 39 kg, TB 138 cm. Sehingga

hal ini tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus.

d. Sistem pernapasan

Menurut (Muttaqin, 2008) klien artritis reumatoid tidak menunjukkan kelainan

sistem pernapasan pada saat inspeksi, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak

ada retraksi dada. Palpasi thoraks menunjukkan taktil fremitus seimbang kanan

dan kiri. Pada auskultasi tidak ada suara napas tambahan. Nyeri pada saat
116

inspirasi, napas pendek. Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan hasil tidak ada

pernapasan cuping hidung, pada hidung terdapat sekret, pergerakan dada simetris,

sesak (–), retraksi dada (–), RR = 20 x/ menit, perkusi paru sonor, wheezing (–/–),

ronkhi +/–, batuk (+), pilek (+). Sehingga terdapat kesenjangan antara tinjauan

pustaka dan tinjauan kasus.

e. Sistem kardiovaskuler

Menurut (Muttaqin, 2008) pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler diterjadi

hipertensi/hipotensi, tidak ada iktus jantung saat palpasi. Nadi mungkin

meningkat (takikardia), iktus tidak teraba. Pada saat auskultasi, ada suara S1 dan

S2 tunggal dan tidak ada murmur, kaji apakah ada perdarahan. Sedangkan pada

tinjauan kasus didapatkan hasil pengkajian meliputi perdarahan (–), CRT < 2

detik, akral hangat, kering, kemerahan, TD = 130/ 80 mmhg, S = 36,6 oC, N = 82

x/ menit, suara jantung S1 S2 tunggal, conjungtiva merah muda, sklera putih,

sianosis (-). Sehingga terdapat perbedaan antara tinjauan pustaka dan tinjauan

kasus, karena pada tinjauan kasus didapatkan tekanan darah dan fekuensi nadi

klien dalam batas normal.


f. Sistem persyarafan
Menurut (Muttaqin, 2008) kesadaran biasanya composmentis, pada kasus

yang lebih parah, klien dapat mengeluh pusing dan gelisah. Pada mata, kadang

dijumpai mata kering, sklera tidak ikterik, konjungtiva mungkin bisa terjadi

konjungtivitis karena inflamasi ekstra –artikular, pupil isokor, mata merah,

skleritis, katarak atau glukoma dapat terjadi akibat komplikasi terapi

steroid.Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan hasil kesadaran composmentis,

GCS E4 V5 M6, refleks mata terhadap cahaya (+), pupil isokor, refleks patela
117

(+).Sehingga terdapat tidak ada kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan

kasus karena pada tinjauan kasus kesadaran klien composmentis.


g. Sistem perkemihan
Menururt (Rubenstein Et al, 2007) produksi urine biasanya dalam batas

normal dan tidak ada keluhan pada sistem perkemihan. Proteinuria mungkin

terjadi sebagai efek iatrogenik. Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan hasil

tidak ada distensi kandung kemih, BAK 4 –5 x sehari, warna kuning jernih,

inkontinensia urine (-). Sehingga hal ini tidak ada kesenjangan antara tinjauan

pustaka dan tinjauan kasus.


h. Sistem pencernaan
Menurut (Muttaqin, 2008) umumnya klien artritis reumatoid tidak mengalami

gangguan eliminasi. Meskipun demikian, perlu dikaji frekuensi, konsistensi,

warna feses. Gangguan gastrointestinal yang sering adalah mual muntah, nyeri

lambung, yang menyebabkan klien tidak nafsu makan, terutama klien yang

menggunakan obat reumatik dan NSAID. Peristaltik yang menurun menyebabkan

klien jarang defekasi. Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan hasil ada

beberapa gigi yang sudah tanggal, stomatitis (-), tidak ada nyeri telan, tidak ada

distensi abdomen, bising usus 10 x / menit, perkusi abdomen timpani, BAB 1 – 2

x sehari, konsistensi lunak, BB = 40 kg, TB = 138 cm. Sehingga hal ini tidak ada

kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus.

