Lapsus Dila Tinea Corporis-2003
Lapsus Dila Tinea Corporis-2003
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 17 Oktober
2016, pukul 11.00 WIB bertempat di poliklinik kulit dan kelamin RSUD Dr.
Adhyatma MPH Tugurejo Semarang.
a. Keluhan utama
kulit terasa gatal
b. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien Ny. S datang ke poliklinik RSUD Tugurejo dengan keluhan
kulit terasa gatal pada ketiak, bawah payudara, bokong dan lipat paha.
Keluhan tidak dirasakan di tempat lain. Keluhan timbul sejak kurang lebih
1 tahun yang lalu. Keluhan dirasakan gatal, panas dan perih. Pasien
mengaku keluhan timbul dimulai dari area bawah ketiak , dan menyebar
ketempat lain seperti yang dikeluhakan. Pasien sudah pernah berobat di
dokter umum namun keluhan tidak kunjung sembuh. Keluhan gatal di
rasakan semakin memberat saat berkeringat. Gatal semakin hari semakin
parah sehingga menimbulakn luka lecet akibat garukan. Pasien tidak
mengeluhkan demam. Pasien juga menyangkal mempunyai riwayat alergi
makanan maupun obat.
d. Riwayat Keluarga
Menurut pengakuan pasien di keluarga tidak ada yang mengalami hal
serupa.
Hidung
Bentuk hidung normal, Sekret (-), perdarahan (-)
Mulut
Bibir : tidak sianosis, mukosa tidak pucat.
Leher
KGB : tidak ada pembesaran
Tiroid : tidak ada pembesaran
Thorax
4
a. Inspeksi
1. UKK :
makula hiperpigmentas multiple berbatas tegas, dengan skuama tipis
diatasnya. Didapatkan juga makula hiperpigmentasi multiple berbatas
tegas , bentuk bulat dengan tepi meninggi dan central healing positif.
a) Axila : makula hiperpigmentasi dengan lesi bulat
b) Cruris : makula hiperpigmentasi numuler
c) Lipat payudara : makula hiperpimentasi
d) Gluteus : makula hiperpigmentasi dengan papul
2. Lokasi : Axila, cruris, lipatan mamae, gluteus
3. Distribusi : Regional
b. Palpasi
Tidak ada gangguan sensoris
2.4 Resume
Pasien Ny. A datang ke poliklinik RSUD Tugurejo dengan keluhan gatal
gatal di lipat ketiak, lipat payudara, lipat paha dan bokong. Pasien mengeluh
gatal sudah sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan diawali di lipat ketiak dengan
kemerahan kemudian semakin lama membesar dan mengitam juga terdapat
luka lecet akibat garukan. Gatal dirasakan semakin bertambah saat
berkeringat.
Status dermatologi :
Terlihat makula hiperpigmentasi dengan papul ditepi pada lipat ketiak, lipat
payudara, lipat paha dan bokong pasien.
2.8 Penatalaksanaan
1. Kausal
Menghindari kelembapan dibagian lipatan lipatan tubuh
2. Sistemik
- Antifungi :
Ketokonazol 200 mg
- Antihistamin :
Cetirizine 1x10 mg
3. Topikal
- Ketonazol 2%
- Asam salisilat 2 %
2.9 Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
8
BAB III
PEMBAHASAN
I. Definisi
Dermatofitosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur
dermatofita yaitu Epidermophyton, Mycrosporum dan Trycophyton.
Terdapat lebih dari 40 spesies dermatofita yang berbeda, yang menginfeksi
kulit dan salah satu penyakit yang disebabkan jamur golongan dermatofita
adalah tinea korporis.(1)
Tinea korporis adalah dermatofitosis pada kulit yang tidak berambut
(glabrous skin) kecuali telapak tangan, telapak kaki, dan lipat paha.(1)
II. Etiologi
Dermatofitosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur
dermatofita yaitu Epidermophyton, Mycrosporum dan Trycophyton.
