REFERAT 1 TB Anak
REFERAT 1 TB Anak
PENCEGAHAN DINI
PENULARAN TB PADA ANAK
Oleh :
Yeni Pratiwi, S.Ked
FAA 110 032
Pembimbing :
0
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
PENCEGAHAN DINI
PENULARAN TB PADA ANAK
1
KATA PENGANTAR
Terima kasih terutama kepada orang tua dan keluarga yang selalu
memberikan dukungan dan doa, serta untuk teman-teman kelompok 2, yaitu dokter-
dokter muda Stase Ilmu Kedokteran Komunitas tahun 2015 yang telah banyak
membantu penyusunan referat ini. Terima kasih untuk waktu dan semua bantuan
yang telah teman-teman berikan.
Demikian yang dapat penyusun sampaikan. Kiranya referat ini dapat berguna
dan membantu generasi dokter-dokter muda selanjutnya maupun mahasiswa-
mahasiswi jurusan kesehatan lain yang sedang dalam menempuh pendidikan, referat
ini berguna sebagai referensi dan sumber bacaan untuk menambah ilmu pengetahuan.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Beban kasus TB anak di dunia tidak diketahui karena kurangnya alat
diagnostik yang “child-friendly” dan tidak adekuatnya sistem pencatatan dan
pelaporan kasus TB anak.
Diperkirakan banyak anak menderita TB tidak mendapatkan penatalaksanaan
yang tepat dan benar sesuai dengan ketentuan strategi DOTS. Kondisi ini akan
memberikan peningkatan dampak negatif pada morbiditas dan mortalitas
anak.
Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara
semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada
tahun 2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi,
menunjukkan variasi proporsi dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan
kualitas diagnosis TB anak masih sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus
TB Anak dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun,
dengan jumlah kasus pada kelompok umur 5-14 tahun yang lebih tinggi dari
kelompok umur 0-4 tahun. Kasus BTA positif pada TB anak tahun 2010
adalah 5,4% dari semua kasus TB anak, sedangkan tahun 2011 naik menjadi
6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%.1
2.2 Gejala dan Tanda
Pasien TB anak dapat ditemukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada :
1. Anak yang kontak erat dengan pasien TB menular.
Yang dimaksud dengan kontak erat adalah anak yang tinggal serumah atau
sering bertemu dengan pasien TB menular. Pasien TB menular adalah
terutama pasien TB yang hasil pemeriksaan sputumnya BTA positif dan
umumnya terjadi pada pasien TB dewasa. Pemeriksaan kontak erat ini akan
diuraikan secara lebih rinci dalam pembahasan pada bab profilaksis TB pada
anak.
2. Anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan TB anak.
6
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemik dan organ yang paling
sering terkena adalah paru. Gejala klinis penyakit ini dapat berupa gejala
sistemik/umum atau sesuai organ terkait. Perlu ditekankan bahwa gejala klinis
TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit selain TB.
7
• Meningitis TB: Gejala-gejala meningitis dengan seringkali disertai gejala
akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena.
• Tuberkuloma otak: Gejala-gejala adanya lesi desak ruang.
3. Tuberkulosis sistem skeletal:
• Tulang belakang (spondilitis): Penonjolan tulang belakang (gibbus).
• Tulang panggul (koksitis): Pincang, gangguan berjalan, atau tanda
peradangan di daerah panggul.
• Tulang lutut (gonitis): Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa sebab
yang jelas.
• Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis).
4. Skrofuloderma:
Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi ulkus (skin
bridge).
5. Tuberkulosis mata:
• Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenularis).
• Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).
6. Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal dicurigai bila
ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa sebab yang jelas dan
disertai kecurigaan adanya infeksi TB.3
8
• Parameter uji tuberkulin dan kontak erat dengan pasien TB menular mempunyai
nilai tertinggi yaitu 3.
• Uji tuberkulin bukan merupakan uji penentu utama untuk menegakkan diagnosis
TB pada anak dengan menggunakan sistem skoring.
• Pasien dengan jumlah skor ≥6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan
mendapat OAT.