i. Sistem muskuloskeletal :
Menurut (Muttaqin, 2008) adanya pembengkakan yang tidak biasa

(abnormal), deformitas pada daerah sendi kecil tangan, pergelangan kaki, dan

sendi besar lutut, panggul, dan pergelangan tangan, atrofi otot, adanya nodul

subkutan multipel, nyeri tekan pada sendi yang sakit, kaku sendi, kelemahan fisik,
118

keterbatasan gerak sendi akibat nyeri. Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan

hasil kelemahan otot, turgor kulit baik, akral hangat, kering, kemerahan, CRT < 2

detik, deformitas (-), nyeri pada lutut dan punggung, skala nyeri 6, nyeri seperti

tertusuk –tusuk hilang timbul, nyeri pada pagi hari, nyeri bertambah apabila

terlalu capek, langkah berjalan lemah, kekuatan otot (5/5/4/4). Sehingga terjadi

kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus.


j. Sistem endokrin
Menurut (Muttaqin, 2008) pada artritis reumatoid tidak ada kelainan pada

sistem endokrin. Sedangkan pada tinjauan kasus ditemukan hasil tidak ada

pembesaran kelenjar tiroid. Sehingga tidak terjadi kesenjangan antara tinjauan

pustaka dan tinjauan kasus.


k. Sistem reproduksi :
Menurut (Muttaqin, 2008) pada artritis reumatoid tidak ada kelainan pada

sistem reproduksi. Klien mungkin mengalami penurunan libido sampai tidak

dapat melakukan hubungan seksual karena mengalami nyeri sendi dan kelemahan

fisik Sedangkan pada tinjauan kasus ditemukan hasil klien sudah menopause.

Sehingga terjadi kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus.

l. Sistem pengecapan :
Menurut (Muttaqin, 2008) pada artritis reumatoid tidak ada kelainan pada

sistem pengecapan, mulut kering. Sedangkan pada tinjauan kasus ditemukan hasil

tidak ada gangguan pada sistem pengecapan, klien dapat membedakan rasa asam,

manis, pahit, asin. Sehingga tidak terjadi kesenjangan antara tinjauan pustaka dan

tinjauan kasus.
m. Sistem penciuman
Menurut (Muttaqin, 2008) pada artritis reumatoid tidak ada kelainan pada

sistem penciuman. Sedangkan pada tinjauan kasus ditemukan hasil ada gangguan

pada sistem penciuman, klien sedang mengalami pilek. Sehingga terjadi


119

kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus karena ada gangguan pada

sistem penciuman karena klien sedang mengalami pilek.

12. Pemeriksaan penunjang

Menurut (Muttaqin, 2008) untuk menentukan artritis rheumatoid dilakukan

pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

a. Pemeriksaan radiologi. Pada tahap awal, foto rontgen tidak menunjukkan

kelainan yang mencolok. Pada tahap lanjut, bila terjadi destruksi tulang rawan,

akan terlihat penyempitan ruang sendi dengan erosi pada beberapa tempat.
b. Pemeriksaan laboratorium. Ditemukan peningkatan laju endap darah, anemia

normositik hipokrom, reaksi protein –C positif, dan mukoprotein meningkat,

faktor reumatoid positif 80% (uji Rose –Waaler) dan faktor antinuklear positif

80%, tetapi kedua uji ini tidak spesifik.

Sedangkan pada tinjauan kasus tidak ditemukan atau tidak dilakukan pemeriksaan

tersebut. Sehingga hal ini terjadi kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan

kasus.