Terdapat lebih dari 40 spesies dermatofita yang berbeda, yang menginfeksi
kulit dan salah satu penyakit yang disebabkan jamur golongan dermatofita
adalah tinea korporis.(1)
III. Epidemiologi
Prevalensi infeksi jamur superfisial di seluruh dunia diperkirakan
menyerang 20-25% populasi dunia dan merupakan salah satu bentuk
infeksi kulit tersering (Rezvani dan Sefidgar,2010). Penyakit ini tersebar di
seluruh dunia yang dapat menyerang semua ras dan kelompok umur
sehingga infeksi jamur superfisial ini relatif sering terkena pada negara
tropis (iklim panas dan kelembaban yang tinggi) dan sering terjadi
eksaserbasi.(2)
Penyebab tinea korporis berbeda-beda di setiap negara, seperti di
Amerika Serikat penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum,
Trycophyton mentagrophytes, Microsporum canis dan Trycophyton
tonsurans. Di Afrika penyebab tersering tinea korporis adalah Tricophyton
rubrum dan Tricophyton mentagrophytes, sedangkan di Eropa penyebab
9
V. Patogenesa
Elemen kecil dari jamur disebut hifa, berupa benang-benang
filament terdiri dari sel-sel yang mempunyai dinding. Dinding sel jamur
merupakan karakteristik utama yang membedakan jamur, karena banyak
mengandung substrat nitrogen disebut dengan chitin. Struktur bagian
dalam (organela) terdiri dari nukleus, mitokondria, ribosom, retikulum
endoplasma, lisosom, apparatus golgi dan sentriol dengan fungsi dan
10
IX. Diagnosa
13
X. Penatalaksanaan
Pengobatan infeksi jamur dibedakan menjadi pengobatan non
medikamentosa dan pengobatan medikamentosa.
1. Non Medikamentosa
Menurut Badan POM RI (2011), dikatakan bahwa penatalaksanaan non
medikamentosa adalah sebagai berikut:
a. Gunakan handuk tersendiri untuk mengeringkan bagian yang terkena
infeksi atau bagian yang terinfeksi dikeringkan terakhir untuk mencegah
penyebaran infeksi ke bagian tubuh lainnya.
c. Cuci handuk dan baju yang terkontaminasi jamur dengan air panas
untuk mencegah penyebaran jamur tersebut.
d. Bersihkan kulit setiap hari menggunakan sabun dan air untuk
menghilangkan sisa-sisa kotoran agar jamur tidak mudah tumbuh.
e. Jika memungkinkan hindari penggunaan baju dan sepatu yang dapat
menyebabkan kulit selalu basah seperti bahan wool dan bahan sintetis
yang dapat menghambat sirkulasi udara.
obat. Obat oral atau kombinasi obat oral dan topikal diperlukan pada lesi
yang luas atau kronik rekurens. Anti jamur topikal yang dapat diberikan
yaitu derivate imidazole, toksiklat, haloprogin dan tolnaftat. Pengobatan
lokal infeksi jamur pada lesi yang meradang disertai vesikel dan eksudat
terlebih dahulu dilakukan dengan kompres basah secara terbuka (Vermam
dan Heffernan,2008).
Pada keadaan inflamasi menonjol dan rasa gatal berat, kombinasi
antijamur dengan kortikosteroid jangka pendek akan mempercepat
perbaikan klinis dan mengurangi keluhan pasien (Verma dan
Heffernan,2008).
a. Pengobatan Topikal
Pengobatan topikal merupakan pilihan utama. Efektivitas obat
topikal dipengaruhi oleh mekanisme kerja,viskositas, hidrofobisitas
dan asiditas formulasi obat tersebut. Selain obat-obat klasik, obat-obat
derivate imidazole dan alilamin dapat digunakan untuk mengatasi
masalah tinea korporis ini. Efektivitas obat yang termasuk golongan
imidaol kurang lebih sama. Pemberian obat dianjurkan selama 3-4
minggu atau sampai hasil kultur negative. Selanjutnya dianjurkan juga
untuk meneruskan pengobatan selama 7-10 hari setelah penyembuhan
klinis dan mikologis dengan maksud mengurangi kekambuhan (Verma
dan Heffernan,2008).
b. Pengobatan Sistemik
Menurut Verma dan Heffernan (2008), pengobatan sistemik yang
dapat diberikan pada tinea korporis adalah:
• Griseofulvin
Griseofulvin merupakan obat sistemik pilihan pertama. Dosis untuk
anak-anak 15-20 mg/kgBB/hari, sedangkan dewasa 500-1000 mg/hari
• Ketokonazol
Ketokonazol digunakan untuk mengobati tinea korporis yang resisten
terhadap griseofulvin atau terapi topikal. Dosisnya adalah 200 mg/hari
selama 3 minggu.
15
B. Tinea Cruris
Gambaran klinis
Penderita merasa gatal dan kelainan lesi berupa plakat berbatas tegas terdiri
atas bermacam-macam efloresensi kulit (polimorfik).26 Bentuk lesi yang
16
Diagnosis
Diagnosis ditegakan berdasarkan gambaran klinis yaitu adanya kelainan
kulit berupa lesi berbatas tegas dan peradangan dimana pada tepi lebih nyata
daripada bagian tengahnya.(9)
Pemeriksaan mikologi ditemukan elemen jamur pada pemeriksaan kerokan
kulit dengan mikroskopik langsung memakai larutan KOH 10-20%.18
Pemeriksaan KOH paling mudah diperoleh dengan pengambilan sampel
dari batas lesi. Hasil pemeriksaan mikroskopis KOH 10 % yang positif,
yaitu adanya elemen jamur berupa hifa yang bercabang dan atau artrospora.