Setelah dinyatakan sebagai pasien TB anak dan diberikan pengobatan OAT
(Obat Anti Tuberkulosis) harus dilakukan pemantauan hasil pengobatan secara
cermat terhadap respon klinis pasien. Apabila respon klinis terhadap pengobatan baik,
maka OAT dapat dilanjutkan sedangkan apabila didapatkan respons klinis tidak baik
maka sebaiknya pasien segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan untuk
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.1
9
2.4 Faktor yang Mempengaruhi kejadian TB paru anak
Data TB paru anak di Indonesia masih terbatas karena penemuan penderita
TB pada anak merupakan hal yang sangat sulit. Disamping itu, menurut Kartasasmita
(2002) angka kejadian TB paru pada anak belum diketahui pasti karena sulitnya
mendiagnosis TB paru pada anak. Akan tetapi, bila angka kejadian TB paru pada
orang dewasa tinggi dapat diperkirakan kejadian TB paru pada anak akan tinggi pula.
Hal ini terjadi karena setiap orang dewasa dengan BTA positif akan menularkan pada
10-15 orang dilingkungannya, terutama anak-anak.
Faktor penyebab TB paru pada anak adalah kontak langsung dengan penderita
BTA positif, sosial ekonomi orang tua, lingkungan perumahan yang tidak memenuhi
syarat, serta tingkat pendidikan orang tua. Pada umumnya orang tua tidak
mengetahui bahwa anaknya menderita TB paru dan bagaimana penyakit tersebut
dapat mengenai anaknya. Mereka hanya mengetahui bahwa anaknya menderita
demam agak lama atau batuk-batuk dalam jangka waktu yang lama, atau melihat
anaknya menjadi kurus, tidak nafsu makan, serta anak menjadi lemah. Daya tahan
yang menurun juga memungkinkan basil untuk berkembang biak dan keadaan ini
menyebabkan timbulnya penyakit TB paru. Anak-anak merupakan kelompok paling
rentan tertular basil Tuberkulosis karena daya tahan tubuhnya relatif masih lemah
daripada orang dewasa.4
10
2.5 Upaya Pencegahan
Semua anak yang tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita TB paru
BTA positif berisiko lebih besar untuk terinfeksi. Infeksi pada anak ini, dapat
berlanjut menjadi penyakit tuberkulosis, sebagian menjadi penyakit yang lebih serius
(misalnya meningitis dan milier) yang dapat menimbulkan kematian. Pada semua
anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita TB
paru BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan:
1) Bila anak mempunyai gejala-gejala seperti TB paru harus dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut sesuai dengan alaur deteksi dini TB paru pada anak.
2) Bila anak balita tidak mempunyai gejala-gejala seperti TB paru, harus
diberikan pengobatan pencegahan dengan Isoniasid (INH) dengan dosis 5 mg/kg
berat badan per hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat
imunisasi BCG, perlu diberi BCG setelah pengobatan pencegahan dengan INH
selesai.
Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat, dan
petugas kesehatan (Hiswani, 2004), yaitu :
1) Oleh penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan
membuang dahak tidak sembarang tempat.
2) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan kesadaran untuk vaksinasi
BCG.
3) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB paru
yang antara lain meliputi gejala, bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
4) Isolasi, pemeriksaan terhadap orang yang terinfeksi, pengobatan khusus TB paru,
pengobatan rawat inap di rumah sakit hanya bagi penderita yang kategori berat yang
memerlukan pengembangan program pengobatannya yang karena alasan-alasan sosial
ekonomi dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.
5) Dis-Infeksi, cuci tangan, perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah
(piring, tempat tidur, dan pakaian), ventilasi rumah, dan sinar matahari yang cukup.
11
6) Imunisasi orang-orang yang kontak dengan penderita, tindakan pencegahan bagi
orang-orang yang dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) yang
terindikasi dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.
Adapun tindakan sederhana yang dapat dilakukan orang tua yaitu :
1. Membuka jendela pada pagi hari sampai sore hari, agar rumah mendapat sinar
matahari dan udara yang cukup.
2. Menjemur kasur, bantal dan guling secara teratur 1 kali seminggu
3. Kesesuaian luas lantai dengan jumlah hunian dalam satu kamar tidak
boleh lebih dari 3 orang.
4. Menjaga kebersihan diri, rumah, dan lingkungan di sekitar rumah.
5. Lantai disemen atau dipasang tegel atau keramik.
6. Bila batuk, mulut ditutup dengan sapu tangan.
7. Tidak meludah di sembarang tempat.
8. Menghindari polusi udara dalam rumah, seperti asap dapur dan asap
rokok.1
12
BAB III
PENUTUP
13
DAFTAR PUSTAKA
TB Anak. 2008.
14