13. Pola aktivitas sehari –hari

a. Pola nutrisi

Pada tinjauan pustaka dijelaskan bahwa pada klien artritis reumatoid

mengalami mual muntah, nyeri lambung, yang menyebabkan klien tidak nafsu

makan, terutama klien yang menggunakan obat reumatik dan NSAID. Sedangkan

pada tinjauan kasus klien makan 3 x sehari ( nasi, sayur, lauk), kadang –kadang

makan buah dan kolak, minum ± 1 liter ( air, susu, teh ). Sehingga hal ini terjadi

kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus.

b. Pola kebersihan diri


120

Pada tinjauan pustaka dijelaskan bahwa pada klien dengan penyakit semacam

ini akan mengalami kesulitan melaksanakan aktivitas perawatan pribadi dan

sering bergantung pada orang lain. Sedangkan pada tinjauan kasus klien mandi 2 x

sehari, keramas pakai sampo 2x seminggu, kadang –kadang sikat gigi. Sehingga

hal ini terjadi kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus.

c. Pola Istirahat :

Pada tinjauan pustaka dijelaskan bahwa berhubungan dengan nyeri sendi,

nyeri tekan, menyebabkan pasien sulit untuk istirahat. Sedangkan pada tinjauan

kasus sedang klien jarang tidur siang, klien tidur malam pukul 21.00 – 04.00 WIB.

Sehingga hal ini terjadi kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus.

d. Pola Interaksi sosial

Pada tinjauan pustaka dijelaskan bahwa klien dapat mengalami ketakutan atau

cemas akan fungsi tubuhnya sehingga klien cenderung tidak percaya diri dan

bersikap tertutup. Sedangkan pada tinjauan kasus hubungan klien dengan

penghuni panti yang lain cukup baik, pasien berinteraksi dengan baik dengan

perawat, petugas panti maupun dengan mahasiswa praktik yang lain klien sering

bertengkar dengan suaminya. Sehingga hal ini terjadi kesenjangan antara tinjauan

pustaka dan tinjauan kasus.

14. Pengkajian psikososial spiritual

a. Psikososial
Menurut (Muttaqin, 2008) kemampuan sosialisasi klien pada saat sekarang,

sikap klien pada orang lain, harapan –harapan klien dalam melakukan sosialisasi,

kepuasan klien dalam sosialisasi. Sedangkan pada tinjauan kasus Hubungan klien

dengan penghuni panti yang lain cukup baik, pasien berinteraksi dengan baik
121

dengan perawat, petugas panti maupun dengan mahasiswa praktik yang lain, klien

kadang –kadang bertengkar dengan suaminya. Sehingga hal ini tidak terjadi

kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus.


b. Identitas masalah emosional

Menurut (Muttaqin, 2008) kaji respon emosi klien terhadap penyakit dan

perannya dalam keluarga dan masyarakat. klien artritis reumatoid akan merasa

cemas tentang fungsi tubuhnya sehingga perawat perlu mengkaji mekanisme

koping klien. Kebutuhan tidur dan istirahat juga harus dikaji, selain lingkungan,

lama tidur, kebiasaan, kesulitan, dan penggunaan obat tidur. Sedangkan pada

tinjauan kasus dari beberapa pertanyaan yang diajukan sesuai format klien

menjawab kadang –kadang klien cemas dan sedih karena nyeri yang dideritanya,

klien mengeluh nyeri pada punggungnya ± 1 bulan yang lalu dan nyeri pada

persendian lututnya dank lien juga perna mengkonsumsi obat analgesic

(piroxicam dan asam mefenamat) ketika nyeri muncul. Sehingga hal ini tidak

terjadi kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus.

c. Spiritual
Pada tinjauan pustaka pengkajian spiritual meliputi : agama, kegiatan

keagamaan, konsep/keyakinan klien tentang kematian, harapan –harapan klien.

Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan hasil pengkajian bahwa klien

beragama islam, sebelum sakit klien mengatakan sering mengikuti pengajian dan

melakukan sholat 5 waktu di Mushola panti, tapi klien sekarang tidak pernah

mengikuti pengajian karena nyeri yang dialaminya, konsep keyakinan klien

tentang kematian : pasien mengatakan semua orang akan meninggal dan kita tidak

tahu karena jodoh, rezeki maupun maut semua itu hanya tuhan yang tahu, harapan
122

–harapan klien : klien berharap semoga bisa diberikan kesehatan. Sehingga hal ini

tidak terjadi kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus.