30 Pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur di perlukan bahan
klinis, yang dapat berupa kerokan kulit, rambut, dan kuku.(10)
Diagnosis banding
a. Dermatitis seboroik
Dermatitis kronik yang terjadi pada daerah yang mempunyai banyak
kelenajar sebasea. Seperti pada muka, kepala, dada.
Efloresensi : Plakat eritematosa dengan skuama berwarna kekuningan
berminyak dengan batas tegas. (11)
17
b. Psoriasis
Merupakan penyakit kulit yang bersidat kronik,residif, dan tidak infeksius.
Efloresensi : plakat eritematosa berbatas tegas ditutupi skuama tebal,
berlapis-lapis dan berwarna putih mengkilat. Terdapat tiga fenomena, yaitu
bila digores dengan benda tumpul menunjukan tanda tetesan lilin.
Kemudian bila skuama dikelupas satu demi satu sampai dasarnya akan
tampak bintik-bintik perdarahan, dikenal dengan nama Auspits sign. Adanya
fenomena koebner / atau reaksi isomorfik yaitu timbul lesi-lesi yang sama
dengan kelainan psoriasis akibat bekas trauma / garukan.(12)
c.Ptiriasis rosea
Merupakan peradangan kulit akut berupa lesi papuloskuamosa pada badan,
lengan atas bagian proksimal dan paha atas.
Efloresensi : papul / plak eritematosa berbebntuk oval dengan skuama
collarette (skuama halus di pinggir). Lesi pertama ( Mother patch/Herald
patch) berupa bercak yang besar, soliter, ovale dan anular berdiameter dua
sampai enam cm. Lesi tersusun sesuai lipatan kulit sehingga memberikan
gambaran menyerupai pohon cemara (Christmas tree)(12)
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tinea kruris dapat dibedakan menjadi dua yaitu higienis
sanitasi dan terapi farmakologi. Melalui higienis sanitasi, tinea kruris dapat
dihindari dengan mencegah faktor risiko seperti celana dalam yang
digunakan, hendaknya dapat menyerap keringat dan diganti setiap hari.
Selangkangan atau daerah lipat paha harus bersih dan kering. Hindari
memakai celana sempit dan ketat, terutama yang digunakan dalam waktu
yang lama. Menjaga agar daerah selangkangan atau lipat paha tetap kering
dan tidak lembab adalah salah satu faktor yang mencegah terjadinya infeksi
pada tinea kruris. (7)
Masa sekarang, Dermatofitisis pada umumnya dapat diatasi dengan
pemberian griseofulvin yang bersifat fungistatik. Bagan dosis pengobatan
griseofulvin berbeda-beda. Secara umum, griseofulvin dalam bentuk
18
fineparticle dapat di berikan denggan dosis 0,5-1 g untuk orang dewasa dan
0,25-0,5 g untuk anak –anak sehari atau 10-25 mg per kg berat badan. Lama
pengobatan tergantung dari lokasi penyakit dan keadaan imunitas penderita.
(8)
(b) Sistemik : diberikan jika lesi meluas dan kronik ; griseofulvin 500-1.000
mg selama 2-3 minggu atau ketokonazole100 mg/hari selama 1 bulan.11
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi. Dkk.: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta. 2011.
2. Weitzman I, Summerbell R C. The Dermatophytes. American Society for
Microbiology. New York. 2007, 8(2):240
3. Risdianto Arif, Kadir Dirmawati, Amin Safruddin. Tinea Corporis and Tinea
Cruris Caused by Trychophyton mentagrophytes type glanular in Asthma
Bronchiale Patient. Medical Faculty of Hasanuddin University, Makassar.
2013
4. Straten Melody R. Vander, Hossain Mohammad A, Ghannoum Mahmoud A.
Cutaneus infections Dermatophytosis, onchomycosis and tinea versicolor.
Infectius Disease Clinics of North America. Cleveland. 2011
5. Kurniati, C. Etiopatogenesis Dermatofitosis, Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga, Surabaya. 2010
6. Dermatophytosis. The Centre for Food Security & Public Health. Iowa. 2013
7. Nasution MA, Muis Kamaliah, Juwono, dkk. Diagnosis dan
penatalaksanaan dermatofitosis. Cermin Dunia Kedokteran,2012.
8. Nugroho SA, Siregar RS. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis Mikosis
Superfisialis. In : Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL,
Dwihastuti P, editors. Dermatomikosis Superfisialis, 2 nd Ed. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2012, p: 99-107