5.2. Diagnose Keperawatan

Menurut (Lukman, 2012) pada artritis rheumatoid ditemukan beberapa

diagnose keperawatan diantaranya :


1. Nyeri akut atau kronik berhubungan dengan distensi jaringan akibat akumulasi

cairan atau proses inflamasi, destruksi sendi.


2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri/

ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot


3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk

melakukan tugas –tugas umum, penggunaan energi atau ketidakseimbangan

mobilitas.
4. Defisiensi pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan pengobatan

berhubungan dengan kurangnya informasi


5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan sendi
6. Resiko cidera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot
Sedangkan pada tinjauan kasus ditemukan diagnose keperawatan antara lain :

1. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan sendi ditandai dengan nyeri pada

lutut dan punggung, skala nyeri 6, nyeri seperti tertusuk –tusuk hilang timbul,

nyeri pada pagi hari, nyeri bertambah apabila terlalu capek, TD = 130/ 80

mmhg, RR = 20 x/ menit, S = 36,6oC, N = 82 x/ menit

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, penurunan kekuatan

otot ditandai dengan Kelemahan otot, nyeri pada persendian, TD = 130/ 80

mmhg, RR = 20 x/ menit, S = 36,6oC, N = 82 x/ menit, kekuatan otot 5 5


4 4
123

3. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kekuatan otot ditandai dengan

klien berumur 70 tahun, klien mengalami nyeri pada persendian lutut dan

punggung, skoring pengkajian resiko jatuh 65 (+), kekuatan otot, 5 5


4 4
TD = 130/ 80 mmhg, RR = 20 x/ menit, S = 36,6oC, N = 82 x/ menit

Dari enam diagnosa yang ada ditinjauan pustaka terdapat tiga diagnosa yang

muncul pada tinjauan kasus dan tiga diagnosa tidak ditemukan pada tinjauan

kasus, yaitu :

1. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk

melakukan tugas –tugas umum, penggunaan energi atau ketidakseimbangan

mobilitas.
2. Defisiensi pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan pengobatan

berhubungan dengan kurangnya informasi


3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan sendi
Karena dalam diagnosa tersebut tidak ada dalam daftar masalah

keperawatan klien sehingga diagnosa tersebut tidak dapat di munculkan, sehingga

terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus.

5.3. Intervensi

Pada tinjauan kasus pembuatan rencana keperawatan sesuai dengan

diagnosa keperawatan yang muncul. Setiap diagnosa keperawatan yang muncul

memiliki tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan sebagai penilaian keberhasilan

tindakan yang diberikan. Dalam perencanaan keperawatan pada tinjauan kasus,

penulis lebih memfokuskan pencapaian kriteria hasil dengan klien sasarannya

dengan alasan penulis ingin mengetahui keberhasilan pelaksanaan pemberian

asuhan keperawatan melalui peningkatan ilmu pengetahuan, keterampilan,


124

mengenai masalah dan perubahan perilaku kearah yang lebih baik, namun masing

masing intervensi tetap mengacu pada sasaran dan kriteria hasil yang telah

ditetapkan.

Dalam teori disebutkan rencana keperawatan yang dapat dilakukan untuk

mengatasi masalah keperawatan yang muncul dengan menggunakan kriteria hasil

yang mengacu pada pencapaian tujuan (Doengoes, 2003). Setelah merumuskan

diagnosa keperawatan kemudian penulis menyusun perencanaan keperawatan

yang meliputi prioritas masalah, perumusan tujuan, penentuan kriteria hasil dan

rencana tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah klien berdasarkan

masalah keperawatan yang telah ditemukan.

Nyeri akut berhubungan dengan peradangan sendi. Dengan tujuan setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 8 jam diharapkan nyeri berkurang,

dengan kriteria hasil klien mampu mengontrol nyeri, klien melaporkan nyeri

berkurang, ekspresi wajah klien tampak rileks, TTV dalam batas normal.

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, penurunan kekuatan

otot. Dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 8 jam

diharapkan klien mampu melakukan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya,

denagn kriteria hasil klien meningkat dalam aktivitas fisik, klien dapat

memperagakan penggunaan alat bantu, jika perlu.

Resio cedera berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Dengan

tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 8 jam diharapkan klien

tidak mengalami cedera, dengan kriteria hasil klien tidak jatuh atau terjadi fraktur,

klien dapat menhindari aktivitas yang dapat menimbulkan cedera.


125

Dari hasil pembahasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa

perencanaan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus terdapat kesenjangan.

Hal ini dibuktikan oleh perumusan perencanaan pada tinjauan pustaka kriteria

waktu waktu dicantumkan 2 x 24 jam sedangkan pada tinjauan kasus dicantumkan

3 x 8 jam. Hal ini disebabkan karena tinjauan kasus mengacu pada keadaan klien

secara langsung sementara pada tinjauan pustaka hanya merupakan konsep secara

teoritis. Namun, antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus keduanya sama-

sama mengacu pada sasaran, data dan kriteria hasil yang ditetapkan.

5.4. Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan komponen dari proses keperawatan

yang merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang

diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan

keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan (Potter & Perry, 2005). Pengertian

tersebut menekankan bahwa implementasi adalah melakukan atau menyelesaikan

suatu tindakan yang sudah direncanakan pada tahap sebelumnya.


Terdapat berbagai tindakan yang bisa dilakukan untuk mengurangi rasa

nyeri. Implementasi lebih ditujukan pada 1) upaya perawatan dalam

meningkatkan kenyamanan, 2) upaya pemberian informasi yang akurat, 3) upaya

mempertahankan kesejateraan, 4) upaya tindakan peredaan nyeri

nonfarmakologis, 5) pemberian terapi nyeri farmakologis (Andarmoyo, 2013).

Namun perencanaan pada teori tidak semua penulis dapat laksanakan pada kasus

karena disesuaikan pada kondisi klien pada saat dilakukan asuhan keperawatan.

Penulis mulai melakukan rencana keperawatan pada tanggal 3 Maret 2016.


126

Nyeri akut berhubungan dengan peradangan sendi telah dilakukan

tindakan keperawatan yaitu, mengkaji skala, lokasi dan intensitas nyeri serta

respon klien terhadap nyeri, mengobservasi TTV, berkolaborasi dalam pemberian

analgesic : piroxicam 20 mg, menganjurkan klien untuk mandi air hangat atau

berikan kompres hangat pada persendian yang sakit, menganjurkan klien

mengambil posisi yang nyaman waktu tidur atau duduk di kursi : klien dengan

posisi kepala lebih tinggi, mengajarkan klien cara mengontrol nyeri : latihan napas

dalam dan teknik distraksi, memberikan masase yang lembut, senam pagi, terapi

berjemur. Pada diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,

penurunan kekuatan otot telah dilakukan tindakan keperawatan yaitu mengkaji

derajat mobilisasi klien dengan menggunakan skala ketergantungan, menjelaskan

pada klien tentang proses penuaan dan manfaat latihan bagi tubuh, mengajarkan

klien tentang latihan rentang gerak ( ROM), menganjurkan klien memposisikan

sendi yang sakit dengan bantal, menganjurkan klien untuk latihan menggunakan

ekstremitas yang tidak sakit. Pada diagnosa resiko cedera berhubungan dengan

penurunan kekuatan otot telah dilakukan tindakan keperawatan yaitu menciptakan

lingkungan yang bebas dari bahaya : berikan penerangan yang cukup,

mengajarkan klien tentang pentingnya menggunakan alat pengaman ruangan,

menganjurkan klien untuk meletakkan benda dimana klien dapat meraihnya tanpa

klien menjangkau terlalu jauh, menganjurkan klien untuk tetap berhati –hati

dalam melakukan aktivitas, membantu klien mengevaluasi lingkungan panti untuk

kemungkinan bahaya, misal karpet yang tersingkap, perbedaan tinggi lantai.


Dari pembahasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa pelaksanaan

antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus sebagaian besar sama sehingga terdapat
127

sedikit kesenjangan karena ada tindakan yang dilakukan tidak ada dalam rencana

asuhan keperawatan yang sebelumnya dibuat karena hal ini disesuaikan dengan

jadwal kegiatan rutin panti dan menyesuaikan dengan keadaan atau kondisi klien.

5.5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan, pada tahap ini

penulis menilai sejauh mana tujuan keperawatan dapat dicapai. Evaluasi

merupakan tindakan untuk melengkapi proses keperawatan yang telah berjalan

agar dapat melihat sejauh mana diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, dan

implementasi keperawatan sudah berhasil dicapai. Sedangkan di tinjaun kasus

pada tindakan yang sudah dilakukan berikut hasil akhirnya :


1. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan sendi. Masalah teratasi sebagian

pada tanggal 5 Maret 2016, klien mengatakan nyeri berkurang, keadaan umum

baik, kesadaran composmentis, GCS E4 V5 E6, nyeri pada lutut dan

punggung, skala nyeri 4, nyeri seperti tertusuk –tusuk hilang timbul, nyeri

pada pagi hari, nyeri bertambah apabila terlalu capek, TD = 140/ 90 mmhg,

RR = 19 x/ menit, S = 36,5oC, N = 82 x/ menit, klien bisa melakukan cara

mengontrol nyeri dengan cara napas dalam dan distraksi

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, penurunan kekuatan

otot. Masalah telah teratasi pada tanggal 5 maret 2016, klien mengatakan nyeri

pada lutut dan punggungnya berkurang, keadaan umum baik, kesadaran

composmentis, GCS E4 V5 E6, klien bisa bangun dari tidur atau duduk

dengan berpegangan pada sisi tempat tidur, klien bisa melakukan latihan

5 5
4 4
128

rentang gerak (ROM) dengan bantuan, S = 36,5oC, kekuatan otot, TD =

140/ 90mmhg, N = 82 x/ menit RR = 19 x/ menit.


3. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Masalah telah

teratasi pada tanggal 5 Maret 2016 keadaan umum klien baik, kesadaran

composmentis, klien menggunakan pengaman ruangan atau berpegangan pada

dinding saat keluar kamar dan ke kamar mandi, penerangan dalam kamar klien

cukup terang, klien tidak mengalami cedera, TD = 140/ 90 mmhg, RR = 19 x/

menit, S = 36,5oC, N = 82 x/ menit.


Sehingga dari penjelasan diatas dari enam diagnosa keperawatan yang

pada tinjaun pustaka, dan muncul tiga diagnosa keperawatan yang ada di tinjauan

kasus yang sudah teratasi ada dua diagnosa yaitu diagnosa hambatan mobilitas

fisik berhubungan dengan nyeri, penurunan kekuatan otot dibuktikan dengan klien

bisa bangun dari tidur atau duduk dengan berpegangan pada sisi tempat tidur dan

resiko cedera berhubungan dengan penurunan kekuatan otot hal ini dibuktikan

karena setelah dilakukan evaluasi tindakan selama tiga hari klien tidak mengalami

cedera dan klien bisa menghindari aktivitas yang dapat menimbulkan cedera

dengan cara perpegangan pada pengaman ruangan yang ada pada dinding ketika

mau pergi ke kamar mandi atau keluar kamar.

Anda mungkin juga menyukai